61. Tukang Sapu dan Tukang Sampah
📚 Terjemah Kitab At-thariq Ilal Quluub (Perjalanan Ke Hati)
Ada seorang akhy bertanya kepada saya tentang "kiat sukses memikat hati".
Saya katakan, "Kita percaya bahwa manusia itu sama. Ini tercermin ketika
kaum muslimin berada dalam masjid. Yang miskin duduk berdampingan
dengan yang kaya, yang lemah berdampingan dengan yang kuat, tukang sapu
dan tukang sampah sama seperti kebanyakan manusia lain dalam masjid.
Tetapi sayang, hal ini tidak diaplikasikan di luar masjid. Apakah ketika
Anda lewat di jalanan dan berte-mu salah seorang tukang sapu, Anda
mengucapkan salam padanya?". "Tidak," jawabnya. Saya katakan, "Itu
kerana Anda tidak peduli kepada-nya. Sungguh, Rasul saw. telah melarang
perbuatan demikian melalui sabdanya, 'Janganlah kalian menganggap remeh
suatu kebaikan walau itu hanya sekedar bermuka ceria ketika bertemu
saudaramu.' Bila Anda melakukan hal itu, lalu Anda ucapkan salam padanya,
baik kenal maupun tidak, berarti Anda telah menghargai dirinya dan
memberinya rasa optimis dalam menatap kehidupan, kerana sebelumnya ia
merasa dari golongan terasing dalam masyarakat. Ia merasa tidak seorang
pun yang mau memalingkan wajah ke arahnya, tidak seorang pun yang
menghargainya atau sekedar mengajaknya berbi-cara dengan baik.
Bila Anda ucapkan salam kepadanya di suatu hari, maka ia akan menantimu
lewat di jalan itu, hanya untuk mendapatkan salam darimu. Ketahuilah,
telah banyak orang yang mengabaikan sesuatu yang selama ini la cari-cari
dan dambakan." Pada hakikatnya tukang sapu dan tukang sampah yang
bekerja sebagai petugas mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah dan dari
jalanan ke jalanan, berhak mendapat penghargaan. Kerana kita merasa
terbantu dengan pekerjaan yang sulit dan kotor ini.
Oleh kerana itu, negara berkewajiban memberikan gaji yang berlipat atau
memberinya tunjangan biaya kesehatan. Kerana pada hakikatnya ia lebih
mudah terserang banyak penyakit, yang disebabkan oleh seringnya
berhubungan dengan kotoran-kotoran itu. Jika kita memahami tujuan dakwah,
yaitu dakwah pembenahan, guna mewujudkan masyarakat islami, maka tidak
akan terlewat dari pikiran kita untuk memahami kenyataan ini, yang dapat
menyatukan hati dan menjernihkan akhlak. Pada suatu hari saya berada di
Masjid Kurmuz, Iskandaria, membicarakan tentang hal ini bersama bebe-rapa
ikhwah. Ketika saya selesai berbicara, tiba-tiba saya dihampiri seorang
pemuda, seraya mengatakan, "Saya sangat terkesan dengan pembahasan ini."
Setelah saya tanya, ternyata ia bekerja sebagai tukang kebersihan dan
tukang sapu. Lalu saya katakan, "Bukankah kannas (tukang sapu) itu
kan-nas (sama seperti manusia lain)?'" Sungguh, ini kata-kata spontan
belaka, yang kebetulan saja berlaku.
Bagikan ini :
Comments
Post a Comment
Silakan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan