Bagian 4. Menjadi Istri Salehah



📚 Buku Ya Allah, Bimbing Hamba Menjadi Wanita Salehah



📚 24. Sepasang Sandal 📚 25. Kesetaraan, Bukti Keadilan Islam 📚 26. Nasihat Rasulullah kepada Az-Zahra 📚 27. Dua dari Tiga Penghuni Neraka 📚 28. Syukur Terhadap Suami 📚 29. Perceraian 📚 30. Tiga Sifat Istri Terbaik 📚 31. Ridha Suami


📚 24. Sepasang Sandal


Suami istri itu bagaikan sepasang sepatu Walau tak sama persis namun serasi Saat berjalan tak pernah persis berdampingan, tapi tujuannya sama Walau tak pernah bisa ganti posisi, namun saling melengkapi Selalu sederajad, tidak ada yang lebih rendah, atau lebih tinggi Bila yang satu hilang, yang lain tak punya arti

Di malam yang larut, di dalam sebuah rumah sederhana yang luasnya tak seberapa, seorang istri sedang menunggu kepulangan suaminya. Malam itu telah sangat larut. Memang tak seperti hari-hari biasanya, malam itu suaminya begitu banyak aktivitas yang harus diselesaikannya.

Sang istri terus menunggu dalam kebingungan. Kantuk dan letih berulang kali hinggap, tetapi tak terlintas sedikit pun dalam benaknya untuk segera tidur. Ia ingin menunggu suaminya hingga datang. Dengan setia ia ingin tetap menunggu. Namun kantuk dan lelah tak bisa lagi diajak kompromi. Sedang sang suami tak kunjung hadir.

Tak lama, seorang lelaki berjalan dengan cepat menuju rumahnya. Lelaki itu adalah suami wanita tersebut. Sesampainya di depan rumah, ia terlihat sangat lelah karena aktivitasnya yang sudah berlebihan seharian ini. Ketika hendak mengetuk pintu rumah, sang suami lantas berpikir, “Malam sudah sangat larut, mungkin istriku sudah beranjak tidur. Kasihan dia, pasti lelah seharian mengurus rumah. Aku tidak ingin mengganggu istirahatnya.”

Akhirnya ia memutuskan untuk tidur di luar. Ia gelar sorbannya, dan tidur dengan lelapnya di depan pintu. Ya, di depan pintu di luar rumah. Ia nikmati udara malam yang begitu pekat dinginnya. Hanya beralas sorban tipis. Meski seharian ia lelah beraktivitas, ia rela menikmati malam itu di luar demi tak ingin membangunkan sang istri.

Tak disangka, di dalam rumah, ternyata sang istri masih menunggu. Tak terlintas sedikit pun berbaring ke tempat tidur. Ia takut kalau ia tidur di kamar, ia tak mendengar ketukan pintu dari suaminya.

Tetapi sungguh kantuknya makin menjadi-jadi. Hingga ia memutuskan untuk bersandar di pintu rumahnya, agar ketukan pintu bisa langsung terdengar olehnya.

Malam itu, tanpa saling tahu, sepasang suami istri itu sedang tertidur berdampingan hanya terpisah beberapa senti tebal pintu. Mereka saling menghormati pasangannya. Sang istri tak mau mengecewakan suami yang sudah kelelahan. Sang suami tak ingin mengganggu istirahat sang istri. Nun jauh di langit, ternyata ratusan ribu malaikat bertasbih saat menyaksikan kedua sejoli tersebut tidur berdekatan, tapi tak saling tahu.

Pasti Anda sudah menebak siapa pasangan suami istri itu. Benar, sang suami adalah manusia tersuci sejagat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan sang istri adalah perempuan panutan para muslimah, Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Pasangan suami istri adalah sebuah kesatuan dua manusia yang berbeda. Mereka bersatu dalam sebuah ikatan pernikahan, bukan hanya penyatuan fi sik, tetapi juga jiwa. Mereka masing-masing memiliki ego yang mungkin berbeda. Mereka mungkin memiliki latar belakang sosial yang tak sama. Mereka mungkin lahir dengan karakter yang sangat kontras. Tetapi ikatan pernikahan hendaknya menjadi sebuah ikatan batin yang menjadikan segala perbedaan itu sebagai media untuk saling melengkapi satu sama lain.

Seorang rekan pernah menasihatkan, bahwa pasangan suami istri ibarat sepasang sepatu. Walau bentuk mereka tak sama, tetapi mereka serasi. Meski saat berjalan tak pernah persis berdampingan, tetapi tujuannya sama. Walaupun mereka tak pernah bisa ganti posisi, namun mereka saling melengkapi. Mereka tak pernah ada yang merasa lebih rendah atau lebih tinggi dari yang lain. Mereka selalu sederajat. Bila yang satu hilang, yang lain tak memiliki arti.

Rasulullah meneladankan itu semua. Tak pernah sekalipun beliau marah dengan istri beliau. Tak pernah sekalipun muncul kalimat kasar pada keluarga beliau. Hidupnya mungkin sederhana, tetapi dalam kesederhanaan itu, keluarga Rasulullah hidup dalam kedamaian. Keluarga Rasul selalu memancarkan cahaya kebahagiaan.

📚 25. Kesetaraan, Bukti Kesetaraan, Bukti Keadilan Islam


Dalam sebuah pesta nikah, mempelai wanita dipanggil oleh ibu mertuanya. Sang ibu mertua mengajaknya ngobrol sejanak.

“Kamu pasti sangat sayang dengan putraku.”

“Ya, iyalah, Ma.”

“Dalam pandanganmu, pasti putraku itu adalah pria terhebat sedunia.”

“Benar, Ma. Hampir tak saya temukan pria yang lebih sempurna dari dia.”

“Ya, kamu merasakan hal itu karena kamu baru menikah,” kata sang ibu mertua dengan lembut. “Tetapi setelah beberapa tahun hidup bersamanya, baru kamu akan tahu kekurangannya. Setelah kamu hidup bersamanya beberapa lama, baru kamu akan menyadari kelemahannya yang sebelumnya tak kau tahu sama sekali.”

Sang ibu mertua menghela napas sejenak.

“Nanti setelah kau tahu kekurangan suamimu, wahai menantuku, ingatlah pesanku ini, jika dia tidak punya kekurangan, dia pasti sudah menikah dengan orang yang lebih baik darimu.”

Sang menantu mengangguk.

Begitulah. Jodoh kita adalah pasangan yang sudah disediakan oleh Allah bagi kita. Bagi Allah, pasangan hidup kita itulah karunia yang paling tepat bagi kita. Di awal pernikahan, kita mungkin belum menyadari apa kekurangannya, karena komunikasi yang masih belum terlalu intens. Detik demi detik hidupnya kita tak tahu seperti apa. Setelah menikah dan hidup bersama sekian lama, baru akan kita sadari kekurangan pasangan kita.

Tetapi yang harus selalu kita ingat, setiap manusia selalu punya kekurangan. Tidak ada satu pun manusia di muka bumi ini yang sempurna tanpa cela. Saudariku, untuk menyikapi hal itu, mari kita sadari, pasangan ideal adalah pasangan yang keduanya bisa saling melengkapi kekurangan satu sama lain. Bukan malah saling mencari celah dan kekurangan pasangannya. Pasangan yang ideal adalah pasangan yang jika salah satu pihak membutuhkan, yang lain bisa menutupi. Pasangan ideal adalah pasangan yang mampu untuk selalu berbagi suka duka bersama, dengan tulus dan ikhlas.

📚 26. Nasihat Rasulullah Nasihat Rasulullah kepada Az-Zahra


Ketika membahas tentang hak dan kewajiban suami-istri, dalam kitabnya yang berjudul Uqudul Lujain, Imam Nawawi al-Bantani pernah mengisahkan nasihat Rasulullah kepada putri beliau Fathimah Az-Zahra.

Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk Fatimah. Ketika itu Fatimah sedang membuat tepung dengan alat penggiling sambil menangis. Rasulullah bertanya, “Kenapa menangis, Fathimah? Mudah-mudahan Allah tidak membuatmu menangis lagi.”

“Ayah,” Fathimah menjawab, “aku menangis hanya karena batu penggiling ini, dan lagi aku hanya menangisi kesibukanku yang silih berganti.”

Rasulullah kemudian mengambil tempat duduk yang ada di sisinya. Fathimah berkata, “Ayah, demi kemuliaanmu, mintakan kepada Ali supaya membelikan seorang budak untuk membantu pekerjaanku membuat tepung dan menyelesaikan pekerjaan rumah.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda kepada putrinya, Fathimah Az-Zahra, “Kalau Allah berkehendak, wahai Fathimah, pasti batu penggiling itu akan berputar sendiri untukmu. Tetapi Allah ingin mencatat kebaikan untuk dirimu dan menghapus keburukanmu, serta mengangkat derajatmu.”

Hai Fathimah, setiap istri yang membuatkan tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah mencatat baginya kebajikan dari setiap butir biji yang tergiling, dan menghapus keburukannya, serta mengangkat derajatnya.

Hai Fathimah, setiap istri yang berkeringat di sisi alat penggilingnya karena membuatkan bahan makanan untuk suaminya, Allah menjauhkan antara dirinya dan neraka sejauh tujuh hasta.

Hai Fathimah, setiap istri yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisirkan rambut dan mencucikan baju mereka, Allah mencatatkan untuknya memperoleh pahala seperti pahala orang yang memberi makan seribu orang yang sedang kelaparan, dan seperti orang yang memberi pakaian seribu orang yang telanjang.

Hai Fathimah, setiap istri yang mencegah kebutuhan tetangganya, Allah kelak akan mencegahnya (tidak mem beri kesempatan baginya) untuk minum dari telaga Kautsar pada hari kiamat.

Hai Fathimah, tetapi yang lebih utama dari semua itu adalah keridhaan suami terhadap istrinya. Sekiranya suamimu tidak meridhaimu, tentu aku tidak akan mendoakan dirimu. Bukankah engkau mengerti. Hai Fathimah, bahwa ridha suami itu bagian dari ridha Allah, dan kebencian suami merupakan bagian dari kebencian Allah.

Hai Fathimah, manakala seorang istri mengandung, para malaikat memohon ampun untuknya, setiap hari dirinya dicatat memperoleh seribu kebajikan, dan seribu keburukannya dihapus. Apabila telah mencapai rasa sakit (menjelang melahirkan), Allah mencatatkan untuknya pahala seperti pahala orang-orang yang berjihad di jalan Allah. Apabila telah melahirkan, dirinya terbebas dari dosa seperti keadaannya setelah dilahirkan ibunya.

Hai Fathimah, setiap istri yang melayani suaminya dengan niat yang benar, dirinya terbebas dari dosa-dosanya seperti pada hari dirinya dilahirkan ibunya. Ia tidak keluar dari dunia (yakni mati) kecuali tanpa membawa dosa. Ia menjumpai kuburnya sebagai pertamanan surga. Allah memberinya pahala seperti seribu orang yang berhaji dan berumrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan untuknya hingga hari kiamat.

Setiap istri yang melayani suaminya sepanjang hari dan malam hari disertai hati yang baik, ikhlas, dan niat yang benar, Allah akan mengampuni dosanya. Pada hari kiamat kelak dirinya diberi pakaian berwarna hijau, dan dicatatkan untuknya pada setiap rambut yang ada di tubuhnya dengan seribu kebajikan, dan Allah memberi pahala kepadanya sebanyak seratus pahala orang yang berhaji dan berumrah.

Hai Fathimah, setiap istri yang tersenyum manis di muka suaminya, Allah memperhatikannya dengan penuh rahmat.

Hai Fathimah, setiap istri yang menyediakan diri tidur bersama suaminya dengan sepenuh hati, ada seruan yang ditujukan kepadanya dari langit. Hai wanita, menghadaplah dengan membawa amalmu. Sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang berlalu dan yang akan datang.

Hai Fathimah, setiap istri yang meminyaki rambut suaminya, demikian pula jenggotnya, memangkas kumis dan memotong kuku-kukunya, kelak Allah akan memberi minum kepadanya dari rahiqim makhtum (tuak jernih yang tersegel), dan dari sungai yang ada di surga. Bahkan kelak Allah akan meringankan beban sakaratul maut. Kelak ia akan menjumpai kuburnya bagaikan taman surga. Allah mencatatnya terbebas dari neraka dan mudah melewati sirath (titian).”

📚 27. Dua dari Tiga Penghuni Neraka


Dari Ali bin Abi Talib, “Aku dengar Rasulullah bersabda, ‘Tiga golongan dari umatku akan mengisi Neraka Jahanam selama tujuh kali umur dunia. Mereka itu adalah, orang yang gemuk tetapi kurus, orang yang berpakaian tetapi bertelanjang, orang yang alim tetapi jahil.’”

• Adapun yang gemuk tetapi kurus itu adalah wanita yang gemuk (sehat) tubuh badannya, tetapi kurang ibadahnya. • Orang yang berpakaian tetapi telanjang adalah wanita yang cukup pakaiannya tetapi tidak menjalankan aturan agama (yaitu berpakaian tanpa memperhatikan batasan aurat). • Orang yang alim tetapi jahil adalah ulama yang menghalalkan yang haram karena kepentingan pribadi.

Hadis ini menganjurkan kepada kaum wanita agar hati-hati dalam ibadah dan akhlak. Melalui iktibar yang disampaikan oleh Rasulullah tersebut, kita memperoleh gambaran betapa rugi seseorang yang mengisi hidupnya dengan beragam aktivitas, namun sedikit pun tidak bernilai di hadapan Allah. Tidak bernilainya aktivitas itu bisa disebabkan oleh beberapa kemungkinan. Bisa karena aktivitasnya yang memang tidak bermanfaat. Bisa pula disebabkan niat kita yang salah. Perbuatan yang niatnya tidak bertujuan dalam rangka mencari ridha Allah tidak akan dinilai sebagai ibadah.

Selain nasihat untuk mengintensifkan aktivitas ibadah, hadis tersebut menyinggung masalah penampilan wanita. Rasulullah bahkan meramalkan, akan datang satu masa di mana para wanitanya berpakaian tapi telanjang. Zahirnya berpakaian, tetapi pada hakikatnya ia telanjang.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua macam penghuni neraka yang keduanya belum terlihat olehku. Pertama, kaum lelaki yang menggenggam cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk memukul orang lain. Kedua, wanita yang berpakaian tetapi sama seperti telanjang (karena pakaiannya tidak menutup aurat, tipis, dan menunjukkan bagian yang tidak sepatutnya dilihat bukan mahram), dan wanita yang mudah dirayu dan juga suka merayu. Wanita tersebut tidak dapat masuk surga, bahkan tidak dapat mencium bau surga, padahal bau surga itu dapat dicium dari jarak yang sangat jauh.” (Sahih Muslim)

Suatu hari Asma’ binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anh bertemu dengan Rasulullah. Ketika itu Asma’ sedang mengenakan pakaian tipis, lalu Rasulullah memalingkan muka seraya bersabda, “Wahai Asma’! Sesungguhnya, jika seorang wanita sudah sampai masa haid, tidak layak lagi bagi dirinya metampakkannya, kecuali ini dan ini.” (Rasulullah mengisyaratkan pada muka dan tangannya).

Pada dasarnya Islam tidak pernah memperumit masalah pakaian ini. Seluruh bahan, model, dan bentuk pakaian boleh dipakai asalkan memenuhi syarat-syarat berikut, menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, tidak tipis dan tidak transparan, longgar dan tidak memperlihatkan lekuk-lekuk dan bentuk tubuh, bukan pakaian laki-laki atau menyerupai pakaian laki-laki, tidak berwarna atau bermotif terlalu menyolok yang mengundang perhatian laki-laki.

📚 28. Syukur Terhadap Suami


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kebanyakan ahli neraka terdiri atas kaum wanita.” Menangislah para wanita yang hadir saat itu, dan salah seorang dari mereka bertanya, “Mengapa terjadi demikian, apakah karena mereka berzina atau membunuh anak atau kafir?”

Nabi menjawab, “Tidak, mereka ini ialah orang yang tidak bersyukur akan nikmat suaminya, sesungguhnya tiap-tiap seorang dari kamu berada dalam nikmat suaminya.”

Seorang saudari sempat bercerita, bahwa dia memutuskan untuk resign dari tempat kerjanya hanya karena satu alasan, yakni untuk belajar mensyukuri rezeki dari suaminya.

Awalnya sang istri bekerja di perusahaan dengan gaji 7 juta per bulan. Sedangkan sang suami bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari dan es cendol di siang hari. Sangat berbeda jauh dengan gaji sang istri. Gaji suami sekitar 600–700 ribu/bulan.

Dengan gaji yang dimiliki, sang istri merasa tak perlu nafkah dari sang suami, meskipun sang suami selalu memberikan hasil jualannya pada istri. Setiap kali memberikan hasil jualannya, sang suami selalu berkata “Dik, ini ada titipan rezeki dari Allah. Diambil ya. Buat keperluan kita. Tidak banyak jumlahnya, mudah-mudahan adik ridha.”

Hingga suatu hari sebuah peristiwa mengantarkannya pada pintu kesadaran. Akhirnya sang istri memutuskan untuk berhenti bekerja. Ia berharap dengan jalan itu, ia lebih bisa menghargai nafkah yang diberikan suaminya.

Memang tak harus mengikuti jalan yang ditempuh oleh saudari yang saya kisahkan tersebut. Namun, yang perlu kita ambil ibrahnya adalah usaha sang istri untuk bisa menghargai kerja keras sang suami. Mensyukuri rezeki yang ada, serta menghormati suami sebagai tulang punggung keluarga.

Sesuai kodratnya, suami adalah pemimpin rumah tangga. Ia pasti merasa tersisih ketika usahanya dalam menafkahi tak dibutuhkan oleh sang istri. Peran istri sangatlah penting dalam mengekspresikan sikap yang menghargai kerja keras suami dalam memberi nafkah kepada sang istri.

📚 29. Perceraian


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya cerai tanpa ada sebab yang jelas, haram baginya wangi surga.” (HR. Ibnu Majah).

Pernikahan merupakan salah satu sunah yang diagungkan oleh Allah. Hal ini dapat kita lihat dari diksi yang menggambarkan pernikahan di dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an menyebut pernikahan sebagai mitsaqan-ghalizha (perjanjian yang sangat berat). Mitsaqan-ghalizha adalah nama dari perjanjian yang paling kuat di hadapan Allah.

Di dalam Al-Qur’an, mitsaqan-ghalizha hanya muncul sebanyak tiga kali. Ya, hanya ada tiga perjanjian yang oleh Allah diberi nama mitsaqan-ghalizha. Dua perjanjian berkenaan dengan tauhid.

Pertama, perjanjian antara Allah dan Bani Israel, yang bahkan dalam perjanjian itu Allah mengangkat bukit Thursina ketika mengambil sumpah. Kedua, yakni perjanjian Allah dengan para Nabi ulul-azmi, nabi yang paling utama di antara para nabi.

Pernikahan termasuk perjanjian yang oleh Allah digolongkan sebagai mitsaqan-ghalizha. Allah menjadi saksi ketika seseorang melakukan akad nikah.

Setiap pasangan suami istri tentu mendambakan kehidupan rumah tangga yang penuh kebahagiaan, karena itulah salah satu tujuan dari pernikahan. Namun, pada kenyataannya tidak semua keluarga dapat mencapainya. Bahkan sebuah media mengabarkan bahwa angka perceraian di Jawa Timur menduduki peringkat pertama di Indonesia, saya terkejut. Bukankah Jawa Timur sejak dulu sudah dikenal dengan penduduk muslim terbesar. Apa penyebabnya?

Banyak memang alasan yang melatarbelakangi terjadinya perceraian. Data yang diperoleh sebuah media menyebutkan, faktor alasan “tak ada keharmonisan” menjadi faktor tertinggi yang melatarbelakangi perkara perceraian yang diterima oleh sebuah pengadilan, baik cerai talak maupun cerai gugat.

Selain alasan “tak ada keharmonisan”, data di sebuah pengadilan agama menyebutkan alasan “tidak ada tanggung jawab baik dari pihak suami maupun istri” dan alasan ekonomi menjadi dua faktor terbesar lainnya yang melatarbelakangi timbulnya perceraian.

Alasan lain yang turut mendorong terjadinya perceraian adalah adanya gangguan pihak ketiga, rasa cemburu, terjadi poligami tidak sehat, dan adanya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Namun yang harus kita sadari, perceraian adalah pintu darurat. Cerai memang dihalalkan dalam syariat Islam, tetapi hanya digunakan dalam keadaan yang sangat terpaksa. Bukan karena hal-hal sepele yang kemudian dengan gampangnya kita menuntut perceraian. Rasulullah pernah bersabda, “Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak (perceraian).”

Sebagai seorang muslim sudah seharusnya kita memelihara diri agar tak sampai melakukan segala hal yang dibenci oleh Allah. Jangan sampai ada satu perbuatan pun yang membuat Allah murka. Jangankan membuat-Nya murka, bahkan diabaikan dan diacuhkan oleh-Nya saja sudah menjadi sebuah bencana yang luar biasa besarnya dalam kehidupan kita. Apa lagi jika dimurkai oleh-Nya, tentu menjadi bencana yang lebih besar lagi.

Tetapi sungguh disayangkan. Dunia baru telah menyajikan berbagai fenomena yang amat ganjil. Mari kita saksikan, betapa mudahnya suami istri memutuskan untuk mengakhiri rumah tangganya hanya dengan alasan ‘tak ada lagi kecocokan’. Padahal rumah tangga dibangun bukan hanya atas dasar cocok atau tidak cocok. Rumah tangga Islami dibangun di atas fondasi tauhid. Artinya, pernikahan adalah sebuah bangunan sakral yang tidak bisa dan tidak layak dibuat main-main.

Menjadi wanita salehah adalah dambaan para perempuan yang merindukan surga Allah. Karena hadiahnya adalah surga, amalan para perempuan salehah sudah sepantasnya tak ringan. Ada beragam aturan yang harus dipatuhi. Ada beragam larangan yang harus dihindari. Salah satu perintah yang harus dipatuhi oleh para perempuan salehah adalah upaya kerasnya untuk menjaga keutuhan rumah tangganya. Rumah tangga merupakan salah satu media yang disediakan oleh Allah untuk berjuang. Perjuangannya memang tak ringan. Terkadang ada ujian yang datang tak terduga. Ada badai masalah yang kadang datang menerpa. Ada masalah hidup yang hadirnya tak disangka-sangka. Tetapi sungguh, justru di sanalah keimanan kita sedang diuji oleh-Nya. Justru dalam masalah itulah ketauhidan kita sedang disapa. Mari kita tangguhkan mental untuk menghadapi berbagai masalah itu dengan ikhtiar dan doa. Semoga Allah merahmati ikhtiar kita sebagai sebuah jalan yang mempertemukan kita dengan kelapangan.

📚 30. Tiga Sifat Istri Terbaik


“Wanita (istri) terbaik ialah jika engkau melihat kepadanya, ia menyenangkanmu. Jika engkau menyuruhnya, ia taat kepadamu. Jika engkau pergi darinya, ia menjagamu dengan menjaga dirinya dan menjaga hartamu.” (HR. Muslim dan Ahmad).

Senyuman tulus, ucapan ramah, serta suara halus kepada suaminya adalah tambang pahala bagi seorang istri. Istri salehah selalu metampakkan wajah yang menyenangkan ketika sang suami menatapnya. Ketika suami pulang kerja, istri salehah menyambut hadirnya sang suami dengan antusias. Ia berusaha menjadikan rumahnya sebagai tempat peristirahatan yang damai bagi sang suami.

Jika santun terhadap suami adalah tambang pahala, begitupun sebaliknya. Membuat suami tersinggung adalah perbuatan yang mendatangkan murka Allah ta’ala. Rasulullah bersabda, “Siapa saja wanita yang bermuka masam sehingga menyebabkan tersinggung hati suaminya, wanita itu dimurkai Allah sampai ia bermanis muka dan tersenyum mesra pada suaminya.”

Bahkan tidak hanya Allah yang melaknat, malaikat dan seluruh manusia pun turut melaknat wanita yang berani menyakiti suaminya dengan lisannya. Dengan kalimat yang lebih tegas, Rasulullah mengatakan, “Wanita-wanita yang menggunakan lidahnya untuk menyakiti hati suaminya, ia akan mendapat laknat dan kemurkaan Allah, laknat malaikat juga laknat manusia semuanya.”

Dalam sejarah kita mengenal sayyidatina Khadijah yang sangat berperan dalam menenangkan Rasulullah tatkala sedang panik. Misalnya saja ketika Rasulullah baru menerima wahyu untuk yang pertama kalinya. Dengan wajah pucat dan ketakutan, beliau pulang ke rumah. Setibanya di rumah dan menceritakan kejadian yang baru dialaminya, Khadijah menenangkannya dengan kalimat yang menyejukkan, “Kita berlindung kepada Allah. Allah tidak akan mungkin menimpakan keburukan kepadamu. Demi Allah, engkau senantiasa menunaikan amanat, menyambung tali kekerabatan, dan berkata jujur.” Wajarlah jika suatu hari bertemu Rasul, Jibril sempat berkata kepada Rasul, “Ketika kamu pulang ke rumah, Siti Khadijah akan menghidangkan makanan. Ketika itu, sampaikanlah salamku dan sampaikan salam Allah kepadanya. Katakan kepada Khadijah bahwa Allah telah menyediakan surga baginya.”

📚 31. Ridha Suami


“Wanita yang meninggal dunia dalam keadaan suaminya ridha (tidak marah) padanya, niscaya ia masuk surga.” (Riwayat Tirmidzi)

Ketika seorang wanita muslim telah berganti status dari lajang menjadi seorang istri, urutan kepatuhannya berubah. Saat lajang, urutan dari yang dipatuhi adalah:

  • 1. Allah Subhanallahu ta’ala.
  • 2. Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
  • 3. Orangtua

Namun setelah menikah, urutan itu kemudian bergeser, karena hadirnya seorang penanggung jawab baru, yakni suaminya. Sehingga urutannya menjadi:

  • 1. Allah Subhanallahu ta’ala
  • 2. Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
  • 3. Suami
  • 4. Orangtua

Saking pentingnya masalah ini hingga Rasulullah pernah mengatakan bahwa andaikan manusia diperbolehkan bersujud kepada sesama manusia, seorang istri pasti akan diperintahkan bersujud kepada suaminya.

Rasulullah bersabda, “Seandainya aku (dibolehkan) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, pasti aku perintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya.” (HR. Muslim)

Kepatuhan kepada suami dimaksudkan sebagai salah satu penghormatan atas kepemimpinan, tanggung jawab, serta peran suami yang begitu besar terhadap istrinya. Suami bukan hanya bertugas menafkahi secara materi kepada keluarganya, namun juga bertanggung jawab atas apa pun yang terjadi dalam rumah tangganya.

Kelak pada hari kiamat, pertanyaan yang pertama kali ditanyakan kepada seluruh muslim adalah tentang bagaimana shalatnya. Lalu apa pertanyaan kedua yang dilontarkan kepada para wanita? Ternyata pertanyaannya terkait dengan ketaatannya kepada suaminya.

Rasulullah bersabda, “Pertama kali urusan yang akan ditanyakan pada hari Akhirat nanti adalah mengenai shalat dan mengenai urusan suaminya (apakah ia menjalankan kewajibannya atau tidak).”

Balasan terhadap para istri yang taat sangatlah luar biasa, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia ia akan menjadi wanita yang disayangi oleh manusia. Sedangkan di akhirat, ia akan masuk jannah dari segala pintu dan tanpa melalui prosesi hisab. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Wanita yang taat berkhidmat pada suaminya akan tertutup tujuh pintu Neraka, dan akan terbuka pintu-pintu Surga. Masuklah dari mana saja pintu yang disukainya dengan tidak dihisab.”

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam