11. Dakwah Fardiyah
📚 Terjemah Kitab At-thariq Ilal Quluub (Perjalanan Ke Hati)
Setelah Abu Thalib meninggal dunia, penderitaan Rasulullah saw. semakin
berat, sehingga beliau pergi ke Thaif untuk mencari perlindungan dari
suku Tsaqif, dengan harapan agar mereka mau menerima ajaran Islam.
Ketika sampai di Thaif, beliau menjumpai tokoh-tokoh dari suku Tsaqif,
yang mereka itu tiga bersaudara: Abdu Yalail bin Amr bin Umair, Mas'ud,
dan Hubaib. Beliau mengajak mereka untuk mengikuti ajaran Islam dan
menjelaskan maksud kedatangannya. Akan tetapi, mereka tidak mahu
menerima kedatangan beliau, bahkan memanggil kaumnya dan menyuruh mereka
agar mengusir dan mengolok-olok Rasulullah saw. Akhirnya Rasulullah
berlindung di kebun milik Utbah bin Rabi'ah dan Syaibah bin Rabi'ah,
yang waktu itu keduanya berada di kebun tersebut dan mengetahui apa
yang sedang dialami oleh Rasulullah saw.
Rasulullah duduk di bawah pohon kurma. Sementara itu hati kedua pemilik
kebun itu tergerak untuk menolong, lalu menyuruh pembantunya yang biasa
dipanggil Adas, "Ambillah setangkai anggur dan letakkan di nampan ini,
lalu berikan kepada orang itu." Adas pun melaksanakan perintah tersebut
dan datang ke hadapan Rasulullah seraya berkata, "Silakan dimakan."
Rasul menerima anggur tersebut, lalu memetiknya, setelah itu membaca "bismillahirrahmanirrahim"
dan memakannya. Mendengar bacaan itu, Adas terperanjat dan memandang
Rasulullah dengan heran. "Demi Allah, ucapan ini bukanlah ucapan
penduduk negeri ini." Rasulullah berkata, "Wahai Adas, kamu berasal dari
mana dan apa agamamu?" Adas menjawab, "Saya beragama Nasrani, saya dari
negeri Ninawai." Rasulullah bertanya, "Apakah dari negerinya Yunus bin
Matta, hamba Allah yang shalih itu?" Adas berkata, "Apa yang Anda
ketahui tentang Yunus bin Matta?" Rasulullah menjawab, "Dia adalah nabi
dan saya juga seorang nabi." Mendengar jawaban itu, Adas langsung
mendapatkan Nabi, menciumi kepala, kedua tangan, dan kedua kaki beliau.
Kedua pemilik kebun itu melihat kejadian tersebut, lalu seorang di
antara mereka berkata kepada yang satunya, "Pembantu kita sudah diracuni
oleh laki-laki itu."
Tatkala Adas datang menghadap, keduanya berkata, "Celakalah kamu wahai
Adas, apa yang menyebabkan kamu menciumi kepala, kedua tangan, dan kedua
kaki orang itu?" Adas berkata, "Tuanku, tidak ada yang lebih baik dari
ini. Dia telah memberi tahu kepadaku perkara yang hanya diketahui oleh
seorang nabi." Mereka berkata, "Celakalah kamu wahai Adas, jangan sampai
omongannya menjadikan kamu berpaling dari agamamu, kerana agamamu lebih
baik daripada agamanya."
Saudaraku,
Kita sudah membaca kisah di atas. Sekarang mari kita petik pelajaran
yang ada di dalamnya. Mari kita lihat bagaimana cara Rasulullah memikat
hati Adas, lalu membimbingnya perlahan-lahan, hingga mahu mengikrarkan
keislamannya. Tatkala Adas datang kepada Rasulullah dengan senampan
anggur lalu berkata, "Makanlah," Rasulullah memulai langkah pertamanya:
beliau mengambil anggur itu dan membaca "bismillahirrahmanirrahim", lalu
memakannya. Seandainya Rasulullah tidak mengucapkan "bismillahirrahmanirrahim",
tentu Adas tidak akan berkomentar apa pun.
Di sinilah terlihat pentingnya menonjolkan karakteristik Islam dengan
melaksanakan sunnah Rasulullah, yang juga merupakan proklamasi aqidah
islamiah di negara-negara non-muslim, kerana dengan begitu kaum muslimin
dapat mengenal satu sama lain.
Langkah kedua adalah tatkala Adas memandang beliau dan berkata, "Ucapan
ini bukanlah ucapan penduduk negeri ini." Rasulullah lalu berkata, "Wahai
Adas kamu berasal dari negeri mana dan apa agamamu?"
Rasulullah memanggilnya dengan menyebut nama Adas. Panggilan dengan
menyebut nama secara langsung itu mempunyai erti yang amat besar untuk
mengakrabkan sebuah persahabatan. Kemudian beliau menanyakan tentang
negeri dan agamanya. Ini merupakan sebuah rangkaian pembicaraan yang
berurutan secara rapi.
Adas menjawab, "Saya beragama Nasrani, dari negeri Ninawai." Lalu Rasul
bertanya, "Apakah kamu dari negerinya Yunus bin Matta, hamba Allah yang
shalih itu?" Kita melihat bahwa Rasulullah memberikan gelar kepada
Yunus as. Dengan menyebut "hamba yang shalih". Inilah yang menjadikan
hati Adas semakin tersentuh dan tertarik. la juga mengetahui bahawa
Rasulullah mengetahui letak negeri Ninawai, sebuah negeri yang terletak
di sebelah sungai Furat, Iraq. Ini semua menjadikan Adas semakin
tertarik.
Adas bertanya, "Apa yang Anda ketahui tentang Yunus bin Matta?"
Rasulullah menjawab, "Dia adalah saudaraku. Dia seorang nabi dan aku
juga seorang nabi." Di sini terdapat sentuhan yang amat lembut. Ungkapan
Rasulullah, "saudaraku," semakin membuat Adas tertarik dan percaya.
Banyak kita jumpai orang yang bertanya tentang seseorang kemudian ia
jawab, "la adalah saudaraku." Jawaban itu akan menambah keakraban dan
rasa percaya. Dari nada bicara Rasulullah itu terlihat sifat tawadhu'
beliau, iaitu beliau menyebut nama Yunus as. lebih dahulu sebelum
menyebut nama beliau sendiri. Di sini terdapat pelajaran yang amat
penting dan berharga bagi seorang da'i.
Banyak di antara kita yang tatkala membicarakan seseorang yang mempunyai
"kelebihan" mengatakan, "Dia sekolahnya bersamaan dengan saya," atau "Dia
dulu satu fakulti dengan saya." Padahal yang lebih baik adalah, "Saya
dulu bersamanya waktu di sekolah menengah," atau "Saya dulu satu
fakulti dengannya."
Saudaraku,
Inilah yang terjadi antara Rasulullah dengan Adas. Sebuah kisah yang
sederhana dan mudah dicerna. Jadi, bagi da'i yang ingin memetik
pelajaran dari kisah ini tidak akan merasa kesulitan.
Saudaraku,
Sekarang marilah kita perhatikan kisah-kisah yang lain. Ada beberapa
orang yang ingin menjumpai Rasulullah saw. Salah seorang di antara
mereka menceritakan, "Kami berusaha mencari tahu tentang Rasulullah,
kerana kami belum pernah mengenal dan melihatnya. Kami bertemu dengan
seorang laki-laki, lalu kami bertanya kepadanya tentang Rasulullah. la
menjawab, 'Apakah kalian mengenalnya?'
Kami menjawab, 'Tidak.' Ia berkata, 'Jika kalian masuk ke dalam masjid,
maka Muhammad adalah seseorang yang duduk bersama Abbas bin Abdul
Muthalib yang tak lain adalah pamannya.' Kami menjawab, 'Ya, kami
mengenal Abbas, dia sering datang kepada kami untuk berdagang.' la
berkata, 'Jika kalian masuk masjid, maka Muhammad adalah orang yang
duduk bersama Abbas.' Kemudian kami masuk ke dalam masjid dan kami
menjumpai Rasulullah yang sedang duduk bersama Abbas. Kami memberi salam,
lalu duduk di dekat mereka. Kemudian Rasulullah bertanya kepada Abbas, 'Wahai
Abu Fadl apakah engkau mengenal dua orang ini?' Abbas menjawab, 'Ya. Ia
adalah Bara' bin Ma'rur, seorang pemuka kaum dan ini Ka'ab bin Malik.'
Rasul bertanya, 'Apakah dia penyair yang terkenal itu?' Abbas menjawab,
'Ya.'"
Sungguh, saya tidak pernah melupakan ucapan beliau, "Apakah dia penyair
yang terkenal itu?" Demikianlah metode Rasulullah dalam memikat hati
mad'unya.
Waktu itu saya sedang berada di pejabat pusat Ikhwanul Muslimin di Kairo.
Saya melihat Ustadz Hasan Al-Banna sedang berbicara dengan salah seorang
pemuda (saat itu ada banyak pemuda yang hadir di sana). Dalam
pembicaraan itu,
Ustadz Hasan Al-Banna banyak menyanjung tokoh-tokoh muslim Syria. Lalu
pemuda itu bertanya dengan nada kehairanan, "Apakah Ustadz sudah pernah
berkunjung ke Syria?" Ustadz menjawab, "Saya sudah berniat untuk
mengunjunginya, mudah-
mudahan Allah mengabulkannya."
Akhirnya harapan itu pun terwujud. Pada tahun 1948 M. beliau pergi ke
Syria dalam acara penyambutan kedatangan rombongan Ikhwanul Muslimin
yang datang dari Mesir untuk bergabung dengan anggota Ikhwanul Muslimin
Syria dalam latihan militer di Quthna, sebelum ikut terjun dalam perang
melawan Yahudi di Palestina. Kedatangan Ustadz Hasan Al-Banna sendiri
disambut gembira oleh massa yang melimpah ruah.
Pada tahun 1948 M. saya masuk dalam anggota pasukan militer yang dikirim
untuk berperang di Palestina. Waktu itu saya berkunjung ke pejabat
Ikhwanul Muslimin di kota Gaza atas nama Jam'iyah At-Tauhid. Di dalam
buku tamu saya menjumpai tulisan Ustadz Hasan Al-Banna yang telah datang
ke Palestina bersama batalion pertama untuk mengusir Yahudi tatkala
Inggeris menarik pasukannya pada bulan Mei 1948 M. Di antara bunyi
tulisan itu adalah: "Hari ini saya berkunjung ke pejabat cabang Ikhwanul
Muslimin di kota Gaza Hasyim...." Saya berhenti pada tulisan beliau,
"Gaza Hasyim". Untuk pertama kalinya saya mengetahui bahawa Hasyim,
moyang kepada Rasulullah saw., dimakamkan di kota Gaza.
Saya pergi bersama beberapa teman untuk mengunjungi orang sakit di
sebuah rumah sakit di Jerman. Ketika kami sedang berjalan, kami
berpapasan dengan seorang doktor muda yang kelihatannya berasal dari
Jerman. Namun tiba-tiba ia mengucapkan "Assalamu'alaikum" kepada kami.
Salah seorang di antara kami mengejarnya dan berkenalan. Doktor itu
mengatakan bahawa dirinya seorang muslim. Begitulah, seandainya doktor
itu tidak mengucapkan salam, maka kami tidak akan mengetahui bahawa la
beragama Islam dan kami pun akan kesulitan mendapatkan orang yang dapat
membantu kami.
Tatkala saya berada di Jerman, saya dan seorang teman naik sebuah tren
laju. Kami duduk di sebelah seorang tentera Amerika berkulit coklat.
Tatkala men-dengar kami berbicara dengan bahasa Arab, la berkata,
"Kalian beragama Islam?" Kami menjawab, "Ya,
Alhamdulillah,
kami adalah orang Islam." Lalu ia berkata dengan suara agak keras, "Saya
juga seorang muslim, nama saya Muhammad." Kemudian dengan cepat la
merogoh tasnya dan mengeluarkan sebungkus rokok, lalu disodorkannya
kepada kami. Kami menolak tawaran itu dengan ucapan terima kasih dan
meminta maaf. Kemudian ia bangkit dan menjabat tangan kami dengan hangat
sekali dan berbicara dengan bahasa Arab secara terbata-bata, "Sesungguhnya
Rasulullah saw. bersabda, 'Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
hari Akhir, hendaklah ia muliakan tamunya."'
Kejadian itu menarik perhatian orang-orang yang ada di sekitar kami.
Tatkala sampai di stesen tujuannya, ia berdiri dan menjabat tangan kami
sekali lagi lalu turun dengan perasaan amat bahagia. Kami pun telah
mencatat alamatnya, sehingga kami akan dapat berkirim surat kepadanya.
Begitulah, seandainya kami tidak berbicara dengan bahasa Arab, nescaya
ia tidak akan peduli dan kami akan kehilangan seorang teman.
Marilah kita melihat bagaimana orang-orang Perancis mengetahui masuk
Islamnya ilmuwan besar berkebangsaan Perancis, Jake Koesto, seorang
ilmuwan yang ahli di bidang kedalaman laut. Tatkala ia berpergian bersama
teman-temannya, ia disuguhi minuman keras tetapi ia menolak.
Teman-temannya bertanya, "Apakah kamu sudah masuk Islam?" Ia menjawab, "Ya."
Ternyata ia sudah merahsiakan keislamannya selama bertahun-tahun.
Begitulah, akhlak dan perilaku yang islami adalah dakwah.
Bagikan ini :
Comments
Post a Comment
Silakan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan