Bagian Kedelapan



📚 Terjemah Kitab Qami'Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)



67. Memuliakan tetangga
Cabang iman 67-69 disebutkan dalam bait syair:

Muliakan tetangga dan tamu; dan tutuplah aurat-aurat ahli agama, niscaya engkau akan aman lagi beruntung.

Memuliakan tetangga maksudnya adalah berbuat baik kepada tetangga dengan jalan: menampakkan wajah yang cerah dan berseri-seri, memberi makanan kepadanya, dan menanggung perbuatan tidak baik yang dilakukan olehnya. Jika tidak mampu berbuat demikian, hendaklah menahan diri untuk tidak menyakiti tetangga.

Rasulullah saw bersabda,

Berbuat baiklah dalam mempergauli orang yang menjadi tetanggamu, niscaya engkau menjadi orang muslim.

Rasulullah saw bersabda,

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaklah ia memuliakan tetangganya.

Dalam hadits yang lain disebutkan:

Barang siapa yang ingin dicintai oleh Allah ia wajib berkata benar, menunaikan amanat, dan tidak menyakiti tetangganya.

Sabda Rasulullah saw:

Sesungguhnya tetangga yang fakir akan bergantung kepada tetangganya yang kaya pada hari kiamat seraya berkata, "Wahai Tuhanku, tanyailah tetanggaku ini, mengapa ia mencegah aku terhadap kebaikannya."

Menurut Imam as-Suhaymi, kriteria tetangga ialah orang yang jarak antara rumah Anda dengan rumahnya kurang dari 40 rumah dari berbagai arah.

68. Memuliakan tamu
Memuliakan tamu artinya berbuat baik dalam menyambut tamu yang datang dengan muka berseri-seri dan ucapan yang bagus, cepat-cepat memberi jamuan yang ada dan melayaninya sendiri, sebagaimana Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan Umar bin Abdul Aziz melayani tamu dengan pribadi beliau sendiri. Kewajiban memberi makan tamu adalah selama tiga hari menurut kadar kemampuannya.

Seyogyanya seseorang tidak perlu memaksakan diri untuk memberi jamuan kepada tamu dengan mengusahakan sesuatu yang tidak dimiliki. Ia cukup menjamu tamu dengan sesuatu yang sudah ada dengan ukuran kemampuannya, tidak perlu dengan upaya meminjam kepada orang lain atau membeli makanan dengan berhutang, berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw:

Saya dan umatku yang bertakwa adalah orang-orang yang membebaskan diri dari memaksakan diri.

Rasulullah saw bersabda,

Janganlah kamu sekalian memaksakan diri untuk menyuguh tamu, sehingga kamu benci kedatangan tamu. Karena sesungguhnya barang siapa yang membenci tamu, maka ia telah membenci Allah. Dan barang siapa yang membenci Allah, niscaya Allah akan membenci dia.

Sahabat Salman al-Farisi berkata bahwa Rasulullah saw telah memerintahkan kepadanya untuk,
  • (a) tidak memaksakan diri dalam memberi jamuan kepada tamu dengan sesuatu yang tidak dimiliki,
  • (b) memberikan suguhan kepada tamu dengan sesuatu yang sudah ada padanya,
  • (c) tidak boleh membedakan antara tamu kaya atau fakir dalam memberikan suguhan; karena tamu yang masuk ke dalam rumah adalah membawa rahmat dan keluar bersama dosa pemilik rumah.
Dalam salah satu hadits, Rasulullah saw bersabda,

Seseorang beriman yang kedatangan tamu kemudian memandang muka tamu tersebut dengan wajah berseri-seri, niscaya diharamkan jasadnya masuk neraka oleh Allah.

Diriwayatkan dari sahabat Abu Darda' dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda,

Apabila salah seorang dari kamu sekalian makan bersama tamu, hendaklah dia menyuapi tamu dengan tangannya. Apabila ia melakukan demikian, maka Allah mencatat baginya amal satu tahun, yang dilakukan puasa siang harinya dan salat pada malam harinya.

Imam Ahmad as-Suhaymi dan Ahmad bin Imad menuturkan bahwa Nabi Ibrahim as apabila ingin makan, beliau berjalan satu sampai dua mil untuk mencari tamu yang diajak makan bersama. Beliau diberi julukan bapak tamu. Beliau ingin membuat jamuan bagi umat Muhammad saw sampai hari kiamat. Lalu Allah swt berfirman kepada beliau: "Sesungguhnya engkau tidak mampu berbuat demikian!" Nabi Ibrahim berdatang sembah: "Wahai Tuhanku, Engkau Maha Mengetahui keadaan hamba dan Maha Kuasa mengabulkan permohonan hamba!" Kemudian Allah mengabulkan permohonannya dan memerintahkan kepada Malaikat Jibril as untuk memberikan segenggam kapur surga kepada Nabi Ibrahim as, serta memerintahkan kepada Nabi Ibrahim untuk naik ke atas gunung Abi Qubaisy dan meniupkan kapur tersebut ke udara. Nabi Ibrahim as melakukan petunjuk Malaikat Jibril, dan tersebarlah kapur tersebut di muka bumi. Setiap tempat yang kejatuhan sebagian dari kapur tersebut airnya berubah menjadi asin karena mengandung garam sampai hari kiamat. Dengan demikian semua garam yang ada di bumi ini adalah suguhan dari Nabi Ibrahim as.

Adapun tatakrama dari orang yang menjadi tamu adalah cepat-cepat memenuhi keinginan tuan rumah dalam beberapa hal antara lain makan makanan dan tidak beralasan sudah kenyang dan makan semampunya.

69. Menutupi aurat atau cacat orang mukmin
Abu Ali ad-Daqqaq menceriterakan bahwa ada seorang wanita datang kepada Syeikh Hatim bin Alwan al-Asham, semoga Allah mensucikan rahasianya, untuk bertanya tentang sesuatu masalah.

Wanita tersebut kentut di hadapan Syeikh Hatim, sehingga muka wanita tersebut menjadi pucat karena malu. Melihat hal tersebut, Syeikh Hatim berkata kepada wanita tersebut: "Keraskanlah suaramu!" Dengan ucapan tersebut Syeikh Hatim memperlihatkan kepada wanita tersebut bahwa beliau tuli; sehingga wanita tersebut senang hatinya dan berpendapat bahwa Syeikh Hatim tidak mendengar suara kentutnya. Itulah sebabnya Syeikh Hatim terkenal dengan nama al-Asham (orang yang tuli).

Syeikh Ibnul 'Imad mengatakan bahwa menyebutkan kesalahan orang lain karena tujuan yang benar menurut syara', yang tujuan tersebut tidak dapat terpenuhi kecuali dengan menyebutkan kesalahan tersebut adalah diperbolehkan dalam 15 (limabelas) hal:

1. Menunjukkan kepada ucapan yang benar. Misalnya Anda mendengar seseorang mengucapkan ucapan yang mungkar; maka seyogyanya Anda mengatakan kepadanya: "Anda telah berkata demikian dan demikian. Ucapan itu tidak sesuai; yang benar adalah demikian!"

2. Memberi nasihat kepada orang yang meminta petunjuk dalam persoalan nikah, menitipkan amanat, atau lainnya. Anda wajib memberitahukan kepadanya keadaan yang sebenarnya dari orang yang dinikahkan atau dititipi amanat, berdasarkan sabda Nabi Muhammad saw:

Jika salah seorang dari kamu sekalian meminta nasihat kepada saudaranya, maka hendaklah ia memberi nasihat kepadanya.

3. Mengingatkan orang alim yang salah kepada pengikutnya. Misalnya, apabila ada seseorang bertanya kepada Anda tentang sesuatu masalah, kemudian ia mengatakan, "Kyai saya mengatakan demikian dan demikian." Anda boleh mengatakan, "Kyai saudara salah!" Termasuk juga ucapan para pengarang kitab dalam kitab-kitab mereka: "Si Fulan berkata demikian. Beliau adalah salah!" dan lain sebagainya. Hal itu diperbolehkan jika dimaksudkan untuk menjelaskan kesalahannya agar tidak diikuti. Jika tidak demikian, maka hukumnya haram.

4. Minta tolong untuk mengubah kemungkaran, seperti ucapan Anda kepada orang yang Anda harapkan kemampuannya untuk menghapus kemungkaran: "Si Fulan telah melakukan demikian, maka tolonglah saya untuk mencegahnya." Hal ini diperbolehkan dengan syarat apabila maksudnya adalah untuk meminta bantuan guna melenyapkan kemungkaran. Jika tidak demikian maksudnya, hukumnya haram.

5. Mengenal identitas seseorang, seperti ucapan Anda, "Fulan si juling, atau lainnya. Hal ini diperbolehkan apabila identitas si Fulan tidak dikenal kecuali dengan menyebut cacatnya, karena kebetulan orang yang bernama Fulan banyak. Jika identitas si Fulan dapat dikenal tanpa menyebutkan cacatnya, maka lebih utama tidak usah menyebutkan cacatnya. Kebolehan menyebutkan cacat si Fulan disyaratkan dengan maksud untuk mengenal. Jika maksudnya untuk mencela, hukumnya haram.

6. Menjaga kerusakan, seperti ucapan Anda kepada saksi yang tidak adil: "Orang ini tidak sah untuk menjadi saksi, karena ia telah melakukan demikian dan demikian."

7. Meminta fatwa, seperti ucapan Anda kepada orang yang dimintai fatwa: "Ayahku, suamiku, atau saudaraku telah berbuat dhalim kepadaku. Bagaimanakah jalan keluar untuk menyelamatkan diri dari kedhaliman tersebut?" Jika dapat menggunakan kata sindiran lebih baik, misalnya: "Bagaimana pendapat Anda mengenai seseorang yang dianiaya oleh bapaknya, suaminya, atau saudaranya?" Namun apabila menyebutkan dengan jelas, diperbolehkan dengan alasan ini, sebagaimana pendapat Imam al-Ghazali.

8. Mencegah perbuatan fasik seseorang yang tidak menutupi perbuatan cacatnya, misal orang yang menceriterakan perbuatan zina dan dosa-dosa besar yang dilakukan. Anda boleh menuturkan perbuatan fasik yang dilakukan dan bukan perbuatan cacat lainnya, dengan syarat apabila Anda bermaksud agar orang yang Anda beritahu mau menyampaikan kepadanya, sehingga ia berhenti dari perbuatannya yang fasik. Kebolehan menuturkan cacat seseorang di sini adalah jika ia menceriterakan perbuatan fasik yang telah dilakukan dengan perasaan bangga. Akan tetapi jika ia menceriterakan dengan perasaan menyesal dan taubat, maka haram menuturkannya karena sama dengan mengghibah. Jika orang yang menampakkan perbuatan fasik adalah orang alim, maka haram mengghibahnya secara mutlak. Karena jika orang awam mendengar perbuatan fasik si alim tersebut, maka dosa-dosa besar tersebut bagi orang awam menjadi remeh, sehingga mereka berani melakukannya.

9. Memperingatkan seseorang dari kejahatan orang lain. Apabila Anda melihat seseorang yang ingin berkumpul (kerja sama) dengan orang yang mempunyai cacat, maka Anda boleh menyebutkan cacat tersebut kepada orang yang akan diajak kerja sama, jika sekiranya orang yang akan diajak kerja sama tidak dapat tercegah dari kejahatannya tanpa diberi tahu. Jika tidak dengan maksud demikian, maka penyebutan catat tersebut haram.

10. Menuturkan cacat orang yang menampakkan perbuatan bid'ah.

11. Menuturkan cacat orang yang menyembunyikan perbuatan bid'ahnya.

12. Menuturkan kesalahan lawan kepada hakim pada waktu ada dakwaan atau pertanyaan.

13. Menyebutkan catat orang yang dhalim yang mengadukan kepada jaksa atau penguasa.

14. Menuturkan cacat orang kafir yang memusuhi kaum muslimin. Orang kafir yang tidak memusuhi kaum muslimin tidak boleh dituturkan cacatnya.

15. Menuturkan cacat orang yang murtad, dalam arti bukan orang yang meninggalkan salat fardhu.

Imam Ahmad as-Suhaymi menceriterakan kisah Ibnu Arabi dalam kitab "Lubab at-Thalibin".

Ibnul Arabi berkata bahwa setiap orang Islam sepatutnya berkeyakinan bahwasanya kesalahan
yang dilakukan oleh anak cucu Rasulullah saw tidak boleh dicela karena telah dimaafkan oleh Allah. Hal tersebut didasarkan atas kisah yang dialami Ibnu Arabi tentang keadaan anak cucu Rasulullah saw. Seorang yang tsiqah (tepercaya beritanya) menceriterakan kepada Ibnul Arabi di kota Makkah: ‚Saya membenci apa yang dilakukan oleh anak cucu Rasulullah saw terhadap orang-orang di kota Makkah.‛ Ketika tidur Ibnul Arabi melihat Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah saw berpaling darinya. Ibnu Arabi memberi salam kepada beliau dan bertanya tentang sebab beliau berpaling. Beliau bersabda, "Sungguh engkau telah mencela orang-orang yang mulia!" Ibnu Arabi bertanya: "Wahai Sayyidattina Fatimah, apakah tuan putri tidak melihat apa yang mereka lakukan terhadap orang-orang?" Beliau bersabda, "Bukankah mereka itu anak cucu saya?" Lalu Ibnul Arabi berkata kepada beliau: "Sejak sekarang aku bertaubat!" Kemudian Sayyidatina Fatimah menghadap kepadanya dan ia terbangun dari tidurnya.

70. Sabar dalam ketaatan hingga selesai melaksanakannya
Cabang iman 70-74 disebutkan dalam bait syair:

Bersabarlah, berzuhudlah, dan benar-benarlah engkau cemburu; berpalinglah dari hal yang tidak berguna, berbuatlah dermawan, niscaya engkau menjadi orang mulia.

Selain kesabaran dalam melakukan ketaatan sampai ketaatan tersebut terselesaikan, kesabaran juga diperlukan dalam beberapa hal seperti:
  • a. bersabar mengalami musibah duniawi, sekira hatinya tidak marah terhadap musibah tersebut,
  • b. bersabar dalam menjauhi kemaksiatan, sehingga tidak jatuh dalam kemaksiatan tersebut, dan
  • c. bersabar terhadap menghadapi kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dengan jalan tidak membalas kejahatannya, dan hendaklah hatinya rela serta memaafkan kesalahan tersebut.
Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya' Ulumiddin berkata bahwa sabar itu ada dua macam:

1. Kesabaran jasmani, seperti menahan penderitaan yang menimpa badan. Sabar yang demikian terkadang dengan amal perbuatan, seperti terus menerus melakukan pekerjaan ibadah yang berat dan lainnya, dan terkadang dengan menahan penderitaan, seperti sabar terhadap pukulan yang sangat berat dan penyakit yang parah. Sabar yang demikian adalah terpuji apabila sesuai dengan syariat Islam.

2. Sabar kejiwaan. Jenis kesabaran kejiwaan dapat dikategorikan menjadi:
  • (A) Iffah, atau sikap perwira jika berasal dari keinginan perut dan kemaluan,
  • (B) Sabar, jika berasal dari musibah, kebalikannya adalah ‚kegelisahan,
  • (C) Menekan nafsu, jika dalam keadaan kaya, kebalikannya adalah‚ sombong,
  • (D) Pemberani, jika dalam keadaan peperangan, kebalikannya adalah ‚licik,
  • (E) Penyantun, jika dalam keadaan menahan marah, kebalikannya adalah ‚marah dan‚ menggerutu,
  • (F) Kelapangan data, jika dalam keadaan yang menggelisahkan, kebalikannya adalah‚ kegelisahan dan ‚kesempitan dada,
  • (G) Menyimpan rahasia, jika dalam keadaan menyembunyikan omongan dan orang yang melakukannya disebut ‚penyimpan rahasia,
  • (H) Zuhud, jika dari hidup yang berlebihan, kebalikannya adalah ‚tamak‛ atau ‚loba,
  • (I) Qanaah, jika kesabaran tersebut terhadap bagian yang sedikit, kebalikannya adalah rakus.
Dengan demikian kebanyakan dari akhlak keimanan masuk pada kategori sabar. Oleh karena itu Rasulullah saw bersabda,

Sabar adalah separuh iman, sedangkan keyakinan adalah iman seluruhnya.

71. Zuhud
Zuhud adalah mencukupkan diri pada kadar keperluan dari hal-hal yang diyakini kehalalannya.

Pengertian ini adalah zuhud bagi orang-orang ahli marifat. Adapun zuhud dalam arti meninggalkan yang haram adalah kewajiban umum yang harus dilakukan oleh semua orang. Ada yang berpendapat bahwa zuhud adalah membagi-bagikan harta yang sudah dikumpulkan, meninggalkan mencari sesuatu yang sudah hilang, dan mendahulukan orang lain dari pada dirinya sendiri pada waktu ada makanan.

Imam al-Ghazali berkata bahwa zuhud adalah apabila seseorang meninggalkan kesenangan dunia karena pengetahuannya akan kehinaan dunia dibandingkan dengan akhirat yang sangat mahal. Zuhud bukan berarti meninggalkan harta dan mengorbankannya mengikuti jalan kedermawanan dan mengikuti jalan kecenderungan hati, serta mengikuti jalan ketamakan. Karena hal itu semuanya adalah termasuk adat kebiasaan yang baik; dan peribadatan tidak termasuk dalam adat kebiasaan.

72. Cemburu dan tidak membiarkan isteri bercumbu rayu dengan laki-laki lain
Setiap laki-laki seyogyanya memiliki sifat cemburu pada waktu melihat sesuatu yang menyalahi hukum syara' dan pada waktu terdapat keraguan dalam hatinya. Berbeda dengan sangkaan buruk kepada seseorang tanpa ada keraguan yang dicela oleh agama. Manusia yang paling mulia dan pa-ling tinggi himmahnya adalah orang yang lebih kuat kecemburuannya terhadap nafsunya sendiri, terhadap keistimewaan dirinya dan orang-orang mukmin pada umumnya.

Rasulullah saw bersabda,

Cemburu adalah termasuk iman dan membiarkan isterinya bercumbu rayu dengan laki-laki lain adalah termasuk kemunafikan. (H.R. al-Bazzar dan al-Baihaqi).

Allah swt telah menulis di pintu surga sebagai berikut: "Engkau adalah haram bagi orang yang rela terhadap perbuatan jelek yang dilakukan isterinya".

Orang yang rela isterinya berbuat serong tidak dapat masuk surga. Sesungguhnya tujuh langit, tujuh bumi, serta gunung-gunung melaknat orang yang berbuat zina dan orang yang rela isterinya berbuat serong. Laknat tersebut akan diterima jika ia mengetahui dan mendiamkan. Jika suami tidak mengetahui, maka tidak pantas berburuk sangka, meneliti permasalahan yang tidak tampak, dan memeriksa aurat orang lain;

karena yang demikian itu dicela oleh syariat Islam.

73. Berpaling dari omongan yang tidak berguna
Rasulullah saw bersabda,

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaklah berkata yang baik atau diam.
(H.R. Bukhari dan Muslim).

Maksud hadits di atas ialah barang siapa yang beriman dengan iman yang sempurna kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia berbicara mengenai apa saja yang ada manfaat baginya, seperti mengucapkan kalimat yang benar kepada orang yang dhalim, atau hendaklah ia diam dari omongan yang sama sekali tidak ada manfaat baginya.

Dikisahkan, ada seorang laki-laki berkata kepada orang yang ahli makrifat: "Berilah aku wasiat!" Beliau berkata, "Buatlah sampul bagi agamamu seperti sampul mushaf agar kamu tidak mengotori agamamu!" Laki-laki tersebut bertanya: "Apakah sampul agama itu?" Beliau berkata, "Meninggalkan omongan kecuali omongan yang harus diucapkan; meninggalkan mempergauli manusia kecuali pergaulan yang harus dilakukan; meninggalkan mencari kesenangan dunia kecuali kesenangan yang wajib diambil."

Menurut Imam as-Suhaymi, apabila seseorang dipaksa untuk mengucapkan ucapan yang jelek atau dipaksa diam dari ucapan yang baik, atau takut bencana yang akan menimpa dirinya karena mengucapkan hal yang baik, maka dia diberi udzur dan dimaafkan oleh Allah.

74. Dermawan
Dermawan adalah membelanjakan harta dalam hal-hal yang dipuji oleh syariat Islam. Imam alGhazali berpendapat bahwa dermawan adalah tengah-tengah antara "menghambur-hamburkan harta" dan "pelit"; antara membuka tangan dan menggenggamnya. Antara membelanjakan harta dan menahannya hendaknya diperkirakan menurut ukuran kewajiban. Hal itu tidak cukup dilakukan dengan anggauta badan saja, selama hatinya tak senang dan menentang terhadap perbuatannya.

Sabda Rasulullah saw dalam hadits riwayat Ibnu Abbas ra:

Menyingkirlah kamu sekalian dari dosa orang yang dermawan, karena sesungguhnya Allah akan membimbing tangannya setiap kali dia jatuh.

Sahabat Ibnu Mas'ud ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,

Rezeki kepada orang yang memberi makan adalah jauh lebih cepat dari pada kecepatan pisau memotong punuk (daging yang menonjol ke atas pada punggung) unta. Dan sesungguhnya Allah Ta'ala membanggakan orang yang memberi makan kepada para malaikat.

Sebagian ulama berkata bahwa sesungguhnya dalam kitab suci yang empat ada lafal-lafal yang sesuai. Keempat kitab tersebut pertama kali diturunkan dalam bahasa Arab, kemudian diterjemahkan oleh Nabi dengan bahasa kaumnya:

a. Dalam kitab Taurat disebutkan:

Orang yang dermawan tidak akan ditimpa bahaya selamanya.

b. Dalam kitab Injil disebutkan:

Harta orang yang bakhil akan dimakan oleh musuhnya.

c. Dalam kitab Zabur disebutkan:

Orang yang hasud tidak akan bahagia selamanya.

d. Dalam al-Qur'an surat al-A'raf ayat 58 Allah swt berfirman:

‚... dan tanah yang tidak subur, tanamannya hanya tumbuh merana.

Hikayat:
Abdullah bin al-Mubarak berkata bahwa pada suatu waktu ia melakukan ibadah haji. Ia tidur di Hijir Ismail dan bermimpi melihat Rasululllah saw dan beliau bersabda kepadanya: "Jika engkau kembali ke Baghdad, masuklah ke tempat demikian dan demikian. Carilah Pendeta Majusi dan sampaikan salamku kepadanya serta katakan kepadanya bahwa sesungguhnya Allah Ta'ala meridhainya." Ia terbangun dan berkata, "Tiada daya untuk menyingkir dari kemaksiatan dan tiada kekuatan untuk melakukan ketaatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung, Ini adalah mimpi dari syaithan." Kemudian ia berwudhu, salat, dan melakukan thawaf, sampai mengantuk dan tertidur, lalu ia bermimpi seperti tersebut sampai tiga kali. Setelah ia menyempurnakan ibadah haji dan pulang ke Baghdad, ia menanyakan tempat dan rumah yang disebut dalam mimpi. Di tempat tersebut ia mendapatkan seorang tua, lalu ia terjadi dialog:

Abdullah: Apakah Anda pendeta Majusi?
Pendeta: Ya!
Abdullah: Apakah Anda mempunyai kebaikan di sisi Allah?
Pendeta: Ya, saya mempunyai empat orang anak perempuan dan empat orang anak laki-laki. Keempat orang anak perempuan saya, saya kawinkan dengan empat orang anak laki-laki saya!
Abdullah: Ini haram! Apakah Anda mempunyai amal selain itu?
Pendeta: Ya, saya membuat walimah untuk orang-orang Majusi pada saat saya mengawinkan anak-anak perempuan saya!
Abdullah: Ini haram! Apakah Anda mempunyai amal selain itu?
Pendeta: Ya, saya mempunyai seorang anak perempuan yang paling cantik, tak ada wanita lain yang menandingi kecantikannya; lalu aku kawini sendiri. Pada malam pertama aku mengumpulinya, aku mengadakan pesta perkawinan. Pada waktu itu orang Majusi yang hadir lebih dari 1.000 (seribu) orang.
Abdullah: Ini juga haram! Apakah Anda mempunyai amal selain itu?
Pendeta: Ya, pada malam aku menyetubuhi anak perempuanku, datang seorang wanita muslimat dari agama Tuan, yang menggunakan suluh (penerangan) dari lampu
saya. Kemudian ia menyalakan lampu dan keluar. Perempuan tersebut memadamkan lampu dan kembali; lalu aku masuk. Perempuan itu melakukan hal tersebut tiga kali, sehingga aku bergumam, "Barangkali wanita ini adalah mata-mata dari pencuri!" Kemudian aku keluar mengikutinya. Tatkala ia masuk ke rumahnya dan menjumpai anak-anak perempuannya, mereka bertanya, "Wahai Ibu, apakah Ibu datang dengan membawa sesuatu bagi kami? Sesungguhnya kami sudah tidak mampu dan sabar menahan lapar!". Perempuan tersebut mencucurkan air mata dan berkata, "Saya malu kepada Tuhan untuk meminta kepada seseorang selain Dia; lebih-lebih dari musuh Allah, yaitu orang Majusi!". Setelah aku mendengar omongannya, aku pulang ke rumah dan mengambil sebuah talam, lalu aku penuhi dengan semua jenis makanan dan aku bawa sendiri ke rumahnya.
Abdullah: Ini adalah suatu kebaikan; dan Anda mendapat kabar gembira.

Kemudian Abdullah bin al-Mubarak memberi kabar gembira kepadanya tentang mimpi pertemuannya dengan Rasulullah saw dan diceriterakan kepadanya isi mimpi tersebut. Setelah mendengar cerita itu, Pendeta Majusi tersebut mengucapkan dua kalimah syahadat, kemudian dia jatuh tersungkur dan mati. Abdullah bin al-Mubarak memandikannya, mengkafani, melakukan salat janazah atasnya, dan menguburkannya. Ia berkata, "Wahai para hamba Allah, lakukanlah perbuatan dermawan kepada sesama makhluk Allah, karena kedermawanan itu dapat mengubah para musuh menjadi kekasih."

75. Menghormat orang tua dan menyayangi anak muda
Cabang iman 75-76 disebutkan dalam bait syair:

Hormatilah orang tua dan sayangilah anak muda; damaikan perselisihan di antara orang-orang muslim, niscaya Anda dimuliakan.

Rasulullah saw bersabda,

Bukanlah golongan kami orang muda yang tidak menghormati orang tua, orang tua yang tidak menyayangi anak muda, dan orang yang tidak mengetahui hak orang alim.

Rasulullah saw bersabda,

Termasuk mengagungkan Allah adalah memuliakan orang yang sudah beruban yang beragama Islam.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah saw bersabda,

Sesungguhnya Allah Ta'ala memandang ke wajah orang yang sudah tua pada waktu pagi dan petang seraya berfirman: "Wahai hamba-Ku, umurmu sudah tua, kulitmu sudah berkeriput, tulangmu sudah rapuh, ajalmu sudah dekat, dan sudah tiba saatnya engkau menghadap kepadaKu. Oleh karena itu malulah engkau kepada-Ku, niscaya Aku malu menyiksa engkau dalam neraka karena ubanmu".

Diceriterakan bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra pergi ke masjid dengan bergegas untuk melakukan salat berjamaah subuh. Dalam perjalanannya, beliau bertemu seorang tua yang berjalan di depannya dengan tenang dan anggun di gang jalan. Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra tidak berani mendahului karena memuliakan dan menghormati orang tua tersebut sebab ubannya, sampai waktu terbit matahari tiba. Ketika orang tua tersebut dekat pintu masjid, ia tidak masuk ke dalam masjid, maka tahulah Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra bahwa orang tua tersebut adalah orang Nasrani. Kemudian Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra masuk ke dalam masjid dan mendapatkan Rasulullah saw dalam keadaan ruku'. Setelah Rasulullah saw selesai melakukan salat, para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, mengapa Rasulullah memanjangkan ruku' dalam salat ini? Rasulullah belum pernah melakukan seperti ini!" Rasulullah saw bersabda, "Pada waktu saya ruku' dan membaca: "Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung", sebagaimana wiridanku, dan aku ingin mengangkat kepalaku, datanglah Malaikat Jibril dan meletakkan sayapnya di atas punggungku dan memegang saya dalam waktu yang lama. Tatkala Jibril mengangkat sayapnya, maka aku mengangkat kepalaku." Para sahabat berkata, "Mengapa Malaikat Jibril melakukan ini?" Rasulullah saw bersabda, "Aku tidak bertanya tentang hal tersebut!" Kemudian Jibril datang dan berkata, "Wahai Muhammad, sesungguhnya Ali bin Abi Thalib ra bergegas untuk melakukan salat berjamaah; kemudian di jalan bertemu dengan seorang Nasrani, sedangkan ia tidak tahu bahwa orang tersebut adalah orang Nasrani. Ia menghormatinya karena ubannya dan tidak berani mendahuluinya. Kemudian Allah swt memerintahkan kepadaku untuk memegangi engkau dalam keadaan ruku', agar Ali dapat mengikuti jamaah salat subuh besertamu.‛ Allah memerintahkan kepada Malaikat Mikail untuk memegangi matahari dengan sayapnya, sehingga matahari tidak terbit karena penghormatan Ali ra kepada orang tua.

Rasulullah saw bersabda,

Penyayang bukanlah orang yang menyayangi dirinya dan keluarganya secara khusus, tetapi penyayang adalah orang yang menyayangi orang-orang muslim.

Rasulullah saw bersabda,

Barang siapa yang mengusap kepala anak yatim, maka setiap rambut yang dijangkau oleh tangannya akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat.

Hikayat:
Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra menceriterakan bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad saw seraya bermohon: "Wahai Rasulullah, saya telah berbuat maksiat. Oleh karena itu sucikanlah diriku!" Rasulullah saw bersabda, "Apa dosamu?" Ia berkata, "Aku malu mengucapkannya!" Rasulullah saw bersabda, "Mengapa engkau malu kepadaku untuk memberitahukan kepadaku tentang dosamu dan tidak malu kepada Allah, sedangkan Allah melihatmu? Berdirilah dan pergilah engkau dariku, agar api tidak turun kepada kita!" Laki-laki tersebut pergi dari sisi Rasulullah dalam keadaan menyesal, putus asa, dan menangis. Kemudian Malaikat Jibril datang dan berkata, "Wahai Muhammad, mengapa engkau membuat putus asa orang berbuat maksiat, sedangkan ia mempunyai tebusan bagi dosanya meskipun dosanya banyak?" Rasulullah bersabda, "Apakah tebusannya?" Jibril menjawab, "Ia mempunyai anak laki-laki yang masih kecil. Setiap ia masuk ke dalam rumahnya dan anaknya menjumpainya, ia memberinya sesuatu makanan atau memberikan sesuatu yang dapat menggembirakannya. Jika anak tersebut bergembira, niscaya kegembiraannya menjadi tebusan baginya."

76. Mendamaikan pertikaian di antara orang muslim bila dijumpai caranya 
Dalam surat al-Hujurat ayat 10 Allah swt berfirman:

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.

Dalam surat an-Nisa ayat 85 Allah swt berfirman:

Barang siapa yang memberikan syafaat yang baik, niscaya dia akan memperoleh bagian (pahala) 
dari padanya ..."

Rasulullah saw bersabda,

Perhatian, aku akan mengkhabarkan kepada kamu sekalian tentang amal yang lebih utama dari pada derajat salat, puasa, dan sedekah!" Para sahabat berkata, "Baik!" Beliau bersabda,

"Mendamaikan dua orang yang berselisih!"

Rasulullah saw bersabda,

Sedekah yang paling utama adalah mendamaikan dua orang yang berseteru.

Rasulullah saw bersabda,

Orang yang mendamaikan di antara dua orang dan dia berkata baik bukanlah pendusta.

Rasulullah saw bersabda,

Sedekah yang paling utama ialah apabila Anda membantu dengan pangkat Anda kepada orang yang sama sekali tidak mempunyai pangkat.

Ketahuilah bahwa orang muslim yang mendiamkan (tidak mengajak bicara) orang muslim lainnya melebihi tiga hari, meskipun ia sedang marah kepadanya adalah haram. Jika keduanya sedang berhadap-hadapan dan tidak mau berbicara kepadanya, meskipun dengan memberi salam, kecuali karena udzur syara', seperti keadaan orang yang didiamkan adalah orang yang fasik atau ahli bid'ah, maka hukumnya tidak haram; meskipun mendiamkannya tidak memberi faedah kepada orang yang didiamkan, seperti meninggalkan perbuatan fasiknya. Benar, andaikata seseorang mengetahui bahwa mendiamkannya akan membawa orang yang didiamkan bertambah fasik, maka dilarang mendiamkannya. Andai tidak berhadapan, maka hukumnya tidak haram meskipun bertahun-tahun, sebagaimana keterangan Imam al-Mudabighi.

Rasulullah saw bersabda,

Tidak halal bagi seseorang muslim untuk mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Barang siapa yang mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari, kemudian mati, maka ia masuk neraka.

77. Mencintai orang lain sebagaimana mencintai diri sendiri
Cabang iman 77 disebutkan dalam bait syair:

Cintailah manusia seperti engkau mencintai dirimu sehingga engkau menjadi orang yang bernikmat-nikmat dengan surga.

Rasulullah saw bersabda,

Tidak beriman salah seorang dari kamu sekalian, sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya.

Imam as-Suhaymi dalam menafsiri hadits di atas mengatakan bahwa iman seseorang tidak sempurna sehingga ia mencintai untuk setiap saudara, meskipun kafir, tanpa mengistimewakan kecintaannya kepada seseorang melebihi orang lain, apa yang dicintai untuk dirinya sendiri, seperti ketaatan dan kesenangan-kesenangan dunia yang mubah. Artinya, hendaklah engkau berbuat apa saja untuk seseorang seperti engkau menyukai seseorang berbuat apa saja untukmu. Engkau memperlakukan ia dengan perlakuan yang engkau sukai agar ia memperlakukan engkau. Engkau menasihati dia seperti engkau menasihati dirimu sendiri. Engkau menghukum ia dengan hukum yang engkau sukai agar ia menghukum engkau. Engkau tidak membalas perbuatannya yang menyakitimu. Engkau tidak mengurangi kehormatannya. Jika engkau melihat ia melakukan kebaikan, hendaklah kebaikannya engkau tampakkan. Namun jika engkau melihat ia melakukan hal jelek, engkau tutupi.

Rasulullah saw bersabda,

Para penyayang akan disayangi oleh Dzat Yang Maha Penyayang. Sayangilah siapa saja yang ada di bumi, niscaya siapa saja yang ada di langit akan menyayangi kamu.

Diriwayatkan dari Mujahid dan Salman ra dari Nabi Muhammad saw bahwa sesungguhnya beliau bersabda,

Barang siapa yang mengutipkan 40 berita ini kepada umatku, maka ia akan masuk surga dan Allah akan mengumpulkannya bersama para nabi dan ulama pada hari kiamat! Kami (para sahabat) bertanya: "Wahai Rasulullah, 40 berita yang manakah itu?" Rasulullah saw menjelaskan:
  • (1) Hendaklah engkau beriman kepada Allah, hari kiamat, para malaikat, kitab-kitab, para nabi, kebangkitan sesudah mati, dan takdir baik dan buruk dari Allah Ta'ala.
  • (2) Engkau mengakui bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah.
  • (3) Engkau mendirikan salat dengan menyempurnakan wudhu pada waktunya, dengan menyempurnakan ruku' dan sujudnya.
  • (4) Engkau menunaikan zakat dengan haknya.
  • (5) Engkau berpuasa pada bulan Ramadlan.
  • (6) Engkau pergi haji ke Baitullah jika mampu.
  • (7) Engkau salat duabelas rakaat sehari semalam. Salat duabelas rakaat adalah sunnahku (menurut riwayat Imam an-Nasai, Ummu Habibah, maksudnya adalah salat rawatib, yaitu: 4 rakaat sebelum salat fardhu dhuhur; 2 rakaat sesudah salat fardhu dhuhur; 2 rakaat  sebelum salat fardhu asar; 2 rakaat sesudah salat fardhu maghrib; dan 2 rakaat sebelum salat fardhu isyak). Janganlah engkau tinggalkan salat witir tiga rakaat.
  • (8) Jangan engkau sekutukan Allah dengan sesuatu.
  • (9) Jangan engkau durhakai kedua orang tuamu.
  • (10) Jangan engkau makan harta anak yatim.
  • (11) Jangan engkau makan harta riba.
  • (12) Jangan engkau minum arak.
  • (13) Jangan engkau bersumpah atas nama Allah dengan dusta.
  • (14) Jangan engkau menjadi saksi palsu terhadap seseorang, baik kerabat dekat maupun jauh.
  • (15) Jangan engkau berbuat karena menuruti hawa nafsu.
  • 16) Jangan engkau mengghibah saudaramu.
  • (17) Jangan engkau terjatuh dalam perbuatan ghibah dari belakang maupun dari muka saudaramu.
  • (18) Jangan engkau menuduh zina perempuan yang baik-baik.
  • (19) Jangan engkau mengatakan kepada saudaramu: "Hai orang yang riya", agar engkau tidak menghapus amalmu sendiri.
  • (20) Jangan engkau bermain dan berbuat sia-sia bersama orang-orang yang berbuat lalai.
  • (21) Jangan engkau katakan kepada orang yang pendek: "Hai si pendek", dengan maksud mencelanya.
  • (22) Jangan engkau olok-olok seseorang.
  • (23) Jangan engkau merasa aman dari siksa Allah Ta'ala.
  • (24) Jangan engkau adu domba di antara para saudara.
  • (25) Hendaklah engkau bersyukur pada Allah atas tiap nikmat yang telah diberikan kepadamu.
  • (26) Hendaklah engkau bersabar pada waktu tertimpa bala' dan cobaan.
  • (27) Jangan engkau berputus asa terhadap rahmat Allah.
  • (28) Hendaklah engkau mengetahui bahwa musibah yang menimpamu tidak mungkin dapat terlepas darimu dan bahwa sesuatu yang tidak menimpamu tidak mungkin dapat 
  • mengenai kamu.
  • (29) Jangan engkau cari kemurkaan Allah lantaran mencari kerelaan makhluk.
  • (30) Jangan engkau pentingkan dunia dari pada akhirat.
  • (31) Jika saudaramu meminta sesuatu yang ada padamu, janganlah engkau bakhil ( pelit) kepadanya.
  • (32) Bandingkanlah urusan agamamu dengan orang yang di atasmu, dan dalam urusan duniamu dengan orang yang di bawahmu.
  • (33) Jangan engkau berdusta.
  • (34) Jangan engkau bergaul dengan penguasa.
  • (35) Tinggalkan perkara yang batal dan jangan engkau mengambilnya.
  • (36) Jika engkau mendengar kebenaran, jangan engkau sembunyikan.
  • (37) Didiklah keluarga dan anak-anakmu dengan segala sesuatu bermanfaat bagi mereka di sisi Allah dan dapat mendekatkan diri kepada Allah, berbuat baiklah kepada tetangga dan jangan putuskan hubungan kerabat dan famili, tapi sambungkan hubungan dengan mereka.
  • (38) Jangan engkau laknat makhluk Allah Ta'ala.
  • (39) Perbanyaklah membaca: tasbih, tahlil, tahmid, takbir, dan jangan engkau tinggalkan membaca al-Quran pada setiap keadaan, kecuali jika kamu sedang junub; jangan engkau tinggalkan salat Jumat, salat berjamaah, dan salat hari raya.
  • (40) Perhatikanlah segala yang tidak engkau relakan untuk diucapkan dan dilakukan kepadamu, maka jangan engkau relakan untuk dilakukan kepada seseorang dan jangan engkau lakukan.
Sahabat Salman ra bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah pahala dari 40 berita ini?" Rasulullah saw bersabda, "Demi Dzat yang telah mengutusku sebagai nabi dengan hak, sungguh Allah Ta'ala akan mengumpulkan dia pada hari kiamat bersama para nabi dan para ulama. Dan barang siapa yang mempelajari 40 berita ini dan mengajarkannya yang lain, niscaya hal itu lebih baik dari pada ia diberi dunia dan isinya.

Syeikh Abdul Mun'im menambah satu bait syair mengenai salawat sebagai penutup.

Kemudian kesejahteraan semoga tetap atas Nabi Muhammad, keluarga, dan para sahabat yang seperti pelayan, keluarga, dan kerabat di sisi Nabi saw.

SELESAI

Terima kasih kunjungan anda ke blog ini, semoga berguna bermanfaat di dunia akhirat dan jangan lupa bagikan ke semua orang dengan menekan tombol icon yang ada di pojok kiri bawah ini atau di atas pojok kanan, muda-mudahan banyak kebaikan 

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam