45. Dakwah Ruh dan Perasaan
📚 Terjemah Kitab At-thariq Ilal Quluub (Perjalanan Ke Hati)
Saya pernah diundang sejumlah pemuda ke suatu tempat yang jarak
tempuhnya memakan waktu tiga jam. Sesampainya di sana, mereka menyambut
saya sambil duduk. Wajah mereka hambar, perasaannya dingin, dan
pandangannya kosong. Kemudian saya diminta bicara oleh seniornya. Saya
berbicara di hadapan mereka tanpa hati dan ruh. Seusai bicara, ia
berterima kasih kepada saya. Lalu saya keluar dengan perasaan seperti
baru pulang dari takziah. Saya pulang dengan perasaan yang sama seperti
ketika datang. Saya merasa sangat sedih sekali setelah menyaksikan
peristiwa ini.
Beberapa hari kemudian datanglah orang yang sama, yang mengundang
pertama kali. Ia ingin mengundang saya untuk yang kedua kalinya. Saya
katakan kepadanya, "Saya diundang ke mana?" Pemuda itu menjawab, "Ke
tempat ikhwah yang kemarin dulu itu Ustaz!" Saya bertanya lagi, "Apakah
mereka itu ikhwah?" la menjawab, "Ya!" Lalu saya katakan, "Mustahil
mereka itu me-miliki penghayatan tentang nilai ukhuwah! Bagaimana mereka
itu dapat dikatakan ikhwah, jika ketika ada tamu yang datang dengan
menempuh perjalanan selama tiga jam, sambil memendam rasa rindu yang
membara, dan dengan hati yang lapang saja, mereka menyambut dengan
perasaan dingin, sembari duduk bagaikan siswa-siswa di sekolah. Hubungan
saya dengan mereka seperti seorang guru dengan rAurid dalam ruangan.
Bila pelajaran selesai, maka guru atau murid akan keluar tanpa mem-beri
isyarat apa-apa. Tanpa ada perasaan ukhuwah dan tanpa adanya seruan yang
menyatukan mereka. Ketika meninggalkan mereka, saya murung dan sedih
atas kebekuan perasaan mereka dan hilangnya kehangatan hati mereka.
Ketahuilah, sesungguhnya perasaan yang hidup itulah yang menjadi rahsia
keberadaan dan kebangkitan kita."
Akhirnya pemuda itu merasa malu dam bingung, seraya berkata, "Kalau
memang ikhwah tidak menghayati nilai ukhuwah tersebut pada kesempatan
yang lalu, maka akan saya ingatkan sehingga mereka dapat memahami pada
saat yang akan datang." Saya pandangi dia seraya berkata, "Hai Tuanku,
sesungguhnya potensi ruhiyah, sentuhan rasa, kecmtaan pada kebaikan,
serta perasaan yang lembut itu tidak akan muncul hanya sekedar dengan
peringatan dan perintah. Sadarilah, bahawa yang dapat membangkitkan-nya
adalah dengan sentuhan-sentuhan hati yang penuh kasih sayang dan
kerinduan yang sangat dalam terhadap pasangan seaqidahnya yang melekat
di hati."
Saya meminta maaf padanya kerana tidak dapat hadir, walaupun saya rindu
dan kasihan pada mereka.
Bagikan ini :
Comments
Post a Comment
Silakan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan