13. Silaturahim



๐Ÿ“š Terjemah Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)



Allah Swt berfirman, Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim (QS al-Nisa’ [4]: 1).

Yakni, jagalah silaturahim jangan sampai kalian memutuskannya.

Maka apakah kiranya jika kalian bekuasa kalian akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka (QS Muhammad [47]: 22-23) .

Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan, dan bagi mereka kediaman yang buruk (QS al-Ra‘d [13]: 25).

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis dari Abu Hurayrah Ra bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Allah menciptakan makhluk. Setelah selesai, berdirilah al-rahim dan berkata, ‘Inilah maqam (kedudukan) yang berlindung kepada-Mu dari pemutusan?’ Allah menjawab, ‘Benar. Apakah engkau ridha kalau Aku menyambungkan (hubungan dengan) orang yang menyambungkanmu dan memutuskan (hubungan dari) orang yang memutuskanmu?’ Al-rahim menjawab, ‘Tentu.’ Allah berkata, ‘Itu semua untukmu.”

Kemudian Rasulullah Saw bersabda, “Jika kalian mau bacalah ayat: Maka apakah kiranya jika kalian berkuasa kalian akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka (QS Muhammad [47]: 22-23).

Al-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini adalah hadis hasan sahih. Adapun Ibn Majah dan al-Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih isnad.

Abu Bakar Ra meriwayatkan bahwa Nabi Saw bersabda, “Tidak ada dosa yang lebih pantas Allah segerakan hukuman bagi pelakunya di dunia dengan apa yang disimpan baginya di akhirat daripada kezaliman dan pemutusan silaturahim.”

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan, “Tidak akan masuk surga seorang pemutus.” Sufyรขn berkata, “Yakni, pemutus silaturahim.” Ahmad dengan sanad para perawinya yang tsiqqah meriwayatkan, “Amalan-amalan anak Adam, diangkat ke langit setiap hari Kamis dan malam Jumat, maka tidak diterima amalan pemutus silaturahim.”

Ibn Hibban dan lainnya meriwayatkan, “Ada tiga orang yang tidak akan masuk surga, yaitu pecandu khamar, pemutus silaturahim, dan yang meyakini sihir.”

Secara ringkas, Ahmad, Ibn Dunya dan al-Bayhaqi meriwayatkan, “Suatu kaum dari umat ini tertidur setelah banyak makan, minum, dan bermain. Lalu ketika bangun pagi, mereka telah berubah rupa menjadi kera dan babi. Ditimpakan kepada mereka gerhana dan fitnah sehingga orang-orang yang memasuki pagi berkata, ‘Tadi malam terjadi gerhana pada keluarga Fulan. Tadi malam terjadi gerhana kabilah si Fulan. ‘Oleh karena itu, dilemparkan kepada mereka batu dari langit sebagaimana yang dilemparkan kepada kaum Nabi Luth As atas kabilah-kabilah di situ. Dihembuskan kepada mereka angin kencang seperti yang telah membinasakan kaum ‘ad atas kabilah-kabilah di situ karena mereka minum khamar, berpakaian sutra, menyiksa pembantu rumah tangga, memakan riba dan memutuskan silaturahim…’ Masih ada satu perangai lagi yang lupa disebutkan Ja’far dan al-Thabrani dalam al-Ausath.

Jabir Ra meriwayatkan, “Rasulullah Saw datang menemui kami ketika kami sedang berkumpul. Beliau bersabda, ‘Wahai sekalian kaum Muslim, bertakwalah kepada Allah dan sambungkanlah tali silaturahim di antara kalian, karena tidak ada pahala yang lebih cepat diberikan daripada pahala menyambungkan silaturahim. Berhati-hatilah kamu terhadap kezaliman, karena tidak ada hukuman yang lebih cepat ditimpakan daripada hukuman atas kezaliman. Berhati-hatilah agar jangan mendurhakai orangtua. Wangi surga tercium dari jarak perjalanan seribu tahun, tetapi Allah tidak akan menganugerahkannya kepada pendurhaka terhadap otangtua, pemutus silaturahim, orang tua pezina, dan orang yang sombong karena kebesaran itu hanya milik Allah, Tuhan semesta alam.”

Al-Ashbahani mengabarkan, “Kami duduk-duduk di samping Rasulullah Saw. Beliau bersabda, ‘Tidak duduk bersama kita pada hari ini pemutus silaturahim.’ Lalu, seorang pemuda berdiri dari kumpulan itu. Dia pergi mendatangi bibinya. Di antara dia dan bibinya telah terjadi perselisihan. Dia meminta maaf kepada bibinya, dan bibinya pun memaafkannya. Kemudian, dia kembai ke majelis. Nabi Saw bersabda, ‘Rahmat tidak akan turun kepada kaum yang di tengah mereka ada pemutus silaturahim.”

Al-Thabrani juga meriwayatkan, “Para malaikat tidak akan turun kepada kaum yang di situ ada pemutus silaturahim.” Selain itu, dia juga meriwayatkan hadis dengan sanad sahih dari al-A’masy bahwa setelah menunaikan shalat shubuh, Ibn Mas’ud Ra duduk di majelis. Dia berkata, “Allah mencela pemutus silaturahim ketika pergi. Kita ingin menyeru Tuhan kita dan pintu-pintu surga terbuka kecuali bagi pemutus silaturahim.”

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan, “Al-rahim bergantung pada ‘Arsy seraya berkata, ‘Barangsiapa yang menyambungkanku, Allah menyambungkan (hubungan) dengannya. Dan barang siapa yang memutuskannya, Allah memutuskan (hubungan dari)-nya.”

Abu Dawud dan al-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih dan dianggap sahih karena meskipun munqathi‘ periwayatannya bersambung.

Al-Bukhari meriwayatkan hadis dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf yang mengatakan, “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Allah Swt berfirman, ‘Akulah Allah dan Akulah al-Rahman. Aku ciptakan al-rahim yang membentuk salah satu nama-Ku. Karena itu, barangsiapa yang menyambungkannya, Aku akan menyambungkan (hubungan) dengannya. Akan tetapi, siapa yang memutuskannya, Aku putuskan (hubungan) dengannya.”

Melalui sanad yang sahih, Ahmad meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Barang­siapa yang mengambil riba, dia telah merampas kehormatan seorang Muslim tanpa hak. Al-rahim ini adalah cabang dari al-Rahman ‘Azza wa Jalla. Barangsiapa yang memutuskannya, Allah mengharamkan baginya surga.”

Di tempat lain, Ahmad, melalui sanad yang baik dan kuat, dan Ibn Hibban dalam Shahih-nya meriwayatkan, “Al-rahim itu adalah cabang dari al-Rahman. Dia berkata, ‘Wahai Tuhanku, aku diputuskan. Wahai Tuhanku, aku diperlakukan jelek. Wahai Tuhanku, aku dizalimi.’ Kemudian dijawab, ‘Tidakkah engkau ridha kalau Aku menyambungkan denganmu orang yang menyam­bungkanmu dan memutuskanmu dari siapa yang memutuskanmu?”

Pengertian “cabang dari al-Rahman” adalah karena lafaz al-rahim merupakan derivasi dari nama-Nya, al-Rahman, sebagaimana disebutkan dalam hadis itu.

Al-Bazzar, melalui sanad hasan, meriwayatkan, “Al-rahim itu adalah sesuatu yang bergantung pada ‘Arsy dan berbicara dengan bahasa yang fasih, ‘Ya Allah, sambungkanlah orang yang menyambungkanku dan putuskanlah orang yang memutuskanku.’ Lalu, Allah Swt menjawab, ‘Aku adalah Al-Rahman al-Rahim. Aku bentuk al-rahim dari nama-Ku. Barangsiapa menyambungkannya, Aku menyambungkan (hubungan) dengannya. Namun, barangsiapa yang memutuskannya, Aku akan memutuskan (hubungan) dengannya.”

Al-Bazzar juga meriwayatkan hadis lain: “Ada tiga hal yang bergantung pada ‘Arsy. Pertama, al-rahim. Dia berkata, ‘Ya Allah, aku berpegang kepada-Mu maka aku tidak akan diputuskan.’ Kedua, amanat. Dia berkata, Ya Allah, aku bergantung kepadamu maka aku tidak akan dikhianati.’ Ketiga, kenikmatan. Dia berkata, ‘Ya Allah, aku bergantung kepadamu maka aku tidak akan diingkari.”

Al-Bazzar dan al-Bayhaqi meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Stempel digantungkan pada tiang ‘Arsy. Apabila al–rahim disakiti, kemaksiatan diperbuat, dan sikap lancang kepada Allah, Allah mengutus stempel itu untuk mengecap hati orang tersebut. Setelah itu, dia tidak memahami sesuatu apa pun.”

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, sambungkanlah silaturahim. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik, atau, diamlah.” Di tempat lain, al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya, sambungkanlah silaturahim.”

Sementara Abu Hurayrah Ra mengabarkan, “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya atau diakhirkan kematiannya, hendaklah dia menyambungkan tali silaturahim.”

Al-Bukhari dan al-Tirmidzi meriwayatkan hadis: “Pelajarilah nasab kalian yang kalian hubungkan tali silaturahimnya, karena silaturahim adalah kecintaan dalam keluarga, kekayaan dalam harta, dan pengakhiran dalam kematian.” Karenanya, bertambahlah usia.

Abdullah bin al-Imam Ahmad dalam Zawa’id al-Musnad, al-Bazzar (melalui sanad yang baik) dan al-Hakim meriwayatkan, “Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya, diluaskan rezekinya, dan ditolakkan darinya kematian yang buruk, hendaklah dia bertakwa kepada Allah dan menyambungkannya tali silaturahim.”

Al-Bazzr dan al-Hakim mengabarkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Tertlis dalam Taurat: ‘Barangsiapa yang ingin bertambah umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah dia menyambungkan tali siturahim.”

Abu Ya’la berkata, “Dengan sedekah dan silaturahim, Allah memanjangkan umur, menolakkan kematian yang buruk, serta menolakkan segala hal yang dibenci dan dilarang.”

Di tempat lain, Abu Ya’la berkata tentang seorang laki-laki dari Khats‘am. Orang itu berkata, “Aku datang kepada Nabi Saw ketika beliau berada di tengah sekumpulan sahabatnya. Aku bertanya, ‘Engkaukah yang mengaku utusan Allah?’ ‘Benar.’ ‘Wahai Rasulullah, amalan apa yang sangat disukai Allah?’ ‘Beriman kepada Allah’ ‘Wahai Rasulullah, apa lagi?’ ‘Menyambungkan silaturahim.’ ‘Wahai Rasulullah, amalan apa yang sangat dibenci Allah?’ ‘Menyekutukan Allah.’ ‘Wahai Rasulullah, kemudian apa lagi?’ ‘Memutuskan silaturahim.’ ‘Kemudian apa lagi yang sebaiknya aku kerjakan?’ ‘Menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran.”

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa seorang Arab Badui datang kepada Nabi Saw ketika beliau sedang dalam perjalan. Dia mengambil kendali unta Nabi Saw, lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah—atau, wahai Muhammad beritahukanlah kepadaku sesuatu yang dapat mendekatkan aku ke surga dan menjauhkan aku dari neraka.’ Nabi Saw diam, lalu memandang kepada para sahabatnya. Setelah itu, beliau bersabda, ‘Orang ini telah mendapat petunjuk.’ Seorang sahabat bertanya, ‘Mengapa begitu?’ Beliau mengulangnya, lalu menjawab pertanyaan orang itu, ‘Engkau menyembah Allah tanpa menyekutukan sesuatu apapun dengan-Nya, mendirikan shalat, membayarkan zakat, dan menyambungkan tali silaturahim… Tinggalkan unta itu.’ Dalam riwayat lain disebutkan,’… dan engkau menyambungkan tali silaturahim dengan kerabatmu.’ Setelah orang itu pergi, Rasulullah Saw bersabda, ‘Jika dia berpegang pada apa yang aku perintahkan, niscaya dia masuk surga.”

Melalui sanad yang baik, al-Thabrani meriwayatkan hadis: “Allah memakmurkan rumah suatu kaum dan memberkati harta mereka [...]” Para sahabat bertanya, “Mengapa demikian, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena mereka menyambungkan tali silaturahim.”

Ahmad, melalui para perawi yang tsiqqah, hanya saja periwayatannya terputus, meriwayatkan, “Barangsiapa memberi kasih sayang, dia telah diberi bagiannya dari kebaikan dunia dan akhirat. Silaturahim, bertetangga baik, dan ber akhlak terpuji dapat memakmurkan rumah dan memperpanjang umur.”

Abu al-Syaikh Ibn Hibban, dan al-Bayhaqi meriwayatkan bahwa seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling baik?” Beliau menjawab, “Orang yang paling bertakwa kepada Tuhan, yang menyambungkan tali silaturahim, serta menyuruh kebaikan dan mencegah kemunkaran.”

Al-Thabrani dan Ibn Hibban dalam Shahih-nya meriwayatkan hadis dari Abu Dzar Ra. Katanya, “Kekasihku Muhammad Saw berwasiat kepadaku tentang suatu perangai yang baik. Beliau mewasiatkan kepadaku agar jangan memandang kepada orang yang ada di atasku melainkan harus memandang kepada orang yang berada di bawahku dengan kecintaan dan kedekatan kepada orang-orang miskin. Beliau mewasiatkan kepadaku agar menyambungkan tali silaturahim. Beliau mewasiatkan kepadaku agar jangan takut karena Allah kepada celaan para pencela. Beliau mewasiatkan kepadaku agar mengatakan kebenaran walaupuan terasa pahit. Beliau pun mewasiatkan kepadaku agar memperbanyak bacaan: la haula wa la quwwata illa billah, karena ia temasuk pusaka-pusaka surga.

Al-Bukhari dan Muslim serta para perawi lainnya meriwayatkan hadis dari Maymunah Ra, bahwa dia memerdekakan ibunya tanpa meminta izin terlebih dulu kepada Nabi Saw. Ketika pada suatu hari dia berada di samping Rasulullah, dia berkata, “Wahai Rasulullah, aku beritahukan bahwa aku telah memerdekakan ibuku.” Beliau bersabda, “Jika engkau memberikannya kepada paman-pamanmu juga, lebih besarlah pahalanya bagimu.”



Ibn Hibban dan al-Hakim meriwayatkan bahwa seseorang datang kepada Nabi Saw, dia berkata, “Aku telah berbuat dosa besar, apakah akan diterima tobatku?” Nabi Saw bertanya, “Apakah engkau masih punya ibu?” Orang itu menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau punya bibi?” Orang itu menjawab, “Ya.” Beliau pun bersabda, “Berbuat baiklah kepadanya.”

Al-Bukhari dan lain-lain meriwayatkan hadis: “Orang yang beruntung (al-washil) itu bukanlah orang yang mendapat imbalan, melainkan orang yang beruntung ialah ketika engkau memutuskan tali silaturahim lalu menyambungkannya kembali.”

Al-Tirmidzi meriwayatkan hadis hasan, “Janganlah kalian menjadi orang yang tidak berpendirian. Kalian mengatakan, ‘Jika manusia berbuat baik, kami akan berbuat baik. Jika mereka berbuat zalim, kami pun akan berbuat zalim.’ Karena itu, jadilah dirimu sendiri. Jika manusia berbuat baik, berbuat baiklah kalian. Akan tetapi, jika mereka berbuat jahat, kalian jangan berbuat zalim.”

Muslim meriwayatkan bahwa seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, aku punya kerabat yang aku sambungkan tali silaturahim dengan mereka, tetapi mereka memutuskannya. Aku berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka membalasnya dengan perbuatan jahat kepadaku. Aku berlemah-lembut kepada mereka, tetapi mereka berbuat kasar kepadaku.” Beliau bersabda, “Jika keadaanmu seperti yang kamu ucapkan, seakan-akan kamu menempelkan abu panas pada mereka. Selama keadanmu seperti itu, abu panas itu tetap menempel pada mereka.”

Al-Thabrani Ibn Khuzaymah dalam Shahihnya, dan al-Hakim meriwayatkan hadis sahih dengan memenuhi syarat Muslim: “Sedekah yang paling baik adalah yang diberikan kepada kaum kerabat yang menyembunyikan permusuhan dalam hatinya.” Inilah penjelasan dari sabda beliau, “Engkau sambungkan tali silaturahim dengan orang yang memutuskannya darimu.”

Al-Bazzar, al-Thabrani, dan al-Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ada tiga hal yang menyebabkan seseorang dihisab oleh Allah dengan penghisaban yang ringan dan memasukkannya ke dalam surga dengan rahmat-Nya.” Para sahabat bertanya, “Apa yang tiga hal itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Engkau memberi kepada orang yang tidak mau memberi kepadamu, menyambungkan tali silaturahim kepada orang yang memutuskannya darimu, dan memaafkan orang yang berbuat zalim kepadamu. Jika engkau melaksanakan hal itu, engkau masuk surga.”

Ahmad meriwayatkan hadis melalui dua sanad, salah satunya diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqqah, dari ‘Uqbah bin ‘Amir Ra, katanya, “Aku menemui Rasulullah Saw. Aku pegang tangannya, lalu aku katakan, ‘Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku amalan-amalan yang utama.’ Beliau pun bersabda, ‘Wahai ‘Uqbah, sambungkanlah silaturahim dengan orang yang memutuskannya darimu, bersedekahlah kepada orang yang mengharamkan dirinya bersedekah kepadamu, dan maafkanlah orang yang berbuat zalim kepadamu.”

Al-Hakim menambahkan, “Ketahuilah, barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan dilapangkan rezekinya, hendaklah dia menyam­bungkan tali silaturahim.”

Al-Thabrani meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Maukah aku tunjukkan kepadamu akhlak yang paling mulia di dunia dan akhirat? Hendaklah engkau menyambungkan silaturahim dengan orang yang memutuskannya darimu, memberi kepada orang yang mengharamkan pemberian kepadamu, dan memaafkan orang yang berbuat zalim kepadamu.”

Juga dari al-Thabrani, diriwayatkan bahwa Nabi Saw bersabda, “Keutamaan yang paling besar adalah engkau menyambungkan tali silaturahim dengan orang yang memutuskannya darimu, memberi kepada orang yang mengharamkan pemberian kepadamu, dan memaafkan orang yang mencelamu.”

Al-Thabrani meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bertanya kepada para sahabat, “Maukah aku kabarkan kepadamu sesuatu yang dengannya Allah mengukuhkan barisan dan meninggikan derajat?” Para sahabat menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Engkau bersikap lembut kepada orang yang berlaku kasar kepadamu, memaafkan orang yang berbuat zalim kepadamu, memberi kepada orang yang mengharamkan pemberian kepadamu, dan menyambungkan tali silaturahim dengan orang yang memutuskannya darimu.”

Ibn Majah meriwayatkan hadis: “Kebaikan yang disegerakan pahalanya adalah kebajikan dan menyambungkan silaturahim. Adapun kejahatan yang disegerakan siksaannya adalah kezaliman dan pemutusan silaturahim.”

Al-Thabrani meriwayatkan hadis: “Tidak ada perbuatan dosa yang Allah segerakan hukumannya kepada pelakunya di dunia dan menyim­pannya di akhirat selain pemutusan silaturahim, pengkhianatan, dan dusta. Kebaikan yang disegerakan pahalanya di dunia adalah menyambungkan silaturahim sehingga anggota-anggota keluarga menjadi sumber kebaikan. Karena itu, berkembanglah harta mereka dan berlimpahan jumlah mereka jika mereka saling menjalin silaturahim.”

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam