Bab 11. Wara Pada Masa Belajar


πŸ“š Terjemah Kitab Ta’limul Muta’alim Thariqatta’allum



​ πŸ’  1. Wara’ ( Berhati-hati Dalam Ilmu Agama )

Dalam masalah wara’, sebagian ulama meriwayatkan hadist dari Rasulullah saw. : “Barang siapa tidak berbuat wara’ waktu belajarnya, maka Allah memberinya ujian dengan salah satu tiga perkara : dimatikan masih berusia muda, ditempatkan pada perkampungan orang-orang bodoh atau dijadikan pengabdi sang pejabat”. Jikalau mau membuat wara’ maka ilmunya lebih bermanfaat, belajarpun mudah dengan banyak-banyak berfaedah.

Termasuk berbuat wara’ adalah memelihara dirinya jangan sampai perutnya kenyang amat, terlalu banyak tidur dan banyak membicarakan hal yang tak bermanfaat.

Dan menyingkiri makanan masak di pasar jika mungkin karena makanan ini lebih mudah terkena najis dan kotor, jauh dari dzikrillah, bahkan membuat lengah dari Allah, juga orang-orang fakir mengetahui sedang tidak mampu membelinya yang akhirnya berduka lara, sehingga berkahnyapun menjadi hilang karena hal-hal tersebut.

Suatu hikayat, syaikhul Jalil Muhammad Ibnul Fadl di waktu masa belajarnya, adalah tidak pernah makan makanan pasar. Ayahnya sendiri seorang dusun yang selalu mengiriminya setiap hari jum’at. Pada suatu hari, sang ayah mengetahui ada roti pasar di kamar muhammad. Iapun marah, dan tidak mau berbicara dengan sang putra. Muhammad matur dan katanya : saya tidak membeli roti itu dan memang tidak mau memakannya, tetapi itu pemberian temanku, ayah. Jawabnya : bila kau berhati-hati dan wara’ niscaya temanmu takkan sembarangan memberikan roti seperti itu. Demikianlah pelajar-pelajar zaman dulu berbuat wara’ dan ternyata banyak-banyak bisa memperoleh ilmu dan mengajarkannya, hingga keharuman nama mereka tetap abadi sampai kiamat.

Ada seorang zuhud ahli fiqh berwasiat kepada seorang murid: Jagalah dirimu dari ghibah dan bergaul dan bergaul dengan orang yang banyak bicaranya. Lalu katanya lagi : orang yang banyak bicara itu mencuri umurmu dan membuang sia-sia waktumu.”

Termasuk wara’ lagi hendaknya menyingkiri kaum perusak, maksiat dan penganggur, sebab perkumpulan itu membawa pengaruh. Menghadap kiblat waktu belajar, bercerminkan diri dengan sunah Nabi, mohon dido’akan oleh para ulama ahli kebajikan dan jangan sampai terkena do’a tidak baiknya orang teraniaya kesemuanya itu termasuk wara’.

πŸ’  2. Menghadap Kiblat

Suatu hikayat. Ada dua orang pergi merantau untuk mencari ilmu. Merekapun belajar bersama-sama. Setelah berjalan bertahun-tahun, mereka kembali pulang. Ternyata satu alim, sedang satunya lagi tidak. Kemudian pernyataan ini menarik perhatian para ulama’ ahli fiqh daerah tersebut, lalu mereka bertanya kepada dua orang tadi, mengenai perbuatannya waktu sedang mengulang sendiri pelajarannya dan duduknya di waktu belajar. Atas hasil pertanyaan itu, mereka mengetahui bahwa orang alim tadi setiap mengulang pelajarannya selalu menghadap qiblat dan kota di mana ia mendapat ilmu. Tapi yang tidak alim, justru membelakanginya. Dengan demikian ahli fiqh dan para ulama sepakat bahwa orang yang menjadi alim tadi adalah atas berkahnya menghadap qiblat sebab itu dihukumi sunah, kecuali bila terpaksa. Dan berkah orang-orang muslimin disana, sebab kota tersebut tidak pernah kesepian dari orang-orang ibadah dan berbuat kebajikan. Yang jelas, untuk setiap malam pasti ada walaupun satu orang ahli ibadah yang mendo’akan kepadanya.

πŸ’  3. Perbuatan Adab Dan Sunah

Pelajar hendaknya tidak mengabaikan perbuatan-perbuatan yang berstatus adab kesopanan, dan amal-amal kesunahan. Sebab siapa yang mengabaikan adab menjadi tertutup dari yang sunah, yang mengabaikan sunah tertutup dari fardhu, dan berarti tertutup dari kebahagiaan akhirat. Sebagian ulama’ berkata: “Seperti hadist dari Rasulullah saw.”.

Hendaknya pula banyak-banyak melakukan shalat dengan khusu’ sebab dengan begitu akan lebih memudahkan mencapai kesuksesan belajar. Syi’ir gubahan Syaikhul Jalil Al-Hajjaj Najmuddin Umar bin Muhammad An-Nasafi dibawakan untukku:

πŸ”ΉJadilah engkau, pengamal perintah penjaga larangan Jagalah selalu, ibadah shalat terus-terusan.
πŸ”ΉPelajarilah ilmu Syari’ah sesungguh hati Pohonlah inayah dengan yang suci Kau kan menjadi ahli agama yang mengayomi.
πŸ”ΉMohonlah agar kuat hapalan pada ilahi Demi cintamu fi fadlihi Dialah Allah, sebagus-bagus yang melindungi.

Umar An-nasafi berkata :

πŸ”ΉTaatlah engkau, sesungguh hati jangan malas diri engkau semua, ke sisi Tuhan kan kembali.
πŸ”ΉOrang yang bagus, yang pendek tidur di malam hari Karena itu, berbuat tidur agar di singkiri.

Pelajar hendaknya selalu membawa buku untuk dipelajari. Ada dikatakan : “Barangsiapa tak ada buku di sakunya, maka tak ada hikmah di hatinya.” Lalu buku itu hendaknya berwarna putih. Juga hendaknya membawa botol dawat, agar bisa mencatat segala pengetahuan yang di dengar. Sebagaimana di atas telah kami kemukakan Hadist riwayat Hilal bin Yasar.

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam