23. Berjabat Tangan
📚 Terjemah Kitab At-thariq Ilal Quluub (Perjalanan Ke Hati)
Ada orang yang bertanya kepada Abu Dzar ra., "Apakah waktu itu
Rasulullah saw. menjabat tangan kalian jika bertemu?" la menjawab, "Saya
tidak pernah menjumpainya kecuali beliau menjabat tangan saya. Suatu
hari beliau mengutus seseorang kepada saya, waktu itu saya tidak berada
di rumah. Ketika saya pulang, saya diberi tahu oleh istri saya. Kemudian
saya menda-tangi Rasulullah. Ketika itu beliau sedang berbaring di
tempat tidur. Melihat kedatangan saya, beliau bangkit dan memeluk saya."
(HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Berjabat tangan bukan sekedar gerakan tangan yang diwarisi secara
turuntemurun, tetapi mempunyai makna dan rasa yang dipengaruhi oleh
perbedaan hubungan dan kehendak. Oleh karena itulah, Islam melarang
laki-laki menjabat tangan perempuan yang bukan muhrimnya. Tangan adalah
alat yang sangat peka. la dapat mene-rima dan mengirim isyarat-isyarat
yang tampak pada wajah atau yang tersimpan dalam hati. Berjabat tangan
dapat mengukur jarak antara dua hati. Ada orang yang berjabat tangan
hanya untuk basa-basi, ada pula orang yang berjabat tangan hanya sekedar
menyentuh. Ada orang yang berjabat tangan, sementara wajahnya tidak
mengarah pada orang yang di hadapan-nya, ada pula orang yang berjabat
tangan disertai dengan tatapan mata yang sejuk.
Berjabat tangan dapat menghapus dosa-dosa. Diriwa-yatkan dari Al-Barra'
ra., ia berkata, Rasulullah saw. ber-sabda,
"Tidaklab seorang muslim
yang bertemu lulu berjabat tangan, kecuali bagi mereka ampunan sebelum
mereka berpisah."
Diriwayatkan bahwa jika Rasul menjabat tangan seseorang, beliau tidak
melepaskan tangan beliau sehing-ga orang itulah yang melepaskannya. Dari
Mu'adz bin Jabal ra., ia berkata bahwa Rasulullah memegang tangannya dan
berkata, "Hai
Muadz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu. Aku berpesan kepadamu,
jangan sekali-kali kamu mening-galkan membaca doa, 'Ya Allah, tolonglah
aku agar dapat mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan melakukan ibadah
dengan baik,' setiap selesai shalat."
(HR. Abu Dawud)
Kalau dilihat secara sepintas, kalimat "bahwa Rasulullah memegang
tanganku" bisa saja dihapus dari hadits itu. Akan tetapi, kenyataannya
perawi hadits itu mencantumkannya, karena para sahabat benar-benar
memahami makna gerakan itu dan erat kaitannya dengan kalimat sesudahnya,
"Demi Allah, sungguh saya mencintaimu."
Jika kita meneliti sabda Rasulullah, "Hai Mu'adz, demi Allah, sungguh
saya mencintaimu," maka kita akan mengetahui bahwa Mu'adz sudah
mendapatkan sesuatu yang diidam-idamkan oleh setiap muslim. Rasulullah
bersabda, "Seseorang
itu akan bersama orang yang ia cintai."
Keterpautan antara dua tangan hanya akan dilaku-kan oleh dua hati yang
saling mencintai. Tangan tidak akan bergerak untuk berjabat tangan
secara tiba-tiba, tetapi menanti komando dari hati dan pikiran. Jangan
lupa pula meletakkan tangan Anda di pundak orang yang Anda cintai,
karena itu adalah sentuhan yang penuh makna yang hanya dilakukan oleh
hati-hati yang saling mencintai. Aisyah ra. berkata, "Zaid bin Haritsah
datang ke kota Madinah, sedang Rasulullah berada di rumah saya. Zaid
lantas mendatangi beliau dan mengetuk pintu. Rasulullah bangkit sambil
merengkuh pakaiannya, setelah itu beliau merangkul dan mencium Zaid."
(HR. Tirmidzi,
ia berkata, "Hadits ini hasan.")
Diriwayatkan dalam hadits yang lain bahwa ada seorang laki-laki berkata
kepada Rasulullah, "Wahai Rasul, seorang laki-laki di antara kami
bertemu dengan saudaranya atau temannya, apa ia hams menunduk (hormat)?"
Rasulullah menjawab, "Tidak." Ia bertanya, "Apakah ia harus memeluk dan
menciumnya?" Rasul menjawab, "Tidak." Ia bertanya, "Apakah menjabat
tangannya?" Rasul menjawab, "Ya."
(HR. Tirmidzi,
ia berkata, "Hadits ini hasan.")
Bagikan ini :
Comments
Post a Comment
Silakan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan