Bagian Kesatu (1)



📚 Buku 40 Cara Menyelesaikan Masalah




📚 1. Mengucapkan Kalimat Istirjaa [1] Ketika Mendapat Musibah


Jika seseorang di timpa musibah, maka pertama kali yang harus dilakukan untuk bisa mengobatinya yaitu kembali kepada Allah Ta'ala dengan mengucapkan:

"Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali". QS al-Baqarah: 156.

Dan kalimat istirjaa ini termasuk bagian dari adab Nabawi yang agung, karena kalimat tersebut akan membuat hati menjadi tenang dan tentram. Sebagaimana telah di riwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya dari haditsnya Umu Salamah semoga Allah meridhoinya, dia mengatakan: "saya mendengar Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Tidaklah seorang muslim terkena musibah, kemudian mengucapkan kalimat yang telah di perintahkan oleh Allah Ta'ala dalam (kitabNya) yaitu mengucapkan "inaa lillahi wa inaa ilahi roji'un", Ya Allah berilah pahala pada musibah yang menimpaku, dan berilah ganti darinya yang lebih baik, melainkan Allah pasti akan menggantinya yang lebih baik darinya". HR Muslim.

Perhatikan bagaimana Ummu Salamah semoga Allah meridhoinya benar-benar melaksanakan wasiat Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam tersebut dengan mengucapkan istirjaa tatkala di tinggal mati oleh suaminya Abu Salamah, maka kemudian Allah Azza wa jalla menggantinya dalam musibah tersebut dengan yang lebih baik, dengan mendapatkan kemulian diperistri oleh Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam. Namun perlu di ingat terkadang ganti tersebut Allah Ta'ala berikan ketika di dunia, atau di ambil nanti ketika di akhirat, atau juga mendapat di kedua negeri tersebut, di dunia dan diakhirat.

Catatan
[1]. Kalimat istirjaa yaitu mengucapkan do'a Inaa lillahi wa inaa ilihi raji'un.

Artinya: Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali.

kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Dan disunatkan menyebutnya waktu ditimpa musibah baik besar maupun kecil.

📚 2. Perlahan Dan Tidak Tergesa-gesa


Kebanyakan masalah biasanya terjadi dalam ruang lingkup anggota keluarga atau antara pasangan suami istri, atau bisa juga terjadi antar sesama teman dan saudara. Oleh karenanya jika terjadi masalah, maka bagian terbesar yang bisa membantu untuk memecahkanya adalah sikap pelan-pelan tidak terburu-buru sambil berpikir tentang masalah yang sebenarnya dan tidak tergesa-gesa di dalam mengambil keputusan.

Dan keputusan tetap berada di tanganmu, jika kamu mempunyai pemikiran untuk hari ini maka itu merupakan pemikiran untuk hari esok juga, tidak ada yang membuat dirimu merasa di rugikan dengan lambatnya kamu di dalam mengambil keputusan, bahkan dengan sebab itu pikiranmu bisa berubah untuk mendapat keputusan yang terbaik, begitu seterusnya. Terlebih dengan diiringi hati yang tenang, kemarahan telah sirna dan kegalutan pun telah pergi, maka itu bisa lebih banyak membantu untuk menemukan solusi yang tepat. Dan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah berkata kepada Aisyah di dalam sabdanya:

"Berbuatlah dengan lembut lembut dan jauhi olehmu permusuhan dan perbuatan keji, sesungguhnya tidaklah lemah lembut itu di letakan pada suatu perkara melainkan ia pasti akan menghiasinya, dan tidaklah di cabut lemah lembut tersebut dari suatu perkara melainkan akan menjadikan jelek". HR Muslim.

Anjuran ini pada asalnya di tujukan pada ibunda kita Aisyah, namun setelahnya langsung mengarah kepada seluruh orang-orang yang beriman.

Kita tidak pernah mendengar bahwa sifat mudah marah dan mudah terpancing emosi itu bisa mendatangkan kebaikan (di manapun tempatnya), kalau sekiranya saya ceritakan hasil dari penelitian pada orang-orang yang mudah marah maka kalian pasti akan heran di sebabkan banyaknya akibat buruk dari sikap ini, seperti, akan menjadikan anak satu sama lain saling berkelompok karena takut dengan bapaknya yang garang, terhempasnya keluarga, dan menjadikan penjara penuh untuk menampung tahanan…semua itu di sebabkan kemarahan yang terkadang sifatnya hanya sebentar.

Betapa indahnya kalau mau berpikir terlebih dahulu sebelum berbuat sambil di hiasi dengan kelemahlembutan dan sikap bijak dalam bertindak.

📚 3. Sabar


Tidaklah kedua telingamu mendengar kalimat musibah melainkan pada telinga satunya harus ada kalimat sabar, kalau seandainya hal itu tidak kamu lakukan maka masalah atau problem tersebut akan menjadi semakin membesar, yang pada nantinya membuat patah semangat dan berujung enggan untuk menyelesaikanya. Namun Allah Azza wa jalla Maha Penyayang dalam hal ini kepada para hambaNya, dimana Dia telah menundukan bagi mereka cara jitu untuk mengatasi masalah yaitu dengan kesabaran.

Dalam agama, sabar mempunyai kedudukan yang sangat urgen, bahkan ia merupakan bagian dari agama itu sendiri, di mana sabar adalah tempat berteduhnya bagi para penyabar, dan merupakan harta simpanan dari simpanan-simpanan di surga. Yang mana Allah Ta'ala telah menjanjikan bagi orang-orang yang sabar dengan pahala yang sangat besar, hal itu seperti yang di jelaskan dalam firmanNya:

"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas". (QS az-Zumar: 10).

Berkata Imam al-Auz'ai: "Balasan bagi orang yang sabar tidak lagi ditimbang, maupun diukur namun langsung di ambilkan tanpa ada batasannya".

Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:

"Sungguh sangat menakjubkan perkaranya seorang mukmin itu, semua perkaranya baik, dan tidak ada pada seorang pun melainkan hanya seorang mukmin, jika dirinya mendapat reziki dia bersyukur, maka itu baik baginya, jika dirinya di timpa musibah lalu bersabar itu juga baik baginya". HR Muslim.

Sikap sabar sendiri mempunyai makna yang dalam yaitu berhenti bersama musibah dengan cara menyikapi yang baik. Dan jangan dikira kalau musibah itu hanya pada perkara-perkara yang besar saja seperti kematian atau perceraian, misalkan, akan tetapi setiap perkara yang kamu merasakan sedih ketika kehilangan darinya maka itulah yang di namakan musibah. Pernah suatu hari tali sendalnya Umar bin Khatab semoga Allah meridhoinya putus maka beliau pun mengucapkan kalimat istirjaa' lalu mengatakan: "Setiap kejadian buruk yang menimpamu maka itu adalah musibah".

Dan jika seorang muslim tidak sabar ketika tertimpa sebuah musibah, tidak pula mengharap pahala dari sebab musibah tersebut, maka hilang sudah pahala dan ganjaran dari Allah Ta'ala pada hari-hari musibah tersebut. Dan kedudukan yang paling tinggi di antara orang-orang yang sabar yaitu kedudukan orang yang ridho dengan qodho dan qadr Allah Subhanahu wa ta'ala, tunduk dengan takdir Allah Ta'ala, Allah berfirman:

"Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.". QS at-Taubah: 51.

Imam Ibnu Rajab mengatakan: "Adapun perbedaan antara ridho dengan sabar yaitu kalau sabar adalah menutupi jiwa dari rasa marah dengan menahan rasa sakit yang ada sambil berharap agar segera hilang rasa sakit tersebut, dan mencegah anggota badan jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak terpuji oleh sebab marah. Sedangkan ridho adalah menerima dan lapang dada dengan ketentuan Allah Ta'ala, serta melupakan angan-angan (yang muncul) berharap agar rasa sakit yang sedang di rasakannya tersebut segera hilang walaupun terdapati rasa sakitnya, namun dengan adanya sikap ridho, akan menjadikan lebih ringan (beban yang ada dalam badan) dan memberi kabar gembira bagi hati dengan kenyakinan dan pemahaman yang sempurna, maka jika sikap ridho ini kuat menahan rasa sakit yang sedang di rasakan maka akan hilang dengan sendiri rasa sakit tersebut".

Ibnul Jauzi mengatakan: "Kalau sekiranya dunia itu bukan tempatnya ujian maka tidak ada yang namanya penyakit, cemas, bimbang dan perasaan suram, kehidupan tidak terasa sempit bagi para nabi dan orang-orang pilihan. Nabi Adam tidak akan diuji sampai keluar dari dunia, Nabi Nuh menangis dalam waktu yang sangat panjang tiga ratus tahun (lamanya), Nabi Ibrohim di lempar kedalam api dan diuji untuk menyembelih anaknya yang ia cintai, Nabi Ya'qub menangis karena kehilangan anaknya Yusuf sampai hilang penglihatanya, Nabi Musa dikejar Fira'un, bukan itu saja, namun kaumnya pun mendapat ujian dari kezaliman Fir'aun, Nabi Isa bin Maryam tidak ada tempat untuk berlindung baginya melainkan hidup dalam kesengsaraan. Dan Nabi kita Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam sabar dalam kehidupan yang serba kekurangan, terbunuhnya Hamzah bin Abdul Mutholib pamannya yang merupakan orang yang paling beliau cintai dari kalangan keluarganya, begitu juga ditinggal lari oleh kaumnya, (pada pertama kalinya muncul dakwah beliau), mereka enggan untuk menerima dakwahnya. Dan selain mereka dari kalangan para Nabi dan para wali yang sangat panjang kalau mau di sebutkan semuanya, kalau benar sekiranya dunia ini di ciptakan untuk bersenang-senang dan mencari kelezatanya, tentu tidak akan mungkin bagi orang yang beriman mendapat kebahagian darinya. Sunguh benar apa yang di katakan oleh seorang panyair:

Dunia tempatnya kesedihan, kenapa engkau menginginkanya, Tidak akan pernah dunia lepas dari ujian dan cobaan

Dan sabar yang di maksud di sini, bukan hanya sekedar mampu menahan musibah yang menimpanya dan meneguk rasa sakit yang di alaminya serta kesedihan yang terasa menyekat di kerongkonganya, namun sabar di sini adalah sabar yang mampu mencari solusi permasalahannya dan sanggup menata kembali perkaranya, adakalanya sabar di dalam mencari solusinya dengan dakwah kepada Allah Azza wa jalla, adakalanya sabar di dalam mencari solusinya dengan mendidik dan bergaul dengan cara yang indah, adakalanya sabar di dalam mencari solusinya dengan kembali menikah dan istiqomah bersamanya, demikian seterusnya setiap masalah di butuhkan cara penyelesaian dan kesabaran dalam mencari solusinya.

📚 4. Berbaik Sangka


Suatu hal yang wajib bagi kita semua yaitu suudhon dhon (berbaik sangka.pent) kepada Allah Azza wa jalla bahwa yang namanya pertolongan dan jalan keluar itu pasti dekat adanya, bahwa kesulitan itu selalu di iringi bersama kemudahan. Demikian juga berbaik sangka kepada orang lain yang punya masalah denganmu atau dengan orang merupakan sumber masalah tersebut, karena ada kemungkinan yang terjadi, mungkin dirinya mempunyai pandangan yang berbeda denganmu, atau dirinya paham tapi salah dalam memahaminya, atau bisa juga, sampai perkara padanya namun tidak sesuai dengan kenyataanya, karena tidak benar. Oleh karena itu berbaik sangka kepada sesama muslim akan menjadikan hati menjadi tenang, dan biasanya akan mudah memberi udzur (kepada orang tersebut) yang pada akhirnya menjadikan musibah itu terasa ringan, bisa membantu untuk memecahkan masalah tersebut dan menjadikan cara berpikir kita bersih dari hal-hal yang tidak di bolehkan. Sebagian problem terkadang muncul di sebabkan oleh berburuk sangka (pada orang lain), yang di bangun di atas ketidakpahaman atau persangkaan yang tidak jelas atau juga cara pandang yang cekak.

Dikisahkan bahwa ada seseorang yang mempunyai masalah dengan orang lain, marahnya telah memuncak, darahnya mendidih menahan marahnya yang meluap-luap, sampai dia mengancam anak-anak serta istri orang yang bermasalah tersebut, sedangkan orang yang bermasalah dengannya tersebut sedang dalam perjalanan keluar kota, namun sebelum pergi dia mengirim surat yang isinya meminta maaf dan meminta supaya di lupakan masalahnya serta merelakan haknya untuknya, namun pembawa surat ini yang menjadi titik permasalahanya karena telat menyampaikan surat tersebut sehingga menjadi sebab pertengkaran tersebut.

Lihat kejadian di atas, orang tersebut telah menghina saudaranya dengan kata-kata yang tidak terpuji, mengangkat suara padanya, mengeluarkan semua keburukanya, sekarang apakah kamu bisa bayangkan kalau persaudaraanya akan kembali seperti sedia kala sebelum kejadian tersebut?

Kemudian lihatlah pada kejadian yang lain dalam kisah berikut ini, ketika Hafsoh binti Umar semoga Allah meridhoi keduanya di tawarkan oleh bapaknya supaya di nikahi kepada Abu Bakar, maka Abu Bakar diam tidak menjawab apa-apa, kemudian dia menawarkan kepada Utsman, namun dia mengatakan: "Pada saat sekarang saya lagi tidak punya keinginan untuk menikah", maka Umar merasa sangat sedih, kemudian dirinya mengadu kepada Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam. Nabi Shalallahuu 'alaihi wa sallam lalu mengatakan kepadanya: "Hafsoh akan di nikahi oleh orang yang lebih baik dari Utsman, dan Utsman akan menikahi wanita yang lebih baik dari pada Hafsoh". Kemudian Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam meminang Hafsoh, lalu Umar pun menikahkan Hafsoh dengan Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Utsman di nikahkan oleh Rasulallah dengan anaknya Ruqoyah setelah Utsman di tinggal mati oleh istri yang merupakan saudaranya Ruqoyah.

Ketika Umar sudah menikahkan anaknya, dirinya bertemu dengan Abu Bakar, maka beliau meminta maaf sambil mengatakan: "Saya tidak mempunyai niat apa-apa, kecuali saya pernah mendengar Rasulallah Shalallahu 'alahi wa sallam menyebut-nyebut nama Hafsoh maka saya tidak ingin membuka rahasianya beliau, kalau sekiranya Rasulallah tidak jadi menikahinya tentu saya akan menikahi anakmu".

📚 5. Diam Dan Menyembunyikan Problem Yang Sedang Di Alaminya


Termasuk dari wejangan Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam kepada umatnya dalam masalah ini yaitu menyembunyikan musibah yang sedang di alaminya, hal itu sebagaimana yang tercantum dalam sebuah hadits, di mana Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Termasuk kebaikan adalah menyembunyikan musibah (yang menimpanya), penyakit dan shodaqoh".

Oleh sebab itu jika musibah yang sedang menimpa mungkin bisa disembunyikan, maka menyembunyikannya adalah termasuk bentuk dari nikmat Allah Azza wa jalla yang lurus. Yang merupakan bagian dari rahasia dari rahasia-rahasia keridhoan pada Allah Ta'ala, yaitu dengan tidak selalu berkeluh kesah dan gelisah. Lihatlah kisah-kisah para ulama salaf karena sesungguhnya dalam kisah tersebut ada pelajaran bagi kita.

Berkata al-Ahnaf salah seorang ulama salaf: "Sungguh telah hilang penglihatanku semenjak empat puluh tahun yang lalu, dan saya tidak pernah mengasih tahu kepada seorang pun".

Ketika ada air yang tidak mau keluar dari salah satu mata Atha', tidak ada seorang pun keluarganya yang tahu hal itu selama dua puluh tahun lamanya.

Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:

"Termasuk dari bagian memuliakan Allah Ta'ala dan mengetahui hakNya adalah tidak mengeluh pada setiap penyakit yang (menimpamu) dan tidak menyebut-nyebut musibahmu".

Yang perlu digaris bawahi di sini yaitu biasanya kalau seseorang itu telah hilang masalah darinya, pertama kali yang muncul dalam pikiranya adalah rasa sesal telah terlanjur mengasih tahu masalahnya kepada fulan atau kepada fulanah. Jika perkaranya demikian maka seorang hendaknya tidak menampakan masalahnya dan menyembunyikanya, dan termasuk menyebarkan masalah yang paling buruk adalah dalam masalah keluarga, maka terkadang di dapati seorang istri jika mempunyai masalah dengan suaminya, dirinya langsung mengadu kepada orang tuanya, sambil mencela suaminya dengan perkara-perkara yang tidak masuk pada inti masalah sebenarnya, dengan mengungkit- ngungkit kejelekanya yang lama maupun yang baru, sampai keluarga dan saudara-saudaranya jadi membencinya, sehingga pada saat itu menjadikan tali yang menghubungkan mereka menjadi terputus, terbesit rasa ingin lari darinya sampai kalaupun permasalahannya sudah reda dan dapat teratasi akan tetap tersisa kata-kata dan aduan yang telah di ucapkan oleh lisan yang membekas dalam hati mereka, yang menimbulkan rasa was-was tentang masa depan hubungan wanita tersebut dengan suaminya.

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam