3. Taat, Tawakkal, Ridha, Sabar



📚 Terjemah Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)



Makna ketaatan adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban dari Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, serta bersandar pada hukum-hukum-Nya.

Berkait dengan firman Allah Swt, ... dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (tindakan) duniawi... (QS al-Qashash [28]: 77) Mujahid berkata, “Yaitu hamba mengamalkan ketaatan kepada Allah Swt. Ketahuilah bahwa pangkal ketaatan adalah pengetahuan (al-‘ilm) kepada Allah, ketakutan kepada-Nya, harapan kepadaNya, dan pengawasan batin terhadap-Nya. Apabila hamba tidak memiliki sifat-sifat ini, dia tidak akan memperoleh hakikat keimanan. Sebab, tidaklah benar ketaatan kepada Allah kecuali setelah mengenal-Nya dan mengimani keberadaan-Nya sebagai pencipta. Dia Yang Mahatahu dan Mahakuasa, yang tak terliput oleh pengetahuan dan tak dapat di bayangkan oleh pikiran. Tiada sesuatu yang menyerupai-Nya. Dia Mahamendengar dan Mahamelihat.”

Seorang Arab badui bertanya kepada Muhammad bin ‘Ali al-Husayn, “Apakah Anda melihat Allah ketika beribadah kepada-Nya?” Muhammad ‘Ali bin al-Husyan menjawab, “Aku tidak pernah menyembah Tuhan yang tak kulihat.” Orang badui itu bertanya lagi, “Bagaimana Anda melihat-Nya?” Muhammad bin ‘Ali bin al-Husayn menjawab, “Dia tak terlihat oleh pandangan mata, tetapi Dia terlihat oleh qalb (hati) dengan hakikat keimanan. Dia tak tergapai pancaindra dan tak menyerupai manusia. Dia dikenal dengan ayat-ayat dan disifati dengan tanda-tanda. Itulah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia. Tuhannya bumi dan langit.”

Seorang ‘arif (ahli ma‘rifat) ditanya tentang ilmu esoterik (batin). Dia menjawab, “Ia adalah salah satu dari rahasia-rahasia Allah yang disimpan di dalam hati para kekasih-Nya, yang tidak dititipkan kepada malaikat dan tak dititipkan kepada manusia juga.”

Diriwayatkan bahwa Ka‘ab al-Abar berkata, “Kalau anak Adam mencapai keyakinan sebesar biji dalam keagungan Allah Azza wa Jalla, niscaya mereka bisa berjalan di atas air dan angin. Mahasuci Dzat yang menjadikan pengakuan kelemahan mencapai makrifat-Nya sebagai keimanan, sebagaimana Dia menjadikan pernya­taan ketidakmampuan orang yang diberi nikmat untuk bersyukur kepada-Nya sebagai syukur.”

Ketika telah teguh ilmu akan Rububiyyah, tampaklah pengakuan peribadatan. Apabila telah teguh keimanan dalam hati, wajiblah taat kepada Tuhan.

Keimanan itu ada dua jenis, yaitu yang tampak (zhahir) dan yang tersembunyi (bathin). Yang tampak adalah pengucapan dengan lisan dan yang tersembunyi adalah keyakinan di dalam hati. Orang-orang yang berilmu itu berbeda-beda dalam tingkatan kedekatan dan berkelainan dalam derajat ketaatan. Keimanan menggabungkan bagi mereka menurut kadar bagian mereka masing-masing penganugerahan, kemampuan mencapai martabat tinggi, keikhlasan kepada Allah, ketakwaan kepada-Nya, dan keridhaan akan kebijakan-Nya. Adapun keikhlasan adalah hamba beramal tanpa mengharapkan balasan dari Sang Pencipta. Allah adalah Pencipta kamu dan apa yang kamu kerjakan. Jika ketaatan itu merupakan harapan akan pahala dan takut akan siksa, hamba itu tidak memiliki keikhlasan yang sempurna. Dia hanya bekerja untuk dirinya sendiri.

Rasulullah Saw bersabada, “Janganlah siapa pun dari kamu menjadi seperti anjing yang buruk; jika takut, dia bekerja. Dan janganlah kamu menjadi seperti buruh yang buruk; jika tidak diberi upah, dia tidak bekerja (dengan baik).”

Allah Swt berfirman, Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi. Maka jika dia memperoleh kebajikan, tetaplah dia dalam keadaan itu. Tetapi jika ditimpa bencana, berbaliklah dia ke belakang (QS al-hajj [22]: 11).

Diwajibkan kepada kita beribadah kepadaNya dan diwajibkan menaati-Nya karena karunia yang telah diberikan kepada kita dan kebajikan yang telah dilimpahkan kepada kita terutama karena kebajikan itu diperintahkan kepada kita untuk diberi balasan berupa keutamaan dan membalas orang sesat darinya dengan keadilan.

Tawakal adalah bersandar kepada Allah Swt ketika ada keperluan, bergantung kepada-Nya ketika dalam kesempitan, dan yakin kepada-Nya ketika mendapat musibah. Jiwa tetap tenang dan hati tetap tenteram. Orang-orang yang bertawakal kepada Allah mengetahui bahwa Dia menentukan takdir dan segala sebab berada dalam kebijakan Pencipta yang Maha pengatur. Mereka tidak bersandar kepada bapak, anak, harta, dan perbuatan, tetapi dengan petunjuk-Nya, mereka menyerahkan segala urusan kepada-Nya. Dalam keadaan apa pun, mereka tidak bergantung kecuali kepada Allah. Barangsiapa bergantung kepada Allah, cukuplah Dia baginya.

Adapun keridhahaan adalah berjiwa lapang tehadap takdir yang berlaku. Seorang ulama berkata, “Orang yang paling dekat kepada Allah adalah yang paling ridha terhadap karuniaNya.”

Di antara ungkapan orang-orang bijak adalah, “Betapa banyak kesenangan yang merupakan penyakit dan sakit yang merupakan obat.”

Sebagaimana kata seorang penyair:

"Betapa banyak nikmatmu dilipat di antara taring-taring bencana dan kesenangan telah berubah. Tabahlah atas kejadian waktumu karena semua pasti berlalu. Di balik susah ada bahagia di balik kemulusan ada cacat."

Cukuplah bagi kita firman Allah Swt. Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian (QS al-Baqarah [2] : 216).

Ketahuilah bahwa ketaatan hamba kepada Tuhannya tidak akan sempurna kecuali dengan menolak keduniaan. Dalam kata-kata hikmah disebutkan bahwa nasihat akan berarti selama tidak ada tirai yang menutupi hati. Tirai itu adalah keduniaan. Selain itu, seorang bijak berkata, “Keduniaan itu sesat, maka jadikanlah ia ketaatan....”

Abu al-Walid al-Baji bersyair:

"Jika aku tahu dengan yakin bahwa hidupku hanya sesaat tak akan kusia-siakan waktu sekejap jadilah ia dalam kebaikan dan taat."

Seorang berkata kepada Nabi Saw, “Aku benci kematian.” Nabi Saw bertanya, “Apakah engkau punya harta?” Dia menjawab, “Ya.” Lalu beliau bersabda, “Berikanlah hartamu, karena seseorang bergantung pada hartanya.”

Diriwayatkan bahwa ‘Isa As berkata, “Kebaikan itu terdapat pada tiga hal, yaitu dalam ucapan, pandangan, dan diam. Barangsiapa yang ucapannya bukan dzikir kepada Allah, dia telah berbuat sia-sia. Barangsiapa yang pandangannya bukan mengambil pelajaran, dia telah lalai. Barangsiapa yang diamnya bukan tafakkur, dia telah bermain-main. Meninggalkan pikiran pada ihwalnya dan meninggalkan kelemahan karena kelezatannya. Pikiran akan membangkitkan keinginan karena kaitan jiwa dengannya.

Waspadalah, jangan sampai menumpukkan pandangan kepada sesuatu yang tidak halal, karena ia adalah anak panah yang mengenal dan kekuasaan yang menguasai. Rasulullah Saw bersabda, “Pandangan itu merupakan salah satu anak panah iblis. Barangsiapa yang meninggalkannya karena takut kepada Allah dan diikuti keimanan, dia akan mendapat manisnya dalam hati.”

Seorang bijak berkata, “Barangsiapa mengumbar pandangannya, banyaklah penyesalannya. Membiasakan pandangan akan menyingkap rahasia, membuka kejelekan manusia, dan mengekalkan tinggal dalam Neraka Saqar. Jagalah matamu, karena jika mengumbarnya, engkau akan dapatkan dirimu dalam sesuatu yang tidak disukai. Akan tetapi, jika menguasainya, engkau dapat menguasai anggota-anggota tubuhmu yang lain.

Seseorang bertanya kepada Plato, “Mana yang paling penting bagi hati, pendengaran atau penglihatan?” Plato menjawab, “Keduanya. Bagai sepasang sayap burung yang tidak dapat terbang kecuali dengan kedua-duanya. Dia tidak dapat bangkit kecuali dengan kekuatan keduanya. Kadang-kadang salah satunya patah, maka yang satu lagi menanggung lelah dan derita.”

Muhammad bin Dhawa’ berkata, ”Cukuplah bagi hamba satu kekurangan di sisi Allah, dan sikap kepada orang-orang yang berakal adalah meneliti setiap apa yang muncul dalam pikirannya.

Seorang zuhud melihat seorang sedang menertawakan seorang budak. Orang zuhud itu bertanya kepadanya, “Wahai orang yang rusak akal dan hati, wahai orang yang rusak penalaran, tidakkah engkau merasa malu kepada malaikat pencatat seluruh perbuatanmu, yang memperlihatkan dan menjadi saksi bagimu atas seluruh perbuatanmu, serta yang memperlihatkan dan menjadi saksi bagimu atas bencana kejelekan yang tampak dan tipuan yang tersembunyi ketika dirimu dihadapkan di suatu maqam (kedudukan) yang tidak diperhatikan orang-orang berdiri di situ, tetapi menjadi perhatian seluruh makhluk!”

Ali Kw (Karramallah wajhah) berkata, “Mata adalah jalan setan. Mata segera mempengaruhi anggota tubuh yang lain dan paling keras bantingannya. Karena itu, barangsiapa yang menundukkan anggota-anggota tubuhnya pada nafsunya dalam memperoleh kelezatannya, dia telah menyia-nyiakan perbuatan baiknya.”

Abdullah bin al-Mubarak berkata, “Iman yang paling utama adalah mempercayai apa yang dibawa para rasul. Barangsiapa yang mempercayai al-Quran, dia mulai mengamalkannya dan selamat dari keabadian dalam neraka. Barang­siapa yang menjauhi hal-hal haram, dia menuju pertobatan. Barangsiapa makan dari usaha yang halal, dia menuju kewaraan. Barangsiapa menunaikan kewajiban-kewajibannya, benarlah keislamnya. Barangsiapa yang selalu berkata benar, dia selamat dari pembalasan qisas (hukuman). Barangsiapa mengikuti Sunnah, amalannya syah. Barangsiapa ikhlas kepada Allah, amalannya diterima.”

Diriwayatkan dari Abu al-Darda’, bahwa dia memohon kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, berilah aku wasiat.” Kemudian beliau berwasiat, “Berusahalah dengan cara yang halal, perbuatlah kebajikan, memohonlah kepada Allah akan rezeki sehari-harimu, dan anggaplah dirimu berada di tengah orang-orang yang mati. Hendaklah engkau waspada agar jangan membanggakan perbuatan baik, karena hal itu merupakan penyakit yang paling berbahaya dan menjadikan perbuatan-perbuatan baik yang lain jadi sia-sia. Orang membanggakan perbuatan baiknya sebagai perbuatan kebajikan kepada Allah, padahal dia tidak tahu apakah amalannya diterima atau tidak. Kemaksiatan mewariskan kehinaan dan kehancuran, sedangkan ketaatan mewarisan kemuliaan dan keagungan. Hendaklah engkau berhati-hati terhadap riya’ (pamer). Firman Allah: Dan jelaslah bagi mereka adzab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan (QS al- Zumar [39]: 47).”

Dikatakan, “Mereka mengerjakan perbuatan-perbuatan baik yang pernah mereka lihat di dunia. Pada hari kiamat semua itu ditampakkan kepada mereka sebagai kejelekan.”

Ketika membaca ayat ini sebagian ulama salaf berkata, “Aduhai, celakalah orang-orang yang bersikap riya’.”

Demikian pula disebutkan dalam firman Alah Swt, ... dan janganlah dia memnyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya (QS al-Kahfi [8]: 110). Yakni, jangan menampakkannya, karena riya’ dan jangan menyembunyikannya karena malu.

Diriwayatkan dari Ibn Mas‘ud bahwa ayat al-Quran terakhir yang diturunkan adalah: Dan peliharalah diri kalian dari (adzab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kalian semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing dari kalian diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah kalian kerjakan, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (QS al-Baqarah [2]: 281).

Dawud As berkata kepada Sulaiman As, “Yang menunjukkan ketakwaan seorang Mukmin itu ada tiga, yaitu benar-benar bertawakkal ter­­­hadap sesuatu yang tidak diperoleh, benar-benar ridha terhadap apa yang telah diraih dan benar-benar sabar atas apa yang telah lewat.”

Setengah perkataan orang bijak adalah, “Barangsiapa bersandar (pada Allah) atas musibah, dia mencapai tingkat sempurna.”

Kesabaran itu memiliki beberapa cabang, yaitu kesabaran atas kewajiban-kewajiban dengan terus menekuninya secara sempurna pada waktu-waktunya yang paling disukai, kesabaran atas ibadah-ibadah sunnah, kesabaran ketika sakit, kesabaran atas kefakiran, kesabaran dalam menghindari maksiat, syahwat, syubhat (yang meragukan), (menghindari) berlebih-lebihan dalam tindakan semua anggota badan, dan sejenisnya.

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam