Bagian 2. Be A Great Woman



📚 Buku Ya Allah, Bimbing Hamba Menjadi Wanita Salehah



📚 9. Wanita Salehah Perhiasan Dunia 📚 10. Be A Great Women 📚 11. Mulianya Wanita Tuli, Buta, Bisu 📚 12. Agar Masuk Surga dari Semua Pintu 📚 13. Ketika Jilbab Mempercantik Raga dan Jiwa 📚 14. Menjaga Rahasia 📚 15. Sabar


📚 9. Wanita Salehah Perhiasan Dunia


“Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan ialah wanita (istri) yang salehah.” (HR. Muslim).

Sore itu seorang lelaki paru baya sedang duduk-duduk di teras rumahnya. Kedua tangannya memegang sebuah buku tebal, sesekali ia meminum secangkir kopi yang tersaji di hadapannya. Tiba-tiba seorang gadis mungil yang berkerudung lucu berlari menghampirinya, “Ayah, Ayah, tadi di sekolah Bu Guru bilang kalo wanita salehah nanti di akhirat akan menjadi bidadari di surga. Wanita salehah itu seperti apa sich, Ayah?”

Sang ayah pun menaruh bukunya di sebelah kopi. Kemudian meraih putri kecilnya, lalu dipangkunya dengan kasih sayang.

“Aisy, wanita salehah itu tidak dilihat dari kecantikan wajahnya, tetapi dilihat dari kecantikan hatinya. Wanita salehah bukan dilihat dari bentuk tubuhnya, tetapi di lihat dari bagaimana menjaga kehormatannya. Wanita salehah bukan dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dilihat dari perkataan yang sering diucapkan lisannya.”

Sang ayah diam sejenak sembari mengulumkan senyum ke arah putrinya.

“Lalu apa lagi, Ayah?”

“Aisy, wanita salehah bukan dilihat dari keindahannya dalam berpakaian, tetapi dilihat dari usahanya menutupi auratnya. Wanita salehah bukan dilihat dari kekhawatirannya digoda orang di jalan, tetapi dilihat dari kekhawatiran dirinyalah yang mengundang orang lain jadi tergoda karena tingkah lakunya. Wanita salehah bukan dilihat dari supelnya dalam bergaul, tetapi dilihat dari sejauh mana ia bisa menjaga kehormatannya dalam bergaul.”

Putri kecilnya kembali bertanya, “Ayah, bisa nggak Aisy menjadi wanita salehah?”

Sang ayah tersenyum, sambil mengelus kepala putri kecilnya yang dihias dengan jilbab yang imut, “Aisy mau jadi bidadari nggak nanti di surga?”

“Iya, mau, Yah.”

“Kalau begitu, Aisy harus jadi wanita salehah. Supaya di akhirat nanti bisa menjadi bidadari surga.”

Menjadi wanita salehah tentu dambaan para muslimah yang mencita-citakan surga. Tercipta sebagai wanita adalah karunia yang harus disyukuri dan dimanfaatkan sebagai jalan meraih derajat yang tinggi di hadapan Allah. Bahkan menjadi wanita adalah karunia yang harus disyukuri, karena peluang untuk memasuki pintu surga sangat terbuka luas bagi muslimah.

Begitu banyak kemudahan dan keistimewaan yang diberikan kepada muslimah untuk meraih derajat tinggi di hadapan Allah. Para muslimah cukup taat kepada suami dan dengan ikhlas mengurus rumah tangganya pahalanya pun menyamai lelaki yang berjihad di medan perang.

Bahkan kelak, perempuan-perempuan salehah dijanjikan menjadi bidadari-bidadari surga yang paling cantik di antara bidadari yang tercipta. Syaratnya hanya satu, yaitu salehah.

Lalu apa saja kriteria wanita salehah? Insya Allah dalam buku ini akan dijelaskan satu per satu dengan mengambil dasar dari hadis Rasul beserta Al-Qur’anul Karim.

Semoga buku ini mempermudah para muslimah menjadikan dirinya sebagai wanita salehah. Aamiin.

📚 10. Be A Great Women


“Dikawini wanita karena empat sebab, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Carilah yang kuat beragama niscaya kamu beruntung.” (HR. Bukhari).

adis di atas sudah sangat familiar dalam kehidupan sehari-hari, khususnya ketika membahas tentang kriteria istri yang hendak dipersunting oleh lelaki yang siap menikah.

Hadis di atas sebenarnya bisa kita jadikan sebagai pengingat bagi kaum wanita untuk membenahi dirinya dari empat segi, yaitu harta, keturunan, kecantikan, dan agama.

Ketika para lelaki menjadikan empat kriteria itu sebagai acuan untuk menyeleksi para wanita yang layak dijadikan sebagai pendamping hidupnya, seharusnya para wanita berusaha semaksimal mungkin mendekatkan dirinya pada keempat kriteria itu sebagai salah satu upaya perbaikan kualitas diri.

Jika Rasulullah menyarankan para lelaki yang siap nikah agar memilih perempuan yang punya beberapa kriteria tersebut, berarti perempuan itu adalah perempuan yang istimewa menurut Rasul. Ini seharusnya bisa dijadikan sebagai motivasi bagi kaum wanita untuk melakukan perbaikan hari demi hari hingga mendekati kriteria yang telah ditetapkan oleh Rasulullah.

Pertama adalah perbaikan dari sisi harta. Perempuan saat ini tidak tabu lagi melakukan pekerjaan yang layak. Banyak sekali posisi yang bisa dijadikan oleh para perempuan sebagai lahan untuk menjemput rezeki dari Allah. Kecerdasan fi nansial kaum perempuan tidak jauh berbeda dengan kaum lelaki. Banyak pengusaha sukses dari kalangan muslimah yang bahkan bisnisnya mampu mempekerjakan banyak kaum pria. Pada zaman Rasulullah, Khadijah istri pertama Rasulullah juga sangat kaya. Beliau seorang pengusaha sukses yang mempekerjakan Muhammad muda sebagai salah satu pegawai kepercayaannya.

Memang kekayaan bukan segalanya. Tetapi dengan kekayaan, kita mampu berbuat banyak bagi kehidupan. Empat di antara rukun Islam semuanya butuh dana. Hanya syahadat yang bisa dilakukan tanpa mengeluarkan uang sedikit pun.

Dengan kekayaan yang dimiliki, Khadijah bisa membantu jalan dakwah yang dilakukan Rasulullah. Ini menunjukkan bahwa perempuan kaya memiliki peluang untuk membantu jalan juang kaum suaminya kelak sehingga bisa lebih maksimal.

Kedua adalah keturunan. Meskipun relatif, tetapi pada umumnya perempuan yang baik biasanya lahir dan dewasa dalam komunitas keluarga baik-baik. Jika kita merasa keluarga kita masih jauh dari kriteria baik, ini adalah salah satu motivasi untuk memperbaikinya. Mari kita buktikan bahwa keluarga kita adalah keluarga yang dapat dijadikan sebagai calon keluarga baru yang bisa menerima calon suami yang nantinya hidup bersama kita selamanya. Mari buktikan bahwa keluarga kita adalah keluarga yang layak dijadikan sebagai keluarga yang baik.

Dakwah yang pertama dilakukan oleh seorang dai sebenarnya harus diawali dari lingkungan keluarga. Keluargalah yang paling dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Begitupun dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah dulu. Rasul mengawalinya dari lingkungan keluarga, dengan sembunyi-sembunyi. Setelah komunitasnya sudah kian besar, barulah Rasulullah siap mengumandangkan Islam secara terang-terangan.

Dakwah dimulai dari kerabat dekat, baru keluar. Mari kita perbaiki masyarakat dengan memulainya dengan perbaikan diri dan keluarga. Sebagaimana dalam Al-Qur’an, Allah menjelaskan bahwa tugas pertama dan utama kita di dunia ini adalah menjaga diri dan keluarga kita dari siksaan api neraka.

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Keempat yaitu kecantikan. Benar memang bahwa kecantikan wajah bukan segalanya. Kecantikan hatilah yang paling utama dan yang diperhatikan oleh Allah. Tetapi kita tahu bahwa menyukai keindahan sudah menjadi fi trah manusia. Tidak ada satu pun manusia yang menyukai sesuatu yang jelek dan berantakan.

Allah memperbolehkan menjadikan kriteria cantik sebagai pilihan, berarti kecantikan merupakan salah satu karunia Allah yang harus dijaga. Mungkin ada dari kita yang bertanya, “Bukannya cantik atau tidak sudah ditetapkan oleh Allah dari lahir?” Benar memang, tetapi sangat disayangkan ketika banyak para muslimah karena kesibukannya hingga melupakan kerapian dan penampilannya. Ketika proses peminangan atau lamaran, lelaki yang melamar kita diperbolehkan melihat wajah kita, dan itu menjadi salah satu hal yang sangat memengaruhi ia jadi melanjutkan ke proses selanjutnya atau tidak.

Merawat diri dalam artian yang masih dalam batas kewajaran sungguh diperbolehkan dalam Islam. Karena kecantikan itu nantinya akan dipersembahkan untuk suami yang seumur hidup insya Allah akan mendampingi kita.

Kriteria terakhir yakni agama. Ketiga kriteria di atas tidak ada artinya jika agama dan akhlak kita buruk. Ketiga kriteria itu bahkan hanya akan menjadi boomerang jika kita tidak memiliki keimanan dalam hati.

Muhammad bin Musa Al Khawarizmi, seorang ahli matematika dan penemu Angka Nol itu bahkan pernah mengingatkan dengan kaidah matematikanya:

• Kalau wanita mempunyai akhlak baik dan cara ber- pikir positif, ia adalah angka 1. • Kalau ia juga cantik, imbuhkan 0, jadi 10. • Kalau ia juga punya harta, imbuhkan lagi 0, jadi 100. • Kalau ia cerdas, imbuhkan lagi 0, jadi 1000. • Jika seorang wanita memiliki semuanya tapi tidak memiliki yang pertama, ia hanya '000'. Tak bernilai sama sekali.

📚 11. Mulianya Wanita Tuli, Buta, Bisu


Alkisah, ada seorang pemuda yang kehabisan bekal dalam perjalanannya. Dalam laparnya, ia memutuskan untuk beristirahat di tepi sebuah sungai. Tak lama berselang, dilihatnya ada satu buah delima yang terbawa aliran air sungai. Segera ia mencebur ke sungai, dan diambilnya buah delima itu.

Tanpa berpikir panjang, ia pun segera melahap buah delima itu untuk menopang perutnya yang sudah keroncongan. Setelah buah delima habis, ia baru tersadar. “Astaghfi rullah, jangan-jangan delima yang kumakan tadi ada pemiliknya. Aku sudah memakannya tanpa minta izin dulu ke pemiliknya. Aku harus mencari siapa pemilik delima itu untuk meminta ridha karena aku sudah memakan delima itu tanpa sepengetahuannya.”

Sang pemuda itu menyusuri sungai untuk mencari tahu delima itu milik siapa. Ketika dijumpainya desa di sepanjang aliran, ia selalu bertanya kepada penduduk desa tersebut apakah ada yang kehilangan buah delima.

Berkali-kali, hingga tibalah ia di sebuah rumah di tepi sungai yang ada pohon delimanya. Ia bertanya kepada pemilik rumah, seorang bapak-bapak.

“Maaf, apakah Bapak pemilik pohon delima ini?” tanya pemuda itu.

“Iya, benar. Ada apa?”

Akhirnya sang pemuda menceritakan semuanya dengan detail.

“Begitulah ceritanya, Pak. Saya sangat lapar waktu itu, hingga tidak sempat berpikir bahwa delima itu dan pemiliknya. Saya menyusuri sungai ini dalam rangka memohon keridhaan dari Bapak agar delima yang saya makan ini halal.”

Sang bapak berpikir sejenak, kemudian menjawab,

“Baiklah, aku ridha, tetapi dengan satu syarat.”

“Syarat apa itu, Pak?”

“Aku punya anak perempuan yang bisu, tuli, dan buta. Aku baru mengikhlaskan delima itu jika kamu mau menikahi putriku.”

Sang pemuda kaget bukan main. Tak disangka syaratnya akan seberat itu. Tetapi ia pemuda saleh. Ia tak berani sedikit pun melanggar larangan Allah. Diterimalah syarat yang diajukan oleh sang bapak tersebut.

Tak selang lama, dilakukanlah akad nikah. Sang bapak bertindak sebagai wali. Pernikahan dilaksanakan tanpa kehadiran pengantin wanita. Karena memang rukun nikah tak mewajibkan kehadiran mempelai wanita.

Singkat kisah, setelah menikah, sang pemuda itu hendak menemui istri yang baru saja dinikahinya. Ia ketuk kamarnya,

“Assalamu’alaikum.”

Sebuah suara menjawab dari dalam,

“Wa’alaikumsalam.”

Pemuda itu terkaget. Dikiranya salah kamar. Ia pun bertanya kepada sang bapak. Sang bapak menjawab,

“Engkau tidak salah kamar. Masuklah. Yang menjawab tadi adalah istrimu.”

Pemuda itu pun masuk ke dalam kamar. Dilihatnya seorang perempuan yang sangat cantik dengan penampilan yang anggun, tersenyum menyambutnya. Pemuda itu berlari keluar kamar.

“Pak, kata Anda istri saya perempuan yang buta, bisu, dan tuli. Tetapi tadi di dalam kamar yang saya lihat adalah perempuan yang sangat cantik. Tidak bisu, buta, dan tuli.”

“Anakku, benar, dialah istrimu. Aku mengatakan putriku adalah gadis yang bisu, karena tak pernah keluar dari lisannya satu pun kalimat kecuali kalimat yang baik. Tak pernah sekalipun ia melihat sesuatu, kecuali ia memastikan bahwa yang akan dilihatnya adalah sesuatu yang baik. Tak pernah sekalipun ia menggunakan pendengarannya untuk mendengar selain yang baik. Ketika aku melihatmu datang hanya untuk meminta ridha karena tak sengaja makan sebuah delima yang kau temukan, aku berkesimpulan, bahwa engkau pemuda saleh. Engkau sangat menjaga perutmu dari makanan yang meragukanmu. Sejak lama aku mencari pemuda saleh untuk menjadi pendamping putriku. Saat melihatmu, aku yakin engkaulah yang pantas mendampingin putriku.”

Sang pemuda itu pun bahagia bukan main.

📚 12. Agar Masuk Surga dari Semua Pintu


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wanita, apabila ia shalat lima waktu, puasa pada bulan Ramadhan, memelihara kehormatannya, serta taat pada sua- minya, ia bisa masuk surga dari pintu mana pun yang ia kehendaki.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Th abrani, dan Anas bin Malik).

Betapa beruntungnya menjadi seorang wanita. Alih-alih menyesali penciptaan kita, justru seharusnya kita malah mensyukurinya. Pada banyak kesempatan, Allah justru memberi banyak karunia kepada para wanita yang sulit diperoleh kaum Adam. Salah satunya adalah peluang memasuki surga dari semua pintu.

Rasulullah menjelaskan bahwa di surga ada beberapa macam pintu. Setiap pintu mewakili amalan-amalan yang sering kali dilaukan oleh umat manusia. Rasulullah bersabda,

• Barang siapa memberi nafkah istrinya di jalan Allah, akan dipanggil dari pintu surga, “Wahai Hamba Allah! Ini adalah pintu kebaikan.”
• Barangsiapa termasuk ahli shalat, akan dipanggil dari pintu al-Shalah.
• Barangsiapa termasuk ahli jihad, akan dipanggil dari pintu al-Jihad.
• Barangsiapa termasuk ahli puasa, akan dipanggil dari pintu al-Rayyan.
• Barangsiapa termasuk ahli sedekah, akan dipanggil dari pintu al-Shadaqah.

Abu Bakar lantas bertanya, “Ya Rasulullah, apakah (untuk masuk surga) seseorang harus dipanggil dari pintu-pintu itu? Adakah seseorang yang dipanggil dari seluruh pintu?”

Rasulullah menjawab, ‘Iya ada. Aku berharap semoga engkau termasuk di antara mereka.” (HR. Al-Bukhari)

Dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Hibban, Th abrani, dan Anas bin Malik tersebut bisa diambil kesimpulan, bahwa untuk dapat meraih keistimewaan berupa peluang untuk masuk surga dari semua pintu, perempuan selain melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana diperintahkan kepada seluruh muslim, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan, zakat, haji bagi yang mampu, seorang muslimah cukup menambah dengan taat kepada suaminya.

Ini merupakan salah satu bentuk penegasan, bahwa Allah tidak pernah menyudutkan perempuan melalui syariat-Nya. Allah Subhanallahu ta’ala memfi rmankan di dalam Al-Qur’an, “Barangsiapa mengerjakan amalan saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan pula kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97).

Bahkan Allah sangat memuliakan wanita salehah melalui berbagai macam cara. Melalui kehamilan wanita bisa melebur dosa. Dengan menjadi ibu seorang wanita menjadi manusia mulia yang kata-katanya menjadi doa bagi putra-putrinya. Melalui haid wanita terbebas dari beberapa kewajiban mahdha yang tidak bisa dinikmati oleh kaum lelaki.

Bersyukurlah. Sungguh kita adalah manusia terpilih yang oleh Allah ditakdirkan menjadi calon bidadari-bidadari surga. Bidadari yang jauh lebih mulia dibanding bidadari sebenarnya.

Suatu hari, Ummu Salamah bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”

Beliau menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari. Bagaikan sesuatu yang tampak dibanding sesuatu yang tak tampak.”

Ummu Salamah bertanya kembali, “Mengapa wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari?”

Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa, dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka bagaikan kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. (Di surga) mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati. Kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali. Kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali. Kami ridha dan tidak pernah marah sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’” (HR. Tabhari dari Ummu Salamah).

📚 13. Ketika Jilbab Mempercantik Raga dan Jiwa


Jika mengamati sejarah pakaian, akan kita temukan bahwa di dalam Al-Qur’an, permulaan digunakannya pakaian dapat kita lihat ketika Allah mengisahkan sejarah turunnya Adam dan Hawa dari surga. Dikisahkan, setelah Adam dan Hawa memakan buah terlarang yang kita kenal sebagai Quldi, Adam dan Hawa tiba-tiba tak berbusana.

Dalam Al-Qur’an surah Al-’Araf ayat 20 menjelaskan peristiwa ketika Adam dan Hawa berada di surga:

Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk metampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan setan berkata, “Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga).” (QS. Al-A’raf: 20).

Selanjutnya dijelaskan dalam ayat 22:

Maka setan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka, “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: “Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (QS. Al A’raf: 22).

Terlihat jelas bahwa pada mulanya pakaian digunakan oleh umat manusia untuk melindungi dirinya dari aurat. Sejak awal penciptaannya, manusia sudah dikaruniai sebuah naluri ‘malu’ ketika bagian tubuhnya yang tidak pantas diperlihatkan kepada umum, tiba-tiba terlihat.

Sebelum membahas lebih jauh mengenai jilbab muslimah, alangkah baiknya jika kita mengkaji dulu tentang pengertian dan batas-batas aurat. Dengan mengerti tentang batasan aurat, kita pun akan mengerti mengenai cara jilbab yang benar menurut syariat.

Aurat merupakan anggota badan yang harus ditutupi seorang muslim atau muslimah. Lalu yang menjadi masalah sesungguhnya bukanlah wajib tidaknya menutup aurat. Karena para ulama telah bersepakat menyangkut kewajiban berpakaian yang bisa menutup aurat. Yang menjadi perdebatan hingga kini justru terletak pada perbedaan pendapat tentang batasan aurat itu. Yang masing menjadi bahan diskusi adalah bagian tubuh mana saja yang harus ditutup, dan bagian mana saja yang diperkenankan terbuka.

Salah satu sebab perbedaan ini adalah perbedaan penafsiran mereka tentang maksud firman Allah dalam surah An-Nur ayat 31: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka metampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah metampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.’”

Lalu bagaimana sikap kita sebagai muslimah yang hidup di era modern ini, khususnya di Indonesia?

Sebelum menentukan pilihan, mari kita mengkaji beberapa ketentuan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah terlebih dahulu mengenai bagaimana pakaian yang diperkenankan dalam Islam bagi kita para muslimah.

1. Menutup seluruh tubuh kecuali yang dikecualikan Banyak pendapat memang tentang ini. Wanita, menurut sebagian besar ulama berkewajiban menutup seluruh angggota tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangannya. Sedangkan Abu Hanifah sedikit lebih longgar, karena menambahkan bahwa selain muka dan telapak tangan, kaki wanita juga boleh terbuka. Tetapi Abu Bakar bin Abdurrahman dan Imam Ahmad berpendapat bahwa seluruh anggota badan perempuan harus ditutup.

Untuk Indonesia, saya kira pakaian muslimah yang menutup seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan, sudah cukup sebagai pilihan yang baik. Jika puluhan tahun yang lalu jilbab seperti ini masih menjadi tabu, saat ini alhamdulillah, sudah cukup membudaya sehingga mempermudah kita mengikutinya.

“Hai Asma’, apabila wanita sudah sampai ke tanda kedewasaan (haid), tidak boleh terlihat bagian tubuhnya kecuali ini dan ini—beliau mengisyaratkan muka dan telapak tangannya.” (HR. Abu Daud)

2. Bukan Tabarruj dan Libasusy Syuhra Dandanan yang tabarruj maksudnya adalah yang terlalu berlebihan sehingga lebih metampakkan kemubaziran dalam bersolek. Tampil anggun memang diperbolehkan, bahkan disarankan dalam Islam. Secara fitrah manusia dikaruniai naluri mencintai keindahan. Mari berhias, namun tidak terlalu artifi sial, terlalu menor, serta berlebihan dalam kosmetik. Ada beberapa rekan yang kosmetiknya saja menghabiskan gaji kerja sebulan. Tentu ini pemborosan namanya.

“..dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu.” (QS. Al- Ahzab: 33).

Sedangkan libasysy syuhra maksudnya adalah pakaian yang dikenakan dengan tujuan popularitas. Menurut para ulama, bisa berwujud pakaian yang sangat mencolok bagusnya agar dikagumi dan dibicarakan orang lain, tetapi tidak juga mengenakan pakaian yang luar biasa jeleknya dengan maksud agar disebut sebagai orang zuhud. Dua-duanya dilarang oleh Allah. Terus pantasnya? Yang sedang-sedang saja. Yang wajar-wajar saja.

"Barangsiapa memakai pakaian untuk mencari popularitas di dunia, Allah akan mengenakan pakaian kehinaan padanya di hari kiamat, kemudian membakarnya di neraka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

3. Tidak menampakkan lekuk tubuh Suatu hari, Fatimah binti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara kepada Asma’:

“Wahai Asma’! Sesungguhnya aku memandang buruk apa yang dilakukan oleh kaum wanita yang mengenakan baju yang dapat menggambarkan tubuhnya.”

Asma’ berkata: ‘”Wahai putri Rasulullah, maukah kuperlihatkan kepadamu sesuatu yang pernah aku lihat di negeri Habasyah?”

Lalu Asma’ membawakan beberapa pelepah daun kurma yang masih basah, kemudian ia bentuk menjadi pakaian lantas dipakai. Fatimah pun berkomentar, “Betapa baiknya dan betapa eloknya baju ini, sehingga wanita dapat dikenali (dibedakan) dari laki-laki dengan pakaian itu. Jika aku nanti sudah mati, mandikanlah aku wahai Asma’ bersama Ali (dengan pakaian penutup seperti itu) dan jangan ada seorangpun yang menengokku!”

Tatkala Fatimah meninggal dunia, Ali bersama Asma’ yang memandikannya sebagaimana yang dipesankannya.

Menanggapi hadis di atas, Syaikh Albani rahimahullah mengemukakan pandangan beliau, “Perhatikanlah sikap Fatimah radiyallahu anha yang merupakan bagian dari tulang rusuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimana ia memandang buruk bilamana sebuah pakaian itu dapat menggambarkan tubuh seorang wanita meskipun sudah mati. Apalagi jika masih hidup, tentunya jauh lebih buruk. Oleh karena itu, hendaklah kaum muslimah zaman ini merenungkannya, terutama kaum muslimah yang masih mengenakan pakaian yang sempit dan ketat yang dapat menggambarkan bulatnya buah dada, pinggang, betis, dan anggota badan mereka yang lain. Selanjutnya hendaklah mereka beristighfar kepada Allah dan bertobat kepada-Nya.”

4. Kainnya Tebal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Pada akhir masa umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian namun (hakikatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat bongkol (punuk) onta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka itu adalah kaum wanita yang terkutuk.”

Di dalam hadis lain terdapat tambahan, “Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan memperoleh baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan (jarak) sekian dan sekian.”

Kemudian lihatlah penjelasan dari Ibnu Abdil Barr rahimahullah,

“Yang dimaksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat menggambarkan bentuk tubuhnya, dan tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakikatnya telanjang.”

Dari Ummu Alqamah bin Abu Alqamah yang berkata,

“Saya pernah melihat Hafshah bin Abdurrahman bin Abu Bakar mengunjungi ‘Aisyah dengan mengenakan khimar (kerudung) tipis yang dapat menggambarkan pelipisnya. ‘Aisyah tak berkenan melihatnya dan berkata, ‘Apakah kamu tidak tahu apa yang telah diturunkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dalam surah An-Nur?!” Kemudian ‘Aisyah mengambilkan khimar untuk dipakaikan kepadanya.

Syaikh Albani menjelaskan perkataan Aisyah radiyallahu anha, Apakah kamu tidak tahu tentang apa yang diturunkan oleh Allah dalam surah An-Nur? Mengisyaratkan bahwa wanita yang menutupi tubuhnya dengan pakaian yang tipis pada hakikatnya ia belum menutupi tubuhnya dan juga belum melaksanakan fi rman Allah Subhanahu wa ta’ala yang ditunjukkan oleh Aisyah radiyallahu anha, yaitu “Dan hendaklah kaum wanita menutupkan khimar/ kerudung pada bagian dada mereka.”

5. Tidak Menyerupai Laki-Laki. Saya kurang sreg rasanya saat melihat saudari-saudari kita memutuskan untuk tampil tomboy dalam kesehariannya. Tegas bagus, tapi tomboy? Janganlah. Naluri kewanitaan akan lebih cocok jika menampilkan apa yang seharusnya ada dalam diri. Feminis dan kelembutan sikap menjadi salah satu kelebihan yang patut dipertahankan.

“Rasulullah melaknat laki-laki yang memakai pakaian perempuan dan perempuan yang memakai pakaian laki-laki.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Al Hakim, Ibnu Majah).

📚 14. Menjaga Rahasia


Dari Aisyah ra., Kami semua, istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, selalu setia berada di sisinya. Suatu hari, Fatimah, putri Rasulullah datang menghampirinya. Demi Allah, cara berjalannya tidak berbeda dengan cara berjalan Rasulullah. Ketika melihatnya, Rasulullah segera menyambutnya seraya berkata, “Selamat datang, putriku!”

Beliau lalu mempersilakan duduk di samping kanan atau kirinya. Lalu, beliau membisikkan sesuatu kepadanya. Tiba-tiba, ia tertawa. Melihat hal itu, aku bergumam tentang dirinya, “Rasulullah saw., telah mengistimewakan dirimu atas istri-istrinya dengan suatu rahasia, lalu apa yang menyebabkanmu menangis?”

Ketika Rasulullah saw., pergi, aku bertanya kepada Fatimah, “Apa yang telah dibisikkan Rasulullah saw., kepadamu?”

Fatimah menjawab, “Aku tidak akan membuka rahasia Rasulullah.”

Setelah Rasulullah wafat, aku berkata, “Aku bersumpah demi kebenaran yang pernah kamu janjikan kepadaku. Apa yang telah Rasulullah saw., bisikkan kepadamu?”

Fatimah menjawab, “Adapun sekarang, tidak apa-apa. Ketika berbisik kepadaku, pada bisikan pertama, beliau memberitahukan kepadaku, ‘Jibril biasanya membacakan Al-Qur’an sekali dalam setahun, tetapi sekarang ia membacakannya dua kali. Aku yakin bahwa hal itu pertanda ajalku telah dekat. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya, sebaik-baik pendahulu adalah aku bagimu’. Akupun menangis seperti yang kau lihat.

Kemudian, ketika melihatku bersedih, beliau berbisik lagi kepadaku, ‘Wahai Fatimah, tidakkah kamu senang bahwa dirimu adalah pemuka perempuan alam semesta atas pemuka perempuan umat ini?’ Aku pun tertawa seperti yang engkau ketahui.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Begitulah yang diteladankan oleh Fatimah binti Rasulullah. Sebagai putri Rasul, Fatimah mampu menjadi uswah (teladan) bagi para muslimah yang hendak meniti jalan para penduduk surga. Wanita salehah sangat hati-hati memegang amanah. Ia bukan orang yang mudah mengkhianati orang yang sudah memercayainya. Wanita salehah adalah wanita yang perilaku dan ucapannya mencerminkan bahwa ia layak dipercaya.

📚 15. Sabar


Anas bin Malik ra., bercerita. Suatu hari ketika sedang berjalan, Rasulullah saw., bertemu dengan seorang perempuan yang sedang menangis di kuburan. Beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah Swt., dan bersabarlah!”

Akan tetapi, perempuan itu berkata, “Pergilah dariku, kamu tidak merasakan musibah yang sedang menimpaku sehingga tidak mengetahui perasaanku.”

Rasul lalu pergi. Tak lama kemudian, wanita itu diberitahu oleh seseorang bahwa orang yang tadi berbicara kepadanya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seketika itu, perempuan tersebut bergegas pergi ke rumah Rasulullah. Ia mendapati beliau tanpa pengawal. Wanita itu berkata, “Tadi aku tidak mengenalimu ya Rasul.” Beliau lantas bersabda, “Sesungguhnya, kesabaran yang sempurna adalah pada saat tertimpa musibah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dalam keadaan normal, sebuah keluarga mungkin bisa menjalani bahtera rumah tangganya tanpa persoalan apa pun. Mereka hidup rukun, saling mengisi satu sama lain, serta tidak ada sikap-sikap negatif yang ditampakkan oleh suami maupun istri. Namun akan berbeda ketika badai ujian mulai hadir. Di sinilah kekuatan iman mulai diuji.

Rasulullah bersabda, “Kebanyakan wanita adalah kayu bakar dari api neraka.” Sayyidatina Aisyah kemudian bertanya, “Mengapa, wahai Rasulullah?”

Rasulullah menjawab, “Karena kebanyakan perempuan tidak sabar dalam menghadapi kesusahan, kesakitan, dan cobaan seperti sakitnya waktu melahirkan anak, mendidik anak-anak, dan melayani suami serta melakukan pekerjaan di rumah.”

Ada sebuah kisah. Ada sebuah rumah tangga yang telah berlangsung selama empat tahun, namun buah hati tak kunjung hadir dalam kehidupan mereka. Para tetangga serta rekan kantor pun sering menggunjing, “Kok belum punya anak juga?”

Suami istri itu akhirnya memutuskan untuk melakukan pemeriksaan lab. Ternyata hasil lab menyatakan bahwa sang istrilah yang mandul dan tidak punya peluang sedikit pun untuk sembuh. Artinya sang istri dinyatakan tidak akan bisa hamil selamanya, sedangkan sang suami tidak ada masalah apa pun Kebetulan sang suami masuk ruang dokter seorang diri saat membawa hasil lab, sedangkan sang istri menunggu di ruang tunggu. Sang suami berkata kepada sang dokter, “Saya akan panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi, tolong, nanti Anda jelaskan kepada istri saya bahwa yang bermasalah adalah saya, sementara istri saya tidak ada masalah apa-apa.”

Mendengar permintaan tersebut, kontan saja sang dokter menolak dan terheran-heran. Namun sang suami terus memaksa dan memohon kepada sang dokter, hingga akhirnya sang dokter setuju.

Sang suami segera memanggil sang istri yang telah lama menunggunya, dan tampak pada wajahnya kesedihan dan kemuraman. Ketika mereka berdua telah memasuki ruangan, sang dokter membuka amplop hasil lab, menelaahnya, kemudian ia berkata, “Oooh, bapak fulan yang mandul dan tidak ada harapan untuk disembuhkan, sedangkan istri Anda tidak ada masalah.”

Mendengar penjelasan sang dokter, sang suami berkata, inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, dengan ekspresi muram di wajahnya.

Setelah lima tahun bersabar, datanglah detik-detik yang sangat menegangkan, di mana sang istri berkata kepada suaminya, “Wahai fulan, saya telah bersabar selama sembilan tahun, saya coba bersabar dan tidak meminta cerai darimu. Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak bisa bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya, agar saya bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya, sehingga saya bisa melihat anak-anakku, menimangnya, dan mengasuhnya.”

Mendengar permintaan sang istri, sang suami berkata, “Istriku, ini cobaan dari Allah, kita mesti bersabar. Allah sedang menguji keluarga kita.”

Akhirnya sang istri berkata, “Baik, saya akan tahan kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya satu tahun, tidak lebih.”

Sang suami setuju. Namun dalam jiwanya dipenuhi harapan semoga Allah memberi jalan keluar yang terbaik bagi keduanya satu tahun ke depan. Tak lama kemudian, sang istri jatuh sakit, setelah dilakukan pemeriksaan ternyata ia mengalami gagal ginjal. Setelah mengetahui penyakitnya, emosi sang istri justru memuncak. Ia marah kepada suaminya, “Semua ini gara-gara kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, malah sekarang aku jadi sakit seperti ini.”

Di saat yang genting itu, tiba-tiba suaminya berkata, “Maaf, saya ada tugas keluar negeri. Semoga engkau baik-baik saja.”

Sang istri pun terkejut, “Hah, malah pergi?”

Sang suami menjawab dengan tenang, “Ya, saya akan pergi karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat.”

Tepat sehari sebelum operasi ginjal dilakukan, datanglah seorang donatur. Disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan ginjal. Sebelum operasi, sang isti teringat dengan suaminya, “Suami apaan dia, istrinya operasi kok dia malah pergi meninggalkanku.”

Operasi berhasil dilakukan. Setelah satu pekan, suaminya datang, dan tampaklah pada wajahnya tanda-tanda orang yang kelelahan. Tanpa sepengetahuan siapa pun kecuali dokter, ternyata donatur itu adalah sang suami sendiri. Sang dokter dipesannya agar menutup rapat rahasia tersebut.

Sembilan bulan setelah operasi itu, sang istri ternyata terjadi keajaiban. Sang istri bisa melahirkan anak. Bergembiralah suami istri tersebut. Suasana keluarga kembali normal. Hingga suatu hari, sang suami ada tugas dinas jauh, namun ia lupa tidak menyimpan buku hariannya dari atas meja. Buku harian itulah yang selama ini dijadikan sebagai satu-satunya tempat curhat sang suami atas segala cobaan yang menimpa keluarganya. Tanpa sengaja, sang istri mendapatkan buku harian tersebut dan membacanya. Hampir saja ia terjatuh pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis meraung-raung. Sendirian.

Tak lama, ia langsung menelepon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia berkali-kali memohon maaf kepada suaminya. Sang suami hanya bisa menanggapi telepon istrinya dengan tangisan pula.

Ya, perjalanan rumah tangga bukanlah perjalanan pendek sebulan dua bulan. Ia adalah sebuah perjalanan yang sangat panjang. Bahkan hingga puluhan tahun. Dalam perjalanan yang panjang itu, pasti akan ada kerikil-kerikil masalah yang harus dihadapi. Pasti akan ada badai masalah yang datang. Pada saat itulah kesabaran suami istri sedang diuji. Jika suami istri bisa menghadapi masalah dengan sabar dan penuh tawakal kepada Allah, Allah akan mengaruniakan kehidupan yang lebih baik bagi rumah tangganya.

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam