28. Fitnah yang Hanya Mampu Dihadapi Seorang Nabi
📚 Terjemah Kitab At-thariq Ilal Quluub (Perjalanan Ke Hati)
Saya membaca dan merenungkan (hadith) ketika Rasul saw. mengatakan,
"Kita pulang dan jihad kecil menuju jihad yang lebih besar." Para
sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa jihad yang lebih besar itu?"
Rasul menjawah, "Jihad melawan nafsu." Saya membayangkan hidup bersama
Rasulullah dan para sahabatnya pada Perang Hunain, berkenaan dengan
firman Allah swt..
"Dan ingatlah peperangan
Hunain, yaitu di waktu kalian menjadi congkak kerana banyaknya jumlah
kalian, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kalian
sedikitpun."
(At-Taubah: 25)
Akhir dan peperangan itu, kaum muslimin pulang dengan membawa kemenangan,
yang semata-mata atas pertolongan Allah. Kemudian mereka
membahagi-bahagikan
ghanimah
(harta rampasan perang). Harta itu dibagikan terutama kepada para tokoh
kabilah yang baru saja masuk Islam, dengan bahagian yang lebih besar
dalam rangka melunakkan hati mereka. Bahkan, Nabi saw. memberikan
puluhan unta kepada setiap orang dari mereka. Saat itu kaum Ansar tidak
mendapat bahagian, kerana
ghanimah
hanya diberikan kepada orang-orang Quraisy dan kabilah-kabilah setempat.
Maka timbullah di hati sahabat Ansar ganjalan dan berbagai dugaan.
Muncullah kasak-kusuk di antara mereka. Muncul pula perasaan dongkol,
hingga terlontar ungkapan dari mulut mereka, "Siapa yang mengungkapkan
perkataan buruk?" Lalu di antara mereka sendiri ada yang menjawab, "Rasulullah,
beliau telah bertemu kaumnya."
Sejenak kita berhenti dan merenung. Bagaimana mungkin orang-orang Ansar
memiliki perasaan macam-macam dan dugaan negatif, padahal mereka adalah
orang-orang terdepan dalam Islam? Bagaimana mungkin mereka saling
kasak-kusuk hingga muncul ungkapan bernada miring, padahal mereka baru
saja kembali dari Perang Hunain, bahkan darah yang mengucur dari luka
mereka pun masih segar? Bagaimana mungkin, padahal mereka telah
berperang dengan senjatanya, membela Islam dengan mengorbankan harta,
dan meninggalkan keluarga demi perjuangan? Sungguh ini merupakan kes
yang sangat berbahaya. Tak seorang pun dari sahabat yang menduga kes ini
akan muncul, namun kenyataannya hal itu benarbenar terjadi dan (sangat
mungkin) akan terus berulang pada generasi berikutnya, sepanjang zaman.
Sungguh, kes yang rumit ini lebih berbahaya daripada apa yang terjadi
pada Perang Hunain sendiri. Mengapa? Sebab Perang Hunain adalah
peperangan antara kaum mukminin dan kaum kafir. Dalam keadaan seperti
ini semangat kaum mukminin berkobar, ikatan ukhuwah dan kasih sayang di
antara mereka makin kuat, dan pengorbanan untuk membela agamanya semakin
besar. Sementara pada kes yang pekat ini, dapat memicu bila tidak ada
pertolongan Allah lahirnya peperangan di antara kaum mukminin sendiri,
meskipun di tengah-tengah mereka ada Rasulullah saw. Allah swt.
berfirman, "Bagaimana
kalian (sampai) menjadi kafir, padahal telah dibacakan kepada kalian
ayat-ayat Allah dan Rasul-Nyapun ada di tengah-tengah kalian?"
(Ali Imran: 101)
Fitnah-fitnah ini hanyalah sebuah miniatur dari sebuah kejahatan, dan
Allah swt. Yang Mahabijaksana dan Mahaagung-lah yang dapat memadamkannya.
La adalah fitnah yang hanya menimpa Nabi. Sa'ad bin Ubadah datang
menghadap Rasulullah seraya berkata, "Wahai Rasulullah, ada sebahagian
kaum Ansar yang di hatinya muncul "ganjalan perasaan" mengenai
pembahagian fa'i
(harta rampasan perang) yang telah engkau putuskan. Engkau bahagikan
kepada kaum-mu dan engkau bagikan kepada kabilah-kabilah Arab dengan
pembahagian yang besar. Sementara kelompok Ansar tidak mendapatkan
sedikit pun dari pembahagian itu." Rasul berkata, "Wahai Sa'ad, kamu
sendiri berada di pihak yang mana?" Sa'ad menjawab, "Saya hanyalah
bahagian dari kaum saya!" Kemudian Rasul mengatakan, "Kumpulkan kaummu
di tempat ini!" Ini merupakan peristiwa baru yang belum pernah terjadi
sebelumnya. Sa'ad bin Ubadah, seorang tokoh Ansar, pergi menghadap Rasul
untuk menyampaikan persoalan ini dengan jelas, terus terang, amanah, dan
berani. Sehingga ketika Rasul bertanya, "Wahai Sa'ad, kamu sendiri
berada di pihak yang mana?" Sa'ad menjawab, "Saya hanyalah bahagian dari
kaum saya!" Tokoh Ansar ini tidak berdiam diri terhadap kes yang dialami
kaumnya, juga tidak mencacinya, apalagi mencari muka di hadapan
Rasulullah dengan menjelek-jelekkan mereka. Bahkan dengan "rasa
solidaritas" kepada mereka, tokoh ini mengatakan, "Saya hanyalah
bahagian dari kaum saya!" Sungguh, ini merupakan sikap jantan dan
kesatria, yang mampu menggoncang jiwa. Pada waktu Sa'ad keluar untuk
mengumpulkan sahabat Ansar di tempat yang ditentukan, tiba-tiba datang
sekelompok sahabat Muhajirin ikut masuk, tetapi dibiarkan oleh Sa'ad.
Kemudian datang lagi sekelompok yang lain, namun dilarang olehnya.
Setelah mereka berkumpul, Sa'ad mendatangi Rasul Allah seraya berkata, "Sekelompok
sahabat Ansar telah berkumpul guna memenuhi seruanmu dan tak seorang pun
yang tertinggal." Rasul mendatangi mereka sambil bertahmid kepada Allah
dan berterimakasih kepada Sa'ad atas perhatiannya, kemudian bersabda, "Wahai
sahabat Ansar, saya telah mendengar tentang kalian bahawa dalam hati
kalian muncul segumpal perasaan yang mengganjal mengenai tindakanku
membahagi-bahagi
fa'i.
Wahai kaumku, bukankah aku datang kepada. kalian pada saat kalian
tersesat, lalu Allah tunjukkan jalan kepada kalian? Aku datang kepada
kalian saat kalian melarat, lalu Allah berikan kekayaan kepada kalian?
Aku datang kepada kalian saat kalian saling bermusuhan, lalu Allah
satukan hati kalian?" Mereka serentak menjawab, "Benar, Allah dan
Rasul-Nya yang telah memberikan karunia dan anugerah." Rasul bertanya, "Mengapa
kalian tidak mahu menjawab pertanyaanku wahai, kaum Ansar?" Mereka
menjawab, "Apa lagi yang harus kami jawab wahai Rasulullah? Anugerah dan
karunia hanyalah milik Allah dan Rasul-Nya!" Kemudian Rasul saw.
bersabda, "Sungguh demi Allah, seandainya kalian mahu, kalian dapat
mengatakan kepadaku, dan kalian benar adanya. Kalian akan mengatakan, 'Engkau
datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami membenarkanmu.
Engkau datang kepada kami dalam keadaan terabaikan, lalu kami menolongmu.
Engkau datang kepada kami dalam keadaan menderita, lalu kami menampungmu.
Dan engkau datang kepada kami dalam keadaan sengsara, lalu kami
membantumu.'"
Rasulullah adalah orang yang sangat mencintai sahabatnya. Beliaulah yang
mengatakan, "Sahabatku sebagai bintang-bintang. Kepada siapa pun di
antara mereka kalian mengikuti, kalian pasti akan mendapat petunjuk."
Para sahabat juga dipuji Allah dalam kitab-Nya,
"Muhammad itu adalah
utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras
kepada orang-orang kafir tetapi bersikap lemah lembut kepada sesamanya!"{Al-Fath:29)
"Di antara orang-orang
mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan
kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka
ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak mengubah (janjinya)."
(Al-Ahzab: 23)
Muhammad saw. selalu bersikap rendah hati dan kasih sayang kepada mereka.
Sungguh, behau mengetahui kedudukan mereka dan membanggakannya, beliau
tidak pernah bertindak sewenang-wenang kepada mereka. Mereka adalah
generasi Islam pertama yang unik. Dengan perasaan ketuhanan yang lembut
dan akhlak
nabawi
yang mulia inilah hati mereka segera berubah menjadi bersinar dan segar.
Beliaulah yang secara proaktif melayani mereka dengan penuh rasa kasih
sayang, berdialog dengan mereka dengan kata-kata yang lebih baik, yang
keluar dari lubuk hati yang paling dalam, dari aqidah yang bersih, dan
untuk tujuan yang suci.
Beliau saw. bersabda, ketika sahabat Ansar mera-sa malu untuk
mengatakannya "Sungguh demi Allah, seandainya kalian mahu, kalian dapat
mengatakannya kepadaku, dan kalian benar adanya. Kalian dapat mengatakan,
'Engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami
membenarkanmu. Engkau datang kepada kami dalam keadaan terabaikan, lalu
kami menolongmu. Engkau datang kepada kami dalam keadaan mendenta, lalu
kami menampungmu. Dan Engkau datang kepada kami dalam keadaan sengsara,
lalu kami membantumu.'"
Beliau seorang rasul mulia yang dapat menyelami hati para sahabatnya
dengan kaedah kenabian yang penuh kejujuran dan
ketawadhu'an.
Suatu cara yang tidak dicemari oleh debu kesombongan dan kecongkakan.
Pernahkah Anda mendengar di dunia ini orang yang dapat memadamkan
situasi panas dengan kasih sayang dan kedekatan? Pernahkah Anda
mendengar di dunia ini seseorang yang berkata tentang dirinya, "Engkau
datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami membenarkanmu.
Engkau datang kepada kami dalam keadaan terabaikan, lalu kami menolongmu.
Engkau datang kepada kami dalam keadaan menderita, lalu kami menampungmu.
Dan Engkau datang kepada kami dalam keadaan sengsara, lalu kami
membantumu." Sungguh, tidak pernah ada kecuali seorang Nabi yang punya
mukjizat.
Dalam peristiwa ini telah tercatat suatu fenomena kepemimpinan terbaik
dan seorang Nabi yang,
"Amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mukmin."
(At-Taubah: 128)
Dialah seorang manusia "agung" yang pernah tampil di pentas dunia ini.
Beliau tidak menunjukkan sikap permusuhan atau sikap membela diri,
tetapi beliau justeru menjelaskan sebagaimana anjuran Allah,
"Ajaklah (manusia) ke
jalan 'Tuhanmu dengan cara yang bijaksana dan pelajaran yang baik, dan
bantahlah mereka dengan cara yang lebib baik."
(An-Nahl: 125)
Adakah cara yang lebih baik daripada membalut luka dan menyatukan hati
untuk menarik kebahagiaan? Rasulullah saw. menyebutkan keutamaan untuk
pemiliknya. Dengan inilah akan muncul keutamaan-keutamaan yang lain,
akan dapat menumbuhkan jiwa yang bersih, dan kasih sayang menjadi
semakin subur. Kemudian Rasulullah bersabda, "Wahai sahabat Ansar,
apakah kalian dapatkan dalam diri kalian kecintaan akan sepotong dunia,
yang saya gunakan untuk melunakkan hati suatu kaum sehingga mahu masuk
Islam, sementara saya sudah tidak meragukan lagi keislaman kalian?"
Dengan nasihat ini, Rasulullah ingin memotivasi iman orang-orang Ansar
dan mengingatkan masa lalu mereka yang cemerlang. Dengan cara ini beliau
mengingatkan kepada mereka yang lupa bahawa pada prinsipnya, jihad itu
mengentaskan manusia dari kegelapan menuju cahaya dan menarik mereka ke
dalam Islam. Oleh kerana itu, Rasul saw. memberikan sedikit
ghani-mah
dengan harapan dapat melunakkan hati suatu kaum yang baru mengenal
Islam, agar masuk Islam dan bertambah keimanannya. Itulah sebenarnya
inti tujuan sikap beliau. Tujuan dakwah adalah untuk menyelamatkan
manusia. Harta
gbanimah,
berapa pun nilainya, hanyalah secuil dunia. Apa yang ada di sisi Allah-lah
yang lebih baik dan abadi. Seorang mukmin harus mengingat kembali
prinsip dalam setiap pengambilan sikap saat menyeru
"Allah
Tujuan Kami". Sesungguhnya inilah makna ungkapan Rasulullah, "Saya
percaya pada keislaman kalian!" yakni percaya pada pemahaman dan
kesadaran iman para sahabat yang utuh. Selanjutnya Rasulullah mengatakan,
"Wahai sahabat Ansar, apakah kalian tidak rela bila orang lain pergi
membawa kambing dan unta, sedangkan kalian pulang membawa Rasulullah?"
Sungguh suatu sentuhan ruhiah yang mengesankan dan besar pengaruhnya
bagi jiwa. Orang lain pulang dengan membawa sepotong dunia yang fana,
sementara yang lain pulang dengan disertai makhluk yang tercinta di sisi
Allah, yaitu Muhammad Rasulullah saw. Alangkah terhormatnya yang
mendapat bahagian ini! Alangkah bangga dan mulianya mereka! Bahkan
setelah itu, mereka masih mendapat syafaat dan kebersamaan dengan Rasul
di hari Kiamat nanti.
Berikutnya Rasulullah mengatakan, "Demi zat yang jiwaku di tanganNya,
seandainya tidak ada hi) rah niscaya saya adalah salah seorang dari kaum
Ansar. Seandainya seluruh manusia menempuh jalan di suatu lereng bukit
dan kaum Ansar menempuh jalan di lereng bukit yang lain, saya akan lewat
di lereng bukit bersama orang-orang Ansar. Ya Allah, rahmatilah sahabat
Ansar, anak-anak, dan cucucucu mereka." Demi mendengar itu semua,
menangislah mereka hingga janggut mereka basar dengan air mata. Di
antara sedu-sedan itu mereka berkata, "Kami rela mendapat bahagian
Rasulullah saw.!" Ungkapan Rasulullah ini pada hakikatnya ditujukan
untuk seluruh umat manusia. Suatu ungkapan yang membasahi jiwa dan
menyentuh perasaan. Rasul mengutamakan mereka (kaum Ansar) atas kaum
yang lain kerana jasa, perlindungan, dan pertolongan mereka. Alangkah
senangnya bila waktu itu kita termasuk di antara mereka. Adakah
keinginan yang lebih dari itu? Seandainya kaum Ansar menginfaqkan semua
yang ada di muka bumi ini, sungguh hal itu tidak dapat mencapai
ketinggian darjat seperti "menara" ini, atau kebanggaan dan keberhasilan
mendapat syurga, serta keredhaan Allah. Saudaraku yang mulia, tahukah
Anda bagaimana nasib manusia dulu, sekarang, dan yang akan datang?
Tahukah Anda bagaimana terapi menghadapi ujian dan rintangan yang
menantang?
Apa yang dilakukan oleh Rasulullah adalah dalam rangka mencerahkan nasib
umat manusia, dengan sebuah "terapi". Sungguh suatu terapi yang bersifat
memadukan bukan memisahkan, membangun bukan merobohkan, menambah
kecintaan dan kedekatan, mengalahkan godaan-godaan nafsu, dan mengangkat
manusia menuju darjat aqidah dan tujuan yang tinggi. Suatu terapi yang
jelas-jelas dalam rangka merealisasikan cita-cita tertinggi dengan
berdirinya daulah Islamiah yang selalu mengibarkan panji Al-Qur'an.
Tiada Zat yang wajib disembah kecuali Allah, dan Muhammad saw. adalah
utusan Allah.
Bagikan ini :
Comments
Post a Comment
Silakan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan