Risalah 41-45



📚 Terjemah Kitab Futuuhul Ghaib



Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani



Risalah 41
Akan kami paparkan bagimu sebuah misal tentang kelimpahan, dan kami berkata, "Tidakkah kau lihat seorang raja yang menjadikan seorang biasa sebagai gabenor kota tertentu, memberinya pakaian kehormatan, bendera, panji-panji dan tentera, sehingga ia merasa aman mulai yakin bahawa hal itu akan kekal, bangga dengannya, dan lupa akan keadaan sebelumnya. Ia terseret oleh kebanggaan, kesombongan, dan kesia-siaan. Maka, datanglah perintah pemecatan dari raja. Dan sang raja meminta penjelasan atas kejahatan-kejahatan yang telah dilakukannya dan pelanggarannya atas perintah dan larangannya. Lalu sang raja memenjarakannya di dalam sebuah penjara yang sempit dan gelap serta memperlama pemenjaraannya, dan orang itu terus menderita, terhina dan sengsara, akibat ketakabburan dan kesia-siaannya, dirinya hancur, api kehendaknya padam, dan semua ini terjadi di depan mata sang raja dan diketahuinya. Setelah itu ia menjadi kasihan terhadap orang itu, dan memerintahkan agar ia dibebaskan dari penjara, disertai kelembutan terhadapnya, dianugerahkan kembali pakaian kehormatan, dan dijadikannya kembali ia sebagai gabenor. Ia menganugerahkan semua ini kepada orang itu sebagai kurnia percuma. Kemudian ia menjadi teguh, bersih, berkecukupan dan terahmati.

Beginilah keadaan seorang beriman yang didekatkan dan dipilih-Nya.

Ia bukakan di hadapan mata hatinya pintu-pintu kasih-sayang, kemurahan dan pahala. Maka, ia melihat dengan hatinya yang mata tak pernah melihat, yang telinga tak pernah mendengar, yang hati manusia tak tahu akan hal-hal ghaib dari kerajaan lelangit dan bumi, akan kedekatan dengan-Nya, akan kata manis, janji menyenangkan, limpahan kasih-sayang, akan diterimanya doa dan kebajikan, dan akan dipenuhinya janji serta kata-kata bijak bagi hatinya, yang menyatakan sendiri melalui lidahnya, dan dengan semua ini Ia sempurnakan bagi orang ini kurnia-kurnia-Nya pada tubuhnya, yang berupa makanan, minuman, pakaian, isteri yang halal, hal-hal lain yang halal dan pemerhati terhadap hukum dan tindak pengabdian. Lalu, Allah memelihara keadaan ini bagi hamba beriman-Nya yang didekatkan kepada-Nya sampai sang hamba beriman-Nya yang didekatkan kepada-Nya sampai sang hamba merasa aman di dalamnya, terkecoh olehnya dan percaya bahawa hal itu kekal. Maka, Allah membukakan baginya pintu-pintu musibah, aneka kesulitan hidup, milikan, isteri, anak, dan mencabut darinya segala kurnia yang telah dilimpahkan-Nya kepadanya sebelum ini, sehingga ia terkulai, hancur dan terputus dari masyarakatnya.

Bila ia melihat keadaan-keadaan lahiriahnya, maka ia melihat hal-hal yang buruk baginya. Bila ia melihat hati dan jiwanya, maka ia melihat hal-hal yang menyedihkannya. Jika ia memohon kepada Allah untuk menjauhkan kesulitannya, maka permohonannya itu tak diterima. Jika ia memohon janji baik, ia tak segera mendapatkannya. Jika ia berjanji, ia tak tahu tentang pemenuhannya. Bila ia bermimpi, ia tak bisa menafsirkannya dan tak tahu tentang kebenarannya. Bila ia bermaksud kembali kepada manusia, ia tak mendapatkan sarana untuk itu. Bila ada sesuatu pilihan baginya dan ia bertindak berdasarkan pilihan itu, maka ia segera tersiksa, tangan-tangan orang memegang tubuhnya, dan lidah-lidah mereka menyerang kehormatannya.

Bila ia hendak melepaskan dirinya dari keadaan ini, dan kembali kepada keadaan sebelumnya, ia gagal. Bila ia memohon agar dikurniakan pengabdian, ketercerahan dan kebahagiaan di tengah-tengah musibah yang dialaminya, permohonannya itu pun tak diterima.

Maka, dirinya mulai meleleh, hawa nafsunya mulai sirna, maksud-maksud serta kerinduan-kerinduannya mulai pupus, dan kemaujudan segala suatu menjadi tiada. Keadaannya ini diperpanjang dan kian hebat, hingga sang hamba berlalu dari sifat-sifat manusia. Tinggallah ia sebagai ruh. Ia mendengar panggilan jiwa kepadanya: "Hentamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum." (QS 38:42)

Sebagaimana panggilan kepada Nabi Ayub as. Lalu Allah mengalirkan samudera kasih-sayang dan kelembutan-Nya ke dalam hatinya, menggelorakannya dengan kebahagiaan, aroma harum pengetahuan tentang hakikat dan ketinggian pengetahuan-Nya, membukakan baginya pintu-pintu nikmat dalam segala keadaan hidup, membuat para raja mengabdi kepadanya, menyempurnakan baginya nikmat-nikmat-Nya lahiriah dan ruhaniah, menyempurnakan lahiriahnya melalui makhluk dan rahmat-rahmat lain-Nya, menyempurnakan ruhaninya dengan kelembutan dan kurnia-Nya, dan membuat keadaan ini berkesinambungan baginya, hingga ia menghadap-Nya. Kemudian Ia memasukkannya ke dalam yang mata tak pernah melihat, yang telinga tak pernah mendengar dan yang tak pernah tersirat dalam hati manusia, sebagaimana firman-Nya: "Tiada jiwa yang tahu yang disembunyikan bagi mereka, yang akan mengenakkan mata mereka, balasan bagi yang telah mereka perbuat." (QS 32:17)


Risalah 42
Keadaan ruhani manusia itu: bahagia dan duka. Bila duka, maka timbul kecemasan, keluhan, ketaksenangan, pencomelan, penyalahan terhadap perilaku buruk, dosa kerana menyekutukan sang Pencipta dengan makhluk dan sarana-sarana duniawi, dan akhirnya kekafiran. Bila bahagia, ia menjadi korban kerakusan, kehinaan hawa nafsu. Bila nafsu diperturutkan, ia pun menginginkan yang lainnya dan meremehkan kurnia yang dimilikinya; maka ia tak menghargai kurnia-kurnia ini dan meminta kurnia yang lebih baik lagi, sehingga hal ini menempatkannya dalam rangkaian kesulitan yang tak berakhir di dunia ini atau di akhirat, sebagaimana dikatakan: "Sesungguhnya siksaan paling pedih iaitu bagi pengupayaan yang bukan bahagiannya."

Maka, bila ia dirundung kesulitan yang dikehendaki hanyalah sirnanya kesulitan itu. Ia menjadi lupa akan segala kurnia, dan tidak menghendaki sesuatupun dari hal ini. Bila ia dikurniai kebahagiaan hidup, maka ia kembali menjadi sombong, rakus, membangkang terhadap Tuhannya dan tenggelam dalam dosa. Ia pun lupa akan kesengsaraannya ini dan bencana, yang korbannya adalah dia.

Maka segeralah ia menjadi lebih buruk daripada kala ia diharu-biru aneka musibah dan kesulitan sebagai hukuman atas dosa-dosanya, agar ia terjauhkan dari hal-hal ini dan menahannya dari perbuatan dosa di kemudian hari, setelah kemudahan dan kesenangan tak mengubahnya, tetapi keselamatannya terletak dalam musibah dan kesulitan.

Andai ia berlaku baik, setelah bencana berlalu darinya, teguh dalam kepatuhan, bersyukur dan menerima nasibnya dangan senang hati, maka hal itu lebih baik baginya di dunia ini dan di akhirat. Maka, hidupmu akan kian bahagia.

Nah, barangsiapa menginginkan keselamatan hidup di dunia ini dan di akhirat, maka ia harus senantiasa bersabar, pasrah, menghindar dari mengeluh kepada orang, dan memperolehi kebutuhannya dari Tuhannya, Yang Maha kuasa lagi Maha agung, dan membuatnya sebagai kewajiban untuk mematuhi-Nya, harus menantikan kemudahan dan sepenuhnya mengabdi kepada-Nya, Yang Maha kuasa lagi Maha agung. Ia, betapa pun, lebih baik ketimbang seluruh makhluk-Nya.

Maka Pencabutan oleh-Nya menjadi kurnia, Penghukuman-Nya menjadi rahmat, musibah dari-Nya menjadi ubat, janji-Nya terpenuhi. Kemurahan-Nya merupakan kenyataan yang ada. Kata-Nya merupakan suatu kebajikan. Tentu, firman-Nya, di kala Ia menghendaki sesuatu, hanyalah ucapan terhadapnya "Jadi," maka jadilah ia. Maka, seluruh tindakan-Nya baik, bijak dan tepat, kecuali bahawa Ia menyembunyikan pengetahuan tentang ketepatan-Nya dari hamba-hamba-Nya, padahal Ia sendiri begini. Maka, lebih baik dan layak bagi para hamba untuk berpasrah dan mengabdi kepada-Nya, iaitu dengan menunaikan perintah-perintah-Nya, menghindari larangan-larangan-Nya, menerima ketentuan-Nya dan mencampakkan belaian makhluk - sebab hal ini merupakan sumber segala ketentuan, menguatnya mereka dan dasar mereka; dan berdiamlah atas sebab dan masa (kejadian-kejadian), dan jangan menyalahkan gerak dan diam-Nya. Pernyataan ini berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas, yang dikutip oleh Ata bin Abbas.

Katanya: "Ketika aku berada di belakang Rasulullah (saw), beliau berkata kepadaku, "Anakku, jagalah kewajiban-kewajiban terhadap Allah, maka Allah akan menjagamu; jagalah kewajiban-kewajiban terhadap Allah, maka kau akan mendapati-Nya di depanmu.' "

Nah, jika kau memerlukan pertolongan, mintalah kepada-Nya. Pena menjadi kering setelah menuliskan segala yang akan terjadi. Dan jika hamba-hamba Allah berupaya keras memberimu sesuatu yang tak Allah tentukan bagimu, maka mereka takkan mampu melakukannya. Jika hamba-hamba Allah berupaya keras merugikanmu, padahal Allah tak menghendakinya, maka mereka takkan berhasil.

Nah, jika kau dapat bertindak berdasarkan perintah-perintah Allah dengan sepenuh iman, lakukanlah. Tapi, jika kau tak mampu melakukan yang demikian, maka, tentu, lebih baik bersabar atas apa yang tak kau sukai, sembari mengingat bahawa di dalamnya banyak kebaikan. Ketahuilah, bahawa pertolongan Allah datang melalui kesabaran dan keredhaan, dan dalam kesulitan itu ada kemudahan. Maka, hendaklah para mukmin menjadikan hadis ini sebagai cermin bagi hatinya, sebagai pakaian lahiriah dan ruhaniah, sebagai slogan, dan hendaklah berlaku dengannya dalam segala gerak dan diamnya, agar selamat di dunia ini dan di akhirat, dan semoga mendapatkan kemuliaan darinya, dengan kasih-sayang Allah, Yang Maha mulia.


Risalah 43
Barangsiapa meminta sesuatu dari manusia, bererti ia tak tahu akan Allah, lemah iman, lemah pengetahuan tentang hakikat, dan tak sabar; sedang barangsiapa tak meminta, bererti ia amat tahu akan Allah, Yang Maha kuasa lagi Maha agung, kuat imannya, kian bertambah pengetahuan tentang-Nya dan ketakwaan kepada-Nya, Yang Maha kuasa lagi Maha agung.


Risalah 44
Sesungguhnya doa orang yang berpengetahuan ruhani kepada Allah Yang Maha kuasa lagi Maha agung, tak dikabulkan, dan setiap janji yang dibuat kepadanya tak dipenuhi, agar ia tak hancur kerana keterlalu-optimisan. Sebab setiap keadaan atau maqam ruhani mempunyai ketakutan dan harap. Dengan demikian, orang yang berpengetahuan ruhani mengalami kedekatan dengan-Nya, sehingga ia tak menghendaki sesuatu pun selain Allah. Maka permohonan (sang pengabdi) agar doanya diterima dan janji kepadanya dipenuhi, bertentangan dengan jalan dan keadaannya.

Ada dua sebab untuk ini. Pertama ia tak diatasi oleh harapan dan khayal diri melalui rencana tinggi Allah, dan lupa akan kebaikannya dalam penghampirannya kepada Allah, sehingga ia hancur. Kedua, hal itu sama dengan menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Sebab tak satu pun di dunia ini sepenuhnya bebas dari dosa, kecuali para Nabi. Kerana inilah, Ia tak selalu mengabulkan doanya dan tak memenuhi janji kepada sang pengabdi, agar ia tak meminta sesuatu pun atas dorongan hawa nafsunya tanpa mematuhi perintah-perintah-Nya, yang di dalamnya terletak kemungkinan kesyirikan, dan dalam setiap keadaan, langkah dan maqam sang salik banyak kemungkinan berbuat kesyirikan. Tetapi bila doanya selaras dengan perintah, maka hal itu mendekatkan manusia kepada Allah, semisal salat, puasa, kewajiban-kewajiban lainnya, sunnah serta kewajiban tambahan, sebab dalam hal-hal ini ada kepatuhan kepada perintah.


Risalah 45
Ketahuilah bahawa ada dua macam manusia. Yang pertama ialah manusia yang dikurniai kebaikan-kebaikan duniawi. Yang kedua ialah manusia yang diuji dengan ketentuan-Nya. Manusia yang mendapatkan kebaikan duniawi, tak bebas dari noda dosa dan kegelapan dalam menikmati yang mereka dapatkan itu.

Manusia semacam itu bermewah-mewah dengan kurnia duniawi ini. Bila ketentuan Allah datang, yang menggelapi sekitarnya melalui aneka musibah yang berupa penyakit, penderitaan, kesulitan hidup, sehingga ia hidup sengsara, dan tampak seolah-olah ia tak pernah menikmati sesuatu pun. Ia lupa akan kesenangan dan kelazatannya. Dan jika kecerahan menimpanya, maka seolah-olah ia tak pernah mengalami musibah. Sedang jika ia mengalami musibah, maka seolah-olah tiada kebahagiaan. Semua ini disebabkan oleh pengabdian terhadap Tuhannya.

Nah, jika ia telah tahu bahawa Tuhannya sepenuhnya bebas bertindak sekehendak-Nya, mengubah, memaniskan, memahitkan, memuliakan, menghinakan, menghidupkan, mematikan, memajukan dan memundurkan - jika ia telah tahu semua ini, maka ia tak merasa bahagia di tengah-tengah kebahagiaan duniawi dan tak merasa bahagia di tengah-tengah kebahagiaan duniawi dan tak merasa bangga kerananya, juga tak berputus asa akan kebahagiaan di kala duka. Perilaku salahnya ini disebabkan juga oleh ketaktahuannya akan dunia ini, yang sebenarnya tempat ujian, kepahitan, kejahilan, kepedihan dan kegelapan. Jadi kehidupan duniawi itu bak pohon gaharu, yang rasa pertamanya pahit, sedang rasa akhirnya manis seperti madu, dan tiada seorang pun dapat merasakan manisnya, sebelum ia merasakan pahitnya. Tak seorang pun dapat mengecap madunya, sebelum ia tabah atas kepahitannya. Maka, barangsiapa tabah atas cubaan-cubaan duniawi, maka ia berhak mengecap rahmat-Nya.

Tentu, seorang pekerja mesti diberi upah setelah keningnya berkeringat, tubuh dan jiwanya letih. Maka, bila orang telah merasa semua kepahitan ini, maka datang kepadanya makanan dan minuman lazat, pakaian yang bagus dan kesenangan meski sedikit. Jadi, dunia adalah sesuatu, yang bahagian pertamanya ialah kepahitan, bagai pucuk madu di sebuah bejana yang berbaur dengan kepahitan, sehingga si pemakan tak mungkin mencapai dasar bejana, dan yang dimakannya hanyalah madu murninya sampai ia mengecap pucuknya.

Nah, bila hamba Allah telah berupaya keras menunaikan perintah Allah, Yang Maha kuasa lagi Maha agung, menjauh dari larangan-Nya, dan pasrah kepada-Nya, maka bila ia telah merasa kepahitannya, menahan bebannya, berupaya melawan kehendaknya sendiri dan mencampakkan maksud-maksud peribadinya, maka Allah mengurniainya, sebagai hasil dari ini, kehidupan yang baik, kesenangan, kasih-sayang dan kemuliaan. Maka menjadilah Ia walinya dan menyuapinya persis seperti seorang bayi yang disuapi, yang tak berdaya, yang tak berupaya keras di dunia ini dan di akhirat, yang juga seperti pemakan pucuk pahit madu yang mengecap dengan lahapnya bahagian bawah isi bejana. Nah, patutlah bagi sang hamba yang telah dikurniai oleh Allah, untuk tak merasa aman dari cubaan-Nya, untuk tak merasa yakin akan kekekalannya, agar tak lupa bersyukur atasnya. Nabi Suci saw. berkata: "Kebahagiaan duniawi merupakan sesuatu yang ganas; maka jinakkanlah ia dengan kesyukuran."

Jadi, mensyukuri rahmat bererti mengakui sang Pemberinya, Yang Maha pemurah, iaitu Allah, senantiasa mengingatnya, tak mengklaim atas-Nya, tak mengabaikan perintah-Nya, dan diiringi dengan penunaian kewajiban terhadap-Nya, yakni mengeluarkan zakat, membersihkan diri, bersedekah, berkorban sebagai nazar, meringankan beban penderitaan kaum lemah dan membantu mereka yang memerlukan , yang mengalami kesulitan dan yang keadaannya berubah dari baik menjadi buruk, iaitu, yang masa-masa bahagia dan harapannya telah berubah menjadi kedukaan. Bersyukurnya anasir tubuh atas rahmat berupa digunakannya anasir tubuh itu untuk menunaikan perintah-perintah Allah dan mencegah diri dari hal-hal yang haram, dari kekejian dan dosa.

Inilah cara melestarikan rahmat, mengairi tanamannya dan memacu tubuhnya dedahanan dan dedaunannya; mempercantik buahnya, memaniskan rasanya, memudahkan penelanannya, mengenakkan pemetikannya dan membuat rahmatnya mewujud di seluruh organ tubuh lewat berbagai tindak kepatuhan kepada-Nya, seperti lebih mendekatkan diri kepada-Nya dan senantiasa mengingat-Nya, yang kemudian memasukkan sang hamba, di akhirat, ke dalam kasih-sayang-Nya, Yang Maha kuasa lagi Maha agung, dan menganugerahinya kehidupan abadi di taman-taman syurga bersama dengan para Nabi Suci, shiddiq, syahid dan shalih - inilah suatu kebersamaan yang indah.

Namun, jika tak berlaku begini, mencintai keindahan lahiriah kehidupan semacam itu, asyik menikmatinya dan puas dengan gemerlapnya fatamorgananya, yang kesemuanya bagai embusan sepoi angin dingin di pagi musim panas, dan bagai lembutnya kulit naga dan kalajengking; dan menjadi lupa akan bisa mautnya dan tipuannya - kesemuanya ini akan menghancurkannya - orang seperti itu mesti diberi khabar-khabar gembira tentang penolakan, kehancuran yang segera, kehinaan di dunia ini dan siksaan kelak dalam api neraka nan abadi.

Cobaan atas manusia - kadang berupa hukuman atas pelanggaran terhadap hukum dan atas dosa yang telah diperbuatnya. Kadang berupa pembersihan noda, dan kadang pula berupa pemuliaan maqam ruhani manusia, yang baginya rahmat Tuhan semesta terkurniakan sebelumnya, yang melalukannya dari bencana dengan kelembutan, sebab cubaan semacam itu tak dimaksudkan untuk menghancurkan dan mencampakkannya ke dasar neraka, tapi, dengan begini, Allah mengujinya untuk dipilih dan mewujudkan darinya hakikat iman, mensucikannya dan bersih dari kesyirikan, kebanggaan diri, kemunafikan, dan membuat kurnia cuma-cuma, sebagai pahala baginya, dari berbagai pengetahuan, rahsia dan nur.

Nah, bila orang ini menjadi bersih ruhani dan jasmani, dan hatinya menjadi suci, bererti Ia telah memilihnya di dunia ini dan di akhirat - di dunia ini yakni melalui hatinya, sedang di akhirat yakni melalui jasmaninya. Maka segala bencana menjadi pencuci noda kesyirikan dan pemutus hubungan dengan manusia, sarana duniawi dan dambaan-dambaan, dan menjadi pelebur kesombongan, ketamakan dan harapan akan imbalan syurga atas penunaian perintah-perintah.

Cobaan yang berupa hukuman menunjukkan adanya kekurang sabaran atas cubaan-cubaan ini, dengan mengaduh dan mengeluh kepada orang. Cobaan yang berupa penyucian dan penyirnaan kelemahan menunjukkan maujudnya kesabaran, ketak-mengeluhan kepada sahabat dan tetangga, penunaian perintah-perintah, ketak engganan dan kepatuhan. Cobaan yang berupa pemuliaan maqam menunjukkan adanya keredhaan, kedamaian dengan kehendak Allah, Tuhan bumi dan langit, dan penafian diri sepenuhnya dalam cobaan ini, hingga saat berlalunya.

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam