Berkerja dengan Ikhlas



📚 Buku Allah Dekat Dan Bersamamu



“Bekerjalah sepenuh hati. Sungguh, Allah Maha Melihat pekerjaan kita dan pasti memberikan balasan yang sesuai.”

Alkisah, seorang tukang bangunan telah bekerja selama 20 tahun di sebuah perusahaan konstruksi. Ia merasa sudah bosan dan lelah. Ia berpikir untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya. Ia ingin menikmati waktu lebih banyak bersama istri dan anak-anaknya. Setelah berpikir dengan matang, tukang bangunan itu memutuskan untuk berhenti bekerja. Ia ajukan surat pengunduran dirinya kepada sang direktur.

“Baiklah, saya terima surat pengunduran diri Bapak. Akan tetapi, saya ingin Bapak melakukan tugas terakhir,” terang sang direktur.

“Apa itu, Pak?” tanya si tukang bangunan.

“Saya ingin Bapak membangun sebuah rumah tipe 42/90. Tolong kerjakan dengan sebaik-baiknya. Pilihlah spesifikasi bahan bangunan yang baik,” pesan sang direktur.

“Baik, Pak,” jawab si tukang bangunan kurang bersemangat.

Terlintas dalam pikirannya, “Sudah mau berhenti kok masih diberi tugas membuat rumah. Merepotkan saja.”

Si tukang bangunan merasa tidak bersemangat membuat rumah yang dipesan oleh sang direktur. Ia berpikir untuk bekerja asal-asalan. Toh ia akan berhenti bekerja. Kalaupun sang direktur tidak suka dan memecatnya, itu tidak menjadi masalah. Benar saja. Tukang bangunan itu mengerjakan pembuatan rumah itu dengan asal-asalan. Spesifikasi bahan bangunannya pun tidak baik. Semua dikerjakan tidak sepenuh hati.

Akhirnya, rumah itu pun jadi. Lebih tepatnya, asal jadi. Tukang bangunan itu menyerahkan kunci rumah kepada direktur. Namun, sang direktur malah menyerahkan kunci rumah itu kepada si tukang bangunan.

“Bapak yang baik, terimalah kunci rumah ini. Saya meminta Bapak untuk membangun sebuah rumah sebagai hadiah dari kami untuk Bapak atas loyalitas Bapak selama 20 tahun. Terimalah kunci rumah ini. Selamat menempati rumah Bapak. Semoga Bapak bahagia,” terang sang direktur. Tukang bangunan itu hanya terperangah.

*****

Kita tidak pernah tahu “hadiah” apa yang telah disiapkan Allah untuk kita di kemudian hari. Oleh karena itu, mari kita laksanakan tugas dan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya. Tidak perlu diawasi oleh pimpinan baru menunjukkan kinerja terbaik. Orang beriman tidak butuh penilaian pimpinan ataupun bawahan. Baginya, bekerja dengan baik adalah amanah yang harus ditunaikan karena Allah memerintahkan seorang mukmin bekerja dengan amanah. Dengan demikian, semoga Allah memberikan hadiah terbaik bagi kita di kemudian hari.

Tidak perlu mengkhawatirkan pemberian karunia. Itu adalah urusan Allah. Urusan kita adalah bekerja dengan baik dan amanah. Allah pasti memberikan karunia sesuai kepantasan kita menerimanya. Bagaimana bisa kita mengharapkan memperoleh karunia terbaik jika tidak memantaskan diri kita untuk menerimanya?

Allah itu Maha adil. Dia tidak akan salah dalam memberikan karunia bagi hamba-Nya. Si A, si B, si C pasti menerima karunia sesuai usaha dan kepantasan diri mereka. Sekali lagi, berfokuslah untuk memantaskan diri menerima karunia terbaik dari Allah.

“Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu itu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.’” (QS. At-Taubah [9]: 105)

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam