Bab 1. Pendahuluan
📚 Terjemah Kitab Kifayatul Awam
A. Ma’rifat
Diwajibkan kepada seluruh muslim mengetahui/ma’rifat 50 akidah. Ma’rifat adalah “ keteguhan/aljazm dalam hati yang sesuai dengan kenyataan yang timbul dari dalil “. Para ulama tauhid berbeda pendapat dalam dalil yang harus dijadikan acuan dalam menuju ma’rifat ;
Pertama dalil ijmali, yaitu :
B. Taklid
Taklid adalah keteguhan kepada 50 akidah yang tak disertai dalil baik ijmali ataupun tafsili.
Para ulama berselisih paham dalam mempelajari tauhid yang tidak disertai dengan dalil (taqlid). Ada yang berpendapat tidak cukup bahkan tidak sempurna keimanan seorang muslim atau muslimah mempelajari tauhid hanya menurut apa yang dikatakan orang lain (taqlid). Bahkan Imam Sanusi dan Ibnul Aroby berpendapat; bahwa orang yang taklid ( mukollid), kelak diakhirat akan celaka bersama orang-orang kafir. Nauzubillah min zdalik. Bahkan Imam Sanusi secara panjang lebar menolak kepada yang berpendapat cukup dengan taklid. Walupun pada akhirnya beliau menarik/meralat kembali perkataannya. Namun kami ( penulis ) tidak melihat beliau menarik kembali pernyataanya.
Ada juga para ulama yang berpendapat bahwa mempelajari tauhid dengan taqlid (tanpa dalil) untuk orang awam yang sulit berpikir sudah cukup dan tidak berdosa. Namun bagi orang awam yang mampu berpikir jika tetap bertaqlid tidak cukup dan berdosa.
C. Hukum Akal
Hukum Akal adalah” Menetapkan sesuatu bagi sesuatu atau menafikan (meniadakan) sesuatu dari yang lain tanpa harus ditangguhkan akan pengulangan dan pemerakasa “.
Hukum Akal ini ada 3 :
1. Wajib, yaitu : Sesuatu yang ketiadaannya tidak dibenarkan oleh akal. Jadi mesti adanya. Seperti; tahayyuj/pengambilan tempat untuk suatu jirim (pohon, batu dll) dengan seukurannya. Jika ada pernyataan :” ada pohon yang tidak tahayyuj pada tanah”., pernyataan itu tidak bisa dibenarkan akal, karena menempatinya pohon pada tanah adalah suatu kepastian.
Dalam hal wajib para ulama tauhid membagi menjadi 3 bagian;
Dalam hal mustahil para ulama tauhid membagi menjadi 3 bagian;
Dari sisi lain jaiz pun, menurut para ulama wajib terbagi dua;
Bila dikatakan :” sifat qudrot wajib bagi Allah”. Ini berarti tidak dapat dibenarkan ketiadaan sifat qutrot, karena arti wajib adalah sesuatu yang tak dapat dibenarkan ketiadaannya.
Adapun arti wajib dengan sesuatu perbuatan yang dapat dipahala jika dilakukan dan disiksa jika ditinggalkan adalah ma’na wajib lain yang tidak dimaksud dalam ilmu tauhid. Oleh karena itu jangan keliru masalah arti wajib tersebut. Ya. Memang berbeda. Namun jika ada pernyataan :” diwajibkan atas setiap mukallaf mengi’tikadkan adanya qudrot bagi Allah”. Ini artinya i’tikad mukallaf tersebut akan diberi pahala bila ada dalam hatinya dan disiksa jika tiada. Dari sini dapat dibedakan antara pernyataan :” mengi’tikadkan ini wajib - diberi pahala jika ada dan disiksa jika tiada- ” dan “ sifat ini ( limu misalnya ) wajib - tidak dapat dimengerti akal ketiadaannya- bagi Allah. Mudah-mudahan kita dapat membedakan makna tadi dan tidak termasuk muqollid dalam akidah agama, karena legalitas keimanannya diperselisihkan, akhirnya jadi penghuni neraka menurut pendapat tidak cukup taklid alam akidah.
Imam Sanusi berpendapat :” seseorang tidak dikatakan beriman bila berkata :” Saya orang yang teguh dengan akidah 50 ini. Andaikata tubuhku terpotong-potong hingga jadi beberapa potong, aku tidak akan menarik kembali keteguhan ini”. Sebaliknya dia baru dikatakan beriman jika mengenal akidah 50 dengan disertai dalil-dalilnya”.
Mendahulukan mempelajari ilmu tauhid hukumnya fardhu ‘ain- sebagaimana dalam syarh aqoid-, karena ilmu ini sebagai asas/dasar bagi ilmu lainnya. Oleh karena itu tidak sah wudhu atau sholat seseorang kecuali jika mengetahui akidah ini dengan keteguhan. Inipun masih diperdebatkan.
Bila ada pernyataan :” sifat al ‘aju/lemah itu mustahil bagi Allah “. Ini berarti tidak dibenarkan oleh akal keberadaan sifat itu bagi Allah. Begitupun dalam sifat-sifat mustahil lainnya.
Bila ada pernyataan :” Allah memberi rizki kepada si Jaid 1 dinar “. Ini berarti akal dapat membenarkan keberadaannya atau ketiadaannya.
Setelah diketahui definisi Hukum Akal di atas, maka wajiblah sekarang bagi yang sudah baligh dan berakal baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, manusia maupun jin sekalipun mengetahui ( ma’rifat ) akan sifat-sifat yang wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah dan para rosul-Nya dengan disertai dalil-dalilnya.
Adapun sifat-sifat yang wajib bagi Allah ada 20, sifat-sifat yang mustahil bagi Allah ada 20 dan sifat yang jaiz bagi Allah ada 1. Jadi sifat-sifat yang harus dii’tikadkan pada hak Allah ada 41 akidah. Sedangkan sifat-sifat yang wajib pada para rosul ada 4, yang mustahil ada 4 dan yang jaiz ada 1. Jadi sifat-sifat yang harus dii’tikadkan pada para rosul ada 8. Jumlah keseluruhan akidah yang harus kita ketahui adalah 50 ( lima puluh ).
Bagikan ini :
Diwajibkan kepada seluruh muslim mengetahui/ma’rifat 50 akidah. Ma’rifat adalah “ keteguhan/aljazm dalam hati yang sesuai dengan kenyataan yang timbul dari dalil “. Para ulama tauhid berbeda pendapat dalam dalil yang harus dijadikan acuan dalam menuju ma’rifat ;
- 1. Boleh dengan dalil ijamali/umum, boleh juga dengan tafsili/terperinci;
2. Sebagian ulama mensyaratkan dengan tafsili dan
3. Jumhur ulama menganggap cukup hanya dengan dalil ijmali saja
Pertama dalil ijmali, yaitu :
- Dalil Ijmali adalah dalil yang sulit dijelaskan alasan kedalilannya, menetapkannya dan melepaskan kekeliruan yang ada padanya.
- Dalil tafsisli adalah dalil yang mampu (mudah) dijelaskan alasan kedalilannya, menetapkannya dan melepaskan kekeliruan yang ada padanya.
B. Taklid
Taklid adalah keteguhan kepada 50 akidah yang tak disertai dalil baik ijmali ataupun tafsili.
Para ulama berselisih paham dalam mempelajari tauhid yang tidak disertai dengan dalil (taqlid). Ada yang berpendapat tidak cukup bahkan tidak sempurna keimanan seorang muslim atau muslimah mempelajari tauhid hanya menurut apa yang dikatakan orang lain (taqlid). Bahkan Imam Sanusi dan Ibnul Aroby berpendapat; bahwa orang yang taklid ( mukollid), kelak diakhirat akan celaka bersama orang-orang kafir. Nauzubillah min zdalik. Bahkan Imam Sanusi secara panjang lebar menolak kepada yang berpendapat cukup dengan taklid. Walupun pada akhirnya beliau menarik/meralat kembali perkataannya. Namun kami ( penulis ) tidak melihat beliau menarik kembali pernyataanya.
Ada juga para ulama yang berpendapat bahwa mempelajari tauhid dengan taqlid (tanpa dalil) untuk orang awam yang sulit berpikir sudah cukup dan tidak berdosa. Namun bagi orang awam yang mampu berpikir jika tetap bertaqlid tidak cukup dan berdosa.
C. Hukum Akal
Hukum Akal adalah” Menetapkan sesuatu bagi sesuatu atau menafikan (meniadakan) sesuatu dari yang lain tanpa harus ditangguhkan akan pengulangan dan pemerakasa “.
Hukum Akal ini ada 3 :
1. Wajib, yaitu : Sesuatu yang ketiadaannya tidak dibenarkan oleh akal. Jadi mesti adanya. Seperti; tahayyuj/pengambilan tempat untuk suatu jirim (pohon, batu dll) dengan seukurannya. Jika ada pernyataan :” ada pohon yang tidak tahayyuj pada tanah”., pernyataan itu tidak bisa dibenarkan akal, karena menempatinya pohon pada tanah adalah suatu kepastian.
Dalam hal wajib para ulama tauhid membagi menjadi 3 bagian;
- a. wajib zatie mutlaq, mesti adanya bukan karena yang lain seperti sifat-sifat yang wajib bagi Allah.
b. wajib zatie muqoyyad, mesti adanya selagi ada yang lain seperti sifat-sifat para rosul (sidq, amanah, fathonah dan tabligh mesti adanya selagi para rosul ada) dan
c. wajib aridhi, mesti adanya karena melihat sisi lain (ilmu Allah) seperti keberadaan kita saat dimana ilmu Allah menyatakan keberadaan kita saat itu.
- a. wajib dhorurie; mudah dipahami seperti setiap jirim/benda pasti disifati salah satu dari diam dan gerak,
b. wajib nadhorie, sulit dipahami kecuali setalah menemukan dalil seperti mengenal sifat – sifat Allah menemukan dalil
Dalam hal mustahil para ulama tauhid membagi menjadi 3 bagian;
- a. mustahil zatie mutlaq, mesti tiadanya bukan karena yang lain seperti sifat-sifat –sifat yang mustahil bagi Allah.
b. mustahil zatie muqoyyad, mesti tiadanya selagi ada yang lain seperti sifat-sifat mustahil bagi para rosul(kizb, khianat, baladah dan kitman mesti tiadanya selagi adanya para rosul) dan
c. mustahil aridhi, mesti tiadanya karena melihat sisi lain (ilmu Allah) seperti keberadaan kita saat dimana ilmu Allah menyatakan ketiadaan kita saat itu.
- a. mustahil dhorurie; mudah dipahami seperti setiap jirim/benda pasti pada salah satu diam dan gerak;
b. mustahil nadhorie, sulit dipahami kecuali setalah menemukan dalil seperti menenal sifat – sifat Allah menemukan dalil.
Dari sisi lain jaiz pun, menurut para ulama wajib terbagi dua;
- a. jaiz dhoruei seperti; Si Jaid sedang diam atau si Umar sedang gerak, adanya langit dan bumi diutusnya para rosul,
b. jaiz nadhori seperti; diturunkannya kitab-kitab, disiksanya orang yang taat dan diberi pahalanya orang yang durhaka dll.
Bila dikatakan :” sifat qudrot wajib bagi Allah”. Ini berarti tidak dapat dibenarkan ketiadaan sifat qutrot, karena arti wajib adalah sesuatu yang tak dapat dibenarkan ketiadaannya.
Adapun arti wajib dengan sesuatu perbuatan yang dapat dipahala jika dilakukan dan disiksa jika ditinggalkan adalah ma’na wajib lain yang tidak dimaksud dalam ilmu tauhid. Oleh karena itu jangan keliru masalah arti wajib tersebut. Ya. Memang berbeda. Namun jika ada pernyataan :” diwajibkan atas setiap mukallaf mengi’tikadkan adanya qudrot bagi Allah”. Ini artinya i’tikad mukallaf tersebut akan diberi pahala bila ada dalam hatinya dan disiksa jika tiada. Dari sini dapat dibedakan antara pernyataan :” mengi’tikadkan ini wajib - diberi pahala jika ada dan disiksa jika tiada- ” dan “ sifat ini ( limu misalnya ) wajib - tidak dapat dimengerti akal ketiadaannya- bagi Allah. Mudah-mudahan kita dapat membedakan makna tadi dan tidak termasuk muqollid dalam akidah agama, karena legalitas keimanannya diperselisihkan, akhirnya jadi penghuni neraka menurut pendapat tidak cukup taklid alam akidah.
Imam Sanusi berpendapat :” seseorang tidak dikatakan beriman bila berkata :” Saya orang yang teguh dengan akidah 50 ini. Andaikata tubuhku terpotong-potong hingga jadi beberapa potong, aku tidak akan menarik kembali keteguhan ini”. Sebaliknya dia baru dikatakan beriman jika mengenal akidah 50 dengan disertai dalil-dalilnya”.
Mendahulukan mempelajari ilmu tauhid hukumnya fardhu ‘ain- sebagaimana dalam syarh aqoid-, karena ilmu ini sebagai asas/dasar bagi ilmu lainnya. Oleh karena itu tidak sah wudhu atau sholat seseorang kecuali jika mengetahui akidah ini dengan keteguhan. Inipun masih diperdebatkan.
Bila ada pernyataan :” sifat al ‘aju/lemah itu mustahil bagi Allah “. Ini berarti tidak dibenarkan oleh akal keberadaan sifat itu bagi Allah. Begitupun dalam sifat-sifat mustahil lainnya.
Bila ada pernyataan :” Allah memberi rizki kepada si Jaid 1 dinar “. Ini berarti akal dapat membenarkan keberadaannya atau ketiadaannya.
Setelah diketahui definisi Hukum Akal di atas, maka wajiblah sekarang bagi yang sudah baligh dan berakal baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, manusia maupun jin sekalipun mengetahui ( ma’rifat ) akan sifat-sifat yang wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah dan para rosul-Nya dengan disertai dalil-dalilnya.
Adapun sifat-sifat yang wajib bagi Allah ada 20, sifat-sifat yang mustahil bagi Allah ada 20 dan sifat yang jaiz bagi Allah ada 1. Jadi sifat-sifat yang harus dii’tikadkan pada hak Allah ada 41 akidah. Sedangkan sifat-sifat yang wajib pada para rosul ada 4, yang mustahil ada 4 dan yang jaiz ada 1. Jadi sifat-sifat yang harus dii’tikadkan pada para rosul ada 8. Jumlah keseluruhan akidah yang harus kita ketahui adalah 50 ( lima puluh ).
Comments
Post a Comment
Silakan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan