56-67. Balasan Bagi Ibu Yang Baik



📚 Buku 100 Pesan Nabi Saw Untuk Wanita



Dari Ibnu Umar r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, “Perempuan yang hamil hingga melahirkan dan menyapih anaknya akan mendapat pahala seperti pahala orang yang terluka di jalan Allah. Jika ia meninggal dalam masa itu, ia akan mendapatkan pahala mati syahid. ” (H.R. Ibnu Al Jauzi).

Dari Rasyid bin Hubaisy: Rasulullah Saw. menjenguk Ubadah bin Al Shamith yang sedang sakit. Beliau bertanya, ” Tahukah kalian siapa orang yang mati syahid dari umatku “, orang-orang yang ada di sana diam saja. Lalu, Ubadah berkata, “Buatlah aku untuk duduk!” Mereka pun mendengarkannya. ‘Ubadah berkata, “Yaitu orang yang sabar dan selalu bersyukur, ya Rasulullah!” Beliau bersabda, “Jika demikian, para syahid dari umatku jumlahnya sangat sedikit. Orang yang gugur di jalan Allah Swt. adalah syahid, orang yang meninggal karena penyakit pes (tha’un) adalah syahid, orang-orang mati tenggelam adalah syahid, orang yang meninggal karena penyakit perut adalah syahid, dan ibu yang meninggal karena melahirkan akan ditarik ke surga oleh anaknya. ” (H.R. Muslim dan Abu Dawud).

Dari Abu Hurairah r.a.: Ada dua orang perempuan sedang duduk bersama anak-anaknya. Tiba-tiba datang seekor serigala dan merenggut anak seorang perempuan itu. Perempuan yang satu berkata, “Serigala telah merenggut anakmu.” Perempuan yang lain berkata, “Serigala itu merenggut anakmu.” Mereka mengadukan hal itu kepada Nabi Daud a.s. Lalu, Daud memutuskan bahwa anak yang selamat itu adalah anak dari perempuan yang lebih tua. Lalu, mereka menemui Sulaiman bin Daud dan memberitahukan hal itu kepadanya. Sulaiman berkata, “Ambillah pisau. Aku akan membelah anak ini untuk dibagi diantara kalian.” Perempuan yang lebih muda berkata, “Jangan lakukan-semoga Allah merahmatimu! Biarlah ia menjadi anaknya.” Sulaimanpun memutuskan bahwa anak itu adalah anak dari perempuan yang lebih muda. (H.R. Al Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Huarirah r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, “Aku adalah orang pertama yang membuka pintu surga. Kulihat seorang perempuan mendahuluiku. Aku bertanya kepadanya, ‘Apa yang telah kamu lakukan?’ perempuan itu menjawab, ‘Aku adalah perempuan yang mengasuh anak-anakku yang sudah yatim, yakni tidak menikah lagi sepeninggal suaminya dan mengurus anak-anaknya. ‘” (H.R. Abu Ya’la).

Dari Abu Umamah r.a.: Rasulullah Saw. melihat seorang perempuan yang membawa anak-anaknya. Anak yang satu digendong, sedangkan anak yang lain berjalan di belakangnya. Rasulullah Saw. bersabda, “Ibu-ibu yang mengandung, melahirkan dan menyayangi anak-anaknya, jika mereka tidak mendurhakai suami dan mendirikan shalat, niscaya akan masuk surga. ” (H.R. Al Hakim).

Dari Anas bin Malik r.a.: Seorang perempuan menemui Aisyah r.a., Aisyah memberinya tiga buah kurma. Lalu, perempuan itu memberikan kurma kepada dua anaknya, masing-masing satu buah. Ia sendiri memegang sebuah kurma untuk dirinya. Setelah kedua anak itu menghabiskan kurma mereka masing-masing, mereka memandang kepada ibunya. Perempuan itu membelah kurma yang ada di tangannya dan membagikan kepada kedua anaknya. Kemudian Rasulullah Saw. datang dan Aisyah memberitahukan hal terseut kepadanya. Rasulullah Saw. bersabda, “Apa yang membuatmu kagum terhadap hal itu? Allah telah merahmatinya karena kasih sayangnya kepada anak-anaknya. ” (H.R. Al Bukhari).

Dari Jabir bin Abdullah r.a.: Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah mendo’akan kejelekan bagi diri kalian, anak-anak kalian, pekerja kalian, atau harta-harta kalian agar kalian tidak bertepatan dengan saat pemberian dari Allah sehingga do’a kalian akan terkabul. ” (H.R. Al Bukhari).

Dari Rabi binti Ma’udz r.a.: Suatu pagi pada hari Asyura, Rasulullah Saw. mengutus seseorang ke perkampungan orang Anshar untuk menyampaikan pengumuman, “Siapa yang tidak puasa pada pagi ini, tidak apa-apa. Siapa yang berpuasa pada pagi ini, hendaklah ia terus berpuasa.” Kemudian, mereka berkata, “Kami berpuasa dan kami menyuruh anak-anak kami yang masih kecil agar berpuasa, insya Allah. Kami ajak mereka ke masjid dan kami buatkan mainan untuk mereka. Apabila ada yang menangis meminta makan, kami memberi mereka mainan sehingga meraka dapat menyempurnakan puasa mereka hingga magrib.” (H.R. Al Bukhari dan Muslim).

Dari Abdullah bin Amir r.a.: Ketika Rasulullah sedang duduk-duduk bersama kami, ibuku memanggilku. Ia berkata kepadaku, “Kemarilah, aku akan memberimu sesuatu.” Rasulullah Saw. bertanya kepada ibuku, “Apa yang hendak kau berikan?” Ibuku menjawab, “Aku hendak memberinya sebutir kurma.” Rasulullah Saw. bersabda, “Jika kamu tidak memberinya sesuatu, kamu telah berbohong.” (H.R. Abu Dawud).

Dari Anas r.a.: Rasulullah Saw. mengutusku dalam sebuah misi, dan aku singgah kerumah untuk menemui ibuku. Ketika tiba, ibuku bertanya kepadaku, “Apa keperluanmu?” Aku menjawab, “Rasulullah Saw. sedang mengirimku dalam sebuah misi.” Ibuku bertanya lagi, “Misi Apa?” Aku menjawab, “Itu rahasia.” Ibuku kemudian berkata, “Janganlah sekali-kali kamu membicarakan rahasia Rasulullah Saw. kepada siapa pun.'” (H.R. Al Bukhari dan Muslim).

Dari Anas bin Malik r.a.: Seorang anak Abu Thalhah menderita sakit keras lalu meninggal pada saat ayahnya tidak ada di rumah. Ketika istrinya mengetahui bahwa anaknya telah meninggal, ia menyiapkan makan dan meletakkan mayatnya di samping rumah. Abu Thalhah datang dan bertanya, “Bagaimana kondisi anakku?” Istrinya menjawab, “Ia telah tenang dan aku berharap ia telah beristirahat.” Abu Thalhah menyangka istrinya mengatakan yang sebenaranya, lalu ia tidur bersama istrinya. Pada pagi hari, ia mandi. Ketika hendak keluar rumah, istrinya memberitahukan bahwa anak mereka telah meninggal. Abu Thalhah pun shalat bersama Rasulullah Saw. dan memberitahukan kepada beliau apa yang telah terjadi. Rasulullah Saw. bersabda, ” Semoga Allah memberkati malam kalian berdua. ” Seorang dari kalangan Anshar berkata, “Aku melihat suami-istri tersebut dianugrahi sembilan anak perempuan yang semuanaya hafal Al qur’an.”

Dalam riwayat Al Bukhari disebutkan bahwa istri Thalhah berkata, “Kemudian aku melayaninya dengan lebih baik dari pada malam-malam sebelumnya sehingga Abu Thalhah pun menggauliku.” Ketika melihat suaminya merasa puas atas pelayanannya, ia bertanya, “Wahai Abu Thalhah, apa pendapatmu jika suatu kaum meminjamkan sesuatu pada suatu keluarga, lalu mereka memintanya kembali, apakah keluarga tersebut boleh menahanya?” Abu Thalhah menjawab, ” Tentu saja tidak.” Istrinya berkata, “Sesuatu itu adalah anakmu.” (H.R. Al Bukhari dan Muslim).

Dari Amir bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya: Seorang perempuan menemui Rasulullah Saw. dan berkata, “Sesungguhnya anakku telah di kandung dalam rahimku, menyusu dari payudaraku dan mendapatkan perlindunganku. Sekarang, ayahnya telah menceraiku dan ingin mengambil anak itu dariku.” Rasulullah Saw. bersabda “Engkau lebih berhak dari pada dia selama engkau belum menikah lagi.” (H.R. Abu Dawud, Ahmad, Baihaqi, dan dinilai shahih oleh Al Hakim).



Seorang Ibu adalah lambang belas kasih, pengorbanan, dan kebesaran hati. Ibu menanggung sendiri semua beban dalam membesarkan anak sejak kehamilan hingga kelahiran, lalu penyusuan hingga penyapihan. Kontribusi ibu selam periode ini-utamanya dalam mempertaruhkan nyawa dalam situasi kritis-seperti kontribusi pejuang atau mujahid di jalan Allah. Jika ibu meninggal dalam masa itu, ia memperoleh pahala seperti pahala orang yang mati syahid.

Kadang-kadang kita melihat seorang ibu yang penyayang. Ia khawatir bila anaknya celaka, walaupun ia jauh darinya. Kadang-kadang kita juga melihat seorang ibu yang rela mengorbankan kebahagiaan, kesenangan, dan ketenangannya demi ketenangan dan kebahagiaan anak-anaknya. Kadang-kadang kita melihat ibu yang rela berlapar-lapar demi memenuhi kebutuhan anak-anaknya.

Hadis Umamah menyoroti sejauhmana keteguahan seorang perempuan dalam memenuhi hak Tuhannya, seperti menjalankan shalat, dan menjaga hak suaminya karena mengharapkan pahala dan surga dari Allah Swt. sebagai balasan dari kasih sayang dan perhatiannya kepada anak-anak.

Kasih sayang dan segala perhatian ibu kepada anak-anaknya bukan hanya menjaga kelangsungan hidup yang layak bagi mereka. Lebih dari itu, seorang ibu selalu menginginkan anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang shaleh. Untuk itu, ia selalu berjanji kepada mereka untuk menjaga dan mendidik mereka sesuai dengan nilai-nilai islam yang benar. Dengan cara seperti ini, ibu seperti menanam sebatang pohon yang kuat di taman Islam, menanamkan cinta islam dan dakwah untuk islam.

Seorang ibu mengajarkan kepada anaknya untuk mencintai ilmu pengetahuan dan menghormati para ulama, menyayangi kaum muslimin dan berlaku adil kepada non-Muslim. Lebih dari itu ibu selalu mendorong anak-anaknya untuk mengasah kemampuan berdialog dengan cara yang baik, memilih jalan kebenaran, mendukung hubungan sosial yang kondusif, membenci perpecahan dan peduli terhadap segala masalah yang dihadapi umat. Ibu yang baik juga memperingatkan anak-anaknya tentang bahaya komunisme, pembaratan, globalisasi, dan ancaman Yahudi.

Dari sini, kita bisa melihat betapa seorang ibu melakukan segala cara untuk menyuburkan tanaman islam dalam jiwa anak-anaknya, misalnya dengan mempererat hubungannya dengan anak-anak dan membiasakan mereka untuk melaksanakan shalat dan puasa sejak dini. Dengan penuh kasih sayang dan kecintaan, serta dengan penuh harapan untuk menanamkan dan menumbuhkan akhlak yang luhur dan mulia, soerang ibu berusaha menjadikan dirinya suri teladan yang baik bagi mereka dalam kehidupan sehari-hari. Jika tidak, bagaimana akan tumbuh sikap jujur pada diri mereka, meski hanya bercanda? Bagaimana akan tertanam keutamaan untuk menyimpan rahasia, sedangkan dari mulut sang ibu telah keluar berbagai rahasia yang seharusnya disimpan? Atau, bagaimana akan tumbuh sikap yang dapat dipercaya pada diri anak, sementara orang tua selalu menyebarkan rahasia dan aib orang lain dihadapan mereka?

Dengan demikian, jika para ibu ingin berhasil mencapai kedudukan mulia ini, hendaknya mereka bersabar dalam menghadapi segala ujian serta berteguh hati bahwa tugas yang dijalankan adalah anugrah dan amanah dari Allah Swt., sebagaimana dicontohkan oleh Ummu Sulaim dan ibu-ibu yang lain.

Nah, sebagai penghargaan atas peran besar dan kasih sayang ibu bagi kehidupan anak-anak, Allah membalasnya dengan menempatkanya sebagai sosok paling berhak mendapatkan perlakuan istimewa dari anak-anaknya. Allah juga menjadikan surga di bawah telapak kakinya, dan menjadikannya-ketika terjadi perceraian-sebagai orang yang lebih berhak mengasuh anak-anak dari pada ayah mereka selama mereka belum menikah lagi. Karena itu, Syaikh Hasan Shiddiq Khan berpendapat,

“Para ulama telah sepakat bahwa ibu lebih berhak mengasuh anak dari pada ayah. Ibn Mundzir mengutip ijma’ bahwa hak ibu hanya bisa dibatalkan dengan pernikahan lagi. Hadis ini juga menjelaskan beberapa hukum yang lain, yaitu orang yang paling berhak mengasuh anak adalah ibu selama ia belum menikah lagi dengan orang lain, lalu bibi dari pihak ibu, lalu ayah. Kemudian, Al Hakim menentukan kerabat yang dinilai layak. Apabila anak telah dewasa, ia dipersilahkan memilih antara ayah dan ibunya. Jika ia menilai bahwa tidak ada yang layak mengasuhnya, syariat menetapkan bahwa pengasuhnya diserahkan kepada orang yang layak. “

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam