Bab I Akhlak dan Tasawuf



📚 Buku Sabilus Salikin (Jalan Para Salik)


📚 Akhlak Mulia Itu Dari Allah

Etika baik, budi pekerti luhur, atau akhlak terpuji memang bisa dibentuk oleh lingkungan. Namun, akhlak mulia bukan semata karena dibentuk oleh lingkungan. Akhlak mulia adalah sebuah anugerah yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang terpilih. Seorang hamba yang dikehendaki Allah untuk menjadi hamba yang baik, maka Allah akan menganugerahkan baginya akhlak mulia. Dan sebaliknya, jika seorang hamba dikehendaki menjadi orang yang tidak baik, maka Allah berikan baginya akhlak yang tidak baik.

“Sesungguhnya akhlaq ini dari Allah, barangsiapa yang Allah kehendaki baik maka Allah memberinya akhlaq yang mulia dan barangsiapa yang Allah kehendaki buruk maka Allah memberinya akhlaq yang buruk”. (Faydhul Qodir, juz 2, hlm. 694)

📚 Etika Yang Baik (Husnul Khuluq)

 Pengertian Husnul Khuluq

Husnul khuluq adalah suatu ungkapan keadaan jiwa yang tertanam di dalamnya. Berbagai perbuatan muncul darinya dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian. Dan apabila keadaan yang tertanam itu muncul darinya perbuatan yang baik menurut akal dan norma, maka disebut dengan husnul khuluq (etika yang baik). (Ihya Ulum ad-Din, juz 3, hlm. 49)

Husnul khuluq merupakan sifat para rasul dan perbuatan utama para shiddiqin. Husnul khuluq secara hakiki merupakan separuh dari keimanan, hasil dari mujahadah para muttaqin, dan hasil latihan orang yang beribadah. (Ihya Ulum ad-Din, juz 3, hlm. 45)

 Dasar Husnul Khuluq

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (Qs. al-Qalam: 4)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya aku diutus Allah swt. untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.

Nabi saw. bersabda: “Amal yang paling berat di mizan (timbangan amal) pada hari kiamat adalah taqwa kepada Allah swt. dan budi pekerti yang baik”.

Rukun Husnul Khuluq

Empat rukun yang bisa menghasilkan husnul khuluq dengan mengambil jalan tengah (i'tidal) dan sesuai dengan keadaan:

1. "Quuwatul Ilmi" berfungsi mempermudah menemukan perbedaan antara ucapan, i'tiqad dan perbuatan yang benar dan yang salah. Jika berhasil maka bisa menghasilkan hikmah yang menjadi pokok akhlak yang baik.

2. "Waquuwatul Ghadabi" berfungsi mengekang dan mampu melepaskan menurut batas kebijaksanaan (akal dan norma).

3. "Waquuwatussyah wati" berada di bawah kendali hikmah (akal dan norma).

4. "Waquuwatul Adli" berfungsi menguasai quwwatus syahwat dan quwwatul ghadab di bawah akal dan norma. (Ihya Ulum ad-Din, juz 3, hlm. 49).

Pokok dan Sumber Akhlaq

1. Hikmah adalah keadaan jiwa yang dapat digunakan untuk menemukan kebenaran dari semua perbuatan sadar yang salah.

2. Keberanian adalah kekuatan sifat kemarahan yang ditundukkan oleh akal dalam keputusan maju dan mundurnya Sifat yang muncul dari keberanian adalah al-karam (dermawan), an-najdah (keberanian), at-tasahum (keinginan pada hal-hal yang menyebabkan perbuatan baik), kasrun nafsi (mengekang hawa nafsu), al-ihtimal (menanggung penderitaan), al-hilm (sabar dan pemaaf), as-tsabat (pendirian teguh), kadhmul ghoidh (menahan amarah), al-waqar (berwibawa), at-tawadud (penuh cinta) dll. Jika keberanian terlalu lemah, maka menimbulkan sifat-sifat yang seperti an-nihanah (rendah diri), adz-dzullah (hina), al-jaz'u (penyesalan), al-khusasah (pendek pikir dan hina), shagrun nafsi (kecil jiwa), al-inkibat (merasa terkekang untuk menuntut haknya). Jika keberanian terlalu tinggi, maka muncul sifat-sifat yang jelek seperti tahawwur (berani tanpa perhitungan dan pemikiran), al- badzahu (angkuh), al-sholifu (pengakuan terhadap sesuatu yang tidak dimilikinya, dalam arti perbuatan atau suatu hal), isytisyathoh (sifat amarah yang berlebihan), sombong, „ujub (membanggakan diri).

3. Menjaga kehormatan diri adalah mendidik kekuatan syahwat dengan didikan akal dan norma. Sifat baik yang muncul dari menjaga kehormatan diri adalah pemurah, malu, sabar, toleran, qana'ah (menerima apa adanya), wira'i, lemah lembut, suka menolong, tidak tamak. Jika dorongan „iffah (menjaga kehormatan diri) terlalu lemah dan kuat maka akan memunculkan sifat yang jelek seperti sifat rakus, sedikit rasa malu, keji, boros, kikir, riya, mencela diri, gila, suka bergurau, pembujuk, hasut, iri hati, mengadu domba, merendahkan diri di hadapan orang-orang kaya dan meremehkan fakir miskin, dll.

4. Adil adalah keadaan jiwa dan kekuatannya yang mengusai kemarahan dan syahwat dan membawanya kepada kehendak hikmah (ilmu dan norma), dan mencegahnya menurut batas kebijaksanaan. Sifat baik yang muncul dari sifat adil adalah husn at-tadbir (penalaran yang baik), juudah adz-dzihn (kejernihan hati), tsiqabat ar-ra'yi (kecerdasan berfikir), ishabah adz-dhan (kebenaran dugaan), kecerdasan berfikir terhadap amal-amal yang lembut dan kecerdasan berfikir terhadap bahaya jiwa yang tersembunyi. Jika terlalu dorongan adil terlalu lemah maka akan menimbulkan sifat-sifat yang jelek seperti kebodohan, al-ghumarah (tidak punya kepandaian), al-humku (dungu), gila, dll. Jika dorongan adil terlalu kuat maka akan muncul sifat-sifat jelek seperti cerdik licik, jahat, al-makru (rekayasa), al-khoda' (suka menipu), al-addaha' (tipu muslihat).

Barangsiapa pokok dan sumber akhlaknya i'tidal (tidak terlalu lemah dan tidak terlalu kuat) maka akhlak yang keluar darinya adalah seluruh akhlak yang baik.

📚 Hakikat Tasawuf

Tasawuf adalah sebuah ilmu untuk menggembleng batin yang bertujuan agar keadaan dan perilaku diri menjadi lebih baik, dan semakin dekat dengan Allah sang Khaliq. Sehingga tidak salah jika tasawuf disebut sebagai ilmu batin, karena sasaran utamanya adalah sisi batin. Tasawuf adalah ilmu yang paling luhur dan agung, yang paling terang dalam menyinari batin. Sehingga para mutashowwif atau sufi (orang yang mempelajari dan berperilaku tasawuf) adalah orang-orang yang diberikan keunggulan dari semua manusia setelah para nabi dan rasul. Dalam hati mereka terkuak rahasia-rahasia langit. Hati mereka penuh dengan cahaya Allah. Mereka menjadi penolong dan pelindung bagi umat yang membutuhkannya. Karena hati mereka selalu bersama Allah al-Haq (Yang Maha Benar), maka setiap ucapan dan perbuatan mereka bersumber dari al-Haqq, sehingga selalu diarahkan pada kebenaran. (Tanwir al-Qulub, 407).

Oleh karena itu, ilmu untuk menggembleng dan membenahi sisi batin adalah sebuah ilmu yang hanya diberikan kepada orang-orang yang dipilih oleh Allah swt. sebagaimana sabda Nabi saw.: “Ilmu batin adalah satu rahasia dari rahasia-rahasia Allah, dan hukum dari hukum-hukum Allah yang diletakkan dalam hati para hamba yang dikehendaki-Nya”. HR. ad-Dailami dari Ali. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 324)

📚 Kemuliaan Ilmu Tasawuf

Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mengetahui perilaku hati (yang baik atau yang tercela) dan cara membersihkan dari sifat-sifat tercela serta menghiasi diri dengan akhlak yang baik dan meninggalkan akhlak yang tercela. Sasaran tasawuf adalah perilaku hati dan panca indra, sedangkan buahnya adalah sucinya hati dan makrifat, juga selamat di akhirat dan ridha Allah serta kebagiaan yang abadi. Sedangkan kemuliaannya adalah sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tanwir al-Qulub, hlm. 406:

📚 3 Macam Taqwa

Taqwa ada tiga macam; taqwa orang awam dengan lisan, yaitu lebih mendahulukan menyebut Allah daripada menyebut makhluk. Taqwa orang khosh dengan anggota tubuh, yaitu lebih mendahulukan untuk melayani Allah daripada melayani makhluk. Taqwa orang akhosh dengan hati, yaitu lebih mendahulukan cinta kepada Allah daripada cinta kepada makhluk. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 76)

📚 Menangis Karena Takut Kepada Allah

Allah swt. berfirman: “Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu`” (Qs. al-Isra: 109). Dan juga firman Allah: “Mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis” (Qs. Maryam: 58).

Abu Umamah bertanya kepada Rasulullah saw.: “Apa keselamatan itu?”. Nabi menjawab: “Jagalah lisanmu, luaskanlah rumahmu, menangislah atas kesalahanmu”. Nabi bersabda: “Tiga mata yang diharamkan masuk neraka; mata yang terjaga fi sabilillah, mata yang menangis karena takut kepada Allah swt.”, dan perawi hadits tidak meneruskan pada bagian yang ketiga. Nabi juga bersabda: “Wahai manusia menangislah engkau, jika engkau tidak bisa menangis maka paksalah untuk menangis, karena sesungguhnya ahli neraka itu menangis di neraka sehingga air matanya mengalir di wajahnya bagaikan aliran sungai, ketika air matanya habis maka mengalirlah darah (sebagai ganti air mata), seandainya sebuah kapal yang dilepas pada aliran air matanya maka kapal akan berlayar”.

Ketahuilah bahwa menangis karena takut kepada Allah swt. itu merupakan bukti rasa takut kepada Allah swt. dan condongnya diri untuk lebih memilih akhirat. Dua hal yang bisa menyebabkan menangis, yaitu takut kepada Allah swt., menyesal terhadap perilaku yang melampaui batas dan kecerobohan yang telah lalu. Dan penyebab utamanya adalah mahabbah (rasa cinta). (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 263-264)

Disebutkan pula bahwa Nabi saw. bersabda: “Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah swt. sehingga air susu masuk ke tempatnya”. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 238)

📚 Ingat Pada Kematian

Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan para ahli fiqih, kemudian mereka saling mengingatkan tentang mati dan kiamat, kemudian mereka menangis seakan-akan di depan mereka tertapat jenazah.

Barangsiapa yang banyak mengingat mati maka akan diberi kemuliaan dengan tiga hal; mempercepat taubat, hati yang menerima, giat dalam ibadah. Dan barangsiapa yang lupa dengan mati maka akan disiksa dengan tiga hal: menunda-nunda taubat, tidak senang dengan kecukupan, malas dalam ibadah. (Tanwir al-Qulub, hlm. 451)

📚 Taubat

Pengertian Taubat

Taubat secara bahasa berarti ruju' (kembali), dan secara istilah berarti kembali dari ucapan dan perbuatan yang buruk menuju ucapan dan perbuatan yang baik. Sebagaimana firman Allah swt.:

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya”. (Qs. at-Tahrim: 08)

3 Macam Taubat

1. Taubat orang awam yaitu taubat dari dosa dan keburukan
2. Taubat orang khash adalah mengosongkan hatinya dari makrifat selain Allah
3. Taubat orang akhash adalah dengan menenggelamkan ruhnya dalam mahabbah (cinta) Allah, bukan mahabbah selain-Nya. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 76)

Catatan: Pembagian-pembagian tersebut didasarkan pada tingkatan (maqam) orang awam. Orang khash (khusus), dan orang akhashshul khusus (di atas kriteria khusus). Orang awam adalah orang biasa pada umumnya. Sedangkan orang khash ada yang menyebutkan bahwa ini adalah tingkatan para ulama, dan para wali kekasih Allah. Dan orang akhashshul khash atau akhashshul khusus adalah tingkatan bagi para nabi dan rasul.

Syarat Taubat

Syarat-syarat taubat adalah menyesali perbuatan yang jelek, meninggalkan perbuatan jelek seketika, membulatkan tekad (berniat) tidak mengulangi perbuatan maksiat. (Risalah al-Qusyairiyah, hlm. 92, lihat juga kitab Minah as-Saniyah, hlm. 2) Juga terdapat dalam kitab Jami al-Ushul fi al-Auliya, 177-178.

Lebih lanjut beberapa syarat taubat disebutkan dalam kitab Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 178.

Sebagian ulama berkata: “Syarat-syarat taubat ada 8, yang tiga sudah disebutkan. Dan yang keempat, menerima aniaya manusia dan memenuhi hak-haknya. Kelima, mengqadha kewajiban yang telah tertinggal. Keenam, menghilangkan setiap daging yang tumbuh dari barang haram dengan riyadhah dan mujahadah. Ketujuh, mencari makanan, minuman dan pakaian yang halal. Kedelapan, mensucikan hati dari tipu daya, rekayasa, hasud dan banyak berangan-angan, dan lain sebagainya”. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 178)

📚 3 Macam Ubudiyah

Ubudiyah ada tiga macam; ubudiyah orang awam yaitu melaksanakan ketaatan, ubudiyah orang khosh adalah ikhlas dalam ketaatan, dan ubudiyah orang akhoshsul khosh adalah meniadakan pandangan dari ikhlas dalam ketaatan. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 76)

📚 3 Macam Syukur

Syukur ada tiga macam; syukur orang awam dengan ucapan, yaitu pujian, syukur orang khosh itu dengan perbuatan dan pengorbanan, syukur orang akhosh adalah dengan mengetahui semua nikmat itu dari Allah sang Pemberi nikmat. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 76)

📚 Memandang Orang Yang Lebih Rendah Dalam Urusan Duniawi

Rasulullah saw. bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra.: “Lihatlah orang yang lebih rendah di antara kalian, dan janganlah kalian melihat orang yang ada di atas kalian. Karena itu lebih pantas agar kalian tidak menghina nikmat Allah yang telah diberikan padamu”. Abu Hurairah ra. juga meriwayatkan dari Rasulullah saw., beliau bersabda: “Ketika salah seorang di antara kalian melihat orang lain yang diberi anugrah harta atau raga, maka lihatlah orang yang lebih rendah darinya”. (Syarh al-Hikam, juz 2, hlm. 34)

📚 Tanda Kesempurnaan Nikmat

Termasuk kesempurnaan nikmat adalah Allah memberi rizki yang cukup bagimu, dan mencegah diri dari apa yang menjadikanmu melampaui batas. Rezeki yang cukup, tidak lebih dan tidak kurang adalah kenikmatan sempurna Allah yang diberikan atas hamba-Nya. Dengan rizki yang cukup tercapailah semua kemaslahatan hamba atas agama dan dunianya. Adapun kemaslahatan agama terletak dalam rizki yang tidak melebihi dari kecukupan. Ini jelas karena jika seorang salik mendapati kelebihan dari harta itu, bisa jadi kelebihan tersebut menjadikan dirinya orang yang melampaui batas. Sebagaimana yang difirmankan Allah swt.:

“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup”. (al-„Alaq: 6-7)

Menganggap diri kaya berarti ada kelebihan atas kecukupan, yang menjadi sebab melampaui batas. Sedangkan melampaui batas adalah pangkal dari tiap kemaksiatan kepada Allah. Kisah Tsa'labah ketika meminta doa dari Nabi saw., agar Allah memberinya harta, dan segala sesuatu yang mendatangkannya. Kisah Tsa'labah ini adalah kisah yang terkenal.

Ibn Abi Waqqash ra. berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sebaik-baik rizki adalah yang cukup, dan sebaik-baik dzikir adalah dzikir khafi”. (Syarh al-Hikam, juz 2, hlm. 44)

📚 Dunia Itu Palsu

Semakin lama manusia tenggelam dalam kenikmatan dunia, semakin cepat pula dunia ini akan memangsanya. Ibarat seekor sapi yang terus menerus diberi makanan rumput hijau segar, tanpa diukur apakah sapi tersebut sudah kenyang. Maka, sapi tersebut akan mati karena terlalu kenyang dengan rumput hijau yang dimakannya.

Rasulullah saw. menggambarkan semua hiasan dan kenikmatan dunia sebagai tanaman yang hijau. Hal ini menggambarkan bahwa tanaman yang hijau tentunya bisa rusak oleh hama, atau akan menguning karena dimakan oleh waktu, dan akhirnya binasa. Inilah yang dimaksud dengan kenikmatan dunia yang semu, tidak awet dan akan binasa. Sebagaimana sabda Nabi saw. berikut ini:

“Dunia itu manisan yang hijau. Barangsiapa mengambilnya (sesuai) dengan haknya, maka (apa yang dia ambil) diberkahi baginya. Betapa banyak orang yang tenggelam dalam keinginan nafsunya, maka tiada lagi baginya pada hari kiamat kecuali neraka”. (Faydhul Qodir, juz 3, hlm. 728)

📚 Dunia Itu Dilaknat

Nabi saw. bersabda: “Dunia seisinya dilaknat Allah swt. kecuali kalimat laa ilaha illallah dan orang yang mengiringinya”. (Jami al-Ushul fi al- Auliya, hlm. 235)

📚 3 Macam Ridha

Ridha ada tiga macam; ridha orang awam kepada agama Allah yaitu dengan upayanya untuk bertindak sesuai agama. Ridha orang khosh kepada pahala Allah, yaitu dengan beramal karena Allah, dan berharap pahala-Nya. Dan ridha orang akhosh adalah Allah saja, yaitu ridho kepada Allah semata. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 77)

📚 Meninggalkan Perdebatan

Di antara tata krama seorang salik atas dirinya sendiri adalah meninggalkan perdebatan dengan para pencari ilmu karena perdebatan akan menyebabkan lupa dan hati menjadi kotor. Dan jika dirinya telah terjerumus di dalamnya, maka hendaknya dia memohon ampunan kepada Allah, dan meminta ma‟af pada orang yang berdebat dengannya jika memang orang tersebut benar. (Tanwir al-Qulub, hlm. 533)

📚 3 Macam Ikhlas

Ikhlas ada tiga macam; ikhlas orang awam yaitu dengan membersihkan perbuatan dari segala kekotoran. Iklhas orang khosh yaitu dengan menghilangkan unsur makhluk dari semua muamalahnya (perbuatannya). Dan ikhlas orang akhosh, yaitu menghilangkan pandangan makhluk dengan melanggengkan pandangan hati pada Allah. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 77)

📚 Ridha Kepada Qadha’ Allah

Segala sesuatu yang ada telah Allah tetapkan kadar ukurannya. Sehingga bagaimanapun kita harus menerima dan rela terhadap apa yang menjadi ketetapan-Nya. Kenikmatan yang diberikan-Nya adalah semata- mata karena sifat rahman rahim-Nya. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya.

Kenikmatan yang diberikan wajib kita syukuri, cobaan yang diberikan harus kita hadapi dengan sabar dan tabah, dan setiap putusan yang diberikan oleh Allah harus kita terima apa adanya, karena kita semua hanyalah hamba. Allah mengancam kepada siapapun yang tidak rela atas segala keputusan-Nya, agar dia mencari tuhan selain-Nya. Namun, apakah ada tuhan selain-Nya???

Tentang hal ini termaktub dalam kitab Ihya „Ulum ad-Din, juz 4, hlm. 335.

📚 Qadha’ Dan Qadar

Allah telah menetapkan ukuran segala sesuatu sebelum alam diciptakan pada zaman azali. Ketetapan ini dalam bahasa tauhid lebih dikenal dengan istilah qadha, yang berarti kehendak Allah terkait dengan segala sesuatu baik yang wujud maupun tidak wujud. Karena qadha' adalah kehendak Allah, maka qadha' merupakan salah satu sifat dari dzat Allah yang qadim (lampau yang tidak ada permulaannya).

Setiap ketetapan tersebut diwujudkan dalam qadar, ukuran-ukuran tertentu, dan dengan bentuk-bentuk tertentu. Qadar adalah bentuk perwujudan dari sebuah perencanaan Allah pada zaman azali. Karena qadar berhubungan dengan perwujudan terhadap ada atau tidaknya segala sesuatu, maka qadar bersifat hadits (baru). Sebagaimana hal ini termaktub dalam kitab Tanwir al-Qulub, hlm. 87:

📚 Penangkal Qadha’ Penambah Umur

Berikut ini adalah sebuah hadits yang menjelaskan bahwa doa dapat menolak qadha' dan perbuatan baik dapat menambah umur:

Rasulullah saw. bersabda: “Tiada yang bisa menolak qadha' (ketentuan Allah) kecuali doa, dan tiada yang dapat menambah usia kecuali perbuatan baik”. (Faydhul Qodir, juz 6, hlm. 582)

📚 Ciri-ciri Ikhlas Dan Orang Yang Ikhlas

Ikhlas adalah beramal tanpa mengharap imbalan apapun, baik imbalan duniawi maupun imbalan ukhrowi, antara dhohir dan batin sama- sama rela. Pengertian ikhlas ini, lebih lumrah kita dengar dalam istilah Jawa “sepi ing pamrih, rame ing gawe”. Menurut pendapat syaikh Ruwaim disebutkan bahwa seorang yang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikannya layaknya dia menyembunyikan keburukannya, sehingga sama sekali dia tidak ingin menampakkan apalagi memamerkan kebaikan apapun yang pernah dilakukannya.

Ruwaim berkata: “Ikhlas adalah semua perbuatan yang pelakunya tidak mengharapkan bagian baik di dunia maupun di akhirat”. Ruwaim selanjutnya berkata: “Ikhlas adalah penyembahan seorang hamba antara dhohir dan batinnya sama”. Dikatakan pula bahwa seorang yang ikhlas adalah (seperti) orang yang menyembunyikan kebaikannya, sebagaimana dia menyembunyikan keburukannya. (Jami al-Ushul fi al- Auliya, hlm. 274)

📚 Pandangan Allah Kepada Hamba-nya

Pandangan Allah terhadap makhluk-Nya berbeda dengan apa yang menjadi pandangan makhluk. Allah memberikan penilaian atas seorang hamba bukan dari sisi dhohirnya, melainkan yang menjadi ukuran adalah sisi batinnya. Seburuk apapun wajah seorang hamba dan serendah apapun derajatnya di mata manusia, namun penilaian Allah hanya tertuju pada kemuliaan hatinya. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw.:

Nabi saw. bersabda: “Allah tak memandang penampilan kalian, juga tak memandang harta kalian, melainkan Dia memandang hati kalian”. (Tanwir al-Qulub, hal 419)

📚 Sabar

Pengertian Sabar

Menurut Imam Junaid, sabar adalah menahan kepahitan tanpa bermuram wajah. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 271)

Dasar-dasar Sabar

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْا ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung. (Qs. Ali „Imran: 200)

Makna dari kata ayat di atas:

-Maksud lafadz اصْبِرُوْا dalah sabar dengan ajakan nafsu untuk melaksanakan taat kepada Allah swt.

-Maksud lafadz وَصَابِرُوْا dalah sabar dengan perubahan hati (dari akhlak yang buruk menuju akhlak yang baik) menghadapi cobaan Allah swt.

-Maksud lafadz وَرَابِطُوْا bersambungan sirri dengan rindu kepada Allah swt. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 271)

Tiada rizki yang diberikan kepada seorang hamba itu lebih baik dan lebih luas daripada sabar. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 271)

Pembagian Sabar Dilihat Dari Pelakunya

Sabar ada tiga macam; sabar orang awam yaitu sabar dari kemaksiatan, sabar orang khosh yaitu sabar atas ketaatan, dan sabar orang akhosh yaitu sabar bersama Allah. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 77)

Pembagian Sabar Dilihat Dari Sisi Maqam

Sabar dibagi menjadi 5 bagian: sabar li-Allah (tunduk, patuh kepada Allah swt.), sabar fi-Allah (cobaan), sabar bi-Allah (tetap untuk selalu bersama Allah swt.), sabar ma‟a-Allah (menepati janji setia), sabar „ani-Allah (jauh dari Allah swt.). (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 272)

📚 Macam Bala’

Bala' (ujian, cobaan) ada tiga macam; bala' orang awam sebagai bentuk pelajaran, bala' orang khosh sebagai bentuk perbaikan etika, dan bala' orang akhosh sebagai bentuk taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah). (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 77)

📚 Sabar Atas Perbuatan Buruk Orang Lain

Allah memberikan potensi kepada makhluk untuk berbuat yang menyakitkan, agar engkau tidak merasa tentram dengan mereka. Allah menghendakimu agar menjauhi segala sesuatu yang dapat menyibukkan dirimu sehingga jauh dari Allah. Perbuatan manusia yang menyakitkan atas seorang hamba merupakan sebuah kenikmatan yang besar bagi dirinya. Apalagi perbuatan yang menyakitkan itu dari orang yang biasa menyayanginya, memuliakannya, berbuat baik padanya, dan menghormatinya. Karena perbuatan itu akan menjadikan dirinya tidak merasa tentram, tidak tergantung, dan tidak terhibur dengan mereka. Jika sudah demikian, maka akan menjadi nyata ubudiyahnya kepada Allah.

Abu al-Hasan as-Syadzili ra. berkata: “Seorang manusia menyakitiku, dan aku tak mampu membalasnya. Lalu aku tertidur, kemudian aku bermimpi, dan dikatakan kepadaku “Termasuk dari tanda-tanda orang yang shiddiq (yang berbakti kepada Allah) adalah orang yang banyak musuh, namun dia tidak mempedulikan mereka”. (Syarh al-Hikam, juz 2, hlm. 57-58)

📚 3 Macam Tawakal

Tawakal ada tiga macam; tawakal orang awam yaitu tawakal atas syafaat, tawakal orang khosh yaitu tawakal atas ketaatan, tawakal orang akhosh yaitu tawakal atas pertolongan. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 76)

📚 Tanda-tanda Tawakal

Tanda orang yang tawakal adalah dia tidak meminta, tidak pula menolak, dan tidak pula menahan. Keadaan yang paling sempurna dari tawakal ini adalah seorang salik menghadapkan dirinya kepada Allah seakan-akan dia adalah mayat yang ada di hadapan orang yang memandikannya, tubuhnya dibolak-balikkan dia tetap diam dan menerima apa adanya. Abu ad-Darda‟ menyatakan bahwa buah iman adalah ikhlas, tawakal, dan pasrah sepenuhnya kepada Allah „azza wa jalla.

Tidak ada maqam yang lebih mulia dibandingkan dengan tawakkal. Karena tawakkal menjadikan hamba mencintai Allah. Dengan kepasrahan ini, salik memperoleh hidayah, sehingga dia pun memperoleh keridhaan- Nya. Jika Allah telah meridhainya, maka kemuliaan dari Allah akan diperolehnya. Oleh karena itu, barangsiapa bertawakkal kepada Allah, menyerahkan segala urusan kepada-Nya, ridha dengan qodar-Nya, maka dia benar-benar telah menegakkan agama, dan memperbaiki iman dan keyakinannya. Sehingga kedua tangan dan kakinya hanya tergerak untuk kebajikan. Dia benar-benar menjadi orang yang berakhlak mulia, yang dengan akhlak mulia tersebut segala urusannya pun menjadi baik.

Sebaliknya, barangsiapa menghina terhadap tawakkal, maka dia menghina keimanannya, karena keimanan selalu bersamaan dengan tawakkal. Barangsiapa mencintai orang-orang ahli tawakkal, maka dia mencintai Allah swt. (Tanwir al-Qulub, 479)

📚 Tawadhu

Pengertian Tawadhu

Pengertian tawadhu adalah berserah diri pada kebenaran dan meninggalkan berpaling pada hukum.

Tawadhu menurut istilah ahli sufi adalah menyerahkan diri kepada kebenaran dan meninggalkan berpaling pada hukum. (at-Thuruq as- Shufiyah, hlm. 265)

Dikatakan juga: “Tawadhu adalah tenangnya hati pada kebenaran, mengikuti dan menerima kebenaran itu, baik dari orang kaya, fakir, orang tua, anak kecil, orang mulia maupun orang yang rendah”. (at- Thuruq as-Shufiyah, hlm. 266)

Dasar Tawadhu

(Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang- orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati) Qs. Al-Furqan: 63. Maknanya: “Dengan khusyu, dengan tawadhu”.

Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. (Qs. asy-Syu'araa': 215)

Nabi saw. bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sebiji sawi dari sifat sombong".

Nabi saw.: “Tidaklah tawadhu seorang laki-laki kepada Allah swt., kecuali Allah swt. mengangkat derajatnya”.

Tanda Tawadhu

Tanda-tanda tawadhu adalah apabila seseorang meyakini bahwa sesungguhnya orang lain itu lebih baik dari dirinya. (at-Thuruq as- Shufiyah, 270)

Fudhail berkata: “Barangsiapa melihat dirinya memiliki nilai-nilai (kelebihan), maka tidak ada baginya sikap tawadhu”. (at-Thuruq as- Shufiyah, 270)

Abu Yazid berkata: “Tanda-tanda tawadhu adalah seseorang yang tidak melihat makhluk lebih jelek dirinya”. (at-Thuruq as-Shufiyah, 270)

Nabi saw. bersabda: “Tidaklah ada anak cucu Adam, kecuali mempunyai sebuah hikmah dari Allah swt. Ketika dia tawadhu maka dilaporkan kepada Allah swt. Lalu Allah swt. berfirman: “Tampakkan hikmahnya!”. Dan ketika dia sombong maka dilaporkan kepada Allah swt.: “Hilangkan hikmahnya!”. (at-Thuruq as-Shufiyah, 267)

Barang siapa tawadhu kepada Allah swt. maka Allah swt. akan mengangkat derajatnya. (at-Thuruq as-Shufiyah, 267)

📚 3 Macam Zuhud

Zuhud ada tiga macam; zuhud orang awam yaitu dengan meninggalkan yang haram, zuhud orang khosh dengan meninggalkan berlebih-lebihan dalam perkara halal, dan zuhud orang akhosh yaitu dengan meninggalkan segala sesuatu yang menyibukkan (memalingkan) dirinya dari Allah. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 76)

📚 Zuhud Dunia Dapat Mendamaikan Hati Dan Badan

Tidak mudah tergiur dengan kenikmatan dan gemerlap dunia, akan menjadikan diri kita lebih nyaman sehingga diri tak tersiksa dan hati pun menjadi tenang. Sebaliknya, menuruti keinginan nafsu dan mencintai seluruh kesenangan duniawi menjadikan diri semakin tersiksa, hati menjadi tidak tenang karena takut kenikmatan dunia yang dimiliki menjadi sirna. Jika semua hal ini dapat kita pahami dengan baik, maka kita tidak akan mudah terbujuk oleh kepalsuan duniawi. Sebagaimana hal ini digambarkan dalam sabda Rasulullah saw. berikut:

Rasulullah saw. bersabda: “Zuhud akan membuat hati dan badan menjadi nyaman. Dan mencintai dunia semakin menambah kesedihan dan kesusahan”. (Faydhul Qodir, juz 4, hlm. 96)

📚 Bahaya Cinta Dunia Dan Rela Pada Kebodohan

Orang yang cinta harta benda menjadikan dirinya buta, tak kenal kawan, tak kenal keluarga. Harta lebih berharga baginya dibandingkan kawan dan keluarga yang dimilikinya. Demi harta, orang tersebut rela memutus tali persahabatan dan kekeluargaan karena cinta butanya pada dunia. Seringkali kita temui di masyarakat, perpecahan keluarga yang disebabkan perebutan harta warisan, atau lahan bisnis yang semuanya tak lain adalah bagian dari gemerlap kenikmatan dunia.

Sementara itu, ada juga orang-orang yang lebih memilih untuk mengedepankan harta ketimbang pendidikan. Mereka menganggap bahwa harta yang melimpah akan menjadi jaminan kebahagiaan di masa mendatang. Dan mereka lupa bahwa kenikmatan dunia yang mereka miliki, sewaktu-waktu dapat sirna dari genggaman mereka. Mereka juga lupa, bahwa harta melimpah tanpa diimbangi ilmu pengetahuan untuk mengelolanya, hanya akan menjadikan harta itu semakin menipis dan habis. Mereka lebih memilih kaya harta, namun minim ilmu. Bukankah segala urusan baik urusan dunia maupun akhirat harus dipahami ilmunya?

Dua hal di atas, mementingkan kenikmatan dunia, dan merelakan keadaan yang minim ilmu adalah dua hal yang oleh Abu al-Hasan asy- Syadzili — salah seorang tokoh thariqah Syadziliyah — dipandang sebagai hal yang sangat berbahaya yang dapat menjadikan seseorang itu celaka, sebagaimana disebutkan dalam kitab Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 45.

📚 Dunia Menjadi Pelayan Bagi Orang Yang Melayani Agama Allah

Dunia ini, jika semakin kita terus membenamkan diri didalamnya, maka semakin dalam kita terjerumus dalam kepalsuannya. Sebaliknya, jika kita menggunakan dunia ini sebatas kebutuhan kita untuk mengabdikan dan menyembahkan diri kepada Allah, maka dunia ini yang akan mencari dan mengabdi kepada kita. Betapa banyak orang-orang yang mengabdikan dirinya kepada Allah, hidup mereka tentram, serba kecukupan. Dunia menjadi pelayan mereka, bukan mereka yang menjadi pelayan dunia. Hal ini sesuai dengan firman Allah kepada dunia ketika menciptakannya: “Barangsiapa mengabdi kepada-Ku, maka layanilah dia. Dan barangsiapa mengabdi kepadamu (dunia), maka mintalah pengabdiannya”.

Apabila Allah menghendaki seorang hamba untuk dijadikan kekasihnya, maka Allah akan menjauhkan dunia darinya, dan Allah memberikan pertolongan serta kemudahan baginya untuk melakukan amal-amal yang baik. Sebagaimana terjadi pada seorang kekasih Allah. Yaitu ketika dia keluar untuk berburu, tiba-tiba dia bertemu dengan seorang pemuda yang menunggangi harimau yang dikelilingi oleh binatang buas. Ketika hewan-hewan buas itu melihatnya dan hendak menerkamnya, maka pemuda tersebut mencegahnya. Lalu pemuda itu berkata: Apakah ini tergolong lupa? Kamu sibukkan dirimu untuk menuruti hawa nafsu, kesenangan dunia dan meninggalkan akhirat serta meninggalkan pengabdian kepada sang pencipta. Allah memberimu dunia untuk membantumu dalam mengabdi kepada-Nya. Akan tetapi, engkau jadikan dunia ini sebagai perantara yang menyibukkan dirimu jauh dari-Nya. Kemudian keluarlah seorang perempuan tua yang membawa air, pemuda itupun meminumnya. Laki-laki itu bertanya kepada pemuda tentang perempuan itu, lalu pemuda itu berkata: “Dia adalah dunia yang dipasrahkan kepadaku karena pengabdianku (kepada-Nya). Tidakkah telah sampai kepadamu ketika Allah menciptakan dunia, lalu Allah berfirman: “Barangsiapa mengabdi kepada-Ku maka layanilah dia. Dan barangsiapa mengabdi kepadamu (dunia), maka mintalah pengabdian darinya””. Setelah itu, laki-laki tersebut meninggalkan dunia dan menjalani thariqah, hingga dia menjadi seorang wali abdal. (Tanwir al- Qulub, hlm. 448)

📚 Meninggalkan Cinta Jabatan Dan Ketenaran

Di antara tata krama seorang salik terhadap dirinya sendiri adalah meninggalkan cinta jabatan dan kepemimpinan karena hal itu menjadi pencegah dirinya dari jalan yang benar. Diriwayatkan dari Rasulullah saw.: “Tiadalah dua harimau yang lapar lagi galak yang semalaman berada di kandang kambing itu lebih berbahaya daripada kerakusan seseorang pada kemuliaan dan harta atas agamanya”. (Tanwir al-Qulub, 533)

Pendamlah dirimu dalam kesamaran (tidak dikenal orang), karena sesuatu yang tumbuh dari yang tak dipendam tidak akan sempurna hasilnya. Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi salik dibandingkan kemasyhuran (terkenal) diri dan nama, karena hal itu termasuk bagian terbesar yang diperintahkan untuk ditinggalkan dan memerangi nafsu didalamnya, dan terkadang hati salik masih tolerir untuk meninggalkan selain kemasyhuran. Mencintai jabatan dan memilih kemasyhuran itu bertentangan dengan tuntutan ibadah atas dirinya. Ibrahim ibn Adham ra. berkata: “Allah tidak membenarkan orang yang mencintai kemasyhuran”. (Syarh al-Hikam, juz 1, hlm. 11)

📚 Macam-macam Nafsu

Nafsu adalah unsur rohani manusia yang memiliki pengaruh paling banyak dan paling besar di antara anggota rohani lainnya yang mengeluarkan perintah kepada anggota jasmani untuk melakukan suatu tindakan.

Dalam diri manusia, terdapat tujuh macam nafsu yang perlu untuk diketahui sifat dan karakternya. Karena dengan mengetahui sifat-sifat dan karakter tersebut, hal ini memungkinkan bagi kita untuk bisa sampai kepada Allah.

Tujuh macam nafsu dan karakternya adalah sebagai berikut:

1. an-Nafsu al-Ammarah, yaitu nafsu yang cenderung mendorong kepada keburukan.

2. an-Nafsu al-Lawwamah, yaitu nafsu yang telah mempunyai rasa insaf dan menyesal sesudah melakukan suatu pelanggaran.

3. an-Nafsu al-Mulhimah, yaitu nafsu yang memberikan dorongan untuk berbuat kebaikan.

4. an-Nafsu al-Mutmainnah, yaitu nafsu yang telah mendapat tuntunan dan pemeliharaan yang baik. Ia mendatangkan ketenteraman jiwa, melahirkan sikap dan perbuatan yang baik, mampu membentengi serangan kekejian dan kejahatan.

5. an-Nafsu ar-Raadhiyah, yaitu nafsu yang ridha kepada Allah, yang mempunyai peran yang penting dalam mewujudkan kesejahteraan.

6. an-Nafsu ar-Mardhiyah, yaitu nafsu yang mencapai ridha Allah. Keridhaan tersebut terlihat pada anugerah yang diberikan Allah berupa senantiasa berdzikir, ikhlas, mempunyai karomah, dan memperoleh kemuliaan.

7. an-Nafsu al-Kaamilah, yaitu nafsu yang telah sempurna bentuk dan dasarnya, sudah dianggap cakap untuk mengerjakan irsyad (petunjuk) dan menyempurnakan penghambaan diri kepada Allah.

📚 Ciri-ciri Orang Yang Mengikuti Hawa Nafsunya

Di antara tanda-tanda orang yang mengikuti hawa nafsunya adalah bersegera untuk melaksanakan kesunnahan dan malas untuk melaksanakan yang wajib. Ini adalah sebuah gambaran yang bisa menjelaskan ringannya kebatilan dan beratnya kebenaran bagi nafsu.

Apa yang telah disebutkan oleh pengarang adalah keadaan kebanyakan orang. Anda menyaksikan seseorang yang telah niat bertaubat dan dia tidak memiliki keinginan yang kuat kecuali untuk melaksanakan puasa dan sholat sunnah, berkali-kali pergi ke Baitullah, dan berbagai kesunnahan lainnya.

Dengan tidak adanya niat yang kuat itulah, dia tidak dapat menggapai yang wajib karena kecerobohannya, dan dia tidak dapat melepaskan tanggungan aniaya atas dirinya sendiri dan orang lain. Semua itu ada tidak lain karena mereka masih belum mau melatih nafsu yang telah memperdayai diri mereka, tidak pula mereka mau memerangi hawa nafsu yang telah menguasai diri mereka. Seandainya mereka melatih dan memerangi hawa nafsu, maka mereka akan mengalami kesibukan yang dahsyat, dan tidak akan menemukan kelonggaran dalam ketaatan dan kesunnahan.

Sebagian orang alim berkata: “Barangsiapa yang lebih mementingkan fadhilah-fadhilah kesunnahan daripada melaksanakan kewajiban, maka dia adalah orang yang tertipu”. Muhammad ibn Abi al-Warad ra. berkata: “Kerusakan manusia terletak dalam dua pekerjaan; (pertama) sibuk dengan kesunnahan dan menyia-nyiakan kewajiban, (kedua) beribadah dengan anggota badan namun hati tidak turut serta di dalamnya, mereka akan terhalang untuk bisa wushul karena mereka menyia-nyiakan yang inti.” (Syarh al-Hikam, juz 2, hlm. 30)

📚 Matinya Nafsu Karena Ilmu

Untuk menundukkan nafsu, kita perlu memahami dan mengerti karakteristik dan sifat-sifat nafsu itu sendiri, serta bagaimana cara-cara nafsu untuk membujuk diri kita agar terjerumus dalam perbuatan yang negatif. Jadi, kata kunci untuk menundukkan nafsu adalah ilmu. Tanpa ilmu, kita tidak bisa apa-apa, tanpa ilmu kebutuhan dunia dan akhirat sulit untuk bisa dicapai. Dan yang terpenting adalah kita harus selalu berpegang teguh pada al-Qur'an dan al-hadits. Dalam kitab Jamii'ul Ushuul fil Auliyaa disebutkan:

Abu al-Hasan as-Syadziliy berkata: “Matinya nafsu itu dengan ilmu dan ma'rifat, serta mengikuti al-Qur'an dan sunnah rasul” (Jami al-Ushul fi al- Auliya, hlm. 43)

📚 Hilangnya Kejernihan Akal

Salah satu pengaruh besar nafsu terhadap akal adalah syahwat. Salah satu tanda adanya syahwat, yaitu berdirinya dzakar (baca: ereksi). Jika dzakar sudah berdiri, maka dua pertiga akal manusia menjadi hilang. Jika dua pertiga akal telah sirna, maka berpikir pun menjadi sulit karena dua pertiga bagian dari akal sehat telah dikuasai nafsu.

Dalam firman Allah: “Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita”. Sebagian mufassir mengatakan yang dimaksud adalah berdirinya dzakar. Sebagian mereka menyandarkan kepada beliau dalam tafsirnya, namun dengan redaksi: “Dzakar (alat vital laki-laki) jika sudah masuk (ke dalam alat vital perempuan)” – dikatakan juga – “jika dzakar telah berdiri (ereksi), maka hilanglah dua pertiga akalnya”. Hadits riwayat Ibn Abbas. (Ihya „Ulum ad-Din, juz 3, hlm. 96)

📚 3 Macam Hati

Hati ada tiga macam; hati orang awam adalah hati yang melayang dalam urusan dunia yang dibarengi dengan ketaatan. Hati orang khosh adalah hati yang melayang dalam urusan akhirat yang diliputi dengan kemuliaan. Hati orang akhosh adalah hati yang melayang dalam Sidratul Muntaha (keagungan Allah yang tanpa batas) dalam keadaan terhibur dan selalu bersama dengan Allah. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 78)

📚 Sifat-sifat Orang Munafiq Dan Fasiq

Hati yang baik hanya bisa terwujud dengan membersihkannya dari semua sifat tercela, baik yang kecil maupun yang besar. Semua sifat ini adalah sifat manusia yang bertentangan dengan ubudiyah (sebagaimana telah ditunjukkan oleh pengarang). Sifat-sifat ini meracuni pemiliknya dengan racun kemunafikan dan kefasikan. Sifat-sifat ini banyak, seperti sombong, kagum terhadap diri sendiri, riya', pamer, dengki, hasud, cinta pada jabatan dan harta. Dari sifat-sifat tercela itu, akan bercabang lagi menjadi beberapa sifat buruk seperti permusuhan, kebencian, merasa hina di hadapan orang-orang kaya, meremehkan orang-orang fakir, tidak yakin atas datangnya rizki, takut derajatnya jatuh dalam pandangan manusia, pelit, kikir, banyak berangan-angan, serakah, menyalahgunakan kenikmatan, dendam, menipu, membanggakan diri sendiri, sikap berpura-pura, mencari muka (menjilat), berhati batu, kasar dan keras tutur katanya, lalai (dari dzikir kepada Allah), sulit menerima nasihat, kasar prilakunya, tergesa-gesa, mudah marah, memandang rendah orang lain, tidak lapang dada, sedikit kasih sayangnya, sedikit rasa malunya, tidak qona'ah, senang jabatan, mencari kedudukan yang tinggi, mengedepankan hawa nafsu ketika ditimpa kehinaan.

Pangkal dari sifat-sifat tersebut bersumber dari mementingkan, merelakan, dan mengagungkan nafsu. Dengan sifat-sifat tersebut, orang yang kafir tetap menjadi kafir, orang yang munafik tetap menjadi munafik, dan orang yang durhaka tetap menjadi durhaka. Dan sifat-sifat tersebut juga menjadi sebab lepasnya ikatan ubudiyah kepada Allah „azza wa jalla. (Syarh al-Hikam, juz 1, hlm. 30)

📚 Riya’

Pengertian Riya’

Kebalikan ikhlas adalah riya', sedangkan riya' adalah menghendaki kemanfaatan dunia dengan perbuatan akhirat. (Siraj at- Thalibiin, juz 2, hlm. 364)

Dasar Riya’

Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud ria kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. (Qs. al-Anfal: 48)

Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits dari Rasulullah saw.: “Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takuti atas diri kalian adalah syirik kecil yaitu riya'”.

Pembagian Riya’

Riya' (pamer) banyak sekali macamnya dan dikelompokkan menjadi 5 bagian:

1. Riya' dalam masalah agama dengan badannya, yaitu dengan memperlihatkan kurusnya badan dan pucatnya wajah agar orang tersebut disangka sebagai orang yang sangat bersungguh- sungguh dalam beribadah dan sangat prihatin atas perkara agama dan sangat takut kepada akhirat. Adapun ahli dunia maka dia memamerkan dengan menampakkan kegemukannya, bersihnya kulit, tegak bentuk tubuhnya, ketampanan wajahnya, bersih dan kuatnya anggota badan, dsb.

2. Riya' dengan keadaaan tubuh dan penampilan. Adapun riya dengan keadaan tubuh adalah kumalnya rambut, memotong kumis, menundukkan kepala ketika berjalan, pelan-pelan dalam bergerak dan menetapkan bekasnya sujud pada kening. Sedangkan riya dengan penampilan adalah orang yang mendapatkan kedudukan menurut ahli shalah (baik) dengan menampakkan kezuhudannya dengan menggunakan pakaian compang-camping, kotor, pendek, kasar kainnya supaya terlihat jelek, kumuh, pendek, dan compang-camping pakaian tersebut sesungguhnya dia tidak termasuk orang yang susah di dunia.

3. Riya' dengan ucapan. Riya' ahli agama adalah dengan petuah, memberi nasihat, ucapan yang bijaksana, menjaga hadits Nabi dan atsar sahabat Nabi. Adapun riya' ahli dunia adalah dengan ucapan, yaitu dengan menghafal syair-syair serta pribahasa, fasih dalam mengucapkan kalimat, menjaga kaidah bahasa yang aneh. Bagi orang yang memiliki keutamaan menampakkan rasa senang pada manusia supaya mendapatkan simpati.

4. Riya' dengan perbuatan, seperti riya'nya orang yang shalat dengan memperpanjang berdiri ketika sholat, menegakkan punggung, memanjangkan sujud dan ruku' dan menundukkan kepala. Adapun ahli dunia, riya'nya dengan sombong, menghayal, menggerak-gerakkan kedua tangan, memperpendek langkah kaki, mengambil sesuatu dengan saputangan, mencari simpati supaya memperoleh jabatan dan nama baik.

5. Riya' dengan banyaknya sahabat, orang yang berkunjung, teman sejawat, seperti orang yang mempertajam ucapan dengan tujuan supaya para ulama mendatanginya sehingga dia mengatakan sesungguhnya ulama ini telah mendatangi seseorang.

📚 Aroma Surga

Seringkali kita tertipu dengan halusnya bujuk rayu nafsu yang menunggangi diri dalam melaksanakan ibadah. Bersedekah dengan jumlah uang yang banyak karena rasa gengsi dan riya' agar orang memandang kita sebagai orang yang dermawan, merupakan perbuatan ibadah yang tercampur dengan kepentingan duniawi.

Orang yang beribadah dengan tujuan untuk mencari kehormatan dan kebahagiaan dunia, maka bukan surga yang akan didapatkannya, melainkan neraka menjadi tempat kembalinya. Jangankan surga, aromanya saja tidak akan tercium olehnya.

Rasulullah saw. bersabda: “Aroma surga dapat tercium dari jarak perjalanan 500 tahun, namun aroma itu takkan dapat dicium oleh seseorang yang mencari dunia dengan amal perbuatan akhirat”. (Faydhul Qodir, juz 4, hlm. 54)

📚 3 Macam Ruh

Ruh ada tiga macam; ruh para musuh Allah disiksa di neraka Jahim, ruh para kekasih Allah diberi kenikmatan di surga Na'im, dan ruh para nabi dimuliakan di sisi-Nya. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 78)

📚 Macam-macam Iman

Iman menurut istilah tauhid adalah membenarkan dalam hati, mengikrarkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan. Dalam pemahaman lain dapat diartikan bahwa iman adalah menetapkan keyakinan akan sebuah kebenaran dalam hati, kemudian keyakinan itu diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dalam perbuatan nyata.

Dalam Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 331 disebutkan bahwa iman memiliki karakter sesuai dengan makhluk yang memilikinya. Ada iman yang tetap, ada pula yang terus bertambah. Ada yang kadang berkurang, kadang juga bertambah. Ada pula yang didiamkan, dan ada pula yang imannya ditolak.

1. Golongan yang imannya bersifat tetap, tidak bertambah dan tidak berkurang adalah karakter iman para malaikat.

2. Golongan yang imannya terus bertambah adalah iman orang-orang yang dijaga dari kesalahan (ma'shum), yaitu para nabi dan rasul.

3. Golongan yang memiliki karakter iman yang dapat berkurang karena maksiat, dan dapat bertambah karena taat. Golongan ini adalah orang-orang mukmin.

4. Golongan yang imannya didiamkan dalam artian iman mereka tidak akan benar selama kemunafikan masih ada dalam hati mereka. Golongan ini adalah orang-orang munafik.

5. Golongan yang imannya ditolak, mereka adalah golongan orang-orang kafir.

📚 Syarat Iman

Ketika anda ditanya tentang syarat-syarat iman, maka jawabnya syarat iman itu ada sepuluh; 1) takut kepada Allah swt., 2) mengharap anugerah Allah swt., 3) rindu kepada Allah swt., 4) menghormati kepada orang yang menghormati Allah swt., 5) menganggap remeh terhadap orang yang meremehkan Allah swt., 6) ridha terhadap keputusan Allah swt., 7) takut dari berbuat makar terhadap Allah swt., 8) syukur atas nikmat Allah swt.,9) tawakkal kepada Allah swt., 10) bertasbih dengan memuji Allah swt. (dzikirullah). (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 331)

📚 Tempat Iman Dan Islam

Sebagian orang alim berkata: “Bagian luar hati adalah tempatnya Islam, bagian dalam hati adalah tempatnya iman. Dari sinilah para pecinta itu berbeda-beda dalam cintanya, karena lebih unggulnya iman atas islamnya, dan lebih unggulnya batin atas dhahirnya”. (Syarh al-Hikam, juz 2, hlm. 36)

📚 Derajat Iman

Iman itu ada 4 tingkatan:

1. Iman orang-orang munafik yaitu hanya membenarkan dengan lisan mereka tanpa diyakini dengan hati, akan tetapi iman mereka berguna di dunia untuk menjaga darah dan harta mereka, sedang di akhirat sebagaimana firman Allah swt.: “Sesungguhnya orang-orang munafik akan ditempatkan di neraka yang paling bawah”.

2. Iman orang-orang mukmin secara umum yaitu mereka meyakini dengan hati dan membenarkan dengan lisan, akan tetapi mereka tidak melakukan apa yang sudah ditetapkan Allah, dan buah dari keyakinannya tidak tampak. Maka, ketika mereka bertadabbur pada Allah mereka masih takut dan berharap pada selain-Nya, dan mereka berani untuk mengingkari perintah-Nya dan larangan-Nya.

3. Iman muqorrobin, yaitu mereka yang menyibukkan diri dengan menghadirkan aqidah keimanan, sehingga keimanan mereka menyatu dalam batin mereka. Mata hati mereka seolah-olah memandang segala sesuatu yang keseluruhannya itu keluar dari ketentuan pada zaman azali. Maka, tampaklah hasil dari keimanan mereka. Mereka tidak meminta tolong kepada selain Allah, mereka tidak takut dan tidak pula berharap kecuali kepada Allah swt. Mereka berkeyakinan bahwa makhluk itu tidak mempunyai kemanfaatan dan bahaya baginya. Dan juga tidak kematian, kehidupan, dan kebangkitannya, dan tidak mencintai selain Allah swt. karena selain Allah tidak bisa berbuat kebaikan. Oleh karena itu syaikh Abu Hasan berkata: “Berilah kami hakikat iman kepada-Mu sehingga kami tidak takut kepada selain-Mu, tidak mengharap sesuatu kepada selain-Mu, tidak mencintai kepada selain- Mu, dan tidak menyembah sesuatu selain-Mu”. Dan mereka (muqarrabin) tidak berpaling dari sesuatu kehendak dan hukum-Nya. Karena sesungguhnya Allah swt. adalah Dzat Yang Maha Bijaksana, dan mereka berkeyakinan bahwa akhirat adalah tempat yang kekal, maka mereka pun berlomba-lomba.

4. Iman ahlu al-fana' dalam ketauhidannya yang tenggelam dalam musyahadah, sebagaimana yang dijelaskan oleh Sayyid Abd as-Salam: “Tenggelamkanlah aku dalam sumber lautan keesaan-Mu sehingga kami tidak melihat, tidak mendengar, tidak menemukan dan merasakan kecuali kepada-Mu. Kumpulkanlah antara aku dan engkau dan halangi antara aku dan selain engkau”. (Tanwir al-Qulub, hlm. 83)

📚 Hakikat Ihsan

Hakikat ihsan adalah seorang hamba menyembah kepada tuhannya seakan-akan dia melihat-Nya.

Imam Jalal al-Mahalli menyatakan bahwa hakikat ihsan adalah muraqabah kepada Allah swt. dalam berbagai ibadah yang meliputi iman dan Islam, sehingga seluruh ibadah seorang hamba mencapai kesempurnaan, seperti ikhlas, dan lain-lain. (Tanwir al-Qulub, hlm. 86)

📚 3 Macam Wara’

Wara' ada tiga macam; wara' orang awam yaitu tidak berbicara kecuali dengan Allah, baik dalam keadaan senang atau tidak. Wara' orang khosh adalah dengan menjaga semua anggota tubuh dari kemurkaan Allah. Wara' orang akhosh yaitu dengan (menjaga) semua kesibukannya agar diridhai oleh Allah. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 76)

📚 Ciri-ciri Kepribadian Dan Perilaku Seorang Sufi

Menurut Imam Qusyairi dalam kitabnya ar-Risalah al-Qusyairiyah hal. 126-127 ciri-ciri kepribadian dan perilaku seorang sufi dibagi menjadi dua yaitu:

- Seorang sufi shadiq: merasa miskin setelah memperoleh kekayaan, merasa hina setelah mendapatkan kemuliaan, dan menyamarkan dirinya setelah terkenal.

- Seorang sufi kadzib: merasa kaya akan harta sesudah faqir, merasa mulia setelah hina, merasa terkenal yang mana sebelumnya dia tidak masyhur.

Dalam Jami al-Ushul fi al-Auliya halaman 369 disebutkan bahwa seorang sufi adalah orang yang tidak memiliki apa-apa, serta tidak dikuasai oleh siapapun.

Dikatakan bahwa seorang sufi adalah orang yang tidak memiliki sesuatu, dan tidak pula dimiliki oleh apapun. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 329)

📚 Sumpah Iblis Untuk Menggoda Manusia

Abu Sa'id al-Khudri ra. berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Iblis berkata kepada Allah „azza wa jalla: “Demi kemuliaan dan keagungan-Mu, tak henti-hentinya aku kan menggoda manusia, selama nyawa masih ada dalam diri mereka”. Allah berfirman kepada setan: “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku pun tak henti-hentinya mengampuni mereka selama mereka masih memohon ampun kepada-Ku”. (Syarh al- Hikam, juz 2, hlm. 60)

📚 Keselamatan Hanya Bisa Ditempuh Melalui Jalannya

Seseorang berharap keselamatan namun tidak mau berjalan di jalan keselamatan. Sungguh, perahu tidak berjalan di atas daratan. (Tanwir al- Qulub, hlm. 443)

📚 Karamah Karena Istiqamah

Derajat kemuliaan apapun baik kemuliaan dunia maupun kemuliaan akhirat hanya bisa dibeli dengan keseriusan yang ajeg.

Dikatakan bahwa istiqamah menjadikan langgengnya karamah. (Jami al- Ushul fi al-Auliya, hlm. 180)

📚 3 Macam Istiqamah

Istiqamah ada tiga macam; istiqamah orang awam yaitu dengan pengabdian, istiqamah orang khosh yaitu dengan niat yang kuat, dan istiqamah orang akhosh yaitu dengan mengagungkan semua kebesaran Allah. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 77)

📚 3 Macam Fakir

Fakir ada tiga macam; fakir orang awam, yaitu tidak mencari yang tidak ada sehingga barang yang ada menjadi sirna. Fakir orang khosh yaitu diam ketika tidak adanya sesuatu. Fakir orang akhosh, yaitu dengan mengupayakan dan mengutamakan yang ada. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 77)

📚 Prasangka Kepada Allah

Sebuah prasangka memiliki peran yang besar dan hikmah yang agung dalam kehidupan ini. Maka sudah sepatutnya kita harus selalu menjaga setiap bisikan hati agar tetap berprasangka baik (husnuzhon) terhadap segala sesuatu yang telah Allah tetapkan, agar kita termasuk orang-orang yang beruntung. Dan sebaliknya, dengan berburuk sangka (su'udzon) kepada-Nya akan memberikan kemadharatan pada diri kita sendiri.

Rasulullah saw. bersabda: “Allah berfirman: „Aku sebagaimana prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Jika dia berprasangka baik, maka (baik) baginya. Dan jika dia berprasangka buruk, maka (buruk) baginya”. (Faydhul Qodir, juz 4, hlm. 643)

Rasulullah saw. bersabda: “Allah berfirman: “Aku, tergantung prasangka hamba-Ku kepada-Ku, oleh karena itu berbaik prasangkalah kepada-Ku”. (Ihya „Ulum ad-Din, juz 3, hlm. 374)

📚 Cinta Allah Kepada Hamba-nya

Ketika Allah mencintai seorang hamba karena mulia budi pekerti, kearifan, dan kebijaksanaannya yang selalu bermanfaat bagi orang di sekitarnya. Maka, tidaklah sulit bagi Allah untuk mengangkat derajat hamba yang dicintai-Nya. Allah akan mengatakannya kepada malaikat Jibril bahwa Dia mencintai seorang hamba, yang kemudian Jibril mengumumkannya kepada seluruh penduduk langit. Dan jika sudah demikian, maka seluruh penduduk langit pun turut mencintai hamba tersebut.

Demikan halnya dengan hamba yang dimurkai-Nya, jika Allah murka terhadap seorang hamba, maka Allah akan mengatakannya kepada malaikat Jibril, kemudian Jibril mengumumkannya kepada seluruh penduduk langit. Sehingga seluruh penduduk langit pun turut murka pada hamba tersebut. (Tanwiirul Hawaalik, juz 3, hlm. 128)

📚 Tanda Mahabbatullah (Cinta Pada Allah)

Hakikat kecintaan seorang hamba kepada Allah tidak akan terwujud kecuali dengan hati yang telah bersih dari segala kotoran. Ketika mahabbatullah telah ada dalam hati, maka cinta kepada selain-Nya akan sirna. Ini disebabkan karena mahabbah adalah satu sifat yang bisa membakar segala sesuatu yang tidak termasuk bagian dari mahabbah itu sendiri.

Di antara tanda-tanda mahabbatullah adalah hilangnya keinginan duniawi maupun ukhrawi. Yahya ibn Mu‟adz berkata: “Kesabaran para pecinta (Allah) itu lebih dahsyat daripada kesabaran orang-orang yang ahli zuhud”. (Tanwir al-Qulub, 485)

Nabi saw. bersabda: “Tanda cinta kepada Allah swt. adalah cinta menyebut-Nya”. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 290)

📚 Orang Yang Menghina Tuhan

Diriwayatkan dari Nabi sw. bahwa beliau bersabda: “Orang yang memohon ampun dengan lisan (membaca istighfar) tapi tetap melakukan perbuatan dosa, maka dia seperti orang yang menghina tuhannya”. (Tanbih al-Ghafilin, hlm. 370)

📚 3 Macam Dzikir

Dzikir ada tiga macam; dzikir orang awam yaitu dengan lisan, sedangkan hatinya lupa. Dzikir orang khosh yaitu dengan lisan sedangkan hatinya hadir. Dan dzikir orang akhosh yaitu dengan hati yang hadir (tanpa lisan). (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 78)

📚 Dzikir Adalah Obat Hati

Kemampuan hati dapat terasah dan semakin jernih tatkala secara ajeg dan rutin terus diajak untuk berdzikir. Dzikir tidak hanya menjadikan hati lebih jernih, dzikir juga bisa menjadi obat penenang tatkala hati sedang gundah. Segala penyakit hati seperti hasud, sombong, buruk sangka, dan berbagai penyakit hati lainnya dapat sembuh dengan dzikir.

Nabi saw. bersabda: Berdzikir kepada Allah adalah pengobat hati. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 163)

📚 Khusyu Ada Dalam Hati

Dikatakan: sebagaian tanda-tanda khusyu'; ketika hamba itu dimarahi, dimusuhi, dan ditolak pendapatnya, maka dia menerimanya, dan para ulama telah sepakat bahwa tempatnya khusyu' berada di hati. (Jami al- Ushul fi al-Auliya, hlm. 267)

📚 Berdzikir Menjadikan Hidup Mudah

Disamping dzikir menjadikan hati tenang, dzikir juga menjadikan hidup seseorang menjadi lebih mudah. Sebagaimana hal ini sering kita jumpai pada orang-orang khosh, hidup mereka lebih tentram dan tenang, hidup mereka sederhana namun tercukupi.

Rasulullah bersabda: “Majlis dzikir diturunkan kepada mereka ketenangan, para malaikat mengitari mereka, mereka diliputi rahmat, dan Allah pun berdzikir di Arsy-Nya”….. Allah berfirman: “Dan barangsiapa berpaling dari dzikir kepada-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit”. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 165)

📚 Dasar Berdzikir Dengan Tasbih

Ahmad bin Sholeh menceritakan kepadaku, Abdullah bin Wahbin menceritakan kepadaku, Amr mengabariku bahwa Sa'id bin Abi Hilal menceritakan kepadanya dari Khuzaimah, dari „Aisyah binti Sa'ad bin abi Waqash dari bapaknya „aisyah: sesungguhnya dia (ayahnya) bersama Rasulullah telah mendatangi seorang perempuan dan kedua tanganya terdapat biji kurma dan batu kecil (kerikil) untuk membaca tasbih, Nabi bersabda: “Aku mangabarimu dengan sesuatu yang lebih mudah (daripada biji kurma atau batu kecil) dan yang lebih utama? Nabi bersabda:

📚 Hukum Menundukkan Atau Menggerak-gerakkan Kepala Saat Berdzikir

Bagaimana hukum menggerak-gerakkan atau menundukkan kepala ketika berdzikir?

Jika dengan menggerak-gerakkan atau menundukkan kepala itu bisa menjadikan diri orang yang berdzikir lebih khusyu', maka hal ini lebih baik baginya. Namun, jika dengan diam dia lebih khusyu', tanpa menundukkan kepala atau menggerakkannya, maka dzikir dengan keadaan diam itu lebih baik baginya. Dan jika kedua keadaan tersebut, yaitu diam dan menggerakkan atau menundukkan kepala, dirasa sama-sama khusyu'nya, maka bagi dia boleh memilih diam atau dengan gerakan. (Fatawi al-Khalili „ala Madzhab al-Imam as-Syafi'i, 36)

Imam Kholili ditanya tentang apa yang dilakukan orang-orang seperti menundukkan dan menggerak-gerakkan (kepala) ketika membaca, dzikir dan lain sebagainya, sebagaimana hal ini terlihat pada kebanyakan orang. Apakah hal ini ada dasarnya dalam sunnah atau tidak? Apakah haram, makruh, sunnah atau ada pahalanya? Apakah hal ini sama dengan orang yang menyerupai dengan Yahudi atau tidak? (Imam Kholili menjawab) ketika engkau memahami firman Allah: “mereka adalah orang-orang yang berdzikir kepada Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring” (Qs. Ali Imran: 191). Dan firman Allah “laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah” (Qs. al-Ahzab:35). Dilakukannya gerakan dalam dzikir dan bacaan, bukanlah sesuatu yang diharamkan atau dimakruhkan, akan tetapi gerakan tersebut dianjurkan dalam beberapa keadaan orang-orang yang ber-dzikir seperti berdiri, duduk, berbaring, bergerak, diam, bepergian, berada di rumah, kaya dan miskin. Ibnu Mundir dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas dalam sabda Rasul: berdzikirlah kalian dengan dzikir (dalam segala keadaan), Rasul bersabda; Allah tidak mewajibkan, tidak pula menjadikan batasan baginya, dan tidak menerima alasan bagi seorang yang meninggalkannya kecuali akalnya telah dihilangkan. Imam Kholili berkata berdzikirklah kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk, atau berbaring, malam dan siang, di lautan dan daratan, dalam bepergian maupun di rumah, dalam keadaan kaya atau miskin, sehat atau sakit, dalam keadaan sirri atau terang-terangan, dan dalam segala keadaan. Selanjutnya dia berkata: betapa banyak orang yang berdzirkir dengan diam yang lupa, namun ketika dia bergerak dia teringat (dzikirnya), dengan demikian bergerak lebih utama baginya. Betapa banyak orang-orang yang berdzikir dan betapa banyak dzikir yang digerak-gerakkan sehingga gerakan itu menghilangkan kekhusyu‟annya, dengan demikian diam itu lebih baik (baginya). Betapa banyak orang yang berdzikir atau yang membaca, yang kedua keadaan tersebut (bergerak atau diam) menjadi sama baginya, maka dia melakukan apa yang dikehendaki Allah, dan Allah menunjukkan orang-orang yang dikehendaki- Nya pada jalan yang lurus, dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Wallahu a‟lam. (Fatawi al-Khalili „ala Madzhab al-Imam as-Syafi'i, hlm. 36)

📚 Keutamaan Majelis Dzikir

Dzikir terbagi menjadi dua, dzikir jahr yang menggunakan lisan dan dzikir sirr yang menggunakan hati sebagai medianya. Ritual dzikir ada yang dilaksanakan secara sendiri-sendiri, dan ada pula yang dilaksanakan secara berjama'ah seperti dalam majelis dzikir.

Salah satu keuntungan yang didapat dari majelis dzikir adalah adanya jaminan keselamatan akhirat bagi siapapun yang turut serta dalam majelis itu. Baik yang ahli ibadah, maupun yang tidak, Allah akan memenuhi permintaan dan memberikan ampunan bagi setiap orang yang turut serta dalam majelis dzikir tersebut.

Di dalam riwayat Muslim dikatakan, dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., beliau bersabda: “Sungguh Allah mempunyai malaikat-malaikat yang mulia yang selalu berjalan-jalan mencari majlis dzikir, apabila mereka mendapatkan suatu majlis yang dipergunakan untuk berdzikir, maka mereka duduk di situ dan masing-masing malaikat membentangkan sayapnya, sehingga memenuhi ruangan yang berada di antara ahli dzikir dan langit dunia. Apabila ahli dzikir itu telah kembali ke rumah masing- masing, maka para malaikat itu naik ke langit, dan kemudian ditanya oleh Allah „azza wa jalla padahal Allah telah mengetahui: “Dari mana kalian datang?” Para malaikat menjawab: “Kami baru saja mendatangi hamba-Mu di bumi yang membaca tasbih, takbir, tahlil, tahmid dan memohon kepada-Mu.” Allah bertanya: “Apakah yang mereka minta?” Malaikat menjawab: “Mereka minta surga.” Allah bertanya: “Apakah mereka pernah melihat surga-Ku?” Para malaikat menjawab: “Belum pernah.” Allah bertanya: “Bagaimana jika mereka pernah melihat surga- Ku?” Para malaikat menjawab: “Mereka juga mohon diselamatkan.” Allah bertanya: “Mereka mohon diselamatkan dari apa?” Para malaikat menjawab: “Dari neraka-Mu.” Allah bertanya: “Apakah mereka pernah melihat neraka-Ku?” Para malaikat menjawab: “Belum pernah.” Allah bertanya: “Bagaimana seandainya mereka pernah melihatnya?” Para malaikat menjawab: “Mereka juga memohon ampun kepada-Mu.” Allah berfirman: “Aku telah mengampuni mereka, maka Aku akan memenuhi permohonan mereka dan akan menjauhkan mereka dari apa yang mereka mohon untuk diselamatkan.” Para malaikat berkata: “Wahai Tuhan, di dalam majlis itu ada si Fulan, seorang hamba yang banyak berdosa, ia hanya lewat kemudian ikut duduk bersama mereka.” Allah berfirman: “Kepada Fulan pun Aku mengampuninya. Mereka semua adalah termasuk ahli dzikir, yang tidak seorang pun yang duduk di situ akan mendapatkan celaka”. (Riyadh as-Shalihin, hlm. 548)

📚 Maqam Para Wali

Allah menjadikan manusia di bumi sebagai khalifah. Dan di antaranya Allah memilih beberapa dari mereka sebagai pewaris rasul dan para nabi yang disebut dengan wali. Dan tentunya dari beberapa pilihan tersebut masih ada perbedaan lagi seperti karakter kepemimpinan maupun kemampuan. Sehingga seorang wali ada beberapa macam tingkatan. Seperti dijelaskan dalam Jami al-Ushul fi al-Auliya:

Ketahuilah bahwasanya para wali ada empat tingkatan: (pertama) maqam khilafah Annubuwwah, (kedua) maqam khilafah ar-Risalah, (ketiga) maqam khilafah Ulul „azmi, (keempat) maqam Ulil Isthifai. Bahwasanya maqam khilafah an-Nubuwwah untuk Ulama, maqam khilafah ar-Risalah untuk wali abdal, maqam khilafah ulul azmi untuk wali autad, dan maqam khalifah Ulil Isthifai untuk wali qutub.” (Jami al- Ushul fi al-Auliya, hlm. 6)

📚 Allah Sangat Dekat Dengan Hamba-nya

Kedekatan hakiki adalah dekatnya Allah dengan dirimu. Allah berfirman:

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku dekat”. (Qs. al-Baqarah: 186) Allah juga berfirman:

“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat”. (Qs. al-Waqi'ah: 85)

Allah juga berfirman:

“Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya” (Qs. Qaaf: 16)

Bagianmu dari semua itu adalah persaksianmu terhadap kedekatan- Nya saja. Dengan musyahadah ini kau ambil hikmah dengan kedekatan yang sungguh-sungguh, ketakutan yang mendalam, dan beretika dengan etika di hadapan Allah. Tidak pantas bagimu kecuali dengan beretika sebagai seorang hamba, dan penyaksianmu kepada Allah melalui dirimu. Sebagaimana apa yang diucapkan oleh pengarang ra. setelah ini: “Tuhanku, alangkah dekatnya Engkau dariku, dan alangkah jauhnya diriku dari-Mu”. (Syarh al-Hikam, juz 2, hlm. 40)

📚 Enam Perkara Untuk Mencapai Derajat Shalihin

Menurut Ibrahim ibn Adham, agar seorang salik dapat mencapai derajat orang-orang sholeh, ada 6 hal yang harus dilakukan olehnya, yaitu:

1. Menutup pintu nikmat dan membuka pintu sengsara.
2. Menutup pintu kemuliaan dan membuka pintu kehinaan.
3. Menutup pintu kesantaian dan membuka pintu kelelahan.
4. Menutup pintu tidur, dan membuka pintu terjaga.
5. Menutup pintu kekayaan, dan membuka pintu kemiskinan.
6. Menutup pintu angan-angan, dan membuka pintu persiapan untuk menghadapi kematian. (Tanwir al-Qulub, 468)

📚 Syarat Bisa Menjadi Wali Abdal

As-Syaikh Abu Thalib ra. berkata: “Seorang salik tidak akan bisa menjadi wali Abdal, sampai dia mengganti makna sifat ketuhanan dengan sifat kehambaan, mengganti akhlak setan dengan sifat orang mukmin, mengganti watak hewan dengan sifat para ahli ruhani yaitu beberapa dzikir dan ilmu. Jika sudah demikian, maka dia akan menjadi wali Abdal yang mendekatkan diri. (Syarh al-Hikam, juz 1, hlm. 30)

📚 Wali Majdzub

Seringkali kita mendengar istilah jadzab atau majdzub. Jadzab atau majdzub ini adalah sebuah istilah yang identik dengan para wali Allah. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan wali jadzab atau majdzub itu?

Wali majdzub ada dalam genggaman (kekuasan) Allah swt. Layaknya bayi yang menyusu, tindakannya selalu dalam kekuasan Allah swt., ibarat tindakan seorang ibu terhadap anaknya. (Jami al-Ushul fi al- Auliya, hlm. 7)

📚 Setan Tidak Bisa Meniru (Berwujud) Wali Kamil

Setan biasanya hadir dalam mimpi kita dengan wujud yang berbeda- beda. Adakalanya dengan wujud orang-orang yang kita kasihi, maupun orang-orang yang sama sekali tidak kita kenal. Namun, apakah setan mampu untuk menyerupai wujud para wali kamil?

Sebagaimana setan tidak mampu menyerupai Nabi saw., setan juga tidak mampu untuk menyerupai wali yang sempurna. Sebagaimana hal ini termaktub dalam kitab Tanwir al-Qulub, hlm. 520.

📚 Pembagian Makrifat (Pengetahuan)

Ungkapan yang digunakan untuk menunjukkan ilmu-ilmu yang agung ada tiga; Ilmu al-Yaqin, „Ain al-Yaqin, Haqq al-Yaqin. (Siraj at-Thalibin, juz 1, hlm. 43)

„Ilm al-Yaqin adalah ilmu yang didapatkan dari dalil „aqli (nalar). „Ain al- Yaqin adalah ilmu yang didapatkan melalui musyahadah. Haqq al-Yaqin adalah ilmu yang diperoleh dari fana' (sirna)-nya sifat-sifat hamba, dan baqa' (tetap)-nya hamba dengan Allah yang Haqq secara ilmu, persaksian dan hal (anugrah Allah), dan bukan dengan ilmu saja. Sedangkan yang sirna pada hakikatnya adalah sifat hamba, bukan dzatnya. (as-Sair wa as- Suluk ila Malik al-Muluk, hlm. 39-40)

Tentang tiga pembagian ilmu ini, juga bisa dibaca di Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 196.

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam