Bersandarlah Hanya kepada Allah



📚 Buku Allah Dekat Dan Bersamamu



“Allah tidak akan pernah mengecewakan harapan hambaNya yang bersandar kepada-Nya.”

Kita tentu tahu binatang jenis unggas yang bernama burung. Burung adalah binatang yang memiliki tingkat ketawakalan tinggi. Burung seolah mengerti bahwa rezeki untuknya telah dijamin oleh yang menciptakan dirinya, yakni Allah Swt. Namun demikian, burung tidak berdiam diri di sarangnya menunggu Tuhan “melemparkan” rezeki (baca: makanan) untuknya ke dalam sarangnya.

Burung yang tak diberi akal pun memahami bahwa setiap makhluk diperintahkan untuk berikhtiar menjemput rezekinya masing-masing. Oleh karena itu, burung bisa terbang sampai berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus kilometer untuk mendapatkan makanan. Sebuah ikhtiar yang optimal dan dibarengi tingkat ketawakalan yang tinggi kepada Penciptanya.

Apa pelajaran berharga yang bisa dipetik dari perilaku burung? Ya, tentang ketawakalan kepada Allah Swt. Tawakal adalah berserah diri kepada Allah Swt., setelah semua proses ikhtiar dan doa dilaksanakan dengan optimal. Apabila ikhtiar yang dilakukan dan doa yang dipanjatkan belum maksimal, tetapi sudah berserah diri kepada Allah Swt., maka belum dikatakan bertawakal. Hal ini karena tahapan-tahapan yang seharusnya dilalui belum dilaksanakan secara sempurna dan utuh.

Rasulullah saw., telah mencontohkan bagaimana sikap tawakal yang benar, yaitu proses ketika beliau akan berhijrah ke Madinah bersama Sayidina Abu Bakar ra. Kita mengetahui bahwa Rasulullah saw., adalah kekasih Allah yang pasti senantiasa dalam perlindungan-Nya. Namun, Rasulullah tetap melakukan semua tahapan ikhtiar dengan maksimal. Beliau menyusun strategi yang rapi dan cerdik agar rencana berhijrah ke Madinah berjalan lancar.

Pada malam yang telah direncanakan, Rasulullah menyuruh Sayidina Ali bin Abi Thalib ra., untuk tidur di kamar beliau. Tujuannya agar para pemuda kafir Quraisy yang tengah mengintai serta ditugaskan untuk menangkap dan membunuh Rasulullah saw., mengira malam itu Rasulullah saw., masih berada di rumah dan sedang tidur di kamarnya.

Malam itu juga dengan sembunyi-sembunyi Rasulullah saw., pergi menuju rumah Sayidina Abu Bakar ra. Di sana Sayidina Abu Bakar ra., dan Abdullah bin Uraikit telah menyiapkan segala perbekalan yang dibutuhkan selama perjalanan sesuai instruksi Rasulullah saw. Setelah semuanya siap, Rasulullah saw., bersama Sayidina Abu Bakar ra., berangkat berhijrah ke Madinah dengan Abdullah bin Uraikit sebagai penunjuk jalan. Abdullah bin Uraikit adalah seseorang yang menguasai rute perjalanan yang aman dari Mekah ke Madinah.

Sesampai di tempat yang diperkirakan aman, Rasulullah saw., menyuruh Abdullah bin Uraikit untuk kembali ke Mekah dan menghapus jejak perjalanan yang telah mereka lalui.

Sementara itu, para pemuda kafir Quraisy yang menyadari bahwa Rasulullah saw., telah berhijrah ke Madinah, langsung melakukan pengejaran. Para pemuda kafir Quraisy semakin mendekati Rasulullah saw., dan Sayidina Abu Bakar ra.

Rasulullah saw., menerapkan strategi berikutnya. Beliau mengajak Abu Bakar ra., bersembunyi di Gua Tsur untuk menghindari kejaran para pemuda kafir Quraisy tersebut. Gua Tsur adalah gua yang sangat tersembunyi di antara bebukitan.

Di dalam gua tersebut Sayidina Abu Bakar ra., tetap merasa cemas dengan keselamatan Rasulullah saw. Saat itu, Rasulullah saw., menenangkan Sayidina Abu Bakar ra., dengan mengatakan, “La tahzan innallaaha ma’anaa. Jangan bersedih. Sesungguhnya Allah bersama kita.”

Allah memerintahkan seekor burung untuk membuat sarang dan bertelur di mulut Gua Tsur. Allah juga memerintah- kan laba-laba agar membuat sarang di mulut Gua Tsur. Sungguh, yang demikian itu teramat mudah bagi Allah.

Dengan demikian, para pemuda kafir Quraisy tidak akan mengira bahwa Rasulullah saw., dan Sayidina Abu Bakar ra., berada dalam Gua Tsur. Dengan pertolongan Allah tersebut, Rasulullah saw., dan Sayidina Abu Bakar ra., sampai di Madinah dengan selamat.

*****

Kisah tersebut mengajarkan kepada kita bahwa Rasulullah saw., yang pasti dilindungi oleh Allah Swt., saja tetap berikhtiar.

Ikhtiar yang beliau lakukan begitu rapi dan cerdik, lebih dari sekadar menggugurkan kewajiban berikhtiar. Demikian pula dalam hidup ini. Kita harus berikhtiar secara optimal untuk memajukan hidup kita. Jangan lupa sempurnakan ikhtiar kita dengan berdoa kepada Allah. Kemudian, barulah bertawakal kepada-Nya. Pasrahkan segala urusan kita sepenuhnya kepada Allah. Total.

Ketika kita telah melakukan ikhtiar dan berdoa secara maksimal, kemudian berserah diri dan memohon pertolongan-Nya, niscaya Allah akan senantiasa menolong kita. Oleh karena itu, tawakal juga merupakan perpaduan antara kekuatan hati dan keyakinan, sebab dengan keduanya akan tercapai ketenangan hati.

Rasulullah saw., bersabda, “Kalau kamu bertawakal sepenuhnya kepada Allah, maka kamu akan diberi rezeki oleh Allah seperti rezeki yang diberikan kepada burung-burung, yang waktu pagi pergi dalam keadaan lapar, dan kembali sore dalam keadaan perut kenyang.” (HR. Tirmidzi).

Seorang muslim dituntut untuk berusaha tapi pada saat yang sama dituntut pula untuk berserah diri kepada Allah. Ia dituntut melaksanakan kewajibannya untuk berikhtiar, kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah Swt.

Tawakal adalah sikap hidup yang indah dan mulia. Tawakal membuat kita tidak sombong ketika usaha yang kita lakukan berhasil dengan baik, karena itu semua merupakan pertolongan Allah. Tawakal juga membuat kita tidak berputus asa ketika usaha yang kita lakukan kurang atau tidak berhasil karena Allah mungkin belum menghendaki kita memperoleh hal itu. Kita yakin bahwa Allah selalu menghendaki yang terbaik bagi kita. Tinggal bagaimana kita menyikapi dan memahami hikmah di balik itu.

Kesadaran seperti ini akan menimbulkan dampak positif luar biasa bagi diri kita. Ujian seberat apa pun, rintangan sesulit apa pun, tidak akan membuat kita berkeluh kesah, apalagi berputus asa. Kita akan mampu menganalisis permasalahan yang dihadapi dan menemukan jalan keluarnya. Sebaliknya, perasaan superiorlah yang membuat kita tersiksa ketika gagal memperoleh apa yang ditargetkan. Kita tidak menyadari bahwa manusia sama sekali tidak memiliki kekuatan untuk menentukan. Manusia hanya bisa merencanakan tapi Dialah yang menetukan.

Oleh karena itu, kita harus selalu bersandar hanya kepada Allah. Manusia dituntut untuk berikhtiar, tetapi hasilnya adalah hak prerogatif Allah. Sikap terbaik sebagai seorang muslim adalah berikhtiar dan berdoa dengan optimal, kemudian menyerahkan hasilnya kepada Allah Swt.

“…kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 159)

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam