38. Dua Karakter Da’i: “Cerdas dan Bersih“
π Terjemah Kitab At-thariq Ilal Quluub (Perjalanan Ke Hati)
Agar dakwah kita berhasil maka seorang da'i harus memiliki dua sifat ini:
"cerdas dan bersih".
Yang saya maksud adalah cerdas akalnya dan bersih hatinya. Saya tidak
mensyaratkan kecerdasan yang brilian. Cukuplah apabila dapat memandang
segala sesuatu secara proporsional, tidak ditambah atau diku-rangi.
Sebab, saya menyaksikan sebahagian orang memiliki pola pikir yang kacau.
Tidak tepat ketika mempersepsi realita, sehingga menganggap adat sebagai
ibadah, sunah sebagai hal wajib, dan penampilan fisik sebagai hal yang
utama. Hal inilah yang dapat mengacaukan terapi penyelesaian kasus-kasus
yang timbul dan menyebabkan dakwah mengalami kegagalan yang serius.
Sifat "bersih" menyangkut kondisi hati yang saya kehendaki bukanlah
seperti "bersihnya malaikat" tetapi hati yang dapat mencintai dan
menyayangi orang lain. Tidak bersuka ria di atas kesalahan dan
penderitaan orang lain. Bahkan, merasa sedih atas kesalahan mereka dan
berharap agar mereka mendapat jalan kebenaran. Saya pernah didatangi
oleh seorang mahasiswa yang memberitahukan bahawa beberapa orang akan
mengada-kan pentas musik. la bersama teman-temannya akan mencegah pentas
ini dengan jalan apa pun, termasuk dengan car a kekerasan. Saya katakan
padanya, "Saya sepakat dengan kalian dalam menghentikan pesta ini.
Tetapi, sampaikanlah pendapat dan nasihatku ini kepada mereka. Tidak
pan-tas bersuka ria di saat banyak peristiwa menyedihkan, baik lokal
maupun internasional. Bagaimana kita bernyanyi-nyanyi sementara puluhan
ribu kaum muslimin terbunuh, terluka, dan terusir. Bencana Palestina dan
Afghanistan masih terus berlangsung dan masa depan Islam di kedua negara
tersebut masih suram. Sementara itu perang saudara di Somalia telah
menelan korban ratusan kali lipat daripada perang saudara di Yugoslavia.
Musibah banjir besar telah merenggut korban di Iskan-daria, serta
musibah-musibah lain di berbagai tempat. Lalu untuk apa kita
bernyanyi-nyanyi?
Apakah hati kita sekeras batu?"
"Mereka tidak akan menerima saran ini!" ujar mahasiswa tersebut. Lalu
saya katakan, "Coba tanya mereka, apa yang akan dinyanyikan? Apakah
syair cinta murahan dan lagu selera rendah? Kalau memang demikian
bererti masyarakat ini sedang sakit perasaannya dan tidak akan
memunculkan sesuatu kecuali keburukan. Seharusnya pada masa-masa krisis
yang sedang mengepung kita ini, kita menjauhi suara-suara yang tidak
berguna."
"Saya tidak akan mengatakan seperti yang Anda anjurkan tadi, tetapi akan
saya katakan kepada mereka, bahawa Allah telah mengharamkan nyanyian dan
kami akan bubarkan pesta itu di depan panitia penyeleng-gara!" jawab
mahasiswa tersebut. Kemudian saya katakan kepadanya, "Kamu ini masih
tergolong baru di kancah dakwah, mengapa tidak mengambil pelajaran dari
pengalaman para pendahulu-mu? Apalagi Islam banyak mempunyai musuh yang
sedang menanti, jadi jangan tunjukkan kepada mereka kekurangpahaman dan
keburukan tmdakan kita!"
Ternyata la menolak dan tetap pada prinsip semula. Akhirnya mereka
ditangkap polisi dan sebahagian masuk penjara. Saya selalu memberi
nasihat kepada aktivis Islam untuk senantiasa bersikap bijaksana dalam
dakwah. Saya tekankan agar tidak memben peluang kepada musuh-musuh Islam
untuk menyerang dan memojok-kan Islam maupun para da'I hanya gara-gara
semangat yang dibarengi sikap ceroboh.
Hendaklah tujuan utamanya adalah pembinaan aqidah, akhlak, dan ibadah.
Adapun masalah-masalah khilafiyah, tidak ada hubungannya dengan dakwah
dan prinsip amar
ma'ruf nahi munkar.
Nabi Daud as. dan Sulaiman as. saja tidak berselisih dalam masalah
tanaman yang dirusak dan dimakan kambing. Sebahagian ulama, ada yang
berpendapat bahawa menyusui sewaktu besar sama hukumnya dengan ketika
masih kecil. Bila timbul khilaf, hendaknya dibahas pada bidangnya (pada
masalah fiqihnya saja). Adapun menga-lihkannya ke bidang dakwah
merupakan kesalahan besar.
Seorang da'i yang tidak memiliki kecerdasan akal dan kebersihan hati,
akan membuat problem yang rumit di tengah perkembangan Islam. Saya
pernah pergi ke Kanada dan Amerika Serikat —ketika saya menjadi utusan
Rabithah Alam Islami— . Di sana banyak da'i yang mele-takkan "bebatuan"
di tengah-tengah jalan Islam, yang mereka ambil dari lingkungan hidup
zaman dahulu agar laju perkembangan dakwah berhenti di tengah-tengah
dunia baru. Mereka marah kerana membela madzhab dan kepentingannya
dengan mengatasnamakan Islam. Tetapi Allah mengetahui bahawa
sesungguhnya mereka memperlukan orang yang dapat menyinari akal pikiran
mereka dan membersihkan hatinya.
Bagikan ini :
Comments
Post a Comment
Silakan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan