Bab 12. Lamaran dan Nafkah



📚 Terjemah Kitab Ringkasan Tabyinul Ishlah Li Muridin Nikah



1. Melamar Wanita Dalam Iddah
Halal hukumnya bagi seorang lelaki untuk melamar seorang wanita yang tidak dalam status pernikahan, baik wanita itu masih gadis maupun janda, dan wanita yang sedang dalam iddah thalaq. Serta halal juga hukumnya bagi lelaki melontarkan kalimat sindiran untuk melamar wanita yang sedang dalam masa iddah (selain thalaq raj'i), yaitu seperti halnya seorang wanita yang sedang dalam keadaan iddah wafat atau syubhat, atau dari firaq bain yang berasal dari thalaq, atau pun fasakh. Seperti halnya juga dalam pengejawantahannya adalah diperbolehkan seorang wanita menerima akan nikahnya tersebut.

2. Khitbah Seorang Alim Atas Khitbah Jaizah
Dan dihukumi haram atas seorang lelaki yang telah mengetahui (alim) melakukan lamaran terhadap wanita yang telah jelas tidak boleh dilamar.

Yaitu bahwa lelaki tersebut mengetahui atas orang yang telah menjelaskan bahwa orang lain telah mengajukan lamaran terhadap wanita dan sudah diterima oleh wanita itu lebih dulu. Serta tidak terhukum haram jika lelaki itu (yang melamar duluan) sudah membatalkan lamarannya terhadap wanita tersebut. (Manhajut Thalab: II/33).

3. Khitbah Tashrih dan Ta’ridl
Melakukan khitbah tashrih (lamaran secara jelas) terhadap seorang wanita yang sedang dalam iddah thalaq bain, maka haram ijma' (mufakat) serta hukumnya berdosa. Adapun thalaq raj'i, maka tidak halal (haram) hukumnya bagi seorang lelaki melakukan ta’ridl (menyindir – miringi:jawa) dengan ucapan kepada seorang wanita. Seperti halnya terhukum haram melakukan tashrih (secara jelas). Karena sesungguhnya wanita dalam thalaq raj'i dalam hukumnya adalah masih bersuami. (seperti dalam Fathul Wahhab: II/33).

4. Kewajiban Anak Memberi Nafkah Orang Tua
Nafkahnya orang-orang tua merupakan kewajiban yag dibebankan atas anak-anak dan cucu-cucunya. Adapun bagi orang-orang tua, maka kewajiban nafkah yang dibebankan atas anak-anaknya tersebut dengan syarat dua perkara yaitu:

  • 1. Orang-orang tua dalam keadaan fakir, yaitu baik keuangan maupun pekerjaannya sudah tidak lagi mampu untuk mencukupi kebutuhan mereka sendiri.
  • 2. Orang-orang tua dalam keadaan lemah, karena diakibatkan kesehatan yang mulai menurun dan kondisi tubuh semakin memburuk yang merupakan cobaan bagi orang-orang tua.

5. Kewajiban Orang Tua Memberi Nafkah Anak
Adapun anak-anak yang diketahui kurang mampu dalam keuangannya (perekonomiannya), maka wajib atas orang tua memberi nafkah kepadanya dengan syarat tiga perkara ialah:

  • 1. Anak-anaknya dalam keadaan fakir serta belum dewasa. Adapun anak yang sudah kaya dan dewasa, maka bagi orang-orang tua tidak lagi wajib memberi nafkah kepadanya (anak dan cucu).
  • 2. Anak tersebut diketahui dalam keadaan fakir serta lemah dalam tenaganya yang digunakan dalam bekerja untuk mencari rezeki. Adapun anak yang berkecukupan harta (kaya), atau anak yang telahmampu tenaganya untuk mencari rezeki, maka orang-orang tua tidak berkewajiban lagi memberi nafkah kepadanya.
  • 3. Anak tersebut fakir serta hilang akalnya. Adapun anak yang kaya serta berakal, maka bagi orang-orang tua yang kaya tidak lagi wajib memberi nafkah kepadanya (anak tersebut). (Al Iqna: II/186).

6. Memberi Nafkah Budak dan Binatang
Memberi nafkah terhadap budak dan binatang (kerbau, lembu dan semua binatang piaraan) adalah wajib berdasarkan atas kadar kemampuannya. Serta tidak boleh (haram) dalam memaksa terhadap semua binatang piaraan untuk mengerjakan pekerjaannnya yang tidak mampu menurut kebiasaan mereka (budak dan hewan tersebut). Apabila budak dan binatang itu diperintah pada siang hari untuk bekerja, maka pada malam harinya budak dan binatang harus diistirahatkan (tidak bekerja). Atau jika pada malam harinya untuk bekerja, maka pada siang harinya budak dan binatang harus dihentikan (diistirahatkan).

7. Kewajiban Nafkah Kepada Alim dan Muta’allim
Saat di suatu daerah terdapat seorang alim yang mengajarkan kebenaran ilmu agama (syari'at, thariqat, haqiqat) dan orang yang belajar ilmu (mu'allim) dalam suatu negeri tidak memiliki bagian dari lembaga Baitul Maal, maka hukumnya wajib kifayah bagi orang-orang yang berkecukupan (orang kaya) di negeri tersebut untuk memberi nafkah berupa sandang-pangan kepada mereka. Hal ini dikarenakan bahwa nabi Muhammad telah bersabda: “Bahwa nafkah orang alim yang sah dianggap sebagai guru (alim adil) dan muta’allim (pelajar) merupakan kewajiban bagi sulthan (penguasa), dan kewajiban bagi semua pemegang kekuasaan (umara’), dan kewajiban bag Raja-raja, dan juga merupakan kewajiban bagi orang-orang kaya serta kewajiban atas sekalian manusia”.

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam