32. Optimisme yang Penuh Senyum dan Lapang Dada
📚 Terjemah Kitab At-thariq Ilal Quluub (Perjalanan Ke Hati)
Banyak aktivis dakwah mengukur keterlibatan orang lain dalam kancah
dakwah dengan standard-standard yang sempit dan terbatas. Seseorang yang
tidak mahu mencurahkan semua potensi, waktu, dan hartanya, dianggap
sebagai cacat. Di antara mereka ada yang menuduh saudaranya tidak
mengetahui problematika kehidupan sosial yang pelik, yang tengah
dihadapi umat saat ini.
Ketika seorang
akh
masih berstatus sebagai maha-siswa, ia memiliki waktu untuk dakwah yang
relatif banyak, namun sumbangan dananya relatif sedikit. Setelah lulus
dan menjadi pegawai, ia memberikan sumbangan dana lebih besar, tetapi
memiliki waktu luang lebih sempit untuk dakwah. Ketika ia menikah, nilai
harta dan waktu baginya menjadi berkurang. Bahkan, ketika punya anak, ia
tidak dapat memenuhi tugas-tugasnya selain menurut kemampuannya.
Dalam pandangan para aktivis dakwah, sering dipersepsi bahawa setiap
orang harus mencurahkan segala sesuatu yang dimilikmya, padahal Allah
berfirman,
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Ia mendapat pahala (kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa
(dari kejahatan) yang dikerjakannya."
(Al-Baqarah: 286)
Setiap kali seseorang memberikan dan mencurahkan potensinya, seberapa
pun, itu akan menjadi simpanan dan persediaan kebaikannya. Bagaimanapun,
sikap ini bukanlah fenomena umum. Banyak pemuda yang dapat menundukkan
kendala-kendala ini sesuai dengan kadar keimanannya terhadap keagungan
risalah, serta kesedaran terhadap pentingnya amanah dan tanggung jawah
terhadap masa depan Islam.
Dakwah menuntut penyertaan setiap muslim sesuai dengan kadar yang tidak
sampai mempersulit kehidupannya. Bahkan yang wajib adalah sebaliknya.
Memang ada yang mencurahkan dan mengorbankan segalanya sehingga siap
mengganti posisi yang lain dan bertahan di barisan terdepan. Setiap
muslim harus menyadari bahawa fizikal manusia terdiri dari beberapa
anggota: kedua tangan, mata, telinga, dan lain-lain yang sejenis itu.
Masing-masing memiliki tugas dan misinya. Demikian pula setiap muslim
menunaikan tugasnya sesuai dengan potensi yang telah diberikan oleh
Allah kepadanya. Dengan begitulah masyarakat Islam akan tercipta.
Saya masih ingat, ada seorang teman yang dijuluki
Al-Mustami'
(pendengar), kerana ia bergaul dengan kami hanya sebagai pendengar setia
saja. Tetapi setelah menikah dan mempunyai tiga orang anak lelaki,
semuanya menjadi sarjana dan anggota Ikhwan. Hal ini merupakan balasan
agung sehingga Allah membuka hatinya. Kita harus senantiasa merenungkan
ungkapan Rasulullah, ketika dilempari batu oleh penduduk Tha'if, hingga
kedua tumit beliau berdarah. Beliau tetap tabah dan terus berdo'a. Lalu
datanglah Jibril kepada Nabi Muhammad saw., seraya mengucap salam dan
berkata, "Wahai Muhammad, Allah mengucap salam dan pesan untukmu.
Seandainya engkau mahu, aku akan timpakan dua gunung di Makkah ini
kepada mereka!"
Rasul menjawab, "Tidak! Semoga Allah mengeluarkan dari keturunan mereka
orang-orang yang menyem-bah Allah!" Hadits ini mengandung pengertian
yang dalam, kerana Rasulullah menganjurkan kita tentang satu pelajaran
yang amat agung, iaitu bahawa optimisme seorang da'i lebih luas daripada
batas-batas dunia ini. Allah berfirman,
"Semoga Allah menimbulkan
kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara
mereka. Dan Allah adalah Mahakuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang."
(Al-Mumtahanah: 7)
Bagikan ini :
Comments
Post a Comment
Silakan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan