Bab 5. Poligami dan Nusyuz



📚 Terjemah Kitab Ringkasan Tabyinul Ishlah Li Muridin Nikah



1. Pembagian Gilir dan Nusyuz
Seorang suami yang berpoligami (beristri lebih dari satu), maka menyamakan dalam membagi giliran diantara istri-istrinya adalah wajib. Dan seorang suami dilarang memasuki rumah istrinya yang bukan bagian gilirannya karena tidak ada hajat. Salah satu dari hajat seperti menjenguk orang sakit atau semisalnya. (Hamisy Al Bajuri: II/129-131).

2. Dusta Kepada Istri
Dan seorang suami janganlah suka berbohong terhadap istrinya, kecuali jika ada kemanfaatan atau dengan berbohong tersebut dapat menjadikan kemaslahatan bagi keduanya maka hal demikian diperbolehkan.

3. Hukum Poligami
Diperbolehkan bagi orang merdeka mengumpulkan antara empat orang istri merdeka untuk dijadikan istri, kecuali haknya cuman beristri satu seperti nikahnya orang safih dan lainnya sebagainya, yaitu dari apa yang tawaquf atas hanya sekedar memenuhi kebutuhan biologis. Tidak ada daruratnya bagi orang safih beristri lebih dari satu (Hamisy Al Bajuri: II/92-93).

4. Mengumpulkan Dua Saudara
Mengumpulkan dua orang wanita bersaudara adalah haram, kecuali dengan thalaq ba'in pada istri yang pertama. Apabila di thalaq raj'i, maka tidak boleh menikahi saudara wanita istrinya, kecuali jika istri yang pertama sudah lepas „iddah, karena dengan lepasnya iddah menjadikan istri yang pertama tertalak ba'in. Dan juga wajib menyamakan bagian nafkah diatara banyak istri, baik nafkah tersebut berupa pakaian (sandang), makanan (pangan) maupun giliran.

5. Tentang Mengumpulkan Istri-Istri Sekamar
Adapun dalam hal tempat tinggal, maka haram suami mengumpulkan istri-istri menjadi satu rumah, kecuali dengan keridhaan mereka. (Hamisy Al Bajuri: II/130).

6. Pemerataan Kasih Sayang Suami
Seorang suami yang berpoligami tidaklah wajib menyamakan rasa kasih sayang terhadap semua istrinya, karena hal itu sangat sulit diwujudkan.

7. Tata Cara Menginap Bagi Pengantin Baru
Dan ketika seorang lelaki menikah dengan seorang wanita baru, maka ditentukan menginap di rumah pengantin wanita selama tujuh hari berturut-turu, bila wanita itu gadis perawan. Dan tiga hari (berturut-turut) bila wanita itu seorang janda kembang (lanjar).

8. Menikah Ammat (Hamba)
Tidak boleh (tidak sah) seorang lelaki merdeka menikah dengan seorang wanita merdeka dan seorang wanita amat dengan akad bersama sekaligus.

Demikian itu tidak sah nikah keduanya. Apabila akad nikah keduanya bergantian, maka wanita merdeka itulah yang sah, dan wanita amat itu tidak sah, karena orang amat itu tidak sah dipermadukan (poligami).

Namun jika seorang lelaki tersebut adalah separuh merdeka dan masih separuh hamba (muba’adl) maka boleh berpoligami wanita merdeka dan amat dengan akad sekaligus. Demikian itu sah nikahnya.

9. Menikahi Golongan Kitabi
Seorang muslim lelaki merdeka diperbolehkan berpoligami dengan seorang wanita Yahudi dan Nasrani. Dua orang wanita kafir kitabi itu sah dinikahi oleh seorang muslim lelaki merdeka.

10. Hak Istri Ikut Bepergian
Ketika orang yang sedang dalam penjagaan istri banyak (karena melakukan poligami) akan bepergian, maka hendaklah ia mengundi diantara istri-istrinya tersebut. Dan berhak ikut bepergian bersama suaminya bagi istri yang keluar undiannya. (Hamisy Al Bajuri II/131).

Adapun tujuan dari pengundian tersebut adalah menjaga agar diantara istri-istri tersebut tidak saling iri hati dan juga merupakan bentuk sikap adil seorang suami terhadap istri-istrinya.

11. Nusyus
Ketika jelas seorang wanita (istri) berbuat nusyuz, maka hendaklah seorang lelaki (suami) memberi nasihat yang benar (mauidhoh) kepada istrinya tersebut dan perintahlah supaya takut kepada Allah. Dan gugurlah kewajiban suami memberi nafkah dan giliran bagi seorang istri yang nusyuz. (Hamisy Al Bajuri: II/133).

12. Tindakan Istri Nusyuz
Apabila istri yang nusyuz tersebut sudah dinasihati ternyata tidak mau taat kepada suaminya, maka bagi seorang suami untuk mendiamkan istri yang nusyuz tersebut, yaitu dengan cara tidak tidur bersama istrinya dalam satu ranjang untuk memberi pengajaran kepadanya. Apabila sudah didiamkan ternyata wanita itu masih tidak mentaati suaminya, maka pukullah wanita itu dimana sekira tidak menimbulkan bahaya. Karena tujuan dari pemukulan itu hanya untuk pengajaran agar seorang istri mentaati suaminya kembali. (Hamisy Al Bajuri: II/125).

13. Pembagian Nusyuz
Nusyus dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

  • 1. Nusyuz Mukhaffafah (ringan): ialah nusyuz yang bersifat ringan, seperti istri pergi ke pasar atau pergi “sanjang” ke rumah orang lain tanpa izin suami.
  • 2. Nusyuz Mutawassithah (pertengahan): ialah nusyuz yang bersifat pertengahan, seperti istri pergi dari rumah dan menginap sampai sehari semalam tanpa izin suami.
  • 3. Nusyuz Mughaladhah (berat): ialah nusyuz yang bersifat lebih buruk dan berat, seperti seorang wanita mengajukan permohonan talak kepada suami yang tidak didapati udzur syara'. Nusyuz Mughaladhah ini termasuk dosa besar.

14. Gugurnya Nafkah Karena Nusyuz
Kewajiban menggilir dan memberi nafkah seorang suami kepada istrinya menjadi gugur karena sebab nusyuznya seorang istri, yaitu wanita yang tidak mentaati suaminya. Gugurnya kewajiban tersebut berlaku pada hari dimana seorang istri melakukan nusyuz.

15. Ragam Nusyuz
Diantara perbuatan-perbuatan nusyuz ialah perkataan kasar atau kotor wanita terhadap suaminya, dan menampakkan wajah tidak ramah (bersengut). Dan yang lebih parah dari itu bahwa ia (istri) sama sekali tidak mau melayani kehendak suaminya yang jujur.

16. Hukum Nusyuz
Berdasarkan al-Qur'an dan Sunnah Rasul, bahwa seorang wanita yang tidak patuh dan taat pada perintah serta larangan suami yang tidak melanggar hukum syara' merupakan perbuatan nusyuz. Dan perbuatan nusyuz tersebut hukumnya adalah dosa.

17. Batas Kewajiban Taat Kepada Suami
Kewajiban taat atau patuh seorang istri kepada suami itu berlaku selama perintah seorang suami masih dalam batas-batas hukum syari'at (shaleh dan adil). Adapun perintah atau larangan suami yang melanggar batas syari'at seperti suami mengajak berbuat maksiat, melarang shalat atau memerintah shalat tanpa memenuhi rukun dan syarat, maka seorang istri tidak wajib mentaati atau mematuhinya. Bahkan mematuhi suami perintah maksiat sama dengan mentaati dan mematuhi perintah syaithan. Adapun ketidaktaatan dan kepatuhan istri tersebut tidak termasuk nusyuz yang dilarang.

18. Tanggung Jawab Suami
Dalam al-Qur'an telah dijelaskan tentang tanggung jawab seorang suami, yaitu sebagaimana firman Allah berikut:

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri [maksudnya: tidak berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) [maksudnya: Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik]. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya [nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya], Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya [Maksudnya: untuk memberi pelajaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. (QS. An Nisaa’: 34, Tafsir Jalalain:1/76).

19. Batas-Batas Nusyuz
Dan berhasil (terjadi) nusyuz bagi seorang wanita yang menolak suaminya dari tamattu' (bersedap-sedapan) dan walaupun dengan seumpama bersentuhan, atau tidak patuhnya istri ketika diletakkan pada tempat yang dikehendaki suaminya.

Tidak termasuk nusyuz jika seorang wanita menolak suaminya yang mengajak tamattu' karena udzur, seperti halnya dikarenakan suami terlalu besar alat vitalnya, sehingga mengakibatkan sakit (lecet-lecet) dalam farji. Sehingga dalam hal ini menyebabkan istri tidak mampu melayani persetubuhan dengan suaminya. Juga tidak tergolong nusyuz pula bagi seorang wanita yang sedang haid ketika diminta melayani setubuh suaminya, karena pada kondisi haidh, seorang istri masih dalam keadaan kotor dan sukar. (Hamisy I’anatut Thalibin: IV/78-79).

20. Gugurnya Mu’nah Menurut Ijma’
Menjadi gugur kewajiban suami memberi seluruh kebutuhan belanja istrinya karena disebabkan nusyuznya seorang istri. Hal seperti ini merupakan ijma' ulama, dikarenakan seorang istri meninggalkan kemampuan untuk patuh dan taat kepada suaminya, meskipun hal itu dilakukan hanya sesaat lamanya, akan tetapi dalam sehari penuh (24 jam) menjadi gugur kewajiban suami memberi nafkah padanya dikarenakan nusyuznya. (Hamisy I’anatut Thalibin: IV/77).

Sebenarnya tidak ada perintah syara' dalam mewajibkan seorang wanita untuk taat dan patuh kepada suaminya kecuali jika suami akan mengajarkan dan memerintahkan istrinya tentang masalah sah iman dan sah shalatnya. Seperti juga halnya demikian, syara' mewajibkan masyarakat untuk mengikuti pada Ulil Amri (penguasa pemerintahan) pada perintah kebenaran dalam hal ajakan pemimpin untuk taat kepada Allah. Karena status Ulil Amri dalam pandangan syara' diwajibkan berlaku benar pada semua titahnya (perintahnya) kepada rakyat, sehingga penguasa dan rakyat dapat berbakti dan mencari ridha kepada Allah. Demikian juga sama halnya, kewajiban taat bagi murid terhadap guru, anak terhadap orang tua dan kaum pemuda terhadap kaum dewasa.

Dalam hadits Nabi disebutkan:

”tidak ada perintah taat untuk makhluk dalam melakukan maksiat terhadap Sang Pencipta (Allah)”.

Demikian juga saat kita melihat dan mendengar kisah Syaikh Abdul Qadir al-Jaelani saat digoda oleh iblis, beliau mengemukakan ayat berikut atas sanggahan terhadap godaan iblis tersebut:

”sesungguhnya Allah tidak memerintah makhluknya untuk melakukan perbuatan yang keji”

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam