Bab 5. Takut



📚 Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)



📚 Sudahkah Kita Khusyu' kepada Allah dan Sampai Seberapakah Ketakutan Kita pada Allah? 📚 Durhaka pada Orangtua 📚 Panen Lidah 📚 Menundukkan Pandangan 📚 Makan Uang Haram 📚 Pergaulan Bebas 📚 Rasa Khusyu' pada Allah SWT 📚 Detik Demi Detik Hari Kiamat 📚 Kepanikan Hari Kiamat 📚 Teladan-teladan Orang yang Khusyu' kepada Allah 📚 Bagaimana Cara Menggapai Ketakutan pada Allah?

📚 Sudahkah Kita Khusyu' kepada Allah dan Sampai Seberapakah Ketakutan Kita pada Allah?


Seberapakah derajad ketakutan (khasyyah) kita pada Allah? Takutkah kita kepada Allah atau tidak? Di mana posisi kita di lingkaran ketakutan pada Allah? Marilah kita amati perbuatan-perbuatan kita dan pasti akan kita dapati hal-hal yang sudah sangat parah.

Berikut, beberapa contoh permasalahan yang barangkali bisa kita temukan pada diri kita pribadi, juga beberapa permasalahan lain yang barangkali tidak kita temukan pada diri kita. Tapi, yang pasti, contoh berikut ini ada dan terjadi pada orang lain di tengah-tengah masyarakat kita.

📚 Durhaka Pada Orangtua


Saat mengamati permasalahan seperti durhaka pada orangtua, banyak sekali bapak-bapak dan ibu-ibu yang menangis mengadukan kelakuan anak-anak mereka. Telepon, surat, faks, dan beragam bentuk komunikasi lain pun membanjiri ruang para da'i dan orang-orang yang dianggap saleh. Aduan mereka bernada sama: anak-anak mereka.

Banyak para bapak menangisi anak-anak mereka. Bahkan seorang tokoh yang terpandang pun sampai mengadu dan menangisi apa yang dilakukan anak-anaknya. Demikian juga kaum ibu. Mereka menangis sambil hati mereka tercabik-cabik oleh kelakuan anak gadisnya. Dan di tengah kecamuk ini, coba simak firman Allah SWT, "Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia; Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan." (Qs. Al-Israa` (17): 23-24). Rendahkanlah diri kita pada bapak dan ibu.

Coba kita bersama perhatikan diri dan sekeliling kita. Berapa banyak orang sekarang ini yang mau merendahkan diri karena takut pada Allah SWT? Berapa banyak orang yang menjaga agar jangan sampai ia lihat ibunya meneteskan air karena kesalahannya? Siapa gerangan yang bertakwa pada Allah dalam memperlakukan bapak ibunya lantaran takut kepada Allah? Sebab jikalau ketakutan seseorang hanya kepada Allah SWT, tentu ia tidak mungkin durhaka pada orangtuanya maupun sekedar menyakiti (hati dan fisik) keduanya.

Fenomena kedurhakaan pada orangtua di tengah-tengah lingkungan kita sudah sangat parah. Sampai-sampai ada yang setiap hari langsung masuk rumah dan langsung mengunci kamarnya, padahal kedua orangtuanya ingin sekali duduk bercengkerama bersama mereka meski hanya lima menit saja. Waktu lima menit bersama orangtua pun kini sudah mereka anggap terlalu banyak. Sungguh fenomena yang sangat parah.

📚 Panen Lidah


Mari kita amati lidah kita. Berapa banyak ucapan halal dan ucapan haram yang kita lafalkan dalam sehari? Dalam sehari saja kita sudah melontarkan ribuan kata-kata. Jikalau setiap diri kita mau berinstropeksi diri di malam hari sambil menimbang-nimbang apa yang telah dilakukannya seharian dan mengamati ribuan kata yang dilontarkannya selama sehari, berapa banyak kata yang di timbangan kebajikan dan berapa banyak kata yang di timbangan kejelekan, maka alangkah banyaknya kata yang akan kita dapati di timbangan kejelekan.

Berapa banyak kebohongan yang kita lontarkan selama sehari? Betapa banyak ghibah yang kita gunjingkan selama sehari di telepon, di sekolah, di kantor, dan lain-lain? Betapa seringnya kita mengadu-domba dan memprovokasi sesama? Betapa banyak orang yang jika bertemu temannya langsung menyapanya dengan cacian: apa kabar, nyuk (akronim dari kunyuk, anak kera)? Namun sangat disayangkan, anak-anak muda jaman sekarang justru sering berkelakar bersama teman-temannya dengan kata-kata cacian seperti ini.

Mari kita sejenak berinstropeksi, berapa banyak kata tidak senonoh dan kata-kata haram yang kita dapati telah kita lontarkan selama sehari-semalam? Bukankah manusia tersungkur wajahnya di neraka Jahannam hanya gara-gara ulah lidahnya. Siapa yang takut kepada Allah dalam ucapan lisannya? Siapa yang berpikir dulu sebelum berkata dengan landasan takut pada Allah? Sungguh sangat-sangat jarang.

Apakah ucapan kita lebih banyak ucapan-ucapan yang tidak seyogianya dilontarkan, baik berupa kata-kata yang haram, bohong, ghibah, adu domba, melecehkan kehormatan orang, mentertawakan orang, mengejek orang, mengolok- olok orang, maupun kata-kata yang tidak selayaknya. Semuanya itu adalah kotor, cacian, atau tidak senonoh. Apa ini? Di mana kita? Mana gerangan getar ketakutan pada Allah SWT dalam lidah kita?

📚 Menundukkan Pandangan


Coba, pandanglah kedua mata kita dan lihat ke mana kedua bola mata ini bergerak. Banyak sekali orang yang diseret oleh mata mereka dari satu maksiat ke maksiat yang lain. Ada lagi mereka yang menyakiti hati mereka karena ketagihan melongok situs-situs porno di internet dan menonton tayangan-tayangan tidak senonoh di saluran- saluran televisi yang tidak pantas dilihat.

Hendak dibawa ke mana kita oleh mata-mata liar ini? Mana gerangan rasa takut kita pada Allah sampai bisa-bisanya kita biarkan mata liar kita bebas melihat benda apa saja yang dimauinya? Mana gerangan bias takut kita pada Allah di dalam mata ini? Masalah yang sedang kita angkat ini sudah sangat genting, mengingat kita sudah semakin jauh dari rasa takut kepada Allah dan apa yang kita lakukan tidak menunjukkan rasa takut kepada Allah sama sekali.

Perhatikanlah saudari perempuan kita yang melenggok di jalanan tanpa berusaha menutupi dirinya maupun berupaya menutup rapat tubuhnya beserta keindahan-keindahan tubuhnya. Ia biarkan, bahkan sengaja ia biarkan orang-orang melihat lekuk-lekuk tubuhnya. Perhatikan pula saudari-saudari kita yang memakai jilbab, namun sebagian besar rambutnya tetap terlihat, atau yang memakai jilbab namun bajunya begitu ketat. Di mana rasa takut kita pada Allah dalam berbusana. Ke mana gerangan mereka letakkan firman Allah SWT, "Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka..." (Qs. An-Nuur (24): 31). Begitu pun anak-anak muda yang menjelalatkan pandangannya secara liar, ke mana gerangan mereka taruh firman Allah, "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya..." (Qs. An-Nuur (24): 30).

Ke mana gerangan jatuhnya ayat-ayat dan hadits-hadits yang mewanti-wantinya kita untuk menundukkan pandangan? Ke mana gerangan aktualisasi ayat-ayat ini dalam hidup kita? Mana gerangan aktualisasi sabda Nabi SAW pada Asma`, "Hai Asma`, sesungguhnya jika seorang perempuan telah mengalami menstruasi, maka tidak boleh nampak darinya kecuali ini dan ini (sembari menunjuk wajah dan kedua telapak tangan).”

📚 Makan Uang Haram


Saudara-saudara sekalian, banyak sekali tangan-tangan yang makan makanan yang haram dan perut mereka penuh terisi makanan-makanan haram, padahal hadits sudah jelas-jelas menyatakan: "Setiap daging yang tumbuh dari hal-hal yang haram, maka neraka lebih pantas untuknya." Tapi mengapa banyak sekali manusia yang makan harta haram, melakukan pekerjaan yang haram, bahkan menghalalkan sesuatu yang haram.

Bagaimana kita bisa mengunyah makanan dan menelan masuk ke dalam perut kita? Bagaimana bisa kita memberi makan anak-anak kita dengan uang haram ini? Mana rasa takut kita pada Allah setelah ayat-ayat ini?

📚 Pergaulan Bebas


Lihat problematika pada masyarakat. Berapa banyak wanita yang sudah tidak perawan lagi sebelum menikah? Mereka telah terbiasa berciuman dengan lawan jenisnya. Mereka juga sudah tidak sungkan-sungkan lagi berbicara jorok di telepon. Pria-wanita berpacaran dan berhubungan laiknya suami-istri.

Apa ini? Mana gerangan ketakutan pada Allah? Bukankah Allah SWT telah mengancam, "Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya." (Qs. Aali 'Imraan (3): 30). Apakah setelah mendengar ayat ini kita menjadi takut pada Allah? Adakah pengaruh ayat ini di hati kita? Umumnya ayat-ayat peringatan ini sudah tidak berpengaruh dan sudah tidak mempan lagi. Rasa malu sudah hilang. Tekad sudah lemah. Keinginan pun rapuh.

Tekad orang zaman sekarang sudah sebegitu rapuh. Sampai-sampai banyak sekali orang yang mengatakan bahwa begitu keluar dari pengajian-pengajian agama, maka belum lagi genap sehari pun mereka sudah kembali lagi ke kelakuan semula, bahkan lebih parah lagi.

Ke mana hilangnya kekuatan tekad yang menjadi modal perbaikan diri? Ke mana hilangnya tekad para kaum saleh dan tabi'in? Ke mana hilangnya tekad anak-anak muda? Ke mana hilangnya kesungguhan tekad laki-laki sejati? Di mana kekuatan Allah dalam firman "Hai Yahya, ambillah Al-Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak." (Qs. Maryam (19): 12).

Shalat-shalat sudah ditelantarkan. Ibadah-ibadah ditinggalkan. Sunnah-sunnah pun tercecer dan terbengkelai tak terurus. Qiyamullail tak lagi menemukan orang yang mau melaksanakannya, hingga orang-orang yang taat beragama sekalipun. Di mana gerangan ketakutan pada Allah di dalam hati mereka? Kapan terakhir kali air mata kita meleleh oleh rasa takut yang mendalam pada Allah?

Kapan terakhir kali kita merasa dekat sangat dekat dengan Allah dan kita berjalan menuju dekapan-Nya? Kapan? Berapa kali kita merasakan ini dalam sebulan?

Mushhaf-mushhaf dijadikan pajangan di rumah dan dibiarkan berdebu karena jarang dibaca. Apakah kita masih tidak tersentuh juga dengan situasi ini? Masjid-masjid dibiarkan kosong melompong dari shalat Shubuh hingga shalat Isya'. Ke mana gerangan anak-anak muda yang rajin shalat di masjid? Jika kita pergi dan shalat Shubuh di masjid, kita hanya akan menemukan segelintir orang yang shalat di masjid. Ke mana raibnya vitalitas anak-anak muda dan kekuatan laki-laki sejati dalam melaksanakan shalat Shubuh?

Semua ini adalah penyakit-penyakit umat yang sudah sangat parah dan akut. Demi Allah, semua ini berada dalam satu bandul timbangan. Dan, yang lebih parah lagi adalah manusia zaman sekarang sudah melalaikan Allah.

Mereka lebih parah daripada masalah yang telah disebutkan di muka. Seluruh perhatian mereka tertumpah pada trend mode terkini. Apa lagu yang terfavorit dan siapa penyanyinya, siapa yang memenangkan Piala Oscar, siapa aktor dan aktris terbaik tahun ini, siapa pemain sepakbola yang paling favorit, siapa?

Semua isu ini sudah menyibukkan seluruh pikiran kita. Kalau pun isu ini tidak sampai menjadi fokus pikiran kita, kita tetap tidak memikirkan Allah sama sekali. Kita hanya memikirkan bagaimana anak-anak saya, bagaimana makanan mereka, bagaimana pakaian mereka, dan lain-lainnya. Kita hapuskan sama sekali Allah dari kehidupan kita.

Di mana gerangan Allah dalam kehidupan kita? Apakah rasa takut pada Allah memenuhi hati kita? Coba kita simak ayat-ayat dalam Alquran yang jika didengarkan baik-baik pasti akan membuat hati kita teriris-iris. Firman Allah SWT, "Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi." (Qs. Al-Baqarah (2): 74). Apakah kita merasakan celaan Alquran yang mengguncang lubuk hati kita. "Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah." (Qs. Al-Baqarah (2): 74).

Di sini Allah memberitahukan pada kita bahwa batu masih lebih baik daripada kita. Batu masih memiliki malu, sementara hati kita sudah berkarat dan tak mempan lagi oleh apapun. Batu bisa berguguran karena takut pada Allah sementara hati kita tidak bergetar dan bergoyang sedikitpun oleh rasa takut pada Allah. Baru ketika Dia timpakan musibah pada kita, hati kita mulai menggigil. Namun apapun, batu lebih baik dari hati yang tidak takut sedikitpun pada Allah sepanjang umurnya.

Allah SWT berfirman, "Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang membatu hatinya untuk mengingat Allah." (Qs. Az-Zumar (39): 22).

Allah SWT berfirman lagi, "Kalau sekiranya kami menurunkan Alquran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir." (Qs. Al-Hasyr (59): 21).

Mana gerangan rasa takut kepada Allah di dalam hati kita? Demi Allah, ribuan ceramah dan pengajian agama tidak akan mampu memperbaiki kita. Jikalau setiap kita dengarkan satu kajian bahkan seribu nasihat sekalipun, ia tetap tidak akan bermanfaat apa-apa selama hati kita tidak ingin khusyu' dan takut pada Allah. Dan ini sudah diisyaratkan Alquran. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhan-nya (sekalipun) mereka tidak melihatNya dan mereka mendirikan shalat." (Qs. Faathir (35): 18). Orang yang bisa diperingati dan tersentuh dengan peringatan hanyalah orang-orang yang takut kepada Tuhan mereka, sekalipun mereka tidak melihat-Nya.

Allah SWT berfirman lagi, "Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan takut kepada Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihat-Nya." (Qs. Yaasiin (36): 11).

Firman lain, "Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfa'at; orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran; orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya; (Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka); Kemudian dia tidak mati dialamnya dan tidak (pula) hidup." (Qs. Al-A'laa (87): 9-13).

📚 Rasa Khusyu' Pada Allah SWT


Barangkali ada orang yang bertanya, pembahasan ini sejatinya berjudul "khasyyah" ataukah "khauf"? Mengapa tidak memakai label "khauf" saja, toh keduanya bermakna sama: takut?

Sejatinya, ada perbedaan antara takut kepada Allah (khauf) dengan khusyu' pada Allah. Takut pada Allah adalah perasaan yang melahirkan rasa cemas, ingin lari, gundah, dan gelisah, meski ia kadang bermanfaat juga dalam beberapa situasi. Sementara khusyu' bermakna takut yang dibungkus dengan cinta pada Allah, takut yang disampuli dengan pengagungan pada Allah, dan takut yang dibalut dengan penghormatan atas kebesaran Allah.

Takut tanpa khusyu' bisa jadi malah akan menyeret kita untuk lari dan gelisah, misalnya jangan takut-takuti kami dengan ucapanmu. Sedangkan khusyu' justru membawa kita untuk menghadap Allah. Kita memang takut pada Allah, namun bukan ketakutan orang yang takut, melainkan ketakutan orang mengagungkan Allah, ketakutan orang yang mengetahui takdir Allah dan maqam-Nya, ketakutan orang yang meyakini kekuasaan Allah dan penguasaanNya atas makhluk-Nya, dan ketakutan orang yang betul- betul sadar bahwa Allah Maha Perkasa dan Maha Pengasih. Sehingga jika yang kita takuti adalah Yang Maha Agung, Yang Maha Memiliki, Yang Maha Pengasih, dan Yang Maha Penyayang, maka kita bukannya lari menjauh, tapi kita malah akan terdorong untuk mendekati-Nya. Jadi, ketakutan mengajak kita untuk mencintai Allah. Sekarang sudah tahukah kita perbedaan keduanya? Sungguh perbedaan yang sangat besar.

Allah SWT berfirman, "Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertaqwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka); Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) pada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya); (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat." (Qs. Qaaf (50): 31-33).

Takutlah kepada-Nya karena mengagungkan-Nya. Tidak seharusnya orang-orang takut dan cemas setelah membaca statemen ini. Takut mati, takut kubur, dan takut pada ini dan itu. Ini adalah ketakutan yang salah arah dan bukan ketakutan yang diinginkan. Seharusnya kita termotivasi untuk takut kepada Allah karena rasa cinta kita yang meledak-ledak kepada Allah, sehingga saking lengketnya kita dengan Allah SWT, kita pun tidak mampu lagi berbuat dosa.

Ada terapi Quranik dan terapi Profetik yang selalu mengaitkan rasa takut (khusyu') dengan hari kiamat. Ini adalah sesuatu yang lumrah. Karena itu, pemaparan kejadian-kejadian di hari kiamat dapat membantu kita membayangkan hari yang akan kita hadapi.

Sekarang, bayangkan diri kita sedang menghadapi kiamat, padang mahsyar yang maha luas, semua urusan serba sulit, keringat membanjir, kerumunan menyemut, kepadatan menjubel, nafas terputus-putus, dan terik matahari begitu dekat. Masihkah dengan semua bayangan ngeri ini kita belum juga takut kepada Allah? Bersamaan dengan peringatan akan hari kiamat ini, kita juga harus tetap ingat akan rahmat Allah yang maha luas, agar kita kelak takut kepada Allah sambil menyayangi-Nya dan mengaitkan ketakutan dengan kasih sayang sebagaimana firman "orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah".

📚 Detik Demi Detik Hari Kiamat


Mari kita rasakan pemandangan hari kiamat detik demi detik, atau mari kita bayangkan beberapa situasinya yang mencekam, agar rasa takut kita yang telah mati bisa menggeliat dan hidup lagi dalam hati kita. Sebab ketika mencari hal yang paling bisa menggerakkan ketakutan dalam hati, tidak ada hal lain yang lebih manjur dibanding mengingat dan membayangkan hari kiamat.

Allah SWT berfirman, "Hai manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat); (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah segala kandungan wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal mereka sebenarnya tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat keras." (Qs. Al-Hajj (22): 1-2).

Sudahkan kita rasakan getaran ketakutan menyelinap ke dalam hati kita ketika mendengar ayat ini dan segera bertaubat, ataukah kita masih tetap tak bergeming dengan kemaksiatan kita?

Akan saya bacakan lagi firman Allah SWT, "Ini adalah hari, yang mereka tidak dapat berbicara (pada hari itu); dan tidak diizinkan kepada mereka minta uzur sehingga mereka (dapat) minta uzur." (Qs. Al-Mursalaat (77): 35-36). Di hari kiamat dan di akhirat kita sudah tidak bisa lagi minta uzur, sebab waktu minta uzur sudah habis dan berakhir. Jika dulu di dunia kita masih bisa meminta maaf dan bertaubat kapan saja ia mau, maka di akhirat "Ini adalah hari, yang mereka tidak dapat berbicara (pada hari itu); dan tidak diizinkan kepada mereka minta uzur sehingga mereka (dapat) minta uzur." (Qs. Al-Mursalaat (77): 35-36).

Renungkan firman Allah SWT, /Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya." (Qs. Aali 'Imraan (3): 30).

Allah SWT berfirman lagi, "Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar; Itulah hari yang pasti terjadi." (Qs. An-Naba` (78): 38-39). Lihat ketakutan Malaikat yang tak mampu lagi berbicara apa-apa pada hari kiamat. Jikalau para Malaikat yang tidak pernah bermaksiat dengan Allah saja sampai ketakutan sedemikian rupa dalam menghadapi hari kiamat hingga mereka berbaris rapi tanpa mampu berucap apapun, lalu bagaimana dengan kita yang di seluruh waktunya akrab dengan segala kemaksiatan? Apa gerangan yang kita lakukan ketika itu?

Allah SWT berfirman, "Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya; dari ibu dan bapaknya." (Qs. 'Abasa (80): 34-35).

Firman Allah SWT lainnya, "Maka apabila malapetaka yang sangat besar (hari kiamat) telah datang; Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya." (Qs. An-Naazi'aat (79): 34-35)

Ingatkah kita kebohongan-kebohongan kita? Ingatkah kita ghibah-ghibah kita? Semua dosa yang pernah kita lakukan dan selama ini kita tutup-tutupi akan dibongkar dan dipertanyakan, dan kita hanya bisa berdiri terpaku sambil menjawab, "Ya!". Mahabenar Allah yang menyatakan: "Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya." (Qs. An-Naazi'aat (79): 35).

Allah berfirman pula, "(Yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur), tiada suatupun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (Lalu Allah berfirman): ’Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini.’ Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan." (Qs. Al-Mu`min (40): 16).

Firman lain, "Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): ’Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu’; Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga); mereka kekal di dalamnya.” (Qs. Aali 'Imraan (3): 106-107).

Tetapkah kita tidak mempedulikan hari yang mengerikan ini? Apakah kita lupa bahwa pada hari itu kita akan berdiri memberi kesaksian yang sejujur-jujurnya? Apakah kita siap menghadapi situasi tersebut? Mana rasa takut kita pada Allah? Apakah hati kita masih tetap tidak mampu tergerak oleh rasa takut pada Allah dengan meninggalkan segala kemaksiatan demi menyongsong hari yang mengerikan tersebut?

Nabi SAW bersabda, "Bagaimana (jadinya) kalian jika Allah kumpulkan kalian sebagaimana Dia kumpulkan anak panah di dalam warangka panah selama lima puluh ribu tahun, kemudian Allah tidak memperhatikan kalian?"

Pemberhentian hari kiamat berlangsung selama lima puluh ribu tahun. Dan selama itu kita tidak makan dan minum. Lalu apa yang bisa kita lakukan? Bagaimana jadinya kalian? Bagaimana kondisi kalian? Bagaimana perasaan kalian? Apa coba yang akan kita perbuat?

Apa yang akan terjadi pada kita sekalian jika Tuhan mengumpulkan kita selama lima puluh ribu tahun tanpa makanan yang bisa dimakan, tanpa minuman yang bisa diminum, lalu kita pun telanjang bulat, tak beralas kaki, dan tak berkhitan, kembali seperti bayi.

Nabi SAW bersabda, "Kalian akan dikumpulkan (di Padang Mahsyar) dalam keadaan telanjang bulat, tanpa alas kaki, dan tanpa dikhitan." A`isyah langsung berseru, "Wahai Rasulullah, kalau begitu laki-laki dan perempuan bisa melihat satu sama lain? Beliau menukas, "Situasi kala itu sangat gawat hingga mereka tidak sempat lagi memperhatikan hal tersebut." Tidak ada seorangpun yang memperhatikan orang lain. Mereka hanya berpikir nafsi-nafsi (sendiri-sendiri). Semua dicekam ketakutan yang hebat. Semua dirundung cemas dan gelisah. Tidakkah kita takut sedikitpun akan kengerian hari kiamat ini?

Nabi SAW bersabda, "Kelak di hari kiamat manusia dikumpulkan dalam tiga kelompok: kelompok pejalan kaki, kelompok berkendaraan, dan kelompok yang berjalan terbalik dengan wajah mereka." Para sahabat pun bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana mereka berjalan dengan wajah mereka?" Beliau menjawab, "Tuhan yang menjalankan mereka dengan kaki mereka tentu Maha Kuasa untuk menjalankan mereka dengan wajah mereka. Bukankah mereka menakutkan wajah mereka mengalami lecet dan tertusuk duri."

Tidakkah kita baca firman Allah SWT, "Orang-orang yang dihimpunkan ke neraka Jahannam dengan diseret di atas mukanya, mereka itulah orang-orang yang paling buruk tempatnya dan paling sesat jalannya." (Qs. Al-Furqaan (25): 34). Tidakkah kita baca juga firman Allah SWT, "Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu dan pekak." (Qs. Al-Israa` (17): 97).

Barangkali sekarang kita baru merasa takut, tapi tujuan semua ini bukanlah untuk menakut-nakuti, hingga kita ketakutan dan mengatakan pada diri kita: Oh, saya akan lari, saya tidak mau, saya takut. Akan tetapi tujuannya adalah: Sekaranglah waktu yang tepat bagi kita untuk segera menghadap Allah Junjungan Kita?

Apakah kita tetap ingin khusyu' dan takut pada Allah? Dengarkan baik-baik. Jika memang kita seorang mukmin, kita tentu akan takut kepada Allah dalam menjalani kehidupan di dunia. Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya hari kiamat akan melewati seorang mukmin sependek (shalat) dua rakaat pendek yang ia jalankan."

Perhatikan aspek rahmat yang begitu besar setelah umbar segala ketakutan ini. Sudahkah kita takut kepada Allah? Takutlah kepada Allah karena Dia Maha Penyayang. Takutlah kepada-Nya karena hari kiamat akan dilalukanNya pada seorang mukmin seperti dua rakaat pendek.

Pada hari itu, Allah menghibur kaum mukminin, "Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekhawatiran terhadapmu pada hari ini dan tidak pula kamu bersedih hati." (Qs. Az-Zukhruf (43): 68). Sudahkah kita takut dan sayang kepada Allah?

Mari kita melihat ke situasi mencekam kiamat lainnya, ketika matahari didekatkan ke kepala manusia. Nabi SAW bersabda dalam sebuah hadits shahih, "Kelak di hari kiamat matahari akan didekatkan kepada makhluk sampai antara ia dan mereka hanya berjarak sekitar satu mil." Bayangkan, jika menghadapi matahari sekarang ini yang berjarak juta mil dari bumi saja kita sudah mengeluh kepanasan, bagaimana keadaan kita jika antara kita dan matahari hanya berbatas jarak satu mil saja? Sudahkah kita takut kepada Allah?

Apa untungnya satu kebohongan yang keluar dari mulut kita, apa untungnya satu pandangan haram dari mata, apa untungnya pacaran, apa untungnya membiarkan satu bagian tubuh tanpa terhijabi, apa untungnya uang haram yang kita makan, apa untungnya durhaka pada orangtua, apa untungnya menyia-nyiakan perbuatan baik jika kita kelak harus menanggung balasan semua itu dengan berdiri kepanasan tersengat matahari yang berjarak begitu dekat dengan kita? Sudahkah kita takut kepada Allah?

Jangan lupa, bahwa hari itu benar-benar nyata dan pasti terjadi? Allah SWT berfirman, "Itulah hari yang pasti terjadi." (Qs. An-Naba` (78): 39).

Ketika matahari didekatkan ke kepala, Nabi SAW lebih lanjut menjelaskan: "Manusia (ketika itu) berkeringat sesuai dengan kadar amalan mereka. Ada yang genangan banjir keringatnya hanya mencapai mata kakinya. Ada yang genangan banjir keringatnya mencapai lututnya. Ada yang genangan banjir keringatnya mencapai pusarnya. Ada yang genangan banjir keringatnya mencapai tulang selangkanya. Ada pula yang berenang di genangan banjir keringatnya. Dan ada yang mulutnya dikekang sekuat-kuatnya oleh genangan bajir keringatnya."

Lihat pilihan kata Rasulullah untuk mengungkapkan genangan banjir keringat yang mencapai mulut. Beliau mengiaskan situasi demikian dengan kuda yang dikekang sekuat-kuatnya. Bayangkan jika selama lima puluh ribu tahun penantian kita harus mencium bau tak sedap keringat kita dan karena takut meminum genangan banjir keringat yang sudah mencapai mulut tersebut kita pun takut membuka mulut kita, sehingga kita praktis terkekang oleh keringat laiknya kuda yang terkekang mulutnya. Apakah kita kuat menanggung situasi seperti ini? Sudahkah kita takut kepada Allah? Sudahkah kita sadar dari kelalaian kita?

Sebaliknya, lihatlah kondisi sebaliknya yang dialami oleh orang mukmin yang selama di dunianya takut kepada Allah. Nabi SAW bersabda, "Ada tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah di dalam payung lindungan-Nya pada hari yang sudah tidak lagi payung perlindungan lain kecuali hanya payung lindungan-Nya:..."

Bagi seorang mukmin, penantian panjang lima puluh ribu tahun di mana matahari didekatkan pada manusia sejarak satu mil ini hanya dilaluinya seperti ia melakukan shalat dua rakaat pendek. Itupun masih ditambah jika ia memenuhi kriteria tujuh orang di atas. Ia akan berdiri di bawah naungan, bukan sekedar naungan pohon yang masih bisa tembus panas, akan tetapi naungan Allah yang berbeda dengan segala jenis naungan.

Siapa gerangan ketujuh orang tersebut? Apakah mereka suatu mukjizat yang tidak bisa kita capai? Demi Allah, jika kita memilih salah satu sosok di antara ketujuh sosok di atas, tentu kita akan bisa mewujudkannya dengan mudah. Mereka adalah:

"...(1) Penguasa yang adil, (2) anak muda yang tumbuh dalam ketaatan pada Allah, (3) laki-laki yang hatinya berkait dengan masjid, (4) dua orang yang saling mencinta karena Allah, lalu berkumpul dan berpisah karena-Nya, (5) laki-laki yang ketika dirayu oleh wanita berpangkat dan cantik ia malah menjawab: saya takut kepada Allah, (6) laki-laki yang bershadaqah sembari menutup-nutupinya sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang telah didermakan tangan kanannya, dan (7) laki-laki yang mengingat Allah dalam kesendirian lalu banjirlah kedua matanya."

Kesendiran di sini tidak selalu berarti sendiri, namun kita juga bisa menyendiri bersama Allah di tengah ribuan bahkan jutaan manusia.

Dari pemaparan di atas, bungkuslah selalu ketakutan kita ini dengan cinta dan pengagungan kepada Allah. Camkanlah apa gerangan yang bakal Allah berikan pada kita pada hari kiamat jika kita menakuti-Nya di dunia. Kita belum lagi menghadapi hisab. Namun kita sudah telanjang tanpa busana dan alas kaki sembari berdiri, berjalan, naik kendaraan, atau berjalan terbalik dengan wajah kita, dengan sengatan terik matahari yang didekatkan hingga berjarak satu mil saja dengan kita, sehingga kita pun harus berenang dalam genangan banjir keringat kita sendiri selama lima puluh ribu tahun. Dan selama itu pula kita tidak makan dan tidak minum.

Bayangkan kehausan yang menyengat kita. Bayangkan jika kita harus menanggung rasa haus selama lima puluh ribu tahun. Bayangkan ketika kita harus berdiri di bawah sengatan matahari yang amat sangat terik selama lima puluh ribu tahun tanpa ada seorangpun yang menanyai kita dan mau berbincang dengan kita, bahkan tidak ada pula setetes air sekalipun. Karena itulah, ketika meminum air zamzam, Imam Asy-Syafi'i mengatakan: "Saya minum zamzam untuk kehausan hari kiamat."

Mana gerangan rasa takut kita pada Allah tatkala kita makan makanan yang haram dan kita minum minuman yang haram? Mana gerangan silaturrahim yang kita putusan? Di mana gerangan mereka ketika kita harus berdiri kepanasan, kehausan, dan kelaparan di hari kiamat? Kita telah menghilangkannya sewaktu dunia, sehingga tidak ada lagi yang bisa menyelamatkan kita di hari kehausan tersebut.

Seandainya saja kita takut kepada Allah selama di dunia, maka Nabi SAW akan mendatangi kita dan beliaulah ketika itu yang akan mencari kita, bukan kita yang mencari beliau. Beliau akan mencari-cari kita sembari berseru, "Mana si Fulan dari umatku, kemarilah, silakan minum air dari telagaku ini." Jika kita sudah meminum air dari tangan suci beliau, maka kita tidak akan pernah kehausan lagi selamanya.

Siapa bilang kita semua akan berdiri kepanasan di hari kiamat? Siapa bilang kita semua akan kehausan? Di awal hari kiamat, ada orang-orang yang akan dihampiri dan didekap Nabi SAW, "Kemarilah, hai Fulan. Kaulah yang telah menghidupkan sunnahku meski kau tidak mengenalku. Kemarilah hai Fulan, kau khusyu' dan takut pada Allah. Hatimu penuh dengan ketakutan pada Allah sehingga kau tinggalkan ucapan yang haram, pandangan yang haram, dan pakaian yang haram. Kemarilah, minumlah dari tangan suciku satu tegukan, niscaya kau tidak akan pernah lagi merasa kehausan selamanya."

Perhatikan, semua hal yang mengerikan di hari kiamat selalu diimbangi rahmat di dalamnya. Sekarang, sudahkah kita ketahui makna "Orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya).” Sudahkah kita lihat rahmat Tuhan Yang Maha Pemurah?

📚 Kepanikan Hari Kiamat


Bayangkan kepanikan manusia saat mereka meminta dimulainya sidang hisab. Mereka berseru, mana Tuhan kami, laksanakanlah hisab sekarang. Namun tak ada seorangpun yang menggubris. Mereka lantas berseru, mana para Malaikat? Namun tak ada pula seorangpun yang menggubris.

Bayangkan kepanikan orang-orang yang berteriak-teriak, mana Tuhan kami, laksanakanlah hisab sekarang! Mana Malaikat! Mana! Siapa yang akan menanyai kami? Mana Tuhan kami, lihatlah kami meski hanya satu tatapan saja, sungguh tatapan Allah pada kami adalah rahmat.

Nabi SAW bersabda, "Ada tiga orang yang tidak akan dilihat oleh Allah SWT pada hari kiamat: Orang yang durhaka pada kedua orangtuanya, wanita yang berpenampilan pria [waria], dan dayyuuts." Dayyuts adalah orang yang melihat anggota keluarganya berbuat kemungkaran, kekejian, dan keharaman, namun ia tidak berusaha melarang mereka.

Bayangkan jika seluruh umat manusia berjalan menuju para nabi satu per satu. Bayangkan ketika seluruh umat manusia berbondong-bondong menuju Nabi Adam as dan berseru, sebagaimana yang dilansir dalam sebuah hadits, "Wahai Adam, berilah kami syafaat pada Tuhan-mu agar Dia berkenan memulai proses hisab." Namun Nabi Adam malah menjawab, "Diriku, diriku..."

Ingat, jikalau kita benar-benar seorang mukmin, maka hari yang mengerikan itu hanya akan berlangsung sependek dua rakaat pendek shalat yang kita lakukan. Namun jika kita tukang maksiat dan tidak takut kepada Allah, hati kita pun tidak merasa takut sama sekali pada Allah dan melalaikan Allah selama di dunia, maka kita akan merasakan segala penderitaan ini.

Nabi Adam malah menjawab, "Diriku, diriku, (diriku sendiripun tidak bisa aku syafaati). Hari ini Tuhanku marah besar dan belum pernah aku lihat Dia semarah sekarang ini. Aku tidak memilikinya (syafaat), karena aku dulu telah memakan buah pohon (yang terlarang). Pergilah kalian pada Nuh.

Manusia pun berbondong-bondong menuju Nabi Nuh dan berkata, "Hai Nuh, berilah kami syafaat pada Tuhan-mu agar Dia berkenan memulai proses hisab." Nabi Nuh menjawab, " Diriku, diriku, (diriku sendiripun tidak bisa aku syafaati). Hari ini Tuhanku marah besar dan belum pernah aku lihat Dia semarah sekarang ini. Pergilah kalian pada Ibrahim."

Manusia lantas berbondong-bondong menghadap Nabi Ibrahim. Mereka mengatakan, "Wahai Ibrahim, wahai kekasih Sang Maha Pengasih, berilah kami syafaat pada Tuhan-mu agar Dia berkenan memulai proses hisab." Ia menjawab, "Diriku, diriku, (diriku sendiripun tidak bisa aku syafaati). Hari ini Tuhanku marah besar dan belum pernah aku lihat Dia semarah sekarang ini, karena aku telah berbohong sebanyak tiga kali..."

Apa gerangan kebohongan-kebohongan ini? Kebohongan pertama adalah ketika Ibrahim mengatakan, "Sebenarnya patung yang besar itu yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara." (Qs. Al-Anbiyaa` (21): 63), kedua ketika ia mengatakan, "Sesungguhnya aku sakit." (Qs. Ash-Shaaffaat (37): 89). Dan ketiga ketika ia mengatakan Sarah, istrinya sebagai adik perempuannya. Meski semua kebohongan ini dilakukannya untuk memberikan petunjuk pada orang-orang kafir, pada hari kiamat ini ia tetap saja merasa khawatir dan takut akibat ketiga kebohongan tersebut. Jika Ibrahim saja ketakutan sedemikian hanya karena kebohongan yang dilakukannya demi kebaikan, lalu bagaimana dengan orang yang setiap hari berbohong ribuan kali dan bukan sekedar tiga kebohongan yang dinyatakannya sebagai kebohongan putih.

Kembali ke hadits, setelah berkata demikian, Nabi Ibrahim menyarankan pada umat manusia untuk menghadap Nabi Musa. (Manusia pun berbondong-bondong menghadap Nabi Musa. Mereka berkata, "Wahai Musa, berilah kami syafaat pada Tuhan-mu agar Dia berkenan memulai proses hisab." Ia menjawab, " Diriku, diriku, (diriku sendiripun tidak bisa aku syafaati). Hari ini Tuhanku marah besar dan belum pernah aku lihat Dia semarah sekarang ini, karena aku telah membunuh satu jiwa. Pergilah kalian pada Isa.

Manusia pun berbondong-bondong menghadap Nabi Isa. Mereka berkata, "Hai Isa, berilah kami syafaat pada Tuhan-mu agar Dia berkenan memulai proses hisab." Ia menjawab, " Diriku, diriku, (diriku sendiripun tidak bisa aku syafaati). Hari ini Tuhanku marah besar dan belum pernah aku lihat Dia semarah sekarang ini. Hanya saja Dia tidak menyebutkan apa gerangan dosa(ku).Pergilah kalian pada Muhammad!"

Umat manusia pun berbondong-bondong menemui Nabi Muhammad SAW dan berkata, "Wahai Muhammad, wahai Rasulullah, berilah kami syafaat pada Tuhan-mu agar Dia berkenan memulai proses hisab." Beliau menjawab, "Aku memiliki syafaat, aku memiliki syafaat." Beliau lantas pergi ke bawah 'Arsy dan berseru kepada Allah dengan nama dan sifat-sifat-Nya sembari memuji Allah dengan puji-pujian yang belum pernah dipujikan oleh seorang manusia pun sebelumnya. Maka Allah SWT pun bertitah, "Hai Muhammad, angkat tanganmu dan mintalah niscaya kau diberi, mintalah syafaat niscaya kau disyafaati!" Beliau pun meminta syafaat agar Allah SWT berkenan memulai proses hisab."

Nabi SAW bercerita: Kemudian aku memberi syafaat, namun Allah memberiku batasan (jumlah orang yang bisa aku syafaati). Aku masukkan mereka ke surga, setelah itu aku kembali lagi menghadap Allah. Sekonyong-konyong aku lihat Tuhan (bersikap kukuh) seperti semula. Maka, aku berikan syafaat lagi, namun Allah lagi-lagi memberiku batasan. Segera aku masukkan mereka ke surga, setelah itu aku kembali untuk yang keempat kalinya. Aku bilang: Tidak ada yang tersisa lagi di neraka kecuali orang-orang yang ditahan oleh Alquran dan memang wajib kekal di dalamnya." Sudah kita lihatkah bagaimana bias rahmat di dalam azab siksaan. Takutilah Allah di dunia dan keluarlah dari dunia dalam keadaan bersih suci.

Bayangkan diri kita ketika Allah berkenan memulai proses hisab. Allah memulai proses hisab dengan sesuatu yang dahsyat, namun sayang hal ini banyak dilalaikan oleh orang-orang. Proses hisab dimulai dengan dihadirkannya neraka Jahannam di depan mata mereka. Ia diletakkan tepat di depan mata mereka. Allah SWT berfirman, "Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu teringatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya." (Qs. Al-Fajr (89): 23).

Rasulullah pun bersabda, "Pada hari kiamat diperlihatkanlah neraka Jahannam yang memiliki tujuh puluh ribu tali dan masing-masing tali dipegang oleh tujuh ribu Malaikat yang menyeretnya." Ini berarti bahwa jumlah Malaikat yang menyeret Jahannam sebanyak 1,9 miliar Malaikat dan mereka memesan neraka Jahannam ini untuk manusia.

Allah SWT menggambarkan pemandangan neraka Jahannam yang muncul dari kejauhan sebagai berikut, "Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya." (Qs. Al-Furqaan (25): 12). Pernah kita lihat kegeraman yang bersuara. Namun, di hari itu karena saking marahnya kegeraman neraka Jahannam pun sampai kedengaran dari kejauhan. Hari apakah ini? Dengan segala pemaparan ini, apakah kita sudah bersiap takut kepada Allah ataukah masih bergeming dengan kelalaian kita?

Allah SWT berfirman, "Dan kamu akan melihat orang- orang yang zalim ketika mereka melihat azab berkata: "Adakah kiranya jalan untuk kembali (ke dunia)"; Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena (merasa) terhina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata: "Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan (kehilangan) keluarga mereka pada hari kiamat.Ingatlah, sesungguhnya orang-orang yang zalim itu berada dalam azab yang kekal." (Qs. Asy-Syuuraa (42): 44-45). Dan sekedar diperlihatkan neraka Jahannam saja seluruh umat manusia langsung jatuh berlutut. Allah SWT berfirman, "Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut." (Qs. Al-Jaatsiyah (45): 28). Sementara para nabi masih tetap berdiri sambil merapalkan satu kalimat, "Ya Tuhan, selamatkanlah! Ya, Tuhan, selamatkanlah!"

Hendak bagaimanakah kita ketika itu? Dimanakah kita? Apa yang akan kita lakukan ketika itu? Allah SWT berfirman, "Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka; mereka tidak mendengar sedikitpun suara api neraka, dan mereka kekal dalam menikmati apa yang diingini oleh mereka; Mereka tidak disusahkan oleh kedahsyatan yang besar (pada hari kiamat), dan mereka disambut oleh para malaikat. (Malaikat berkata): ’Inilah harimu yang telah dijanjikan kepadamu’." (Qs. Al-Anbiyaa` (21): 101-103).

Apakah ayat ini menambah motivasi kita untuk khusyu' kepada Allah ataukah justru bertambah takut dan menjauhiNya?

Selanjutnya, bayangkanlah hisab telah dimulai. Proses hisab dibuka dengan pemandangan yang sangat dahsyat dan agung, yakni kedatangan Allah SWT. Bayangkan ketika Allah SWT berfirman, "Dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris." (Qs. Al-Fajr (89): 22). Bayangkan atmofser kewibawaan situasi ini? Keagungan kedatangan Allah SWT.

Setelah itu bayangkan giliran hisab jatuh pada kita. Tahukah kita makna giliran hisab jatuh pada kita? Pernah kita bayangkan akan bagaimanakah jadinya perasaan kita ketika nama kita dipanggil? Dan tahukah kita bagaimana nama kita dipanggil? Disebutkan dalam sebuah khabar, seorang juru panggil berseru, "Fulan bin Fulan, ayo ke (ruang) hisab!" Dan karena saking takutnya setiap orang yang dipanggil pun sampai tidak bisa bergerak.

Coba, mana gerangan ketakutan pada Allah dalam hati kita? Apa yang telah kita siapkah untuk menghadapi sidang perhitungan amal ini? Apakah yang akan kita lakukan ketika harus berdiri di hadapan Allah pada situasi semacam ini? Bagaimana dengan segala kemaksiatan yang menyeret kita? Bagaimana dengan shalat fajar yang kita sia-siakan? Bagaimana dengan amalan-amalan yang tidak kita tunaikan? Bagaimana dengan silaturrahim yang kita kesampingkan? Bagaimana dengan kedurhakaan pada orangtua yang kita perbuat? Bagaimana dengan cinta palsu yang kita cari di luar pernikahan resmi? Apa yang telah kita lakukan, wahai saudara-saudara sekalian? Ke manakah kita akan pergi dan ke arah mana?

Sekali lagi juru panggil akan berseru, "Fulan bin Fulan. Ayo menghadap Al Jabbar Yang Maha Perkasa!" Karena saking ngerinya, wajah kita dan wajah semua orang yang dipanggil pun akan langsung pucat pasi, tak mampu bergerak. Dan dari ekspresi kesangat-takutan inilah Malaikat bisa mengenali orang yang dipanggil itu di tengah miliaran manusia yang ikut merasa ketakutan itu. Mereka pun lantas menyeret orang yang dipanggil itu ke hadapan Allah SWT.

Nabi SAW bersabda, "Tidak ada seorang pun di antara kalian kecuali akan diinterogasi oleh Tuhannya tanpa ada penerjemah antara Dia dan ia. Ia pun melihat samping kanannya dan tidak ia lihat kecuali apa yang telah dikerjakannya (di dunia). Lantas ia tengok samping kirinya dan tidak ia lihat kecuali apa yang telah diperbuatnya (di dunia). Ia lalu melihat ke depannya dan tidak ia lihat kecuali neraka tepat di hadapan wajahnya. Bertakwalah pada Allah dari neraka, meski hanya dengan sebelah biji kurma."

Bayangkan diri kita diinterogasi di hadapan Allah, "Hai Fulan, bukankah Aku telah memberimu segala nikmat?" Bukankah Aku anugerahi kamu kecantikan dan Aku perintahkan kami berhijab? Bukankah aku anugerahi kamu bapak dan ibu sembari Kulemparkan cinta di dalam hati keduanya (padamu), mengapa kau malah durhaka pada keduanya? Bukankah aku anugerahi kau kekuatan, lalu mengapa kau gunakan kekuatan-Ku untuk bermaksiat kepada-Ku? Hai Fulan, kau remehkan perjumpaan dengan-Ku! Apakah Aku begitu sepele bagimu, hingga kau sepelekan penglihatan-Ku kepadamu di dunia?" Saudara-saudara sekalian, pertanyaan demi pertanyaan ini benar-benar akan terjadi.

Kemudian perhatikanlah ketika Allah mengatakan pada kita, "Bacalah buku amalanmu, hai hamba-Ku!" Apa jadinya jika hati kita tidak khusyu' pada Allah, dan malah jauh dari-Nya selama di dunia? Bayangkan, ketika kita harus membeberkan kemaksiatan demi kemaksiatan yang kita lakukan di hadapan bapak kita saja, kita sudah sebegitu takut dan gemetaran, lalu bagaimana jika kita harus membaca kemaksiatan demi kemaksiatan ini di hadapan Allah? Bayangkan jika kita diperintahkan, "Bacalah buku amalmu, hai hamba-Ku!"

Selanjutnya bayangkan ketika kita harus menatap wajah Allah saat Dia berkata kepadamu, na'udzubillah, sambil marah-marah, "Enyahlah kau, hai hamba-Ku. Aku benar- benar murka kepadamu. Aku tidak akan mengampuni dan menerimamu. Seret dia, hai Malaikat-Ku." Dan begitu mendengar instruksi demikian, Malaikat langsung saling berebut menangkapnya. Seratus ribu Malaikat langsung saling berebut menangkapnya sembari mengatakan, "Inilah hamba yang dilaknat dan dimurka Allah!" Bagaimana bisa kita malah menantang Tuhan dengan umbar kemaksiatan di dunia? Siapa yang berani membayangkan situasi ini?

Berbeda kondisinya jika kita seorang mukmin. Allah SWT akan berkata pada Anda, "Hamba-Ku, mendekatlah kepadaku." Ketika itu cahaya Allah dan keagungan-Nya pun akan langsung menghujani kita. Allah SWT akan berkata pada kita, "Hamba-Ku, mendekatlah kepada-Ku!" sambil menurunkan tirai satir-Nya pada kita dan berkata, "Ingatkah kau dosa-dosa ini?" Ketika kita berpikir pasti akan binasa, Allah SWT buru-buru berkata pada kita, "Dulu di dunia Aku telah menutupinya untukmu dan hari ini lihatlah Aku telah mengampuninya. Pergilah, hai hamba-Ku. Aku tidak akan membuka aibmu. Aku benar-benar telah mengampunimu!"

Bayangkanlah kegembiraan kita tatkala Allah SWT berkata pada kita, "Hamba-Ku, pergilah. Aku telah mengampunimu!"

Apakah setelah semua pemaparan ini kita akan takut kepada Allah ataukah malah tetap bengal dengan kelalaian kita? Apakah ketakutan kita setelah ini akan mengkristal menjadi ketakutan berbias cinta dan kesuka-citaan menghadap-Nya, ataukah justru malah menjadi ketakutan yang berbias kengerian, kecemasan, dan kemangkiran? Ini bukanlah ketakutan yang diinginkan Allah. Setiap kali Allah berbicara tentang ketakutan, Dia selalu membungkusnya dengan kasih sayang. Allah SWT misalnya berfirman, "Dan bagi orang yang takut saat menghadap Tuhannya ada dua surga." (Qs. Ar-Rahmaan (55): 46). Sudahkah kita paham makna khusyu' nan takut kepada Allah?

📚 Teladan-teladan Orang Yang Khusyu' Kepada Allah


1. Nabi Muhammad SAW

A`isyah ra menuturkan: Suatu malam saya mendapati beliau (Rasulullah SAW) tidak berada di ranjang beliau, maka aku raba-raba beliau. Sekonyong-konyong tanganku menyentuh kaki beliau. Ternyata beliau sedang sujud dan aku dengar beliau berucap dalam sujud beliau: Aku memohon perlindungan dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu dan dengan maaf-Mu dari siksaan-Mu. Aku memohon perlindungan dengan-Mu dari-Mu. Tak dapat kuhitung pujian kepada-Mu sebagaimana Kaupuji diriMu."

Camkan baik-baik, tidak seyogianya kita berbuat maksiat sampai kita telah benar-benar khusyu' dan takut. Semakin kau dekati Allah, maka akan bertambahlah kemanisan khusyu' kepada-Nya dan akan kita temukan bahwa orang yang paling khusyu' dan takut kepada Allah justru merupakan orang yang paling mencintai-Nya.

Pada saat Nabi SAW menghadiri pemakaman salah seorang sahabat, beliau menangis hingga tanah yang dipijak beliau basah. Sambil berlinangan air mata beliau tatap para sahabat dan berseru, "Wahai saudara-saudara sekalian, bersiaplah menghadapi (situasi) seperti ini!"

Para sahabat juga menuturkan: Kami perhatikan setiap kali beliau hendak bangkit dari majelis apapun, beliau pasti menengadahkan tangan beliau dan berucap sembari memperbanyak doa berikut: "Allaahumma-qsum lii min khasyyatika ma tahuulu bihi bainanaa wa baina ma'aashiika." (Ya Allah, bagilah untukku kekhusyukan dan ketakutan kepada-Mu yang bisa menghalangi aku dengan kemaksiatan-kemaksiatan kepada-Mu).

Kisah lain, saat Madinah mengalami gerhana matahari, Nabi SAW bergegas keluar, lantas berdiri dan menunaikan shalat. Beliau berdiri dan melamakan berdiri dalam shalat, kemudian beliau ruku' dan melamakan ruku', kemudian beliau sujud dan melamakan sujud, selanjutnya beliau terpaku sambil berdoa: "Tuhan, mengapa Kau timpakan ini padaku padahal aku terus-menerus memohon ampun kepada-Mu. Mengapa Kau timpakan ini padaku sementara aku masih ada di tengah-tengah mereka!" Serta-merta turunlah ayat; "Dan Allah sekali-kali tidak akan mengajak mereka, sedang kamu berada diantara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengajak mereka, sedang mereka meminta ampun." (Qs. Al-Anfaal (8): 33).

Allah SWT benar-benar mengajari beliau khusyu'. "Katakanlah: Sesungguhnya aku takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku." (Qs. Al-An'aam (6): 15).

2. Jibril alaihissalam

Nabi SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, "Pada hari aku diisra`kan, kulihat Jibril seperti keledai yang lusuh karena saking takutnya pada Allah."

Lihat, Jibril sang pembawa wahyu dan Jibril yang dipercaya Allah untuk menyampaikan wahyu, "Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril)." (Qs. Asy-Syu'araa` (26):193), dan Jibril yang tidak pernah bermaksiat kepada-Nya pun tetap takut kepada Allah. Bagaimana dengan kita yang belepotan dengan dosa dan kemaksiatan?

3. Umar bin al-Khaththab

Pada hari penaklukan Al-Quds (Yerusalem), saat Umar bin al-Khaththab ra bersiap menerima kunci-kunci kota Al-Quds dan saat semua orang menanti-nanti detik-detik bersejarah ini; begitu masuk untuk menerima kunci-kunci kota Yerusalem, ia mengatakan sesuatu yang sungguh sangat menakjubkan. Ia berkata, "Mana saudaraku Abu Ubaidah bin al-Jarrah?" Dan saat Abu Ubaidah datang kepadanya ia langsung memeluknya dan menangis sejadi- jadinya. Ia dekap Abu Ubaidah dan ia katakan kepadanya, "Wahai Abu Ubaidah, hari ini bukanlah hari kemenangan. Hari ini adalah hari saat kita musti berpikir apa yang gerangan yang akan kita katakan pada Tuhan kelak jika Dia bertanya pada kita: apa yang telah kalian lakukan sepeninggal Rasul kalian?"

Abu Ubaidah menukas, "Wahai Amirul mukminin, jangan di depan orang-orang!" Umar bertanya, "Wahai Abu Ubaidah, apa yang harus aku katakan kepada-Nya. Apa?" Abu Ubaidah menjawab, "Wahai Amirul mukminin, ayo kita menyendiri jauh dari orang-orang dan menangis bersama-sama!" Mereka kemudian pergi ke sebuah pohon yang jauh sembari menangis karena merindukan Rasulullah dan karena takut pada Allah SWT.

Kemudian pada hari wafatnya, Umar ra berwasiat pada putranya, "Anakku, letakkan pipiku di atas tanah, semoga Tuhan Umar mengasihi Umar." Setelah itu ia berkata-kata, "Celakalah aku, celakalah ibuku jika Tuhanku tidak mengasihiku. Andai aku keluar dari rahimnya dalam keadaan buta hingga aku tidak memiliki pahala maupun dosa apa- apa."

4. Umar bin Abdul Aziz

Konon, setiap kali membaca surah Al-Lail: "Demi malam apabila menutupi (cahaya siang); dan siang apabila terang benderang; dan penciptaan laki-laki dan perempuan; sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda; Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa...Maka, Kami memperingatkan kamu dengan api yang menyala-nyala." (Qs. Al-Lail (92): 1-14), Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak mampu meneruskan bacaan hingga akhir ayat. Ia menangis, lalu diam, dan kembali mengulang bacaannya hingga sampai akhir kemudian menangis lagi.

📚 Bagaimana Cara Menggapai Ketakutan Pada Allah?


1. Hindari kemaksiatan. Semakin sedikit kemaksiatan di dalam hati, maka hati kita akan semakin bersinar oleh cahaya. Kurangilah kemaksiatan dan ini memang sebuah perjuangan yang agak berat, namun berusahalah mengurangi kemaksiatan semaksimal mungkin menurut batas kemampuan kita.

2. Ingat-ingatlah hari kiamat, kematian, surga, dan neraka semaksimal kemampuan kita. Ingat-ingatlah surga dengan segala kenikmatannya yang bakal kita nikmati dan ingat-ingatlah ketika kita harus berdiri di hadapan Allah SWT kelak di hari kiamat.

3. Kasihilah manusia, niscaya hati kita akan merasa khusyu' dan takut. Semakin intens kita perlakukan orang-orang dengan penuh kasih, maka akan semakin banyak pula kekusyukan dalam hati kita.

Inilah ketiga terapi yang bisa dilakukan jika memang kita ingin menggapai kekhusyukan dan ketakutan pada Allah SWT:

a- Kurangi perbuatan dosa semaksimal mungkin,
b- Perbanyak ingatan pada surga dan neraka, dan
c- Kasihilah manusia.

Ada satu hal yang perlu kita camkan baik-baik. Sebelum kita benar-benar khusyu' kepada Allah, kita akan berjuang melawan nafsu diri kita sampai kita benar-benar khusyu' dan takut kepada Allah. Namun ketika hati telah berkait dengan kekhusyukan kepada Allah, maka dengan sendirinya kita pasti akan menjauhi kemaksiatan tanpa harus bermujahadah melawan nafsu kita lagi. Bahkan hati kita akan merasa riang gembira dan menemukan kelezatan tersendiri dengan jauh dari kemaksiatan.

Keimanan hadir dengan latihan demi latihan. Sama halnya ketika kita memasuki bangku sekolah. Saat pertama masuk, kita tentu hanya mengetahui sedikit hal, namun begitu lulus kita akan menemukan diri kita telah mengetahui banyak hal. Hal itu disebabkan kita telah terlatih.

Begitu juga dengan keimanan dan keislaman. Latihlah diri kita. Berusahalah jauhi kemaksiatan dan wajibkanlah hati kita untuk khusyu'. Berusahalah mengingat-ingat hari kiamat dan gaulilah manusia dengan penuh kasih sayang. Jika kita telah melakukan terapi-terapi tersebut, pastilah kekhusyukan lambat laun akan hadir dalam diri kita setelah proses mujahadah beberapa lama. Dan begitu kekhusyukan datang, kita akan menemukan bahwa kita telah bisa melawan hasrat bermaksiat tanpa susah-susah bermujahadah, bukan karena ia sulit, akan tetapi karena kita telah bisa menemukan kelezatan dengan meninggalkannya.

Terapi ini begitu mujarab. Kita akan sampai pada fase di mana ketika kekhusyukan mulai masuk ke dalam hati, maka kita menemukannya seperti obor yang masuk dan membakar semua sarang-sarang syahwat di dalam hati kita. Barangkali suatu hari kita mengatakan, saya siap meninggalkan apa saja selain maksiat dan saya tidak mampu meninggalkannya selamanya. Namun begitu kita mulai mencoba bermujahadah melawan nafsu diri kita dan mulai mengingat-ingat hari kiamat, lalu hati kita mulai merasakan kekhusyukan pada Allah, maka di situ kita akan mendapati bahwa dengan sendirinya segala kemaksiatan akan keluar dari hati kita dan kitapun akan takjub dan terkesima: bagaimana ia bisa keluar dengan sendirinya?

Ketahuilah, Allahlah yang menyingkirkannya dari hati kita karena kekhusyukan kita, sebab begitu kekhusyukan merayap masuk ke dalam hati, ia akan langsung membakar seluruh sarang-sarang syahwat di dalam hati kita.

Tingkat kekhusyukan yang pertama adalah membasmi kemaksiatan. Karena itu, ketika Nabi Yusuf as ditawari sebuah kesempatan yang sangat menggiurkan –yang tentu saja banyak pemuda yang akan kesulitan mencegah dirinya untuk tidak tergiur-, padahal kala itu beliau masih muda usia, tampan, asing di tengah negeri yang tidak ada seorangpun yang mengenalinya, ditambah lagi ia seorang yang bebas merdeka dan bukan budak. Sementara wanita yang menggoda dirinya adalah permaisuri perdana menteri yang cantik jelita, dan ia pun telah "menutup pintu-pintu" hingga tidak ada seorangpun yang melihat keduanya, lagi pula si wanitalah yang menawarkan dirinya sembari mendesah rayuan kepadanya, "Marilah ke sini". Apa coba reaksinya? Karena hatinya telah benar-benar khusyu' dan takut kepada Allah, Nabi Yusuf pun menjawab, "Aku berlindung kepada Allah". Siapa gerangan yang bisa mengucapkan hal ini dengan keteguhan hati dan kemanisan ini di depan bujukan syahwat yang sangat menggiurkan ini?

Allah SWT berfirman, "Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini". Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukanku dengan baik". Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung." (Qs. Yuusuf (12): 23).

Ketika kita mulai membasmi kemaksiatan di dalam hati kita dan Allah mengetahui kekhusyukan di dalam hati kita ini, maka kita akan naik ke derajat khusyu' yang lebih tinggi. Kita akan menangis karena takut kepada Allah SWT dan kita akan merasakan kemanisan tangis kekhusyukan ini. Karena itu, Rasulullah bersabda, "Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena kekhusyukan kepada Allah sampai ada susu yang kembali ke kantong kelenjar susu binatang."

Rasulullah bersabda lagi, "Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai Allah daripada dua tetes dan dua bekas: tetes air mata karena kekhusyukan pada Allah dan tetes darah yang mengalir di jalan Allah. Sedang dua bekas yang dimaksud adalah bekas di jalan Allah dan bekas dalam melaksanakan salah satu dari sekian kewajiban Allah." Rasulullah juga bersabda, "Barangsiapa yang berzikir pada Allah, lalu kedua matanya berlinang air mata karena takut pada Allah hingga air mata itu jatuh ke bumi, maka ia tidak akan disiksa pada hari kiamat."

Karena itu, setiap kali Umar melewati ayat; "Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'." (Qs. Al-Israa` (17): 103), ia langsung bersujud sembari berucap: "Kami telah bersujud, mana gerangan tangis?"

Setelah itu, kita akan naik ke jenjang kekhusyukan yang lebih tinggi. Kita akan khusyu' pada Allah dalam berinteraksi dengan manusia. Umar bin Abdul Aziz berkata pada pelayannya, "Jika kau lihat aku menzalimi manusia atau merampas satu hak manusia, maka cengkeramlah kerah bajuku dan hentakkan aku sambil katakan kepadaku: Hai Umar, tidakkah kau takut kepada Allah?"

Tapi, janganlah kita khusyu' dan takut kepada Allah dengan hanya sekedar menangis. Akan tetapi ketika kita khusyu', kita lalu bertakwa dan takut kepada-Nya dalam memperlakukan istri kita, anak-anak kita, bawahan- bawahan kita di tempat kerja, pelayan atau pembantu kita, dan semua manusia.

Jika kita sudah bisa menyempurnakan ketiga jenjang ini, maka berarti kita telah mencapai kesempurnaan pemahaman tentang khusyu' dan takut kepada Allah.

Tatkala Nabi SAW membesuk seorang pemuda dari kalangan Anshar yang sedang meradang menanti ajal, beliau bertanya kepadanya, "Bagaimana perasaanmu?" Ia menjawab, "Saya merasa takut akan dosa-dosa saya dan mengharap rahmat Tuhan saya." Nabi SAW pun bersabda, "Tidak berkumpul keduanya dalam hati seorang hamba pada situasi ini kecuali Allah akan memberinya apa yang ia harap dan mengamankannya dari apa yang ia takutkan."

Kita seyogianya belajar menyeimbangkan antara takut dan harap. Apakah kita telah bersiap khusyu' dan takut kepada Allah SWT? Apakah kita sudah siap untuk mengevaluasi diri kita? Marilah kita mengingat-ingat hari kiamat, mengurangi dosa, dan bertaubat kepada Allah, sembari kita katakan pada diri kita: Hari kiamat lebih berat daripada hidup seribu tahun di dunia! Semoga kita keluar dari dunia tanpa permasalahan dan kesulitan. Amin.

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam