Bab II Thariqah



📚 Buku Sabilus Salikin (Jalan Para Salik)


“Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar”. (Qs. al-Jin: 16)

“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. (Qs. al-A'raf: 205)

Rasulullah saw. bersabda: “Ketika kalian melihat taman-taman surga, maka merumputlah disana”. Dikatakan (kepada beliau): “Wahai Rasulullah, apakah taman-taman surga itu?”. Lalu beliau bersabda: “Majelis-majelis dzikir”. (al-Hadits)

***************

📚 Syari'at, Thariqah Dan Hakikat

Syari'at, thariqah dan hakikat adalah tiga hal yang memiliki hubungan yang sangat kuat, yang salah satu dari ketiganya tidak bisa diabaikan. Ibarat lautan yang didalamnya terdapat mutiara yang amat besar dan indah. Untuk bisa mencapai dan mengambil mutiara tersebut, tentu kita membutuhkan kapal. Untuk mencapai dan memperoleh mutiara hakikat itu, kita butuh kapal syari'at untuk mengarungi lautan thariqah dengan selamat.

Perumpamaan lainnya, syari'at adalah pohon, thariqah adalah dahannya, dan hakikat adalah buahnya. Barangsiapa hidup hanya bersyari'at tanpa berhakikat, maka sia-sia. Barangsiapa hanya berhakikat tanpa bersyari'at, maka kerusakan baginya. Sebagaimana hal ini termaktub dalam kitab Tanwir al-Qulub, hlm. 408 berikut ini:

Dalam sebuah syair disebutkan:

Syari'at bagaikan kapal, thariqah bagaikan lautan, dan hakikat bagaikan intan yang mahal. (Kifayah al-Atqiya, hlm. 9)

Dalam kitab Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 324 disebutkan pula bahwa orang-orang ahli dhahir adalah mereka yang ahli syari'at, dan orang-orang ahli bathin adalah mereka yang ahli hakikat. Keduanya menetapi hakikat, karena jalan menuju Allah al-Haqq di dalamnya terdapat hal yang dhahir dan yang bathin. Yang dhahir dari jalan itu adalah syari'at, dan bathinnya adalah hakikat. Bagian inti hakikat terdapat dalam syari'at, layaknya bagian inti dari keju itu terdapat pada susu. Tanpa adanya kemurnian susu, maka tak akan terbentuk keju.

Dengan demikian, maksud dari hakikat dan syariat adalah melaksanakan ubudiyah dengan cara yang diridhai. Tiap syari'at yang tidak disertai hakikat, maka syari'at itu rusak. Dan tiap hakikat yang tidak disertai syari'at, maka hakikat itu batal. Syari'at itu benar, dan hakikat itu adalah hakikat bagi syari'at. Syari'at adalah menjalankan perintah Allah, dan hakikat adalah menyaksikan (dengan dzat Allah) dalam perintah-Nya.

📚 Macam-macam Thariqah Mu’tabarah

Secara bahasa thariqah berarti jalan, cara, metode, sistem, mazhab, aliran, haluan, dan lain-lain. Dan dalam istilah tasawuf thariqah berarti perjalanan seorang salik (pengikut thariqah) menuju Allah dengan cara menyucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Allah „azza wa jalla.

Mu'tabarah artinya thariqah yang dimaksud diakui keberadaannya, yang silsilahnya bersambung dari para guru/mursyid sampai Rasulullah saw., yang mana Rasulullah saw. menerima ajaran itu dari malaikat Jibril dan malaikat Jibril dari Allah swt.

Menurut Syekh Ahmad Dhiya'uddin Mustafa al-Kamisykhanawi an- Naqsabandi dalam kitabnya Jami al-Ushul fi al-Auliya halaman 3 s/d 4 thariqah mu'tabaroh itu berjumlah 41:

1. an-Naqsyabandiyah
2. al-Qodiriyyah
3. as-Syadziliyah
4. ar-Rifa'iyyah
5. al-Ahmadiyyah
6. ad-Dasukiyah
7. al-Akbariyah
8. al-Maulawiyah
9. al-Kubroriyah
10. as-Suhrowardiyah
11. al-Kholwatiyyah
12. al-Jalwatiyyah
13. al-Baqdasyiyyah
14. al-Ghozaliyyah
15. al-Rumiyah
16. as-Sa'diyah
17. al-Jistiyah
18. as-Sya'baniyah
19. al-Kalsyaniyyah
20. al-Hamzawiyah
21. al-Bairomiyah
22. as-Asyaaqiyah
23. al-Bakriyah
24. al-Umariyah
25. al-Usmaniyah
26. al-Alawiyah
27. al-Abbasiyah
28. az-Zainabiyah
29. al-„Isawiyah
30. al-Mahgribiyah
31. al-Buhuriyah
32. al-Haddadiyah
33. al-Ghoibiyah
34. al-Khidriyah
35. as-Syathoriyah
36. al-Bayumiyah
37. al-Malamiyah
38. al-„Idrusiyah
39. al-Matbuliyah
40. as-Sunbuliyah
41. al-Uwaisiyah

📚 Tidak Berthariqah, Dikhawatirkan Su’ul Khatimah

Memegang teguh syari'at dan menjalani thariqah adalah jalan bagi salik untuk bisa mencapai mutiara hakikat kehidupan ini, yaitu untuk bisa mencapai keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini disebabkan karena dalam thariqah ada mursyid yang membimbing dan mengarahkan salik untuk mencapai keselamatan. Yang mengajarkan salik untuk mendidik dirinya untuk selalu berdzikir kepada Allah. Dan jika hati telah terbiasa berdzikir kepada Allah, maka semua urusan menjadi mudah. Dan kelak, saat ajal menjelang kita akan mencapai husnul khotimah.

Sebagian orang arif berkata: “Barangsiapa tidak memiliki ilmu batin, maka dikhawatirkan su'ul khotimah (meninggal dalam keadaan tidak baik)”. (Tanwir al-Qulub, hlm. 409)

📚 Belajar Thariqah Tanpa Guru, Maka Gurunya Adalah Setan

Di antara syarat thariqah mu'tabarah adalah thariqah tersebut bersambung sampai Rasulullah dan diakui keberadaannya. Hal ini disebabkan karena jika seorang yang sanadnya terputus, atau tidak diberi izin untuk membaiat para murid thariqah, maka bagi seorang salik tidak boleh untuk mengambil sanad atau mempelajari thariqah dari guru tersebut. Bahkan, lebih berbahaya lagi jika seorang salik belajar thariqah hanya melalui bacaan atau buku-buku tanpa melalui baiat dan bimbingan seorang mursyid yang telah memiliki wewenang untuk mengajarkan thariqah tersebut. Karena jika sudah demikian, maka yang menjadi pembimbingnya adalah setan.

Wajib bagi orang yang menempuh thariqah yang sempurna perjalanannya kepada Allah dan suluknya atas kuasa seorang mursyid yang sampai pada maqam-maqam yang luhur itu, yang bersambung sampai Rasulullah saw., juga mendapatkan izin (wewenang) dari gurunya untuk memberi arahan dan petunjuk kepada Allah, bukan didasarkan pada ketidaktahuan atau berdasarkan nafsu. Oleh karena itu, guru yang arif yang telah sampai (pada maqam-maqam itu) menjadi perantara bagi murid menuju Allah, yang menjadi pintu bagi murid untuk masuk menuju Allah. Barangsiapa tidak mempunyai guru yang menunjukkannya, maka yang menjadi penunjuknya adalah setan. (Tanwir al-Qulub, hlm. 525)

📚 Tata Krama Dzikir Dalam Thariqah

Berikut ini adalah tata krama atau tata cara dzikir dalam thariqah:

1. Bersuci dari hadats dan najis
2. Sholat sunnah dua rakaat, pada rakaat pertama membaca surat al- Kaafiruun dan pada rakaat kedua membaca surat al-Ikhlas, atau surat an-Naas, atau surat al-Falaq.
3. Duduk tawarruk (seperti duduk di antara dua sujud) sebagaimana dalam thariqah Naqsyabandiyah, atau duduk tasyahhud (duduk pada waktu tahiyyat) menurut thariqah lainnya.
4. Menghadap kiblat
5. Mengosongkan pikiran dan hati dari segala bisikan duniawi
6. Membaca istighfar sebanyak 5 kali, atau 15 kali, atau 25 kali sebagaimana dalam thariqah Naqsyabandiyah, atau 70 kali dalam thariqah Syadziliyah, dan 100 kali dalam thariqah lainnya.
7. Berdo'a kepada Allah agar memudahkan bagi salik untuk menjalani thariqah, syari'at dan sunnah Rasul. Lalu membaca do'a (dalam thariqah Syadziliyah):
8. Membaca al-Fatihah, membaca surat al-Ikhlas sebanyak 3 kali dan menghadiahkan pahalanya kepada seluruh silsilah thariqah.
9. Memejamkan mata dan melihat dirinya seakan-akan telah mati dan tiada lagi tempat berlindung kecuali kepada Allah.
10.Bertawassul kepada mursyid, seakan-akan dia sedang melihat sang mursyid di depannya, agar sang mursyid memberinya syafaat untuk bisa sampai kepada Allah. Lalu membaca do'a sebagaimana dalam thariqah Naqsyabandiyah:
11.Dzikir wuquf qolbi dengan mengumpulkan seluruh indra, memutus seluruh bisikan hati, dan menghadapkan seluruh konsentrasinya pada kedalaman hati dan menghadapkannya pada Allah. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 24-25)

📚 Dalil Istikharah Sebelum Masuk Thariqah

Terdapat di dalam kitab Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 257:

Ibnu Sinni meriwayatkan dari Anas berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Wahai Anas, ketika engkau menginginkan sesuatu, maka mintalah petunjuk (shalat istikharah) kepada tuhanmu sebanyak tujuh kali, kemudian lihatlah perkara yang engkau yakini dalam hatimu”. (Jami al- Ushul fi al-Auliya, hlm. 257)

Orang yang akan mengikuti thariqah, hendaknya melakukan shalat istikharah, karena thariqah merupakan sesuatu yang sangat penting, serta bisa menjadikan perantara sampai pada maksud dan tujuan.

📚 Silsilah Thariqah Naqsyabandiyah Khalidiyah Kh. M. Sholeh Bahruddin

Berikut ini adalah silsilah thariqah mursyid thariqah Naqsyabandiyah Khalidiyah KH. M. Sholeh Bahruddin, pengasuh sekaligus pendiri pondok pesantren Ngalah Sengonagung Purwosari Pasuruan:

1. KH. M. Sholeh Bahruddin
2. Syaikh Bahruddin Kalam dan Syaikh Munawir Tegalarum Kertosono
3. Syaikh Musthofa Tegalarum Kertosono dan Syaikh Amnan Taluk Ngawi
4. Syaikh Minhaj Kebonsari Trenggalek
5. Syaikh Muhammad Sholeh Kutoharjo
6. Sayyid Sulaiman Afandi Jabal Qubais
7. Sayyid Ismail Burwis
8. Sayyid Sulaiman Afandi Qorin
9. Sayyid Abdulloh Afandi Makin
10. Sayyid Maulana Kholid al-Baghdadi
11. Sayyid Abdulloh ad-Dahlawi
12. Sayyid Habibulloh Syamsuddin
13. Sayyid Nur Muhammad al-Budwani
14. Sayyid Muhammad Saifuddin
15. Sayyid Muhammad Ma'shum
16. Sayyid Ahmad al-Faruqi
17. Sayyid Muayyiduddin Muhammad al-Baqi
18. Sayyid Muhammad al-Khowajiki
19. Sayyid Darwis as-Samarqondi
20. Sayyid Muhammad Zahid
21. Sayyid Ubaidullah al-Ahrori
22. Sayyid Ya'qub al-Jarakhi
23. Sayyid „Alaudin al-„Athori
24. Sayyid Syaikh Baha'udin an-Naqsyabandi
25. Sayyid Amir Kilali
26. Sayyid Muhammad Babassamasi
27. Sayyid „Ali ar-Romitani
28. Sayyid Mahmud Anjirifghuni
29. Sayyid „Arif ar-Riwikri
30. Sayyid Abdul Kholiq al-Ghujdawani
31. Sayyid Yusuf al-Hamdani
32. Sayyid Abi Ali al-Fadhli
33. Sayyid Abi al-Hasan al-Khorqoni
34. Sayyid Abi Yazid al-Bustomi
35. Sayyid Ja'far Shadiq
36. Sayyid Qosim bin Muhammad
37. Sahabat Salman al-Farisi
38. Sahabat Abu Bakar ra.
39. Nabi Muhammad saw.

📚 Pentingnya Mengetahui Silsilah Thariqah Guru Mursyid

Sudah seyogyanya bagi para salik untuk mengetahui silsilah syaikhnya dan seluruh masyayikh yang ada dalam mata rantai silsilah tersebut, yakni silsilah dari guru mursyidnya sampai Rasulullah saw. Sungguh, jika para salik ingin mendapatkan pertolongan dari ruhaniyah para masyayikh tersebut dan nasab silsilah thariqah mereka kepada para masyayikh sudah benar, maka terwujudlah bagi mereka pertolongan dari ruhaniyah para masyayikh.

Oleh karena itu, barangsiapa yang silsilahnya terputus tidak sampai pada Rasulullah, maka luapan nur ilahi terputus darinya. Dia bukanlah pewaris Nabi saw., dan dia tidak boleh membai'at dan memberi ijazah thariqah. (Tanwir al-Qulub, hlm. 500)

Al-„Arif Abdul Wahhaab as-Sya'raani menyatakan bahwa seorang salik yang tidak mengetahui silsilah abu ar-ruuh (orang tua yang mendidik jiwa) dalam thariqahnya, maka dia buta. Karena ruh salik dengan ruh mursyid dan para masyayikh silsilah thariqah itu saling terkait, sehingga sudah seharusnya salik (murid) mengetahui seluruh silsilah para masyayikh yang terdapat dalam silsilah thariqah yang dijalaninya. (Jami al-Ushul fi al- Auliya, hlm. 191)

📚 Manfaat Membaca Silsilah Thariqah Bagi Salik

Abu Sa'iid Muhammad al-Khadimi berkata: “Barangsiapa membaca silsilah para masyayikh setelah khotam Khowajikan, ketika talqin dzikir, ketika akan memulai dzikir, dan setelah sempurnanya wirid, maka akan tercapai baginya peningkatan (maqam) dan mukasyafah. Dan salik membaca silsilah itu untuk menghilangkan duka, kesedihan, dan kegelisahan, memudahkan keinginan, memenuhi hajat kebutuhan, dan menyembuhkan orang yang sakit, dan (silsilah itu juga bisa bermanfaat) jika ditulis dan dibawa. (Tanwir al-Qulub, hlm. 539)

📚 Asas, Rukun, Dan Hukum (Ketetapan) Thariqah

Jika kamu ditanya: “Dengan asas apa thariqah dibangun?” maka jawabnya adalah: “(Thariqah dibangun atas) 6 asas, taubat, uzlah, zuhud, taqwa, qana'ah dan taslim (pasrah). Dan ketika kamu ditanya tentang rukun-rukun thariqah, maka jawabnya: “(Thariqah memiliki) 6 rukun; ilmu, murah hati, sabar, ridha, ikhlas dan akhlak yang baik dalam kesabaran melaksanakan tuntutan perintah. Dan ketika kamu ditanya tentang hukum-hukum thariqah, maka jawabnya: “(Hukum-hukum thariqah) ada 6; makrifat, yakin, dermawan, jujur, syukur, tafakkur terhadap ciptaan Allah. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 143)

📚 Kewajiban Thariqah

Kewajiban thariqah ada enam, sebagaimana yang termaktub dalam kitab Jami al-Ushul fi al-Auliya halaman 143:

1. Dzikir kepada Allah
2. Menahan hawa nafsu
3. Meninggalkan cinta duniawi
4. Mengikuti semua petunjuk agama
5. Berbuat baik pada seluruh makhluk
6. Berbuat kebajikan

📚 Thariqah Naqsabandiyah Dan Kelebihannya

Berikut ini adalah beberapa kelebihan dari thariqah Naqsyabandiyah:

1. Thariqah Naqsyabandiyah adalah thariqah yang paling mudah untuk mengantarkan salik menuju wushul ila Allaah (sampai kepada Allah). Karena dalam thariqah Naqsyabandiyah ada silsilah para guru yang mengarahkan, membimbing dan membawa para murid untuk menuju Allah. Yang mana, para guru tersebut silsilahnya tersambung dari Abu Bakar hingga Rasulullah saw., yaitu Abu Bakar as-Shiddiq, seorang sahabat yang paling dekat dengan Beliau saw. (Tanwir al-Qulub, hlm. 502-503, lihat juga Jami al-Ushul fi al-Auliya, 141)

2. Syaikh al-Akbar as-Sayyid Muhammad Bahauddin an-Naqsyabandi berkata: “Permulaan thariqah saya (thariqah Naqsyabandiyah) adalah pamungkas thariqah-thariqah lain”. (Tanwirul Qulub, 505)

3. Dengan dzikir Ismudz Dzaat dan Nafi Itsbat di dalamnya, thariqah Naqsyabandiyah adalah thariqah yang paling cepat untuk menjernihkan hati (Majmuu'ah Rasaa'il al-Imam al-Ghazali, hlm. 179)

📚 Alasan Disebut Naqsyabandiyah

(Thariqah ini) disebut dengan Naqsyabandiyah, karena dinisbatkan pada Naqsya Bandi : Yang artinya sambungan pahatan. an-Naqsy adalah sebentuk cap (stempel) yang dicapkan pada malam (sejenis lilin) dan sebagainya. Rabithahnya (sambungannya) adalah tetapnya Naqsyabandi yang tidak lebur, maksudnya adalah sayyid Muhammad Bahauddin an-Naqsyabandi itu selalu berdzikir dengan hatinya sampai terukir dan tampak lafadz Allah di luar hatinya, karena itulah (thariqah ini) disebut dengan Naqsyabandiyah. Dikisahkan dari beberapa khalifah (mursyid) an-Naqsyabandiyah yang berkata: “Sungguh Rasulullah saw. telah meletakkan telapak tangan mulia beliau di atas hati asy-Syaikh (Bahauddin an-Naqsyabandi) ketika sedang muraqabah, sehingga terbentuklah ukiran (di atas hatinya)”. (Tanwir al-Qulub, hlm. 539)

📚 Ajaran Pokok Thariqah Naqsyabandiyah Khalidiyah

1. Berpegang teguh pada akidah-akidah ahlus sunnah yaitu orang-orang yang selamat
2. Meninggalkan rukhsah
3. Mengambil hukum-hukum yang berat
4. Melanggengkan muraqabah
5. Selalu menghadap kepada tuhannya
6. Berpaling dari hiruk pikuk dunia bahkan segala sesuatu selain Allah swt., dan bisa menghasilkan hadirnya hati agar terbiasa sehingga menjadi watak
7. Merasa sepi dalam keramaian, dan melakukan sesuatu yang bisa diambil manfaatnya dan atau memberi manfaat dalam ilmu agama.
8. Berpakaian dengan pakaian orang-orang mukmin pada umumnya.
9. Menyembunyikan dzikir
10. Menjaga nafas sekiranya nafas yang keluar masuk itu tanpa melupakan Allah.
11. Berakhlak dengan akhlak Nabi saw. yang agung. (Risalah al-Idhah, hlm. 11-15)

📚 Tata Krama Dzikir Thariqah Naqsyabandiyah

Berikut ini adalah tata krama dzikir thariqah Naqsyabandiyah (dzikir ismudz dzaat):

1. Suci hadats dan najis (berwudhu')
2. Sholat dua rakaat
3. Menghadap kiblat pada tempat yang sepi
4. Duduk dengan posisi kebalikan dari duduk tawarruk (duduk di antara dua sujud), karena posisi ini dapat paling cepat untuk menyatukan seluruh indrawi.
5. Membaca istighfar 5 kali, atau 15 kali, atau 25 kali
6. Membaca al-Fatihah satu kali, surat al-Ikhlas 3 kali dan menghadiahkan pahalanya kepada Rasulullah saw., dan kepada silsilah thariqah Naqsyabandiyah
7. Memejamkan mata, kedua bibir tertutup, dan lidah dilekatkan ke langit-langit mulut. Dengan kondisi seperti ini, salik yang berdzikir mampu untuk khusyu', dan seluruh getaran hatinya menjadi hilang.
8. Rabithah kubur, yaitu seakan-akan seorang salik telah mati, dimandikan, dikafani, disholati, dimasukkan ke dalam kubur, dan ditinggalkan sendirian di sana. Tiada yang menemaninya kecuali amal ibadahnya
9. Rabithah mursyid, yaitu seorang salik menghadapkan hatinya dengan hati mursyid, seraya menjaga wajah mursyid ada dalam angan- angannya.
10.Mengumpulkan seluruh indrawi, dan menghilangkan seluruh bisikan hatinya, serta menghadapkannya kepada Allah swt., lalu membaca do'a: " ilahi anta maqsudii waridhoka matluubii " 3 kali Setelah itu dia berdzikir Ismudz Dzat dengan hatinya yaitu dengan cara mengalirkan lafadz Allah dalam hatinya seraya memperhatikan makna bahwa Allah adalah dzat yang tidak ada yang menyamai-Nya, dan Allah adalah dzat yang hadir, melihat, dan menguasai dirinya.
11.Sebelum mengakhiri dzikir dan membuka mata, hendaknya salik menunggu perintah untuk berhenti. (Tanwir al-Qulub, hlm. 511-513)

📚 Macam-macam Dzikir

Dzikir bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan lisan (ucapan) atau dengan sirri (qolbi). Kedua jenis dzikir ini masing- masing mempunyai dasar yang diambil dari sumber hukum Islam, yakni al-Qur'an dan as-Sunnah.

Dzikir jahr menggunakan media lisan untuk berdzikir, yang mana hal ini terkadang tidak mudah untuk dilaksanakan setiap waktu. Berbeda dengan dzikir sirr yang menggunakan media hati sebagai sarana dzikirnya, sehingga meskipun dalam keadaan berdagang sekalipun, dzikir masih tetap bisa dilaksanakan. (Tanwir al-Qulub, hlm. 508)

📚 Dalil Tentang Dzikir Qalbi /Dzikir Sirri

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa dzikir terbagi menjadi dua macam yaitu dzikir jahr dan dzikir sirri. Dzikir jahr dengan menggunakan lisan, sedangkan dzikir sirri dengan menggunakan hati.

Tentang dasar nash yang menguatkan keutamaan dzikir sirri ini sebagaimana yang termaktub dalam hadits berikut ini:

Allah berfirman: “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu” maksud dari kata nafsika adalah dalam hatimu…. Dan diriwayatkan dari Abu Awanah dan Ibn Hibban dalam kedua kitab shohihnya, dan dari Imam Baihaqi: “Sebaik-baik dzikir adalah yang samar, dan sebaik-baik rizki adalah yang cukup”. Rasulullah bersabda: “Dzikir yang tidak terdengar oleh malaikat Hafadzoh itu lebih (baik) dari dzikir yang terdengar oleh malaikat Hafadzoh dengan 70 kali lipat” hadist riwayat Imam Baihaqi. (Tanwir al-Qulub, hlm. 509)

📚 Alasan Thariqah Naqsyabandiyah Menggunakan Dzikir Qalbi

Guru Naqsyabandi memilih dzikir dalam hati, karena hati itu tempat melihatnya Allah yang Maha Pengampun, tempatnya iman, tempat sumber rahasia dan sumber cahaya. Dengan keadaan hati yang baik, maka seluruh jasad pun baik. Dan sebaliknya, jika hati rusak maka seluruh jasad pun rusak. Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam sabda Nabi saw.

Seorang hamba tidak bisa dikatakan seorang mukmin kecuali dia mengikat hatinya atas kewajiban iman, dan tidak sah apabila beribadah tanpa disertai dengan niat. (Tanwir al-Qulub, hlm. 508)

📚 Lafadz Dzikir Qalbi

Sebagaimana disebutkan dalam Tanwir al-Qulub, 511 bahwa dzikir qolbi terbagi menjadi dua macam; yang pertama adalah dengan menggunakan Ismudz Dzaat dan yang kedua dengan Nafi Itsbat. Dzikir Ismudz Dzaat menggunakan lafadz "Allah" ,sesuai dengan firman Allah swt.: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah”. (Qs. Thaha: 14). Dan juga firman- Nya: “Katakanlah: Allah, kemudian biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya”. (Qs. al-An'am: 91)

📚 Dzikir “allah, Allah”, Dzikir Ismudz Dzat

Dzikir itu beragam bacaan dan jumlahnya. Diantara dzikir-dzikir tersebut adalah dzikir ismudz dzat, yaitu dzikir dengan menyebut nama “Allah”. Hal ini didasarkan pada ayat pertama surat al-Ikhlas;

Ketahuilah, bahwa nama yang luhur, agung dan hebat – disebut dengan Ismudz Dzat – yaitu lafadz Allah. Nama yang mulia ini diletakkan untuk dzat ketuhanan dengan berdasarkan dzat itu yang memiliki sifat-sifat dan nama-nama ketuhanan, keagungan, keindahan dan kesempurnaan. Dan menurut sebagian ahli ma'rifat, nama itu adalah nama yang diletakkan hanya untuk dzat itu sendiri, bukan berdasarkan pada persifatan dengan sesuatu, karena firman Allah: “Katakanlah: „Dia-lah Allah, Yang Maha Esa'”. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 170)

📚 Cara Dzikir Ismudz Dzat

Cara dzikir Ismudz Dzat adalah seorang salik yang berdzikir menyebut nama Allah dengan lisan hatinya. Karena dalam hati terdapat lisan, pendengaran dan penglihatan. (Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali, hlm. 179)

📚 Dzikir “allah”, Penangkal Kiamat

Nabi Muhammad saw. menegaskan dalam haditsnya bahwa majlis dzikir menjadi sebuah penangkal akan datangnya hari kiamat. Mereka diibaratkan seperti caga‟e dunyo (tiang dunia) yang meredakan murka Allah ketika melihat kezaliman, perusakan bumi, dan kedurhakaan manusia di sekeliling mereka.

Rasulullah saw. bersabda: “Tak akan terjadi hari kiamat, hingga tidak diucapkan lagi di muka bumi ini lafadz: Allah, Allah”. (Faydhul Qodir, juz 6, hlm. 541)

Rasulullah saw. bersabda: “Tidak akan terjadi kiamat sampai tidak lagi di muka bumi ini orang yang mengucapkan Allah, Allah”. Hadist riwayat Muslim. (Tanwir al-Qulub, hlm. 511)

📚 Maqam Dzikir

Berikut ini adalah maqam-maqam dzikir dalam thariqah:

1. Lathifatul Qolbi, berada di bawah payudara kiri dengan jarak kira-kira
2 jari. Yang menjadi wilayah nabi Adam as., dzikirnya sebanyak 5.000 kali. Lathifatul Qolbi menjadi tempat nafsu lawwamah yang mempunyai 9 watak, yaitu;

  • 1. sifat yang suka mencela terhadap orang lain
  • 2. sifat menyenangkan nafsu
  • 3. menipu
  • 4. memuji terhadap amal perbuatannya sendiri (merasa dirinya yang lebih baik)
  • 5. sifat suka mengguncing orang lain
  • 6. memamerkan perbuatan dirinya sendiri
  • 7. berbuat aniaya
  • 8. bohong
  • 9. lupa dari Allah

Tanbiih: Lathifatul qalbi ini selalu dilakukan untuk berdzikir kepada Allah dengan berkah tawajjuhan para masyayikh dan anugrah dari Allah swt. semoga nafsu lawwamah bisa dikalahkan serta dihilangkan dengan mendapat syafaat Rasulullah saw. Amin, amin, amin yaa rabbal „alamin.

2. Lathifatur Ruuh, berada di bawah payudara kanan dengan jarak kira- kira 2 jari, yang menjadi wilayah nabi Nuh as. dan nabi Ibrahim as. Dzikirnya sebanyak 1.000 kali. Lathifatur Ruuh menjadi tempat nafsu mulhimah yang mempunyai 7 watak, yaitu;

  • 1. Dermawan
  • 2. Menerima apa adannya
  • 3. Sabar dan pemaaf
  • 4. Tawadhu
  • 5. meminta maaf atas perbuatan yang telah dilakukan dan menyesal terhadap perbuatan yang jelek
  • 6. Sabar
  • 7. berani menanggung ujian dan sengsara

Tanbih: Lathifatur Ruuh ini selalu dilakukan untuk berdzikir kepada Allah dengan berkah tawajjuhan para masyayikh dan anugrah Allah swt. semoga nafsu mulhimah bisa dilakukan dengan baik karena syafa'at Rasulullah saw. Amin, amin, amin yaa rabbal „alamin.

3. Lathifatus Sirri, berada di atas payudara kiri dengan jarak kira-kira 2 jari (jantung). Yang menjadi wilayah nabi Musa as. (tempat dzikir yang menjadi alam amar nabi Musa as.). Dzikirnya sebanyak 1.000 kali. Lathifatus sirri menjadi tempatnya nafsu muthmainnah yang memiliki 6 watak, yaitu;

  • 1. dermawan terhadap semua harta yang dimiliki
  • 2. pasrah kepada allah
  • 3. Ibadah dengan ikhlas
  • 4. syukur atas apa yang diberikan oleh Allah
  • 5. rela dengan apa yang menjadi kehendak Allah
  • 6. takut melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah

Tanbih: Lathifatus Sirri ini selalu digunakan untuk berdzikir kepada Allah. Dengan berkah tawajjuhan para masyayikh dan anugrah dari Allah swt. semoga nafsu muthmainnah bisa abadi diamalkan sehingga husnul khatimah dengan mendapat syafa'at dari Rasulullah saw. Amin, amin, amin yaa rabbal „alamin.

4. Lathifatul Khofiy, berada di atas payudara kanan dengan jarak kira-kira 2 jari (paru-paru). Yang menjadi wilayah nabi Isa as. (tempat dzikir alam amar nabi Isa as.). Dzikirnya sebanyak 1.000 kali. Lathifatul Khofiy menjadi tempatnya nafsu mardliyyah yang mempunyai 6 watak, yaitu;

  • 1. Etikah yang baik
  • 2. mengasihi terhadap sesama
  • 3. Mengajak untuk melakukan kebaikan
  • 4. Meninggalkan segala sesuatu selain Allah
  • 5. Memaafkan kesalahan sesama makhluk
  • 6. Cinta dan senang kepada sesama makhluk untuk membebaskan mereka dari segala kebiasaan buruk dan kesenangan hawa nafsu menuju sifat malakaniyah, mahmudah, dan akhlak yang mulia

Tanbih: Lathifatul Khafy ini selalu digunakan untuk berdzikir kepada Allah. Dengan berkah tawajjuhan para masyayikh dan anugrah dari Allah swt. semoga nafsu mardliyayah bisa abadi diamalkan sehingga husnul khatimah dengan mendapat syafa'at dari Rasulullah saw. Amin, amin, amin yaa rabbal „alamin.

5. Lathifatul Akhfaa, berada di tengah-tengah dada, tepatnya berada diantara hati sanubari dan lathifatur Ruuh, tempatnya ada di ginjal. Yang menjadi wilayah Rasulullah saw. (tempat dzikir alam amar Rasulullah saw.), dzikirnya sebanyak 1.000 kali. Lathifatul Akhfaa menjadi tempatnya nafsu kamilah, maksudnya nafsu yang lebih sempurna, yang memiliki 3 watak, yaitu;

  • 1. Pengetahuan yang nyata
  • 2. Keadaan yang nyata
  • 3. Kebenaran yang nyata

Tanbih: Lathifatul Akhfaa ini selalu digunakan untuk berdzikir kepada Allah swt., dengan berkah tawajjuhan para masyayikh dan anugrah dari Allah swt. semoga nafsu kamilah bisa karomah dan istiqomah sehingga husnul khatimah dengan mendapat syafa'at dari Rasulullah saw. Amin, amin, amin yaa rabbal „alamin.

6. Lathifatun Nafsi an-Nathiqah, berada di tengah kening tepatnya di antara dua alis, yaitu berada dalam otak (pusat berfikir). Dzikirnya sebanyak 1.000 kali. Lathifatun Nafsi an-Nathiqah menjadi tempat nafsu amarah (nafsu yang mengarah pada keburukan) yang memiliki 7 watak, yaitu;

  • 1. pelit atau kikir
  • 2. Cinta dunia
  • 3. Iri, dengki
  • 4. Bodoh
  • 5. Sombong
  • 6. mengikuti kesenangan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan syari'at
  • 7. marah karena mengikuti hawa nafsu

Tanbih: Lathifatun Nafsi an-Nathiqah ini selalu digunakan untuk berdzikir kepada Allah swt., dengan berkah tawajjuhan para masyayikh dan anugrah dari Allah swt. semoga nafsu amarah bisa berkurang dan musnah dengan mendapat syafa'at dari Rasulullah saw. Amin, amin, amin yaa rabbal „alamin.

7. Lathifatul Jaami’ul Badan, berada di seluruh tubuh dari hati sanubari diarahkan ke kepala, kemudian diarahkan ke seluruh tubuh yang meliputi kulit, daging, tulang, sumsum, otot, darah dan rambut yang kesemuanya itu berdzikir sebanyak 1.000 kali. Lathifatul jaami'ul badan menjadi tempat nafsu mardliyah yaitu nafsu yang senantiasa ridha, yang memiliki 6 watak, yaitu;

  • 1. Dermawan
  • 2. menghindari urusan duniawiyah (harta benda) yang tidak sesuai dengan syariat dan menerima yang halal meskipun sedikit
  • 3. Mengatur niat yang lebih utama, melakukan kebaikan karena Allah swt
  • 4. menjaga diri dari barang syubhat dan haram
  • 5. menjauhi perbuatan yang tidak terpuji dan melakukan perbuatan yang terpuji dan menggunakan akhlak malakaniyyah seperti khalwat [menyendiri] untuk beribadah, berdzikir, muraqabah, tafakkur, dan terjaga [tidak tidur], lapar, diam dan berbicara yang sesuai dengan syari'at
  • 6. menepati janji baiat

Tanbih: Lathifatul jaami'ul badan ini selalu digunakan untuk berdzikir kepada Allah swt., dengan berkah tawajjuhan para masyayikh dan anugrah dari Allah swt. semoga nafsu mardhiyyah bisa istiqomah dan husnul khatimah dengan mendapat syafa'at dari Rasulullah saw. Amin, amin, amin yaa rabbal „alamin.

Allah berfirman: “Aku ada dalam pecahan-pecahan hati mereka”… Lalu (seorang salik) berdzikir Lathifatul Qolbi. Ketika cahaya dari lathifah tersebut telah keluar dari arah pundaknya dan naik, atau dia telah merasakan getaran atau gerakan kuat, maka lalu dia membisikkan pada Latifatur Ruuh yang berada di bawah payudara kanan dengan jarak 2 jari. Dzikir di Lathifatur Ruuh, dan wuquf di hati, sebagaimana orang yang melihat dua arah dengan satu pandangan. Jika sudah terjadi gerakan pada Lathifatur Ruuh dan telah sibuk berdzikir, maka dia bisikkan pada Lathifatus Sirri, yang berada di atas payudara kiri dengan jarak dua jari. Berdzikir di Lathifatus Sirri, dan juga wuquf di hati.

Kemudian, jika Lathifatus Sirri telah sibuk dengan dzikir, maka dia mulai bisikkan pada Lathifatul Khofiy yang berada di atas payudara kanan dengan jarak 2 jari. Lalu dia bisikkan pada Lathifatul Akhfaa, yang berada di tengah-tengah dada. Dan jika dia telah sibuk dengannya sebagaimana sebelumnya, maka dia bisikkan pada Lathifatun Nafsi yang berada di antara dua mata dan dua alis beserta wuquf qolbi di seluruh dzikir lathaif, lalu dilanjutkan pada Lafhifatul Jasad. Dengan demikian dia berdzikir dengan seluruh badan setelah dia bentangkan wuquf pada seluruh anggota tubuhnya dan tempat tumbuhnya bulu. Jika dzikir telah berpengaruh pada seluruh tubuh, adakalanya dengan getaran kecil atau dzikir yang berjalan di seluruh tubuhnya yang tebal. Dengan demikian, tubuhnya bagaikan hati yang bergerak dengan dzikir, mulai dari bawah hingga ke atas tubuh, dan ini disebut sebagai sulthon dzikir. (Jami al- Ushul fi al-Auliya, hlm. 25)

Maqam-maqam Lathaif 

📚 Bilangan Dzikir

Dalam thariqah, jumlah bilangan dzikir minimal adalah 5.000, dan tidak ada batas maksimalnya. Jumlah dzikir minimal bagi para salik dalam sehari semalam adalah 25.000. Jumlah dzikir tersebut sangat dianjurkan untuk diselesaikan dalam sekali duduk. Namun, jika tidak mampu, maka boleh diselesaikan dalam tiga kali duduk, atau jika tidak dimungkinkan, maka dapat diselesaikan sesuai dengan kemampuan salik. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 25)

📚 Wuquf Zamani, Wuquf ‘adadi & Wuquf Qalbi

Wuquf Zamani berarti bahwa seorang salik setelah dua atau tiga jam hendaknya melihat bagaimana keadaan dirinya. Jika keadaannya hudhur (hadir) bersama Allah, maka hendaknya dia bersyukur kepada-Nya atas pertolongan yang telah diberikan oleh-Nya, dan merasa dirinya masih sembrono dalam ke-hudhur-annya ketika itu, dan memulai lagi untuk bisa hudhur dengan lebih sempurna. Dan jika dalam dua atau tiga jam itu dia dalam keadaan lupa, maka hendaknya dia memohon ampunan atas kealpaan itu, dan bertaubat kepada-Nya serta kembali untuk bisa hudhur dengan sempurna.

Adapun Wuquf „Adadi adalah menjaga bilangan ganjil dalam dzikir nafi itsbat, bilangan tiga atau lima, dan seterusnya sampai dua puluh lima kali.

Sedangkan Wuquf Qalbi — sebagaimana yang diutarakan oleh as- Syaikh Ubaidillah Ahrar (semoga Allah menyucikan jiwanya) — adalah sebuah ungkapan tentang hadirnya hati bersama Allah, yang dalam hatinya tidak ada tujuan lain kecuali Allah, dan tidak lengah dari makna dzikir, karena hal tersebut termasuk syarat-syarat dzikir.

as-Syaikh Ubaidillah Ahrar juga menyatakan bahwa pengertian wuquf qalbi yaitu orang yang berdzikir itu wuquf pada hatinya saat berdzikir, memperhatikan hatinya dan menjadikannya sibuk dengan lafadz dzikir dan maknanya, dan tidak meninggalkan hatinya dalam keadaan lupa dari dzikir tersebut, serta lalai dari maknanya. Pengarang kitab ar-Rasyahaat berkata: “Syeikh al-Khawajih Baha'uddin — semoga Allah membersihkan jiwanya — tidak mewajibkan menahan nafas dan menjaga hitungan dalam dzikir. Adapun wuquf qolbi itu beliau jadikan sebagai hal yang urgen (penting) dengan kedua maknanya yaitu menjaga hati sibuk dzikir dan tidak lupa dari maknanya, serta beliau menjadikan dzikir qolbi ini sebagai sebuah keharusan. Sesungguhnya inti dan tujuan dzikir adalah wuquf qalbi itu sendiri. (Tanwir al-Qulub, hlm. 507)

📚 Wuquf Qalbi Dengan Menjaga Nafas

Gemuruhnya hati yaitu menjaga keluar masuknya nafas dari lupa (untuk berdzikir kepada Allah swt.) dengan tujuan agar hati salik selalu hadir bersama Allah swt. di setiap nafasnya. Karena ketika tiap nafas yang keluar dan masuk selalu hadir bersama Allah swt., maka hati itu hidup serta bersambung dengan Allah swt. Dan ketika tiap nafas yang keluar dan masuk itu lupa (dari dzikir kepada Allah swt.), maka hati itu mati serta putus dari Allah swt. (Tanwir al-Qulub, hlm. 506)

📚 Dalil Melanggengkan Dzikir (Dawam Adz-dzikr)

Dzikir itu menjadi rukunnya tariqah dan menjadi kuncinya hakikat dan juga menjadi pedangnya para murid dan benderanya kewalian. Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.

Maka ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring Nabi saw. bersabda kepada sayyidina Ali kwr.: "Berdzikirlah selalu kepada Allah swt. dalam keadaan sendiri."

📚 Atsar Dzikir & Nikmat Dzikir

Hasil dari wuquf qolbi adalah lupa dari wujud manusiawi dan semua bisikan alam, tenggelam dalam tarikan dzat ilahi. Jika sudah demikian, maka tampaklah bekas perubahan dari tarikan ilahi itu, yaitu menghadapnya hati pada dzat Yang Maha Benar lagi Maha Suci dengan rasa cinta kepada-Nya.

Bekas (hasil) dzikir itu berbeda-beda tergantung pemberian Allah, yaitu sebuah pemberian Allah pada ruh-ruh hamba-Nya, sebelum ruh-ruh itu dihubungkan dengan jasadnya, kemudian Allah memuliakannya dengan qurb (kedekatan) yang bersifat dzat yang azali.

Di antara mereka (para salik), pertama kali yang mereka capai adalah ketiadaan selain Allah, yaitu lupa dari selain Allah. Sebagian yang lain, yang pertama mereka capai adalah mabuk, bingung, dan ketiadaan selain Allah secara bersamaan, yang selanjutnya akan tercapai hilangnya wujud sifat kemanusiaan (fana'), lalu mereka mendapatkan kemuliaan fana', yaitu leburnya diri dalam tarikan-tarikan ilahi. Jika seorang salik belum tampak baginya hasil-hasil tersebut, maka dia masih belum memenuhi syarat-syarat dzikir (dengan benar). (Tanwir al-Qulub, hml. 515)

📚 Nikmat Dzikir Awal Mula Dibukanya Hijab

Syaikh Abu Sa'iid al-Kharaz menyatakan bahwa ketika Allah menginginkan seorang hamba untuk dijadikan kekasih-Nya, maka akan dibuka baginya pintu dzikir. Dan ketika dia telah merasakan nikmat dzikir, maka akan dibuka baginya kedekatan dengan Allah. Selanjutnya, dia akan diberi ketentraman, dan dijadikan baginya ketauhidan yang kuat, dihilangkan pula darinya tabir-tabir Allah, dia dimasukkan dalam wilayah kesendirian (bersama Allah), dibuka baginya hijab keagungan Allah. Dan ketika mata batinnya telah sampai pada keagungan tersebut, maka dia menyatu dengan Allah. Ketika inilah, dia menjadi lumpuh dan hancur, dia berada dalam penjagaannya, dan terbebas dari segala bisikan nafsunya. (Tanwir al-Qulub, hlm. 510)

📚 Khatam Khawajikan Thariqah Naqsyabandiyah

Kata khawajikan adalah bahasa Persia yang merupakan bentuk jamak dari kata khawajih yang berarti guru atau syekh. Khatam khawajikan disebut dengan khatam karena para guru silsilah thariqah Naqsyabandiyah ketika berkumpul dengan para muridnya, mereka mengakhiri perkumpulan tersebut dengan dzikir ini.

Imam Abdul Kholiq al-Ghujdawani dan para imam silsilah sesudahnya hingga Syekh Naqsyabandi bersepakat bahwa jika seorang salik membaca dzikir khatam ini, maka kebutuhannya akan terpenuhi, keinginannya akan tercapai, dirinya akan terjauhkan dari musibah, derajatnya akan diangkat, dan akan ditampakkan baginya berbagai keagungan Allah. Setelah membaca dzikir ini, salik berdo'a kepada Allah agar tujuan dan kebutuhannya dipenuhi, maka do'anya akan dikabulkan. Sebagaimana hal ini telah terbukti berkali-kali.

Khatam khawajikan adalah salah satu rukun utama setelah dzikir ismudz dzaat dan dzikir nafi itsbat. Wirid ini adalah wirid yang agung yang khusus pada thariqah Naqsyabandiyah. Hal ini disebabkan karena ruh para syekh silsilah thariqah Naqsyabandiyah dengan berkah wirid ini, akan menolong orang-orang yang meminta pertolongan. (Tanwir al-Qulub, hlm. 520)

Syarat-syarat Khataman Khawajikan

Syarat-syarat dalam khataman khawajikan adalah sebagai berikut:

1. Suci dari hadats dan najis
2. Tempat yang sepi
3. Khusyu' dan menghadirkan hati untuk menyembah Allah seakan- akan anda melihat-Nya. Namun, jika anda tak bisa melihatnya, maka Allah melihat anda.
4. Orang-orang yang hadir di majlis dzikir khawajikan tersebut adalah orang-orang yang telah diberi izin dari guru/mursyid.
5. Menutup atau mengunci pintu
6. Memejamkan kedua mata mulai awal sampai akhir dzikir
7. Bersungguh-sungguh dalam menolak segala hal yang dapat memalingkan hatinya untuk khusyu‟ menghadap Allah
8. Duduk kebalikan dari duduk tawarruk (duduk di antara dua sujud) (Tanwir al-Qulub, hlm. 520-521)

Rukun Khataman Khawajikan

Adapun rukun khataman khawajikan adalah sebagai berikut:

1. Membaca istighfar 25 kali, atau 15 kali. Dan dianjurkan sebelum membaca istighfar, salik berdo'a dengan do'a berikut:

2. Rabithah mursyid (caranya sama dengan dzikir ismudz dzaat)
3. Membaca al-Fatihah 7 kali
4. Membaca sholawat 100 kali
5. Membaca surat Alam Nasyrah 79 kali
6. Membaca surat al-Ikhlas 1001 kali
7. Membaca al-Fatihah 7 kali
8. Membaca sholawat 100 kali
9. Membaca do'a khataman
10. Membaca beberapa ayat al-Qur'an (Tanwir al-Qulub, hlm. 521-522)

Do'a setelah khataman khawajikan adalah sebagai berikut (Tanwir al-Qulub, hlm. 522-523):


📚 Dalil Ruangan Yang Tertutup Saat Tawajjuh

Tawajjuh atau tawajjuhan adalah majelis dzikir yang ada dalam thariqah. Dalam prakteknya, tawajjuhan dilaksanakan dalam ruangan yang tertutup. Hal ini bukan tanpa landasan atau dasar, akan tetapi hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Hakim, dan juga hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim berikut ini:

Termasuk tata krama berdzikir adalah menutup pintu, hal ini dikuatkan dengan hadits Nabi yang diriwayatkan Imam Hakim dari Ya'la bin Syadad, suatu ketika aku bersama Rasulullah saw., kemudian Rasulullah bertanya: “Apakah diantara kalian ada orang asing?”. Aku menjawab: “Tidak wahai Rasulullah”. Maka Nabi memerintahkan untuk menutup pintu dan Beliau bersabda: “Angkatlah tanganmu (berdo'a)”, al-hadits. Dan hadits Imam Bukhari dan Muslim lebih memperjelas tentang masuknya Nabi ke dalam Ka'bah sekiranya Nabi memerintahkan menutup pintu ketika masuk Ka'bah, dan orang-orang bersama Nabi bukan orang muslim lain yang ada di Masjidil Haram. (Tanwir al-Qulub, hlm. 521)

📚 Dasar Tawajjuhan 3 Kali Dalam Sehari Semalam

Permulaan tawajjuhan dilaksanakan 3 kali dalam sehari semalam itu karena melihat tawajjuhan yang dilakukan oleh malaikat Jibril kepada Nabi saw. itu sebanyak 3 kali dengan tujuan untuk:

1. Menghilangkan sifat madzmumah muhlikah (sifat yang jelek dan merusak)
2. Menghiasi hati dengan sifat yang terpuji
3. Memasukkan nur wahyu dan risalah

Semua itu dilakukan di gua Hira'. Dan tawajjuh itu mulaqqon mu'an'an (ditalqinkan) dari Nabi saw. kepada Abu Bakar as-Shiddiq, dan dari Abu Bakar kepada guru-guru Naqsyabandi itu merupakan turunnya nur yang menyebar.

Adapun hati para guru itu merupakan sumber hikmah dan makrifat. Barangsiapa yang bersungguh-sungguh untuk menangkap nur itu, maka dia yang akan berhasil. Adapun orang-orang yang tidak bersungguh- sungguh, maka dia tidak menghasilkan apapun kecuali bingung.

Tawajjuhan 3 kali itu dilakukan setelah shalat Isya', waktu sahur dan setelah shalat Dzuhur. (Keterangan ini dapat dilihat dalam kitab Nahjah as-Salikin, atau dalam kitab Majmu ar-Risalah, hlm. 26)

📚 Tata Cara Tawajjuhan

1. Membaca ayat al-Qur'an sekedarnya baik imam sendiri, atau salah seorang yang ikut tawajuhan
2. Membaca istighfar sebanyak 5, 15 atau 25
3. Membaca surat al-Fatihah satu kali, surat al-Ikhlas tiga kali, dan pahalanya dihadiahkan kepada para guru thariqah yang ada salam silsilah
4. Dzikir ismu dzat Bagi imam, bila bilangan dzikirnya sudah sampai 300 atau 1.000, imam lalu berniat untuk menawajjuhi para murid. Dan di awal niat tersebut, membaca:


Jika murid berhenti putaran tasbih dan mendengarkan bacaan imam, jika sudah selesai maka berputar kembali tasbih tersebut, jika imam terus mentawajuhi para murid sesuai dengan kemampuannya dengan mujabahah (adu bathu') dan jika murid ditawajuhi dengan guru membaca di dalam hatinya:


📚 Amalan Setelah Tawajjuhan

1. Hadiah al-Fatihah kepada para guru
2. Imam memimpin membaca salawat, lalu makmum juga membaca shalawat berikut ini sebanyak 3  kali:


3. Imam membaca surat al-Insyirah, lalu makmum juga membacanya sebanyak 3 kali
4. Imam membaca surat al-Ikhlas, lalu makmum mengikutinya sebanyak 3 kali.

📚 Lafadz Dzikir Naqsyabandiyah Dan Syadziliyah

Lafadz atau kalimat yang digunakan dalam dzikir itu beragam. Dalam thariqah Naqsyabandiyah lafadz yang digunakan adalah lafadz " Allah " Sedangkan dalam thariqah Syadziliyah adalah kalimat "Laailahaillallah" dan masing-masing thariqah juga terkadang berbeda dalam kalimat atau lafadz yang digunakan untuk berdzikir yang kesemuanya didasarkan pada al-Qur'an dan hadits. Namun, pada dasarnya seluruh perbedaan lafadz dzikir tersebut adalah sama, yaitu sama-sama untuk mengagungkan Allah swt.

Ketahuilah, awal bentuk dzikir menurut thariqah Naqsyabandiyah adalah lafadz Allah dengan memperhatikan maknanya. Dan menurut thariqah Syadziliyah adalah kalimat Laa Ilaaha Illallaah. Dan menurut thariqah lainnya (kalimat dzikir itu) dari keduanya (lafadz Allah dan Laa Ilaaha Illallaah), istighfar dan sholawat dengan menghadirkan hati secara sempurna, serta bertata krama. Firman Allah ta‟ala: “Aku bersama orang yang berdzikir kepada-Ku, dan Aku bersama hamba-Ku ketika dia menyebut-Ku, dan ketika kedua bibirnya bergerak (karena berdzikir kepada-Ku). (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 23)

📚 Cara Dzikir Nafi Itsbat Thariqah Qodiriyah

Cara dzikir nafi itsbat adalah sebagai berikut:

1. Memusatkan semua perasaan dan pikiran pada kedalaman hati untuk (memulai) wukuf.
2. Mengeluarkan nafas dari hidung sampai habis dengan tujuan untuk menghilangkan semua bisikan hati dan pikiran.
3 . Setelah itu menahan nafas, lalu memperhatikan lafadz "La" dan membayangkannya sebagai garis yang memanjang dari pusar sampai ke pusat otak dengan memperhatikan maknanya, yaitu mentiadakan selain Allah dan menetapkan dzat-Nya.
4. Selanjutnya memperhatikan lafadz "ila" lalu menarik garis tersebut dari pusat otak ke ujung pundak kanan. Seraya memahami maknanya bahwa semua makhluk itu tiada, yang ada hanya dzat Allah.
5. Setelah itu memperhatikan lafadz "ila" lalu menarik garis tersebut dari ujung pundak seraya menjalankannya di atas lathaif sampai ke hati dan bertujuan untuk mengecualikan dzat-Nya.
6. Selanjutnya meletakkan lafadz "Allah" dengan kekuatan penuh pada kedalaman hati seraya membayangkan kalimat "Muhammadurrosululuallah" Untuk mempermudah pemahaman, berikut ini adalah sebuah gambar yang menjelaskan cara menjalankan dzikir nafi itsbat:


📚 Keutamaan Dzikir “laa Ilaaha Illa-allaah”

Dzikir adalah sebuah media untuk mendekatkan diri kepada sang Khalik. Dengan dzikir hati menjadi tenang dan tenteram, sesuai dengan firman Allah : (ketahuilah, dengan berdzikir hati menjadi tenang).

Dzikir itu ada bermacam-macam lafadz, cara dan jumlahnya. Ada dzikir yang dilaksanakan dalam waktu-waktu tertentu dan dengan cara tertentu pula. Sebagaimana tradisi dzikir yang dilaksanakan masyarakat NU setelah shalat fardhu. Dari bacaan istighfar, takbir, tasbih, tahmid, sholawat dan lain sebagainya, semua dzikir tersebut memiliki keutamaannya masing-masing.

Namun, dari sekian banyak jenis bacaan dzikir, ada kalimat dzikir yang memiliki bobot pahala yang luar biasa. Bahkan kalimat tersebut ada sebelum alam semesta ini diciptakan, dan semua Nabi sebelum nabi Muhammad saw. telah menggunakan kalimat ini sebagai dzikir utama. Kalimat tersebut adalah kalimat "LaailahaillAllah"

Di bawah ini beberapa keutamaan dzikir dengan kalimat "LaailahaillAllah"

1. Laa ilaaha illa Allaah adalah kunci surga
2. Laa ilaaha illa Allaah adalah ongkos surga
3. Laa ilaaha illa Allaah adalah penebus dosa orang-orang mati
4. Laa ilaaha illa Allaah adalah penghancur dosa- dosa besar
5. Laa ilaaha illa Allaah adalah dzikir yang paling utama

Oleh karena itu, barangsiapa yang secara ikhlas mengucapkan laa ilaaha illallaah, maka jaminan surga baginya kelak di hari kiamat.

At-Thabraniy mengeluarkan hadits dengan sanadnya dari Zaid ibn Arqam ra. dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa mengucapkan laa ilaaha illa Allaah dengan ikhlas, maka dia masuk surga. Dikatakan kepada Beliau saw.: “Apa keikhlasannya?”. Beliau saw. bersabda: “Yaitu dengan menahan diri dari perkara yang diharamkan Allah”. Dalam riwayat lain disebutkan: “Dari apa yang diharamkan Allah”. (al-Matjar ar- Raabih, hlm. 576)

Keutamaan lain dari kalimat ini adalah seburuk apapun perangai dan perbuatan seorang hamba, namun tatkala meninggal dunia kalimat terakhir yang keluar dari bibirnya adalah kalimat la ilaaha illallaah, maka tiada lain tempat kembalinya kecuali surga.

Diriwayatkan dari Muadz ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa di akhir ucapannya kalimat Laa Ilaaha Illa Allah, maka dia masuk surga”. (al-Matjar ar-Raabih, hlm. 225)

📚 Kaifiyah (Tata Cara) Suluk

Syarat Suluk

1. Memperoleh izin dari guru mursyid atau dari orang yang sudah diberi ijazah untuk memberikan izin manjing suluk. 2. Khalwah: mencari tempat sepi yang sekiranya bisa jauh dari anak istri serta saudara dan teman. 3. Niat manjing suluk

Lafadz Niat Suluk

Saya berniat manjing suluk (10, 20, 40) hari karena mengikuti ulama salaf yang sholeh dan mengikuti nabi Muhammad saw., semata karena Allah ta'ala.

Rukun Suluk

1. Meninggalkan ucapan yang tidak ada manfaatnya
2. Tidak banyak makan sehingga menyebabkan tidak mampu untuk berdzikir atau beribadah yang lain.
3. Tidak banyak tidur
4. Malanggengkan dzikir di hati, siang dan malam dengan dzikir yang jumlahnya melebihi apa yang telah diperintahkan guru dengan tidak merubah adab dan syarat dzikir. Khusus bagi murid yang mubtadi' (orang yang baru belajar) di waktu manjing suluk sehari semalam jumlah dzikirnya tidak boleh kurang dari 25.000 dzikir ismudz dzat. Bagi yang mampu, sehari semalam jumlah dzikirnya jangan sampai kurang dari 70.000 dzikir ismudz dzat. Bagi murid ahli lathaif, maka dzikir lathaif sekali pada pagi hari dan sekali pada sore hari kemudian menjalankan dzikir hati di antara dua waktu dengan jumlah bilangan 70.000 atau lebih. Bagi murid ahli nafi isbat dan wukuf dan muroqqobah, maka dzikir lathaif dilakukan sekali pada pagi hari dan sekali pada sore hari, nafi isbat sebanyak 3.000.
5. Tawajuhan tiga kali dalam sehari semalam, yakni:

  • a. setelah Isya', dengan diawali khataman khawajikan, selain malam Selasa dan malam Jum'at,
  • b. waktu sahur, dengan diawali khataman khawajikan, selain malam Selasa dan malam Jum'at,
  • c. setelah Dzuhur, tanpa khataman khawajikan, khawajikan dilakukan setelah shalat Ashar, tawajuhan dilakukan khusus bagi murid yang suluk.

Catatan:

Bagi murid yang tidak suluk tidak boleh tawajuhan kecuali hari Selasa dan hari Jum'at.

Adab Suluk

1. Memperoleh izin dari guru mursyid untuk manjing suluk
2. Mandi taubat dengan niat taubat dari seluruh dosa kemudian wudhu' dengan sempurna
3. Shalat hajat dua rakaat dengan niat manjing suluk
4. Memasuki tempat kholwat dengan membaca ta'awudz dan basmalah
5. Dengan sungguh-sungguh berniat untuk memenjarakan nafsu
6. Melanggengkan wudhu' (tiap kali batal, maka wudhu' lagi)
7. Tidak berbicara, kecuali dzikir kepada Allah
8. Melanggengkan rabithah kepada guru mursyid
9. Menjalankan shalat Jum'at dan shalat berjama'ah lima waktu, sunnah rawatib (qobliyah ba'diyah) dan shalat sunnah yang lain terlebih yang muakkad dengan bersungguh-sungguh.
10. Melanggengkan semua jenis dzikir (sirri, jahr, nafi isbat, dzikit ismu dzat)
11. Membiasakan tidak tidur kecuali merasakan kantuk yang sangat, dengan niat agar tubuh semangat untuk berdzikir.
12. Tidak bersandar pada tembok, dinding dan tidak tidur terlentang di atas alas
13. Ketika keluar harus menundukkan kepala serta tidak memandang kecuali memang perlu.
14. Ketika berbuka tidak memakan daging hewan, atau segala sesuatu yang bernyawa.

📚 Manjing Suluk 40 Hari

Lama waktu suluk bagi seorang salik terkadang berbeda-beda, tergantung dari tingkatannya. Dan jika dalam 40 hari seorang salik melaksanakan suluk dengan berkhalwat (menyepi) dan penuh ikhlas, maka akan muncul berbagai hikmah pada diri seorang salik, baik dari hati atau lisannya. Dan hendaknya, awal manjing suluk (melaksanakan suluk) itu dilakukan pada pertengahan bulan Sya'ban dan selesai suluk pada akhir hari raya Ramadhan. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 207)

📚 Uzlah

Pengertian Uzlah

Uzlah adalah menjauhkan diri dari pergaulan manusia dengan tujuan tidak menyakiti mereka.

Bagi salik seharusnya melakukan „uzlah pada permulaan karena „uzlah merupakan pertanda wushul kepada Allah swt. Kemudian diakhiri dengan kholwat untuk menyatakan damainya bersama Allah swt. (Jaami al-Ushul fil Auliya, hlm. 217)

Dan aku akan menjauhkan diri daripadamu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdo`a kepada Tuhanku, mudah- mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo`a kepada Tuhanku". (Qs. al-Maryam: 48)

Nabi Muhammad saw. bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah orang yang berjihad di jalan Allah swt. dengan jiwa raga dan hartanya, dan orang yang menyembah kepada Allah swt. di puncak gunung serta meninggalkan manusia karena takut berbuat jelek kepada mereka. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 217)

Pembagian Uzlah

Uzlah dibagi menjadi 2 bagian yaitu:

1. Uzlah awwam: memisahkan diri secara jasmani untuk menyelamatkan manusia dari perbuatan buruknya, bukan mencari keselamatan diri dari perbuatan buruk manusia. “Menyelamatkan manusia dari perbuatan buruknya” adalah ciri muttaqin karena „uzlah sebagai akibat dari menganggap dirinya lebih hina dari orang lain (tawadhu'). Sedangkan yang dimaksud dengan ungkapan “bukan mencari keselamatan diri dari perbuatan buruk manusia” adalah sifat syaithoniyah karena menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain (sombong).

2. Uzlah khawwas: memisahkan diri dari sifat basyariyah (manusia) menuju sifat malakiyah (malaikat) meskipun dia bergumul dengan manusia. Oleh karena itu, ulama tasawuf berpendapat bahwa orang yang makrifat itu secara dzahir bersama manusia, akan tetapi secara batin berpisah dari mereka. (Jami al-Ushul fi al- Auliya, hlm. 218. Lihat juga kitab ar-Risalah al-Qusyairiyah, hlm. 101-102)

📚 Khalwat

Asal mula disyaratkan khalwat selain mengikuti jejak nabi Musa as. yang bermunajat di bukit Tursina hingga 40 malam, juga mengikuti jejak Rasulullah saw. pada waktu menyendiri di gua Hira' hingga berjalan sampai beberapa malam.

Diriwayatkan bahwa khalwatnya Rasulullah saw. di gua Hira' selama 40 hari sebelum menerima wahyu.

Adapun dalil asal khalwatnya Nabi saw. setelah ditetapkan menjadi rasul, Nabi saw. menyendiri di tempat khususiyahnya berada di kamar menyendiri di suatu tempat yang tinggi. Nabi menyendiri dengan menggunakan sumpah ila' selama satu bulan penuh Nabi saw. tidak tidur bersama istri-istrinya. Perkataan Umar ra. selama Nabi saw. menyendiri: “Suatu ketika saya meminta izin kepada penjaga pintu sampai tiga kali dan saya diizinkan untuk menghadap Nabi saw. Dan ketika saya masuk, saya melihat Nabi saw. hanya beralaskan tikar, dan bantal dari kulit berisikan bulu, di atas kepala beliau terdapat kulit yang digantung. Kemudian aku menangis. Lalu Rasulullah bersabda: “Kenapa kamu menangis?”. Umar menjawab: “Wahai Rasulullah, raja Kisra dan kaisar itu sesuai dengan derajatnya”. Padahal Nabi Muhammad adalah Rasulullah yang sangat mulia, namun tidur hanya menggunakan alas tikar. Lalu Nabi berkata: “Apakah kamu tidak terima apabila raja Kisra dan kaisar dan lain- lainnya itu mendapatkan kemuliaan di dunia saja akan tetapi orang-orang mukmin itu mendapat bagian di akhirat bahkan akhirat itu lebih bagus daripada dunia??? Umar berkata: “Ya, saya menerima”. Adapun keadaan Nabi saw. yang demikian adalah bentuk pelajaran bagi umatnya. Allah berfirman:

Maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yanga berguna bagimu dalam urusan kamu. (al-Kahfi: 16)

Nabi saw. bersabda:

Hikmah itu ada sepuluh bagian, yang sembilan berada dalam „uzlah dan yang sati berada dalam diam.

📚 Syarat-syarat Khalwat

Agar musyahadah bisa tercapai, seorang salik harus melaksanakan khalwat. Khalwat adalah menyepi secara dhohiriyah dengan cara menyepi di tempat khusus yang sekiranya orang yang tidak sedang melaksanakan suluk tidak bisa masuk ke tempat tersebut dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Nabi Muhammad saw. juga melakukan khalwat di Gua Hira‟ sampai akhirnya turun perintah untuk berdakwah. Masa minimal khalwat adalah 3 hari 3 malam, kemudian 7 hari 7 malam, dan selama satu bulan, dan yang paling sempurna adalah 40 hari. Hal ini sesuai dengan hadits: “Barangsiapa yang (berkhalwat) secara ikhlas selama 40 hari, maka akan memancar sumber-sumber hikmah dari hatinya atas lisannya”. (HR. Ahmad dalam kitab az-Zuhdi, dan Ibn „Addii) Ada 20 syarat dalam khalwat:

1. Niat yang ikhlas dengan membuang semua unsur riya' dan pamer, baik dhahir maupun batin.
2. Meminta izin kepada mursyid, dan memohon do'anya, dan hendaknya dia tidak berkhalwat tanpa seizin mursyidnya selama dia masih dalam lingkungan tarbiyah/pendidikan.
3. Ber'uzlah terlebih dahulu, membiasakan diri terjaga pada malam hari, membiasakan lapar dan dzikir, sehingga nafsunya jinak dengan semua itu sebelum berkhalwat.
4. Masuk pada tempat khalwat dengan kaki kanannya seraya memohon perlindungan kepada Allah dari setan dengan membaca basmalah, dan juga membaca surat an-Naas tiga kali. Kemudian dia melangkahkan kaki kirinya seraya membaca doa:


285-286 Surat Al-Baqoroh.

Dan setelah salam membaca Yaa Fattaah sebanyak 500 kali kemudian memulai dzikirnya.
5. Melanggengkan wudhu'
6. Tidak menggantungkan niatnya untuk mendapatkan karamah (kemuliaan)
7. Tidak menyandarkan punggung ke dinding
8. Membayangkan wajah mursyid di hadapannya
9. Berpuasa
10. Tidak berbicara kecuali untuk berdzikir kepada Allah, atau perkataan yang mendesak menurut syari'at, agar khalwatnya tidak sia-sia dan cahaya hatinya tidak sirna
11. Selalu waspada terhadap empat musuhnya, yaitu setan, dunia, hawa dan nafsu, dengan menyampaikan segala sesuatu yang pernah dilihat dan diketahui kepada mursyidnya
12. Jauh dari keramaian
13. Menjaga sholat Jum'at dan sholat jama'ah, karena inti dari khalwat adalah mengikuti sunnah Nabi saw.
14. Jika dia keluar karena hal yang mendesak, maka harus menutup kepala sampai lehernya sambil menunduk
15. Tidak tidur kecuali tertidur serta dalam keadaan suci, dan tidak tidur untuk melepas lelah, dan jika mampu hendaknya dia tidak tidur terlentang, tapi dengan duduk.
16. Menjaga perutnya dengan tidak terlalu lapar dan tidak terlalu kenyang
17. Tidak membuka pintu tempat khalwat bagi siapapun, kecuali bagi mursyidnya
18. Meyakini bahwa segala kenikmatan yang didapat adalah semata-mata karena mursyidnya, dan beliau dari Rasulullah saw.
19. Menghilangkan segala keinginan hati yang baik ataupun buruk, karena keinginan itu akan memisahkan hatinya dari segala yang diperoleh dengan dzikir.
20. Selalu berdzikir sesuai dengan cara yang diperintahkan oleh mursyid, sampai sang mursyid menyuruhnya untuk keluar dari tempat khalwat. (Tanwir al-Qulub, 493-495)

📚 Dalil Menghadap Kiblat Ketika Berkhalwat

Khalwat sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah menyendiri dengan tujuan untuk mendekatkan diri dengan Allah swt. Dalam berkhalwat hendaknya salik menghadap ke arah kiblat. Karena sebuah majelis yang menghadap kiblat termasuk sebaik-baik majelis.

Nabi bersabda: “Sebaik-baiknya majelis adalah majelis yang menghadap kiblat”. (Mutammimat, hlm. 108)

📚 Dalil Menyedikitkan Bicara

1. al-Qur'an

Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling darinya. (al-Qashash: 55)

2. Hadits Qudsi

Wahai anak Adam ketika hatimu keras, badanmu sakit, rizkimu terhalang, maka ketahuilah bahwa kamu berbicara yang tidak ada manfaatnya. Wahai anak Adam, tidak akan lurus agamamu hingga benar (jujur) ucapanmu dan hatimu pun lurus. Dan tidak akan lurus hatimu, hingga kamu malu kepada-Ku.

📚 Dalil Menyedikitkan Makan

1. al-Qur'an

“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan”. (Qs. al-A'raf: 31)

2. Hadits Nabi

Perangilah hawa nafsumu dengan lapar dan dahaga, karena sungguh pahalanya seperti pahala orang yang berjihad di jalan Allah swt. Dan sesungguhnya tiada amal yang lebih dicintai Allah swt. kecuali lapar dan dahaga.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. dan keluarganya tidak pernah kenyang dari roti gandum selama tiga hari berturut- turut sampai beliau wafat.

📚 Dalil Menyedikitkan Tidur

1. al-Qur'an

“Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka”. (Qs. al-Furqan: 64)

“Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari”. (Qs. al-Insan: 26)

2. Hadits Qudsi

Wahai hamba-Ku, carilah Aku dalam kegelapan malam, maka engkau menemukan-Ku dekat denganmu. Carilah Aku, maka akan kau dapati Aku. Wahai anak Adam, bagaimana engkau bisa mengharapkan hati yang terang dengan banyaknya tidur. Akhirkanlah tidurmu sampai datang ajalmu. Carilah cahaya hatimu dalam sedikit tidur dan terjaga pada malam hari.

3. Hadits Nabi

Waktu yang lebih dekat antara seorang hamba dengan tuhannya adalah pada saat tengah malam.

📚 Melanggengkan Wudhu' (Dawam Al-wudhu’)

Di antara adab sufiyah adalah melanggengkan wudhu'. Adapun wudhu' merupakan pedang orang mukmin, dan ketika seseorang mempunyai wudlu' bisa mempersempit jalan syetan untuk menggodanya. („Awarif al-Ma'arif, hlm. 324)

Anas bin Malik berkata: “Nabi saw. datang ke Madinah dan ketika itu aku sedang berusia 8 tahun. Nabi saw. lalu bersabda kepadaku: Wahai anakku, jika engkau mampu selalu dalam keadaan suci maka lakukanlah, karena sesungguhnya orang yang mati dalam keadaan mempunyai wudhu maka matinya mati syahid”. („Awarif al-Ma'arif, hlm. 324)

📚 Meninggalkan Makanan Yang Bernyawa (Tarkur Ruuh)

Orang yang masuk suluk dilarang untuk memakan makanan yang berasal dari yang memiliki nyawa. Ini disebabkan karena makanan tersebut bisa membuat hati menjadi keras, membuat nafsu sabuiyah (hewan liar) semakin besar.

Sebaiknya untuk tidak selalu makan daging, Sayyidina Ali krw. berkata: “Barangsiapa meniggalkan makan daging selama 40 hari maka jelek kejadiannya, dan barang siapa yang rutin memakan daging selama 40 hari, maka keras hatinya. Karena sesungguhnya melanggengkan makan daging menjadikan bahaya seperti bahayanya khamr. (Ihya Ulum ad-Din, juz 3 hlm. 86)

Dari Aisyah ra. berkata: “Wahai bani Tamim, janganlah kalian terus menerus makan daging karena sesungguhnya daging mengandung bahaya seperti bahayanya khamr”. (Hamisy Tanbih al-Ghafilin, hlm. 64)

📚 Macam-macam Khawathir (Getaran Hati)

Ada empat macam khatir (getaran) yang masuk ke dalam hati, yaitu:

1. Khatir Rabbani adalah khatir dari Allah, sifatnya kuat karena dia datang dari Allah Yang Maha Memaksa (al-Qahhar).

2. Khatir Malaki adalah khatir yang diiringi dengan rasa nikmat disertai hembusan dingin. Orang yang dalam hatinya terdapat khatir ini tidak akan merasakan sakit, dan tidak pula berubah. Khatir ini bagaikan penasehat baginya yang menunjukkan pada kebaikan.

3. Khatir Nafsi adalah khatir yang diiringi dengan rasa sakit di hati, dada terasa sesak dan permintaannya bersifat memaksa. Ini disebabkan karena nafsu itu bagaikan anak kecil yang meminta dengan memaksa dan permintaannya tidak bisa diganti dengan yang lain.

4. Khatir Syaithani, adalah khatir yang diiringi dengan rasa sakit. Jika kita memalingkannya pada yang lain, maka dia pun akan berpindah. Akan tetapi, sebagaimana watak setan, khatir ini berpaling hanya untuk melakukan tipu daya dan menjerumuskan ke jalan kesesatan dengan cara apapun. (Tanwir al-Qulub, hlm. 550)

📚 Kewajiban Mursyid Dan Murid Secara Umum

Ketika Anda ditanya tentang apa kewajiban mursyid atas hak-hak murid, dan tentang apa kewajiban murid atas hak mursyid, maka jawabnya adalah 3 hal yang wajib bagi mursyid atas hak murid; memberi bimbingan suluk pada permulaannya, mengantarkan (menuju wushul) pada akhirnya, dan melindungi dalam pemeliharaannya. Adapun kewajiban murid atas hak mursyid ada 3 hal; mematuhi perintahnya, menjaga rahasianya, dan menghormati kedudukannya. (Jami al-Ushul fi al-Auliya', hlm. 163)

📚 Sifat-sifat Guru Mursyid

Dalam kitab Mutammimat, halaman 74, Nabi saw. mengajarkan kalimat toyyibah kepada para sahabat agar hati mereka jernih dan bersih jiwanya, dan selanjutnya bisa sampai kepada Allah dan mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat. Akan tetapi bagi orang yang berdzikir itu tidak bisa menghasilkan hati yang jernih dan jiwa yang bersih, dan juga tidak bisa menghasilkan inti dari dzikir kecuali berguru kepada seseorang yang alim yang mengamalkan ilmunya dengan sempurna yang memahami makna al-Qur'an dan kitab-kitab agama, serta memahami ilmu hadits dan sunnah, juga mengerti tentang akidah dan ilmu wushul. Serta silsilahnya sampai kepada Nabi saw. Orang yang memiliki sifat seperti inilah yang harus dijadikan guru, karena mencari guru itu harus teliti dan serius.

📚 Syarat-syarat Mursyid

Bagi seorang mursyid disyaratkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Memahami apa yang dibutuhkan oleh para salik, seperti ilmu fiqih dan akidah, yang sekiranya dapat memalingkan salik ketika mengawali suluknya sehingga salik tidak bertanya kepada selain mursyid.

2. Mengetahui terhadap kesempurnaan-kesempurnaan hati, tata krama hati, kerusakan jiwa dan penyakit-penyakitnya, serta cara memelihara hati yang telah sehat dan stabil.

3. Lemah lembut, penyayang terhadap muslim, khususnya pada para murid salikin. Ketika sang mursyid melihat para muridnya tidak mampu untuk melawan hawa nafsu dan meninggalkan kebiasaannya, maka hendaknya sang mursyid memberi toleransi kepada mereka setelah memberi nasihat, tidak memutus mereka dari bimbingannya, dan tidak menjadikan hal tersebut sebagai penyebab celaka mereka di hari kemudian, serta selalu menemani mereka sampai mereka memperoleh hidayah.

4. Menutupi aib-aib para murid yang diketahui oleh mursyid.

5. Menjaga diri dari harta salik, dan tidak tamak pada apa yang dimiliki oleh mereka.

6. Melakukan apa yang diperintahkan oleh mursyid, dan meninggalkan apa yang dilarangnya (uswah), sehingga ucapannya memiliki pengaruh pada hati para muridnya.

7. Tidak duduk (bercakap-cakap) bersama-sama para muridnya, kecuali sesuai kadar kebutuhan, dan menyampaikan masalah thariqah dan syariat seperti menelaah kitab ini (Tanwir al-Qulub), agar jiwa mereka bersih dari bisikan-bisikan yang kotor, dan mereka dapat beribadah dengan sempurna.

8. Ucapannya harus murni dan bersih dari kejelekan hawa nafsu, gurauan, dan segala sesuatu yang tidak bermanfaat.

9. Tolerir terhadap hak dirinya, yakni tidak mengharap untuk dihormati dan dimuliakan. Tidak pula memaksakan haknya yang tidak mampu dilaksanakan para muridnya, tidak menetapkan amal yang membuat mereka bosan, tidak terlalu menampakkan kebahagiaan dan kesedihan, dan tidak pula menyulitkan mereka.

10. Jika sang mursyid menyaksikan dari salah seorang muridnya bahwa dengan sering duduk bersama murid, keagungan mursyid menjadi hilang dalam hati murid, maka sang mursyid memerintahkannya untuk berkhalwat menyendiri di tempat yang tidak terlalu jauh dari sang mursyid.

11. Jika mursyid mengetahui bahwa harga dirinya dalam hati salah seorang muridnya runtuh, maka hendaknya sang mursyid memalingkan muridnya dengan lemah lembut.

12. Tidak lengah untuk selalu membimbing muridnya menuju ahwal-nya yang baik.

13. Jika salah seorang muridnya ada yang bermimpi sesuatu, atau mengalami mukasyafah atau musyahadah, maka hendaknya sang mursyid tidak membicarakannya dengan murid tersebut, namun memberinya amalan yang bisa melindungi dirinya dari keburukan mimpi tersebut, dan bisa mengangkat derajatnya menjadi lebih luhur dan mulia. Karena jika mursyid membicarakan dan menjelaskan hal tersebut kepada muridnya, maka sang mursyid telah melanggar hak murid, sehingga menjadikan murid melihat dirinya memiliki derajat yang luhur, dan bisa menjatuhkan derajat diri murid sendiri.

14. Melarang muridnya untuk tidak berbicara dengan orang yang tidak termasuk kawan suluknya, kecuali sangat penting. Juga melarang muridnya untuk tidak membicarakan dengan sesama kawan suluknya tentang kemuliaan-kemuliaan yang mereka peroleh. Karena jika mursyid membiarkan hal tersebut, maka sang mursyid telah melanggar hak murid sehingga menjadikan mereka takabbur.

15. Membuat tempat khalwat untuk digunakan salik menyendiri di dalamnya, yang sekiranya tidak ada yang bisa masuk ke dalamnya kecuali orang-orang tertentu. Dan tempat khalwat lain untuk dijadikan tempat berkumpulnya murid dengan para murid suluk lainnya.

16. Tidak memperlihatkan aktifitas-aktifitas dan rahasia-rahasia sang mursyid kepada muridnya, tidak pula tidur, makan, dan minum di depan muridnya. Karena dengan hal itu, bisa jadi kemuliaan sang mursyid menjadi berkurang di mata murid yang masih lemah dalam memahami orang-orang yang telah mencapai kesempurnaan. Dan hendaknya, mursyid menahan muridnya yang bertindak memata- matai, dengan tujuan agar murid memperoleh kebaikan.

17. Tidak memperkenankan murid untuk banyak makan sehingga meng- hancurkan segala sesuatu yang telah dilakukan oleh sang mursyid bagi muridnya, karena kebanyakan manusia menuruti keinginan perutnya.

18. Melarang teman-teman mursyid untuk duduk bersama dengan mursyid yang lain, karena hal ini sangat membahayakan bagi murid. Namun, jika mursyid berkeyakinan bahwa muridnya memiliki keteguhan cinta kepada dirinya dan tidak khawatir hati muridnya goncang, maka hal ini tidak apa-apa.

19. Menjaga diri untuk tidak mondar-mandir mendatangi para pemimpin dan pejabat, agar para muridnya tidak menirunya, sehingga sang mursyid menanggung dosa dirinya dan dosa murid-muridnya, karena ini termasuk dalam hadits: “Barangsiapa melakukan tradisi yang buruk, maka dia menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya”. Pada umumnya, orang yang dekat dengan para pemimpin dan pejabat, sulit baginya untuk mengingkari perbuatan munkar yang dilakukan oleh para pemimpin dan pejabat yang dilihatnya. Jika sudah demikian, dengan sering berkecimpungnya mursyid dengan mereka, seakan-akan dia menyetujui terhadap kemunkaran (yang mereka lakukan).

20. Ucapannya kepada murid-muridnya harus lemah lembut, menjaga diri dari perkataan kotor dan perkataan yang mencela mereka, agar hati mereka tidak lari darinya.

21. Ketika salah seorang murid memanggilnya, lalu sang mursyid menjawabnya, maka sebaiknya jawaban sang mursyid itu tetap menjaga kehormatan dan kewibawaannya.

22. Jika sang mursyid duduk di antara murid-muridnya, maka hendaknya dia duduk dengan tenang penuh wibawa, tidak banyak menoleh pada mereka, tidak tidur di depan mereka, tidak menjulurkan kaki, menundukkan pandangan, melirihkan suara, dan tidak merendahkan etikanya pada mereka. Pada hakikatnya para murid itu meyakini terhadap semua sifat yang terpuji, dan mengambilnya (sebagai contoh).

23. Jika seorang murid mendatanginya, maka mursyid tidak berwajah muram. Dan ketika hendak mengakhiri (perbincangannya dengan murid), hendaknya sang mursyid mendoakannya tanpa permintaan dari murid. Dan ketika mursyid mendatangi salah seorang muridnya, maka mursyid harus dalam keadaan dan kondisi yang paling sempurna.

24. Ketika salah seorang muridnya tidak ada, maka mursyid mencarinya dan mencari tahu apa penyebabnya. Jika murid itu sakit, mursyid menjenguknya. Jika murid itu sedang membutuhkan bantuan, maka sang mursyid menolongnya. Jika murid itu memiliki masalah, maka mursyid mendoakannya.

Secara global, satu kalimat yang menyimpulkan seluruh etika mursyid di atas yaitu mursyid harus mengikuti perilaku Rasulullah saw. yang ada pada diri sahabat-sahabat Beliau saw. dengan sekuat tenaga. (Tanwir al- Qulub, hlm. 525)

📚 Tata Krama Murid Terhadap Mursyid

1. Memuliakan gurunya dhohir batin.
2. Yakin bahwa tujuan murid tidak tercapai jika tidak melalui wasilah guru
3. Pasrah, taat, dan rela (ridho) atas perintah guru, dengan mengerahkan kemampuannya baik harta maupun raga.
4. Tidak menentang apa yang dilakukan guru, meskipun secara dzahir tampak haram, namun hendaknya harus dita‟wil.
5. Memilih apa yang telah dipilihkan oleh sang guru,baik segi ibadah atau kebiasaan juz-iyyah atau kulliyah.
6. Tidak membuka aib atau cacat guru, meskipun itu sudah tampak di antara masyarakat.
7. Tidak menikahi wanita yang sudah pernah dicintai guru, meskipun sudah tidak menjadi istrinya baik karena thalaq maupun thalaq mati.
8. Tidak meyakini terhadap kekurangan maqam guru.
9. Meninggalkan apa yang dibenci guru, dan melakukan hal yang disukainya.
10. Cepat melaksanakan perintah guru tanpa menunda-nunda, tidak berhenti sebelum terlaksana perintahnya.
11. Murid tidak berkumpul dengan guru kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.
12. Tidak boleh menyembunyikan ahwal, getaran hati, masalah yang terjadi, terbukanya hati terhadap alam-alam ghaib, karomah di hadapan guru.
13. Tidak boleh mengambil perkataan guru dihadapan manusia kecuali menurut kadar pemahaman dan akal mereka.
14. Menjaga rabithah guru dalam keadaan ada dan tiadanya. (Tanwir al- Qulub, hlm. 528-531)

📚 Tata Krama Murid Terhadap Dirinya Sendiri

1. Merasa bahwa Allah selalu mengawasinya dalam berbagai perbuatannya, agar hatinya bisa tersibukkan dengan lafadz Allah, Allah meskipun dalam keadaan sedang bekerja.
2. Bergaul dengan orang-orang yang shalih dan beretika baik, dan menjauhi orang-orang yang beretika buruk.
3. Meninggalkan cinta terhadap kedudukan dan kepemimpinan karena hal tersebut menjadi penghambat terhadap thariqah.
4. Tidak berlebih-lebihan dalam urusan sandang maupun pangan.
5. Tidak tamak atas rizki yang ada pada orang lain.
6. Tidak tidur dalam keadaan junub.
7. Melanggengkan wudhu (selalu dalam keadaan suci).
8. Meninggalkan tidur, terutama pada waktu sahur.
9. Meninggalkan perdebatan tentang ilmu, karena itu menyebabkan bodoh, dan lupa kepada Allah swt.
10. Bergaul dengan teman-temannya ketika sedang gundah hatinya, dan berbicara tentang etika salik.
11. Tidak tertawa berlebihan.
12. Tidak berghibah, atau membicarakan aib orang lain, dan tidak menyebarkan adu domba.
13. Tawadhu terhadap orang lain, dan tidak mencintai jabatan.
14. Takut pada siksaan Allah, dan selalu beristighfar, serta tidak menganggap dzikir dan amal perbuatan telah baik.
15. Ketika berziarah kubur kepada para wali hendaknya mengucapkan salam kepada ahli kubur dan menjaga tata krama orang berziarah, seperti menemui orang yang masih hidup. (Tanwir al-Qulub, hlm. 531- 534)

📚 Tata Krama Murid Terhadap Teman Dan Orang-orang Muslim

1. Mengucapkan salam ketika bertemu dengan teman, dan berbicara yang baik.
2. Tawadhu terhadap teman-temannya, dan menganggap dirinya lebih rendah dari mereka.
3. Saling menolong dengan teman-temannya dalam perbuatan baik, ketaqwaan dan cinta kepada Allah swt.
4. Husnudzon terhadap teman-temannya.
5. Menerima keluhan temannya.
6. Mendamaikan teman-temannya ketika sedang bertikai atau berbeda pendapat.
7. Menjenguk temannya ketika sakit, dan melayat ketika ada keluarga temannya yang meninggal dunia.
8. Memenuhi janji.
9. Senang terhadap sesuatu yang disenangi orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
10. Menerima alasan temannya, walaupun alasan itu bohong. (Tanwir al- Qulub, hlm. 535-539)

📚 Cara Berteman Bagi Salik

Dalam thariqah dan perjalanan suluk, lingkungan juga memiliki pengaruh terhadap proses suluk seorang salik, termasuk kawan yang menjadi teman pergaulan seorang salik.

Agar tujuan wushul bisa tercapai, seorang salik hendaknya memilih kawan atau teman yang memiliki karakter positif. Layaknya penjual minyak wangi, orang di sekitarnya pun turut merasakan aroma wangi dari minyak wangi yang dibawanya. Kawan yang baik adalah kawan yang bisa membantu dan memberikan motivasi positif demi perbaikan pribadi, baik keilmuan maupun lainnya.

Rasulullah saw. bersabda: “Perumpamaan dua orang kawan adalah bagaikan dua tangan, salahsatunya membasuh yang lain”. HR. Abu Na‟iim dalam kitab al-Hilyah. Beliau saw. juga bersabda: “Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain bagaikan sebuah bangunan, sebagian yang satu menguatkan sebagian yang lain” HR. Bukhori Muslim dan imam lainnya. (Tanwir al-Qulub, hlm. 535)

📚 Pembagian Waktu Salik

Abu al-„Abbas al-Mursi ra berkata: “Waktu seorang hamba itu terbagi menjadi empat, tidak ada yang kelima dari waktu-waktu itu. Empat waktu itu adalah nikmat, cobaan, taat dan maksiat. Kewajibanmu dalam tiap waktu itu adalah adanya bagian ubudiyah yang dituntut oleh Allah al-Haqq.

Barangsiapa ketika itu waktunya adalah taat, maka jalannya adalah menyaksikan bahwa segala anugrah itu dari Allah, Dia memberi petunjuk padanya dan memberinya pertolongan untuk bisa menjalankan ketaatan itu. Dan barangsiapa ketika itu waktunya adalah maksiat, maka tuntutan Allah atas seorang hamba adalah adanya permohonan ampun dan sesal. Barangsiapa ketika itu waktunya adalah nikmat, maka jalannya adalah syukur. Syukur adalah gembiranya hati terhadap Allah. Dan barangsiapa ketika itu waktunya adalah cobaan, maka jalannya adalah ridha terhadap qadha, dan sabar. (Syarh al-Hikam, juz 2, hlm. 37)

Oleh karena itu, hendaknya seorang salik memanfaatkan waktu yang ada dengan maksimal, yaitu mengisinya dengan aktifitas yang dapat mendekatkan dirinya pada Allah „azza wa jalla.

📚 Pemanfaatan Waktu

Para ahli ilmu hakikat berkata: “Seorang sufi adalah anak waktunya”. Maksudnya bahwa seorang salik sibuk dengan apa yang lebih utama pada saat itu, melaksanakan apa yang menjadi tuntutan pada saat itu. Dikatakan juga bahwa seorang fakir (sufi) itu tidak digelisahkan dengan waktunya yang telah lalu dan tidak pula waktunya yang akan datang, tapi dia digelisahkan dengan waktunya saat itu. (ar-Risalah al-Qusyairiyah, 55)

Dengan pertolongan Allah, bagilah waktumu, gunakanlah semuanya terhadap sesuatu yang pantas dengan bersungguh-sungguh untuk beribadah kepada Allah. Maksudnya, bagilah waktumu dengan macam- macam ibadah, jangan jadikan waktumu menganggur tanpa ada ibadah. Janganlah engkau menganggap enteng waktumu, agar engkau tidak seperti hewan-hewan ternak yang tak tahu apa yang mereka sibukkan, sehingga sia-sialah banyak waktumu terbuang percuma. Jika demikian, maka engkau benar-benar rugi. (Kifayah al-Atqiya', 43)

📚 Wushul

Sampainya dirimu kepada Allah adalah sampainya dirimu pada pengetahuan tentang diri-Nya. Karena jika tidak demikian, maka alangkah Maha Agung Allah, apabila sesuatu bisa berhubungan dengan Allah, atau Allah berhubungan dengan sesuatu. (Syarh al-Hikam, juz 2, hlm. 39)

📚 Ilmu Mukasyafah

Disebutkan dalam kitab Tatarkhaniyah: ilmu mukasyafah tidak bisa diperoleh dengan cara belajar dan mengajar tetapi ilmu mukasyafah bisa berhasil dengan jalan mujahadah yang dijadikan oleh Allah swt. sebagai pendahuluan terhadap hidayah. Sebagaimana firman Allah swt. Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. (Jami‟ al-Ushul fi al-Auliya‟, hlm. 142)

📚 Fana’ Dan Baqa’

Hakikat fana' dan baqa'. Fana' adalah hilangnya sifat-sifat yang hina, dan baqa' adalah wujudnya sifat-sifat yang terpuji. Ketika seorang hamba (salik) mengganti sifat-sifatnya yang hina, maka tercapailah baginya fana' dan baqa'.

Fana' ada 2 macam; pertama — sebagaimana yang telah kami sebutkan — yaitu dengan banyak riyadhah. Kedua, tidak adanya pengindraan terhadap alam malakut, yaitu dengan menenggelamkan diri dalam keagungan Allah Sang Pencipta, dan musyahadah (seakan melihat) Allah Yang Haq. (Jami' al-Ushul fi al-Auliya', hlm. 172, lihat juga ar-Risalah al-Qusyairiyah, hlm. 67)

📚 Macam-macam Fana’ Dan Baqa’

Dalam ilmu tasawuf ada istilah fana' yaitu hancur leburnya diri manusia dari sifat tercela. Fana' ada dua macam yang pertama adalah dengan banyak melatih diri, dan yang kedua menenggelamkan diri dalam keagungan dzat Allah.

“Fana' ada dua bagian: (pertama) sebagaimana telah dijelaskan yaitu dengan memperbanyak melatih diri, (kedua) tidak adanya pengindraan di dalam alam malaikat, yaitu menenggelamkan diri dalam keagungan dzat yang menciptakan makhluk dan mampu melihat Allah dengan nyata. (Jami' al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 172)

📚 Perbedaan Hal Dan Maqam

Ahwal (hal) adalah pemberian (anugrah), dan maqamat (maqam) adalah usaha. Ahwal datang dari sifat kemurahan Allah dan maqam bisa diraih dengan mengerahkan segala kemampuan. Adapun orang yang mempunyai maqam itu menempati pada posisinya, sedangkan orang yang mempunyai hal itu meningkat ahwal-nya. (ar-Risalah al-Qusyairiyah, hlm. 57)

📚 Cara Mengatasi Hijab, Dan Cara Mujahadah

Seorang salik tidak bisa mencapai wushul karena adanya hijab yang menghalanginya. Hijab secara bahasa berarti tabir atau penghalang. Hijab ada 2 macam; hijab Nuraniyah dan hijab Dzulmaniyah. Hijab Nuraniyah adalah hijab cahaya, sedangkan hijab Dzulmaniyah adalah hijab kegelapan.

Agar seorang salik hatinya terbebas dari hijab-hijab tersebut, dia harus bermujahadah memerangi dan melawan hawa nafsunya, dan membebaskan dirinya dari segala kesenangan nafsunya. Hal ini disebabkan karena nafsu adalah musuh terbesar bagi diri salik yang menjadi hijab dirinya dari Allah swt.

Mujahadah pun beragam caranya yang masing-masing mujahadah tersebut tidak seluruhnya cocok/sesuai bagi seorang salik. Semua itu tergantung pada kadar kekuatan dan kelemahan diri salik, serta pemahamannya terhadap sesuatu yang lebih memberatkan dengan melihat pada keadaan dan waktu pelaksanaan mujahadah.

Sebagai contoh, mujahadah puasa dan shalat akan terasa lebih berat bagi orang-orang kaya dan penguasa, daripada mujahadah dengan shadaqah dan memerdekakan hamba sahaya. Sebaliknya, mujahadah dengan shadaqah itu lebih berat bagi orang fakir, dan mujahadah dengan memerdekakan hamba sahaya itu lebih berat bagi orang yang rakus harta.

Mujahadah dengan meninggalkan perdebatan, meninggalkan menampakkan kewibawaan, meninggalkan sifat pamer di majelis, dan menanggalkan keinginan untuk menjadi pimpinan, itu lebih berat bagi orang-orang yang berilmu daripada mujahadah dengan puasa dan sholat. Demikian halnya dengan mujahadah puasa pada musim kemarau, akan terasa lebih berat daripada puasa pada musim penghujan. Dan sebaliknya, mujahadah dengan sholat malam pada musim kemarau, terasa lebih ringan daripada sholat malam pada musim penghujan.

Penentuan jenis mujahadah ini bukan ditentukan oleh diri salik sendiri, akan tetapi tergantung pada bimbingan dari mursyid. Karena menentukan mujahadah ini adalah hal yang sangat mengkhawatirkan dan membahayakan (jika ditentukan oleh murid sendiri).

Esensi (inti, pokok) dari mujahadah adalah menyapih nafsu dari hal- hal yang disukai dan memperdayakannya untuk tidak mengikuti kesenangannya dalam setiap saat. Orang-orang arif berkata: “Kami tidak mengambil tasawuf dari perkataan, namun kami mengambilnya dari rasa lapar, meninggalkan dunia, meninggalkan kesenangan, menjalankan perintah, dan menjauhi larangan”.

Sebagian masyayikh thariqah Naqsyabandiyah berkata: “Barangsiapa masuk ke madzhab (thariqah) kami, maka dia harus menjadikan empat jenis mati dalam dirinya; yaitu mati merah, mati hitam, mati putih, dan mati hijau. Mati merah adalah melawan nafsu. Mati hitam adalah kuat dan sabar atas perlakuan buruk orang lain kepada dirinya. Mati putih adalah lapar. Dan mati hijau adalah meletakkan satu tambalan di atas tambalan yang lain (mengganti yang jelek dengan yang baik)”. (Tanwir al-Qulub, hlm. 467)

📚 Dzikir Khafi, Muraqabah Dan Rabithah Ahli thariqah berkata bahwa jalan yang menuju kepada Allah swt. ada tiga:

1. Dzikir khafi, yaitu dzikir sirri di dalam lathaif yang dihadapkan kepada Allah swt. dengan meniadakan semua getaran hati (tidak mengingat perkara yang sudah terjadi dan akan terjadi), dan tidak mengingat selain Allah swt.

2. Muraqabah, yaitu senantiasa berusaha mengejar dan mendekat pada Allah swt., sebagaimana kucing yang sedang mengawasi tikus, serta mengharap limpahan anugerah Allah swt.

3. Melanggengkan hudhur, rabithah dan khidmah kepada guru yang memberikan pengaruh secara utuh dan tata caranya.

Syarat tiga ini tidak mudah dilakukan oleh seorang salik (orang yang menjalani thariqah yang haqq). Kecuali menggunakan ilmu, amal dan riyadhah. Sebagian dari syarat orang yang suluk mampu menjalani tiga perkara itu harus sabar dan ridha terhadap ketetapan Allah swt. dan lain-lainnya. Dan ketika sudah selesai dari dzikir lathaif tujuh, maka pindahlah ke muraqabah dengan izin guru. (al-Futuhat ar-Rabbaniyah, hlm. 44).

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam