12. Amar Ma‘ruf Nahi Munkar



📚 Terjemah Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)



Diriwayatkan dari Anas bin Malik Ra bahwa Nabi Saw bersabda, “Barangsiapa yang menunaikan shalat satu kali, dari nafas orang itu Allah menciptakan awan putih. Kemudian, Allah Swt menyuruh awan putih itu untuk mengambil rahmat dari laut. Lalu, ia mengambilnya. Kemudian, Allah Swt menyuruhnya agar menjadi hujan. Dari tetesan hujan yang jatuh ke bumi Allah menciptakan emas, dari tetesan yang jatuh ke gunung Allah menciptakan perak, dan dari tetesan yang jatuh kepada orang kafir Allah Swt menganugerahinya keimanan.” Allah Swt berfirman, Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (QS Ali ‘Imran [3]: 110).

Tentang ayat ini, al-Kalbi berkata, “Ayat ini mengandung penjelasan tentang keadaan umat ini dalam hal keutamaannya atas umat-umat yang lain. Di situ terdapat dalil bahwa umat Islam ini merupakan umat terbaik secara mutlak. Hal ini mencakup generasi pertama dan generasi terakhir dalam hubungannya dengan generasi dari umat-umat yang lain, walaupun ada perbedaan dalam esensinya, sebagaimana keutamaan sahabat terhadap generasi berikutnya.”

Makna ukhrijat adalah “ditampakkan kepada manusia”, yakni agar memberikan manfaat dan kebaikan kepada mereka di segenap penjuru dunia sehingga mereka dapat dibedakan dan dikenal. Selanjutnya firman Allah Swt, Engkau menyuruh kepada kebaikan, mencegah kemunkaran dan beriman kepada Allah (QS Alu ‘Imran [3]: 110).

Ayat ini mengandung penjelasan akan keberadaan mereka sebagai yang terbaik selain mencakup juga kelebihan mereka yang tegak di atas sifat-sifat tersebut. Kalau mereka meninggalkan amar ma‘ruf dan nahi munkar, mereka kehilangan sifar-sifat itu. Karena itu, Allah menjadikan mereka sebagai manusia terbaik untuk orang lain. Sebab, mereka menyuruh berbuat kebaikan, mencegah kemunkaran, dan memerangi orang-orang kafir agar mereka selamat sehingga manfaat mereka mengungguli yang lain. Nabi Saw bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang memberikan manfaat kepada orang lain, dan sejahat-jahat manusia adalah yang mendatangkan kerugian bagi orang lain.”

Firman-Nya, Mereka beriman kepada Allah…, artinya mereka mempercayai keesaan Allah dan teguh di atas prinsip itu. mereka pun mengakui bahwa Muhammad adalah Nabi Allah. Sebab, barangsiapa yang mengingkari Muhammad Saw, dia tidak beriman kepada Allah karena dia mengira bahwa ayat-ayat mukjizat yang didatangkannya adalah dari dirinya.

Di tempat lain Nabi Saw bersabda, “Barang­ siapa melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangan. Jika tidak mampu, ubahlah dengan lidah. Jika masih tidak mampu, ubahlah dengan hati, tetapi ini selemah-lemah iman.” Yakni, tindakan paling lemah dari orang yang ber­­iman.

Sebagian ulama mengatakan, bahwa mengubah dengan tangan adalah untuk para pemimpin, dengan lidah untuk para ulama, dan dengan hati untuk masyarakat awam. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa setiap orang yang mampu melakukan hal itu, dia wajib mengubahnya, sebagaimana Allah Swt berfirman, Dan tolong-menolonglah kalian di dalam kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS al-Ma’idah [5]: 2).

Termasuk sikap tolong-menolong adalah memberikan dorongan, memudahkan jalan kebaikan, dan menutup jalan kejahatan dan permusuhan sedapat mungkin.

Dalam hadis lain Nabi Saw bersabda, “Barangsiapa yang menegur ahli bidah, Allah memenuhi kalbunya dengan keamanan dan keimanan. Barangsiapa yang merendahkan ahli bidah, Allah memberinya ketenangan pada hari yang sangat menakutkan. Barangsiapa yang menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran, dia adalah khalifah Allah serta khalifah Kitab dan khalifah Rasul-Nya di bumi.”

Hudzayfah Ra berkata, “Akan datang suatu zaman kepada manusia ketika bangkai keledai lebih mereka sukai daripada orang Mukmin yang menyuruh mereka berbuat kebaikan dan mencegah mereka dari kemunkaran.”

Musa As berkata, “Wahai Tuhanku, apa balasan bagi orang yang mengajak saudaranya kepada kebenaran, menyuruhnya berbuat kebaikan, dan mencegahnya dari kemunkaran?” Allah menjawab, “Untuk setiap kata, Aku tuliskan sebagai ibadah sunnah untuknya dan Aku merasa malu untuk mengadzabnya dengan api neraka.

Dalam hadis qudsi, Allah Swt berfirman, “Wahai anak Adam, janganah termasuk orang-orang yang menunda-nunda tobat, memanjangkan angan-angan (berkhayal), dan kembali ke akhirat tanpa amalan. Janganlah kamu menjadi orang yang mengucapkan perkataan orang-orang ahli ibadah tetapi melakukan perbuatan orang-orang ahli munafik. Janganlah kamu menjadi orang yang tidak merasa cukup jika diberi karunia, tidak bersabar jika tidak diberi, mencintai orang-orang saleh tetapi tidak menjadi bagian dari mereka, membenci orang-orang munafik tetapi menjadi bagian dari mereka, menyuruh kebaikan tetapi tidak mengerjakannya, dan mencegah kejahatan tetapi tidak menghindarinya.”

Ali Kw berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Pada akhir zaman akan datang suatu kaum muda usia dan lemah akal. Mereka mengutip ucapan manusia terbaik (Nabi Saw) tetapi tidak melewati tenggorokan mereka (tidak diamalkan). Mereka tercabut dari agama sebagaimana anak panah tercabut dari busurnya.”

Nabi Saw menceritakan kisah isra’ mi‘kraj di hadapan para sahabat, “Pada malam isra’ ke langit, aku melihat orang-orang yang dipotong lidah mereka dengan pemotong dari api. Lalu aku bertanya, ‘Siapa mereka itu, wahai Jibril?” Jibril menjawab, ‘Mereka ialah para khatib dari umatmu yang menyuruh manusia berbuat kebajikan tetapi lupa pada diri mereka sendiri.’ Tentang mereka, Allah Swt berfirman, Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan dirimu sendiri, padahal kalian membawa al-Kitab? Maka tidakkah kalian berpikir?(QS al-Baqarah [2]: 44).

Yakni, mereka membaca kitab Allah, tetapi mereka tidak mengamalkan isinya. Mereka menyuruh orang lain bersedekah, tetapi mereka sendiri tidak bersedekah. Oleh karena itu, wajib bagi orang-orang Mukmin untuk menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran tetapi tidak melupakan diri mereka sendiri, sebagaimana Allah Swt berfirman, Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh kebaikan, mencegah kemunkaran, menegakkan shalat … (QS al-Taubah [9]: 71).

Orang-orang Mukmin berwatak menyuruh kebaikan. Orang yang meninggalkan watak itu bukan bagian dari mereka yang dijelaskan di dalam ayat ini. Allah mencela banyak kaum karena meninggalkan amar ma‘ruf. Allah Swt berfirman, Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan kemunkaran yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu (QS al-Ma’idah [5]: 79).

Abu al-Darda’ Ra berkata, “Apakah kamu menyuruh kebajikan dan mencegah kemunkaran atau Allah mengalahkan mereka atas kekuasaan yang zalim, ketika orang tua tidak dihargai dan anak-anak tidak disayang. Mereka memohon kebaikanmu, tetapi kamu tidak memberi jawaban kepada mereka. Mereka meminta pertolongan, tetapi tidak ada yang menolong. Mereka memohon ampunan, tetapi tidak dimaafkan.”

Aisyah Ra meriwayatkan bahwa Nabi Saw bersabda, “Allah mengadzab penghuni kampung yang di situ mereka mengerjakan delapan belas ribu perbuatan para nabi.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana bisa demikian?” Nabi Saw menjawab, “Mereka tidak membenci karena Allah, tidak menyuruh kebajikan, dan tidak mencegah kemunkaran.”

Abu Dzar al-Ghifari Ra berkata, “Abu Bakar al-Shiddiq Ra bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah ada jihad lain selain memerangi orang-orang musyrik?’ Beliau menjawab, “Ada, wahai Abu Bakar. Allah memiliki para pejuang di bumi yang lebih utama daripada para syuhada yang hidup dengan diberi rezeki dan berjalan di bumi. Allah membanggakan mereka kepada para malaikat langit dan menghias surga untuk mereka seperti Ummu Salamah berhias untuk Rasulullah Saw.’ Abu Bakar bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, siapakah mereka itu?’ Beliau menjawab, ‘Mereka ialah orang-orang yang menyuruh kebajikan, mencegah kemunkaran, serta mencinta dan membenci karena Allah.’ Selanjutnya beliau bersabda, ‘Demi Dzat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, hamba itu berada di kamar yang terletak di atas kamar-kamar lain di atas kamar-kamar para syuhada. Setiap kamar itu memiliki tiga ratus pintu dari yakut, zamrud, dan emas. Di atas setiap pintu ada cahaya. Laki-laki dari mereka menikahi tiga ratus ribu bidadari yang menyilaukan mata. Setiap kali memandang salah satunya, bidadari itu berkata, ‘Ingatkah engkau pada hari begini dan begitu ketika engkau menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran?’ Dan setiap kali memandangnya, bidadari itu menyebutkan perintah untuk mengerjakan kebaikan dan mencegah kemunkaran.”

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Allah bertanya kepada Musa As, “Wahai Musa, apakah engkau telah mengerjakan suatu amalan untuk-Ku?” Musa As menjawab, “Wahai Tuhanku, aku telah mengerjakan shalat, puasa, bersedekah, bersujud karena-Mu, dan berdzikir kepada-Mu.” Allah berkata, “Wahai Musa, di dalam shalat ada pembelaan bagimu, di dalam puasa ada surga untukmu, di dalam sedekah ada naungan untukmu, dan di dalam tasbih ada cahaya untukmu. Lalu, apa amalan lain yang engkau kerjakan untuk-Ku?” Musa As menjawab, “Wahai Tuhanku, tunjukkan kepadaku amalan yang dapat aku kerjakan untuk-Mu.” Allah berkata, “Wahai Musa, apakah engkau menolong wali-Ku? Apakah engkau memusuhi musuh-Ku?” Musa mengerti bahwa amalan yang paling utama adalah mencintai dan membenci karena Allah, dan membenci musuh-musuh-Nya.

Abu ‘Ubaydah bin Jarrah Ra berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Wahai Rasulullah, syuhada mana yang paling mulia bagi Allah ‘Azza wa Jalla?’ Nabi Saw menjawab, ‘Seorang yang mendatangi pemimpin yang durhaka, lalu menyuruhnya berbuat kebaikan dan mencegahnya berbuat kemunkaran, kemudian dia terbunuh. Jika tidak terbunuh, qalam tidak bekerja setelah itu. Kalaupun hidup, dia tidak dianggap hidup.’”

Al-Hasan al-Bashri Ra berkata, “Rasulullah Saw bersabda, ‘Seutama-utama syuhada umatku adalah orang yang mendatangi pemimpin yang durhaka, lalu menyuruhnya berbuat kebaikan dan mencegahnya dari kemunkaran, kemudian dia terbunuh, maka itulah syahid. Tempatnya di surga adalah di antara tempat Hamzah dan Ja‘far.’”

Allah mewahyukan kepada Yusa‘ bin Nun As, “Aku akan membinasakan empat puluh ribu orang baik dan enam puluh ribu orang jahat di antara kaummu?” Yusa’ bertanya, “Wahai Tuhan­ku, tentang orang-orang jahat, aku memaklumi. Akan tetapi, bagiamana dengan orang-orang baik?” Allah menjawab, “Mereka tidak membenci karena kebencian-Ku serta mempercayai dan minum bersama orang-orang jahat.”

Anas Ra berkata, “Kami bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Wahai Rasulullah, haruskah kami memerintah kebaikan sebelum mengerjakan seluruhnya dan tidak mencegah kemunkaran sebelum menjauhi semuanya?” Beliau menjawab, "Perintahkanlah kebaikan walaupun kamu sekalian tidak mengetahui seluruhnya dan cegahlah kemunkaran walaupun kalian tidak menjauhi semuanya.”’

Seorang ulama salaf berwasiat kepada anaknya, “Apabila seseorang dari kalian hendak memerintahkan kebaikan, teguhkanlah dirimu dengan kesabaran dan yakinilah pahala dari Allah. Barangsiapa yang meyakini pahala dari Allah, dia tidak akan tesentuh penderitaan.”

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam