54. Kisah Keju
📚 Terjemah Kitab At-thariq Ilal Quluub (Perjalanan Ke Hati)
Saya punya seorang mitra kerja dalam pembelian tanah. Dia punya seorang
anak yang sudah duduk di bangku kuliah. Suatu hari, saya memberinya
hadiah sekaleng keju putih, hasil produksi pabrik keju saya. Ketika itu
la mengatakan bahwa ia memihki dua teman, teman kuliah dan teman satu
kost (asrama). Akhirnya saya beri lagi dua kaleng. Setelah lewat
beberapa hari, ketika saya sedang berjalan di sebuah gang kota Rasyid,
tiba-tiba saya dipanggil seseorang yang baru saja keluar dari waning
kopi. Ketika saya datangi, la segera mengatakan, "Saya ucapkan terima
kasih banyak atas kiriman sekaleng keju yang telah Anda hadiahkan kepada
anakku, Fulan." Lantas la mengeluarkan uang dari dompetnya hendak
diberikan padaku sebagai ganti, namun saya menolak. la tetap bersikeras
untuk membayarnya, padahal ia dan anaknya belum pernah saya kenal sama
sekali. Saya katakan bahwa itu saya berikan sebagai hadiah untuk dia dan
temannya. Saya jelaskan duduk perkaranya, tetapi ia tetap ingin membayar
sehmgga rnembuat saya dalam posisi yang sulit.
Akhirnya saya katakan, "Sebe-narnya saya mengirimkan itu semata-mata
hanya sebagai hadiah. Bila Anda memaksa ingin tetap membayar maka saya
berharap diterima saja sebagai hadiah, atau Anda kembalikan kepada saya
seperti semula. Saya tidak akan mengambil uang gantinya." Akhirnya la
mengatakan, "Kalau begitu saya terima hadiahnya, kerana hadiah tidak
boleh ditolak!"
Kasus ini telah banyak memberikan pelajaran bagi saya. Di antaranya,
tidak bijak kalau saya memberi hadiah seperti ini tanpa alasan yang
rasional dan dapat diterima. Kerana saya belum mengenalnya, wajarlah
kalau orang tua salah seorang dari mereka hendak membayarnya. Sebab,
mungkin ia akan berkata dalam hati-nya, "Mengapa dia memberi hadiah?"
Barangkali ia ber-pikir bahwa hadiah tersebut merupakan sarana
berhu-bungan sebagai langkah pertama menuju pintu dakwah.
Fikiran orang dalam kondisi seperti ini selalu didahului oleh berbagai
macam dugaan dan prasangka. Oleh kerananya, saya telah belajar dan kisah
mi, jangan sampai kita isti'jal (terburuburu). Tunggulah situasi dan
kondisi yang alami dan wajar.
Bagikan ini :
Comments
Post a Comment
Silakan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan