Bab 7. Ila’ (Persumpahan)



πŸ“š Terjemah Kitab Ringkasan Tabyinul Ishlah Li Muridin Nikah



1. Ila’ (Persumpahan)
Ketika seorang lelaki bersumpah tidak akan menyetubuhi istrinya secara mutlak (tanpa batas), atau masa lebih dari empat bulan, maka hukum lelaki itu dinamakan muli (orang yang bersumpah ila'. (Hamisy Al Bajuri: II/ 155).

2. Batas Ila’
Kemudian setelah lelaki bersumpah Ila' dan telah melewati masa empat bukan, maka lelaki itu diharuskan memilih di antara dua perkara:

  • 1. Menerjang Sumpahnya Yaitu memilih bersetubuh dengan bukti memasukkan hasyafah ke dalam qubul istrinya dan membayar kafarat karena sumpah (yamin), bila terdapat sumpah “Bilaahi” itu atas meninggalkan persetubuhan kepada istrinya.
  • 2. Memilih Cerai Yaitu jika suami tidak hendak melaksanakan dari dua perkara itu, yakni tidak fi'ah dan tidak menjatuhkan thalaq. Maka seorang hakim berhak memaksa kepada lelaki itu dan memerintahkan perceraian. Firman Allah SWT dalam Al Baqarah: 226: “kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

3. Kafaratul Yamin (Kafarat Sumpah)
Dalam Al-Qur'an surat Al Maidah ayat 89, Allah telah menerangkan tentang kafarat bagi orang yang melanggar sumpah, yaitu sebagai berikut:

“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)”.

4. Hukum Sumpah
Ketauhilah! bahwa sesungguhnya hukum bersumpah itu makruh kecuali di dalam melakukan kepatuhan (ta‟at) atau karena hajat syar'i, seperti sumpah untuk mengokohkan ucapan yang benar atau mengagungkan perintah Allah. Demikian pula tidak makruh bersumpah dengan membuat kesungguhan di dalam menuduh orang lain dengan tuduhan benar. Demikian pula sumpah yang disebabkan disangka telah menggelapkan barang milik orang lain oleh orang yang sengaja menfitnah dan lain-lain yang menyebabkan kemelaratan. Sehingga yang demikian itu justru wajib bersumpah bagi orang yang tidak melakukan atas tuduhan dari orang lain. (Al Minhaj, Fathul Mu’in dan lainnya).

5. Sumpah Atas Perbuatan Wajib dan Sunnah
Jika seseorang bersumpah atas perbuatan wajib dan meninggalkan larangan, maka orang itu wajib melaksanakan sumpahnya tanpa udzur. Jika melanggar, maka ia berdosa dan wajib menunaikan kaffarat. Dan jika seseorang bersumpah atas kebalikannya; yaitu sumpah meninggalkan kewajiban dan melakukan larangan, maka wajiblah bagi orang tersebut melanggar sumpah dan menunaikan kaffarat. Atau jika bersumpah untuk meninggalkan sunnah, seperti sumpah meninggalkan salam atas orang yang disunahkan, maka hukum dari sumpah tersebut adalah makruh, dan disunnahkan melanggar sumpah tersebut. Adapun ketika melanggar sumpah tersebut, maka wajib menunaikan kaffarat.

6. Sumpah Atas Perbuatan Mubah
Jika seseorang bersumpah untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan yang bersifat mubah, maka bolehlah baginya untuk memilih salah satunya. Namun ketika ia melanggar sumpahnya, maka wajib menunaikan kaffarat. Adapun yang lebih utama ialah memegang teguh atas sumpahnya tersebut.

7. Sumpah Palsu
Sangatlah jelas bahwa hukumnya haram bagi seorang yang bersumpah palsu. Dan juga sangat jelas hukumnya wajib menunaikan kaffarat serta wajib segera bertaubat dari dosa besar karena bersumpah bohong (sumpah palsu).

8. Empat Klasifikasi Kafarat
Bahwa keffarat itu terdapat pada empat tempat dan klasifikasi yaitu:

  • 1. Kaffarat Orang Yang Membunuh. Dosa besar hukumnya membunuh seorang muslim yang bukan haq syar'iyah. Artinya yaitu bukan orang yang terkena ketetapan hukum pidana qishash, had qadzaf, had sirqah, had khamer, dan had zina, yang telah di putuskan oleh hakim pengadilan negara Islam. Sehingga siapa saja yang membunuh orang muslim tanpa salah satu sebab di atas, maka wajib menunaikan kaffarat.
  • 2. Kaffarat Dhihar. Yaitu seperti seorang suami yang berkata kepada istrinya, “Engkau, bagiku seperti punggung ibuku”, maka demikian itu adalah dhihar. Dan orang lelaki yang berkata kepada istrinya tersebut, maka wajib menunaikan kaffarat dhihar.
  • 3. Kaffarat Yaman. Seseorang yang melanggar sumpah yang pernah diucapkan, maka wajib menunaikan kaffarat, sesuai dengan pelanggaran sumpah yang dilakukan. (lihat pasal/bab terdahulu).
  • 4. Kaffarat Persetubuhan. Orang yang bersetubuh di siang hari bulan Ramadhan maka merusak (membatalkan) puasanya dan terhukum melakukan dosa besar. Bagi orang yang melanggar (melakukan persetubuhan) maka dikenakan sanksi wajib menunaikan kaffarat. Adapun yang wajib menunaikan kaffarat hanyalah pihak lelaki, sedang pihak wanita tidaklah diwajibkan. Sedangkan kaffarat karena persetubuhan ini sama dengan kaffarat pada masalah dhihar dhihar.

9. Dua Pilihan Alternatif
Apabila seorang suami berkata kepada istrinya: “Engkau adalah bagiku haram”. Maka jika masalah ini dibahas dalam hukum syara' yaitu apabila ia berniat thalaq, maka jatuhlah thalaq kepada istrinya. Apabila ia berniat dhihar, maka sahlah dhiharnya. Apabila mengharamkan istri itu tidak dengan thalaq dan tidak pula dengan dhihar, atau ithlaq (mutlak) tidak diniatkan sesuatu, maka wajib kaffarat yamin, meskipun dalam hal ini tidak terdapat lafal yamin. (Kifayatul Akhyar: II/86-87).

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam