BAB 6. Tanda-Tanda Penyakit Hati dan Kesembuhannya



📚 Buku Mengobati Penyakit Hati Membentuk Akhlak Mulia


📚 Tanda-Tanda Sembuhnya Hati dari Penyakitnya 📚 Cara Mengetahui Posisi Tengah-Tengah dari Segala Sesuatu 📚 Kesulitan Mengetahui Posisi Tengah yang Sebenarnya

Setiap anggota tubuh diciptakan untuk suatu fungsi tertentu. Maka, dia disebut sedang dalam keadaan sakit, apabila tak lagi memiliki kemampuan untuk melaksanakan fungsinya itu, baik secara keseluruhan maupun sebagiannya saja.

Penyakit tangan menyebabkan tangan tak mampu melaksanakan fungsinya, yaitu memegang. Sedangkan penyakit mata menyebabkan mata tak mampu melaksanakan fungsinya, yaitu melihat.

Demikian pula penyakit hati, menyebabkan hati tak mampu melakukan fungsinya yang khas, yang memang diciptakan untuknya. Yaitu, pengetahuan, hikmah, makrifat, cinta kepada Allah, beribadah untuk dan kepada-Nya, merasakan kenikmatan apabila menyebut atau mengingat-Nya, mengutamakan-Nya di atas segala keinginan selain-Nya, serta mengerahkan semua dorongan jiwa dan anggota tubuh demi melaksanakan semua itu. Allah Swt. berfirman:

Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka menujukan beribadah kepada-Ku. (QS Al-Dzariat: 56)

Karena itu, pada setiap anggota tubuh ada faedahnya. Faedah hati, misalnya adalah hikmah (kearifan) dan makrifat (pengetahuan). Itulah ciri khas jiwa manusia yang membedakan antara dia dan binatang. Manusia tidak berbeda dari binatang dengan kemampuannya untuk makan, hubungan seksual, penglihatan, dan sebagainya, tetapi dengan kemampuannya untuk mengetahui dan mengenali segala sesuatu seperti apa adanya.

Adapun asal-muasal segala sesuatu yang mewujudkannya dan menciptakannya adalah Allah Swt. yang menjadikan semua itu. Oleh sebab itu, sekiranya manusia telah mengenal dan mengetahui segala sesuatu tetapi tidak mengenal Allah maka seolah-olah dia tidak mengenal dan tidak mengetahui apa pun. Sedangkan tanda bahwa dia mengenal Allah Swt., adalah kecintaannya kepadaNya. Maka, siapa saja yang mengenal Allah, niscaya mencintaiNya. Adapun tanda kecintaan-Nya itu adalah bahwa dia tidak mencintai apa pun—dunia ataupun segala sesuatu lainnya yang mungkin dicintai-Nya—di atas kecintaannya kepada Allah. Seperti telah dinyatakan dalam firman-Nya:

Katakanlah, “Jika ayah-ayahmu, anak-anakmu, saudara- saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah Swt. dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalannya maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” (QS Al-Taubah: 24)

Demikianlah, siapa saja mempunyai sesuatu yang lebih dicintainya daripada Allah maka hatinya sedang sakit. Sama halnya seperti perut seseorang yang lebih menyukai tanah daripada roti dan air, atau hilang sama sekali seleranya terhadap roti dan air. Perut seperti itu adalah perut yang sakit.

Itulah tanda-tanda adanya penyakit. Dan dengan itu pula, dapatlah diketahui bahwa semua hati manusia dalam keadaan sakit, kecuali yang dikehendaki (kesehatannya) oleh Allah Swt.

Namun, di antara pelbagai penyakit, ada yang tidak diketahui oleh penderitanya. Dan, penyakit hati termasuk di antara yang tidak diketahui oleh si penderita. Karena itu, dia pun melalaikannya. Kalaupun dia mengetahuinya, kemungkinan besar dia tidak akan tahan menanggung beratnya cara pengobatannya. Sebab, obatnya adalah dengan melawan syahwat hawa nafsu. Itu sama beratnya seperti pencabutan ruh.

Kalaupun dia memiliki cukup kesabaran untuk menghadapinya, tetapi tidaklah mudah mendapat seorang tabib piawai yang mampu mengobatinya. Para tabib dalam hal ini adalah para ulama. Sedangkan mereka sendiri juga dikuasai oleh penyakit yang sama. Karenanya, tabib seperti itu jarang sekali mau menanganinya. Maka, semua itu makin memperparah penyakit tersebut. Lalu, menjadikannya sebagai penyakit yang menahun dan sulit diatasi. Akhirnya, ilmu tentang ini dilupakan orang, bahkan pengobatan hati menjadi sesuatu yang sama sekali tak diakui lagi, demikian pula penyakit itu sendiri. Sebagai akibatnya, manusia pun terjerumus pada kecintaan dunia, serta mengerjakan hal-hal yang tampak luarnya seperti ibadah, sedangkan hakikatnya adalah adat istiadat serta dilakukan demi pamer (riya).

Itulah tanda-tanda penyakit hati dalam garis besarnya.

📚 Tanda-Tanda Sembuhnya Hati dari Penyakitnya


Adapun untuk mengetahui tanda-tanda bahwa hati telah menjadi sehat kembali setelah upaya pengobatannya, adalah dengan memperhatikan penyakit yang telah diupayakan pengobatannya sebelum ini. Jika itu adalah sifat kebakhilan, misalnya, ia merupakan penyakit yang membinasakan serta menjauhkan manusia dari Allah Swt. Adapun cara pengobatannya adalah dengan menafkahkan hartanya di jalan Allah. Akan tetapi, adakalanya dia menafkahkannya dengan cara berlebih-lebihan sehingga mencapai tingkat mubazir. Dan, kemubaziran merupakan penyakit pula. Maka, keadaannya menjadi seperti orang yang hendak mengobati penyakit yang berasal dari kedinginan dengan sesuatu yang bersifat panas, tetapi dengan kadar yang melebihi panas yang diperlukan. Hal itu, tentunya akan menimbulkan penyakit yang lain lagi. Sedangkan yang dikehendaki adalah keadaan yang tengah-tengah, antara sangat panas dan sangat dingin. Demikian pula yang dikehendaki— dalam hal pengobatan penyakit kebakhilan—adalah yang tengah-tengah, antara pemborosan dan pengiritan yang sangat. Sehingga, hasilnya adalah sesuatu yang cukup atau sedang, jauh sekali dari kedua ujung yang ekstrem.

📚 Cara Mengetahui Posisi Tengah-Tengah dari Segala Sesuatu


Jika Anda ingin mengetahui posisi tengah-tengah dari sesuatu, pertama-tama lihatlah perbuatan apa yang kiranya ditimbulkan oleh suatu perangai yang tidak baik. Apabila perbuatan itu terasa lebih ringan atau lebih Anda sukai daripada perbuatan yang berlawanan dengannya maka yang lebih dominan pada diri Anda adalah perangai yang tidak baik itu, yang menimbulkan perbuatan tersebut.

Untuk jelasnya, sekiranya penahanan harta dan penumpukannya lebih Anda sukai dan lebih ringan bagi Anda daripada memberikannya kepada yang berhak menerimanya maka ini menunjukkan bahwa yang lebih dominan pada diri Anda adalah sifat atau perangai kebakhilan. Karena itu, tambahkanlah upaya Anda untuk sering-sering menginfakkan harta Anda.

Namun, jika penginfakan itu telah menjurus ke arah pemberiannya kepada orang-orang yang tidak berhak atasnya, dan hal itu menjadi lebih ringan dan lebih Anda sukai daripada menahannya secara benar maka watak yang dominan pada diri Anda kini, yaitu keborosan. Karena itu, biasakanlah diri Anda untuk lebih menahan diri dalam hal menginfakkannya.

Begitulah Anda secara terus-menerus mengawasi diri Anda. Dan, berusaha mengetahui watak Anda yang dominan, dengan menjadikan keringanan dan keberatan dalam melakukan sesuatu sebagai ukuran. Demikian itu seterusnya, sampai hati Anda benar-benar tidak lagi memiliki kepedulian atau kecenderungan terhadap harta, baik dalam hal mengeluarkannya atau menyimpannya. Bahkan bagi Anda, ia kini menjadi seperti air, tiada sesuatu yang diminta dari Anda kecuali menyimpannya untuk seseorang yang akan memerlukannya kelak, ataupun memberikannya kepada seseorang yang memerlukannya kini. Semua itu sama saja bagi Anda, penyimpanannya tidak lebih Anda sukai daripada pengeluarannya, demikian pula sebaliknya.

Nah, setiap jiwa yang telah menjadi seperti itu, ia akan datang menghadap Allah Swt. dalam keadaan sehat dan selamat, khususnya di peringkat ini. Maka, seharusnyalah ia menjadi sehat dan selamat pula dalam pelbagai perangai lainnya. Sehingga ia tidak lagi mempunyai hubungan dengan apa pun yang berkaitan dengan dunia. Selanjutnya, jiwanya akan berpisah dari dunia ini, dalam keadaan terputusnya segala hubungan dengannya, tidak berpaling kepadanya, dan tidak pula merindukan sesuatu apa pun darinya.

Di saat itulah, jiwa seperti itu akan kembali kepada Tuhannya dalam keadaan aman dan tenteram, ridha sepenuhnya dan diridhai, dan bergabung dengan kelompok hamba-hamba Allah yang didekatkan kepada-Nya, di antara para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh. Dan sungguh, amat baik mereka itu sebagai kawan karib.

📚 Kesulitan Mengetahui Posisi Tengah yang Sebenarnya


Mengingat bahwa posisi “tengah-tengah” yang hakiki berkaitan dengan segala sesuatunya merupakan hal yang amat samar-samar, bahkan lebih halus daripada rambut dan lebih tajam daripada pedang maka tak diragukan lagi bahwa siapa saja yang dapat berdiri mantap (beristiqamah) di atas shirathal mustaqim ini di dunia, niscaya akan dapat melintasi shirathal mustaqim yang seperti itu, di akhirat kelak.

Walaupun demikian, sungguh amat sedikit orang yang tidak menyimpang sedikit pun dari shirathal mustaqim, yakni yang berada benar-benar di tengah, tidak cenderung ke salah satu dari kedua sisinya, sehingga hatinya tidak terkait dengan sisi yang menjadi kecenderungannya itu.

Itulah sebabnya, manusia—pada umumnya—tidak akan selamat sama sekali dari suatu jenis azab yang pasti menimpanya, meski sedikit. Dan, dia pun pasti akan diharuskan melintas di atas neraka walaupun hanya dalam waktu amat singkat, secepat kilat. Itulah yang dapat disimak dalam firman Allah Swt. tentang hal ini:

Dan tak seorang pun di antara kamu, yang tidak mendatanginya (neraka). Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu ketentuan yang sudah ditetapkan. Kemudian, Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa. (QS Maryam: 71-72)

Yakni, mereka yang kedekatannya dari shirathal mustaqim itu lebih banyak (atau lebih sering) daripada kejauhannya.

Mengingat sulitnya beristiqamah secara terus-menerus, wajiblah atas setiap orang berdoa kepada Allah, sedikitnya tujuh belas kali dalam sehari agar dia diberi petunjuk dan kekuatan untuk selalu berada di atas jalan lurus itu. Yaitu dalam kewajiban membaca ayat dari surah Al-Fatihah, “Tunjukilah kami jalan yang lurus”, pada setiap rakaat dalam shalat.

Diriwayatkan bahwa seseorang pernah berjumpa dengan Rasulullah Saw. dalam mimpi, lalu bertanya, “Ya Rasulullah,

Anda pernah bersabda, ‘Rambutku beruban karena (suatu ayat dalam surah) Hud,’ apa sebabnya Anda berkata seperti itu?” Maka beliau menjawab, “Karena adanya firman Allah, ‘Beristiqamahlah kamu sebagaimana telah diperintahkan kepadamu’” (QS Hud: 112).

Demikianlah, untuk beristiqamah di atas jalan yang benar-benar lurus tidaklah begitu mudah, sebab jalan seperti itu sungguh amat samar. Namun, kewajiban manusia adalah berusaha sungguh-sungguh agar—paling tidak—dia berada cukup dekat dengan garis istiqamah, sekiranya dia tidak mampu untuk benar-benar di atasnya.

Siapa saja yang menginginkan keselamatan untuk dirinya, tidak ada jalan lain baginya kecuali dengan amal saleh. Sedangkan amal yang saleh tidak akan muncul kecuali dari akhlak yang baik. Untuk itu, setiap orang hendaknya meneliti dan menilai sifat-sifat serta akhlaknya sendiri. Dan, hendaknya dia selalu menyibukkan dirinya dengan berupaya mengobati penyakit-penyakit hatinya, satu demi satu, secara berurutan.

Nah, dari Allah Yang Maha Pemurah kita memohon agar dijadikan sebagai orang-orang yang bertakwa.

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam