22. Orang Badui Itu ...
📚 Terjemah Kitab At-thariq Ilal Quluub (Perjalanan Ke Hati)
Pada suatu hari ada seorang Badui yang buang air kecil di masjid.
Melihat kejadian itu para sahabat menjadi berang, lalu memarahinya.
Melihat hal itu Rasulullah bersabda,
"Biarkanlah... dan
siramlah bekas air seninya dengan satu ember atau satu gayung air.
Kalian disuruh untuk mempermudah dan bukan untuk mempersulit."
(HR. Bukhari)
Dalam peristiwa ini ada pelajaran sangat berharga yang harus dipahami
oleh para da'i. Ada orang buang air kecil di masjid. Memang ini
merupakan pemandangan yang membuat darah mendidih, tetapi kita bisa
melihat bagaimana Rasulullah menyikapi kejadian ini. Rasulullah
membiarkannya dan menyuruh para sahabat agar menyiram bekas air seni itu,
karena Rasulullah mengetahui bahwa perbuatan semacam itu tidak akan
dilakukan, kecuali oleh orang yang baru masuk Islam dan orang semacam
itu butuh belajar bukan malah dimarahi dan dimaki. Allah swt. berfirman,
"Demikian juga
keadaan kalian dahulu, kemudian Allah menganugerahkan nikmat-Nya (hidayah)
kepada kalian...."(An-Nisa':
94)
"Siramlah dengan seember air," demikianlah Rasulullah langsung
memberikan solusinya, tanpa diser-tai rasa marah dan benci, bahkan
beliau mendekatinya dengan penuh kasih. Setelah itu Rasulullah bersabda,
"Kalian diutus untuk mempermudah dan bukan untuk mempersulit."
Seakanakan Rasulullah bersabda kepada setiap muslim, "Sesungguhnya kamu
mempu-nyai tugas untuk berdakwah dengan bijaksana dan dengan nasihat
yang baik."
Orang-orang yang seperti orang Badui itu adalah sasaran dakwah kita.
Lalu bagaimana kita akan bisa mendakwahi jika sebelumnya kita sudah
memarahi dan menyakitinya? Allah berfirman,
"Katakanlah, 'Inilah jalan
(agamajku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada
Allah dengan hujah yang nyata."
(Yusuf: 108)
Dalam kejadian ini Rasulullah telah memberikan pelajaran yang amat
penting. Akan tetapi, jika kita melihat da'i-da'i muda kita, kita akan
menjumpai kejadian-kejadian semacam ini atau kejadian yang jauh lebih
ringan. Mereka bersikap dengan sikap-sikap yang mem-prihatinkan. Mereka
langsung menyikapi dengan marah tatkala melihat ada perbuatan yang
berlawanan dengan sunah, bahkan dalam masalah-masalah khilafiyah.
Ada pemuda masuk masjid lalu shalat, sedangkan di lehernya melingkar
seuntai kalung emas. Baru saja ia menolehkan wajahnya ke samping kiri
sebagai tanda telah menyelesaikan shalatnya, tiba-tiba beberapa orang
yang ada di masjid itu mendekatinya dan dengan nada marah mereka
menjelaskan bahwa memakai emas itu haram hukumnya bagi laki-laki. Bahkan
ada di antara mereka yang hampir mengusirnya dari masjid.
Seandainya para da'i muda itu telah memahami ajaran agama mereka, pasti
mereka akan mengetahui bahwa pemuda itu berasal dan lingkungan yang
tidak islami dan kedatangannya ke masjid itu dalam rangka kembali ke
jalan Allah swt. Sebetulnya sikap yang harus diambil adalah merasa
gembira dan menyambutnya dengan baik karena la adalah aset bagi kita,
andai saja mereka memahami.
Dulu, dan mungkin masih dapat kita jumpai pada saat ini, banyak orang
yang melarang anak-anak ikut shalat berjamaah di masjid dengan alasan
bahwa mereka (anak-anak itu) mengakibatkan air terbuang percuma dan
seringkah membuat suasana gaduh. Mereka tidak mengetahui bahwa dengan
sikap itu mereka telah menjauhkan anak-anak mereka dari Islam dan
menghalangi perkembangan cara berpikir anak-anak itu dari pertum-buhan
dan pendidikan islami dalam masa-masa subur mereka. Barangsiapa pada
masa mudanya membiasakan diri dengan sebuah perilaku, maka ia akan
terbiasa dengan perilaku itu pada masa tuanya. Jika kita mengusir
anakanak itu dan masjid, berarti kita telah melemparkan mereka pada
kehancuran, serta membiarkan mereka ditelan arus jahiliah dan
kemungkaran.
"Madarisul Jum'ah" adalah wadah pendidikan anak di bawah naungan
Ikhwanul Muslimin yang mempu-nyai peran sangat penting dalam membentuk
generasi ini. Pada tahun 1951 M. saya mengenal seorang murid laki-laki
berumur sembilan tahun yang duduk di Madarisul Jum'ah, Iskandaria.
Kemudian ketika kami ditangkap oleh pihak pemerintah dalam peristiwa
tahun 1965 M., saya menjumpai anak tersebut juga ditangkap dengan
tuduhan yang sama, dan ia dijatuhi hukuman penjara selama lima belas
tahun.
Pada hari-hari i'tikaf di bulan Ramadhan di Masjid As-Salam, Iskandaria,
ada dua orang pemuda berwajah tampan dengan pakaian mahal, masuk ke
dalam masjid, sedangkan di leher mereka melingkar kalung emas. Kemudian
keduanya ikut shalat berjamaah bersama kami yang memakan waktu selama
kurang lebih dua jam dengan telaten dan sabar. Setelah shalat selesai,
saya dan beberapa
ikhwah
yang lain mendekati keduanya, serta menyambut mereka dengan baik dan
penuhpenghormatan. Setelah perkenalan, kami mengetahui bahwa keduanya
adalah mahasiswa Universiti Kairo yang sedang liburan musim panas.
Keduanya tetap aktif melaKiat
kukan shalat. Saat hari raya pun, mereka ikut melaksana-kan shalat hari
raya di lapangan Universiti Iskandaria dan turut berbahagia merayakan
hari besar itu bersama lautan manusia yang hadir di tempat itu. Tidak
lama setelah hari-hari yang mengukir kejadian itu berlangsung, saya
telah mendapatkan keduanya melepaskan kalung emas yang mereka pakai
tanpa harus menggunakan gertakan yang kadang-kadang membuat mereka lari
dan tidak akan
kembali ke masjid.
Yang harus kita pahami saat ini adalah bahwa sebe-lum pemuda itu datang
ke masjid, ia berada dalam sebuah lingkungan yang dipenuhi dengan
aktivitas yang sia-sia. Ketika Allah membuka hatinya, lalu ia datang ke
masjid, dan sesampainya di masjid ia disambut dengan cacian dan kerutan
wajah, maka nafsunya akan mengajaknya kembali ke tempat semula. Orang
yang menyebab-kannya lari dari masjid juga akan menanggung dosa.
Ucapan "Selamat Pagi" (atau semacamnya) merupa-kan titik awal untuk
saling mengenal, bukan malah dijawab dengan teguran dan kritikan.
Kadangkadang teguran itu dilakukan oleh anak muda kepada orang tua
dengan tanpa mengindahkan adab sopan santun sama sekali. Di antara
tujuan pensyariatan shalat berjamaah ada-lah terciptanya suasana saling
mengenal dan terciptanya kesatuan barisan kaum muslimin. Jika tujuan ini
tidak terlaksana, maka apa bedanya antara shalat jamaah dan shalat
sendirian di rumahnya masing-masing? Rasulullah bersabda, "Shalat
berjamaah lebih utama dari shalat sendirian; dua puluh tujuh derajat."
Pada tahun 1981 M. saya diundang untuk mengha-diri Muktamar Pemuda
Muslim Arab di Amerika. Muktamar ini dihadiri oleh empat ribu mahasiswa
yang menyewa hotel Hilton dan sekitar seribu wanita muslimah beserta
anakanaknya yang menyewa hotel yang lain. Mereka juga menyewa sebuah
ruangan yang sangat luas untuk tempat ceramah. Sebuah ruang yang
dilengkapi dengan
sound system
tercanggih waktu itu, ditambah lagi dengan penjaga-penjagayang
dipersiapkan secara khusus.
Bayangan masa lalu pun hadir di pelupuk mata. Saya teringat tatkala kami
tinggal di kantor cabang Ikhwanul Muslimin yang hanya dilengkapi oleh
tikar dan lampu minyak. Saya juga ingat saat berdakwah di Ismailia yang
hanya dihadiri oleh enam orang yang kesemuanya adalah pekerja kasar.
Saya juga teringat tatkala saya pergi ke Yaman dan bertanya kepada
ikhwah
di sana, "Bagai-mana kalian memulai dakwah ini?" Mereka menjawab, "Pada
masa-masa awal dakwah kami, kami harus me-nempuh jarak yang amat jauh
dengan berjalan kaki demi untuk menyampaikan dakwah. Tatkala Allah
memberikan kepada kami dua
qirs
(nama mata uang), maka kami membeli
himar
(keledai) yang kami beri nama 'himar dakwah'."
Hari ini saya berada di muktamar ini dan mendengar syiar-syiar Islam
dikumandangkan, yang diselenggarakan oleh pemuda-pemuda terdidik di
jantung Amerika. Da-lam waktu yang singkat mereka dapat mengumpulkan
dana bagi mujahidin sebanyak seperempat juta dolar.
Tatkala saya merenungkan semua itu dengan disertai tetesan air mata —waktu
itu di tangan saya tergenggam tasbih— tiba-tiba seorang mahasiswa yang
berada di belakang saya berkata kepada saya, "Paman." Saya me-noleh ke
arahnya. Lalu ia berkata, "Tasbih ini bid'ah." Saya memandang kepadanya
seperti orang yang baru saja terjaga dari tidurnya, lalu berkata, "Saudaraku,
kita ini tinggal di Amerika, sarang dari segala bid'ah." Setelah itu
saya beristighfar kepada Allah swt. Umar bin Khathab ra. adalah sosok
da'i yang berdakwah dengan bijaksana.
Suatu hari beliau menanyakan seseorang yang telah ia kenal sebelumnya.
Mereka menjawab, "Ia berada di luar kota bersama para pemabuk." Lalu
Umar mengirim surat kepadanya yang isinya, "Sungguh, saya memanjatkan
puji syukur ke hadirat- Mu, ya Allah yang tiada Ilah melainkan Engkau,
Dzat yang Maha Mengampuni dosa, Dzat yang Maha Mene-rima taubat dan Dzat
yang Mahadahsyat siksaan-Nya." Berulangkali orang itu membaca surat
tersebut sambil menangis sampai akhirnya la bertaubat.
Tatkala Umar mendengar berita itu, la berkata, "Beginilah cara memberi
nasihat yang harus kalian con-toh. Jika mengetahui bahwa saudaramu
terpeleset dan melakukan dosa, maka luruskan dan mohonkan kepada Allah
agar Allah mengampuninya, dan janganlah menja-di setan baginya."
Bagikan ini :
Comments
Post a Comment
Silakan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan