5. Ampunan Allah Lebih Besar dari Dosa



๐Ÿ“š Terjemah Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)



Muhammad bin al-Munkadir mengatakan, bahwa dia mendengar bapaknya berkata: Ketika Sufyan al-Tsauari sedang berthawaf tiba-tiba dia melihat seorang laki-laki yang tidak mengangkat dan (tidak) menapakkan kakinya tetapi dia bershalawat kepada Nabi Saw. Lalu al-Tsauri bertanya:

“Wahai Fulan, engkau tidak meninggalkan tasbih, tahlil, dan selalu bershalawat kepada Nabi Saw. Apa gerangan yang telah tejadi pada dirimu?”

“Siapa engkau, wahai hamba Allah?” “Aku Sufyan al-Tsauri.”

Lalu orang itu berkata, “Kalau engkau seorang yang zuhud dan orang terpandang, aku tidak akan memberitahukan kepadamu mengapa aku begini dan tidak membeberkan rahasiaku.” Selanjutnya orang itu berkata, “Aku dan bapakku pergi berhaji ke Baitullah. Ketika aku tiba di manazil, bapakku jatuh sakit. Aku mengurusnya hingga dia meninggal dunia dengan wajah menghitam. Lalu, aku ucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali). Aku tutup wajahnya karena matanya selalu menatapku. Lalu aku tidur dengan menanggung kesedihan. Dalam tidur itu, aku bermimpi melihat seorang laki-laki dengan wajah yang paling tampan dari yang pernah aku lihat, berpakaian sangat bersih harum. Dia melangkah hingga mendekati bapakku, lalu menyingkapkan kain yang menutupi wajahnya. Dia mengusap wajah bapakku yang hitam maka wajah itu berubah menjadi putih. Kemudian, dia kembali. Namun, aku menarik bajunya dan bertanya, ‘Wahai hamba Allah siapakah engkau yang telah Allah utus kepada bapakku di tanah yang asing ini?’ Dia menjawab, ‘Tidakkah engkau mengenalku? Akulah Muhammad bin ‘Abdullah pembawa al-Quran. Adapun bapakmu telah menzalimi dirinya, tetapi dia banyak bershalawat kepadaku. Aku adalah penolong orang-orang yang memperbanyak shalawat kepadaku.’ Ketika bangun, aku lihat wajah bapakku telah berubah menjadi putih.”

Amr bin Dinar meriwatkan hadis dari Abu Ja‘far yang diterima dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda, “Barangsiapa yang lupa bershalawat kepadaku, dia telah tersesat di jalan menuju surga.”

Ketahuilah bahwa tobat itu wajib menurut hadis-hadis dan ayat-ayat al-Quran. Allah Swt berfirman, Dan bertobatlah kalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung (QS al-Nur [24]: 31).

Perintah ini bersifat umum. Di tempat lain Allah Swt berfirman, Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan pertobatan yang semurni-murninya (nashuha) (QS Tahrim [66]: 8).

Makna nasuha adalah keiklasan karena Allah Swt yang luput dari segala cacat dan noda. Kata itu diambil dari kata nushh (ketulusan) dan menunjukkan pertobatan yang utama. FirmanNya pula, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan orang-orang yang menyuci­kan diri (QS al-Baqarah [2]: 222).

Nabi Saw bersabda, “Orang yang bertobat adalah kekasih Allah. Dan orang yang bertobat dari dosa adalah seperti orang yang tak berdosa.”

Di tempat lain Rasulullah Saw bersabda, “Kebahagiaan Allah terhadap pertobatan hamba yang beriman lebih besar daripada kebahagiaan orang yang mendatangi seuatu tempat yang jauh dan berbahaya dengan membawa tungganganya yang memikul beban yang berisi makanan dan minumannya. Dia merebahkan tubuhnya dan tertidur. Lalu ketika bangun, dia mendapati tunggangannya telah tiada. Lalu dia mencari sehingga merasakan sengatan terik matahari yang panas dan dahaga. Dengan kehendak Allah dia berkata, ‘Aku akan kembali ke tempat semula, tempat aku tertidur hingga mati.’ Dia meletakkan kepalanya di atas tangannya dan tidur hingga terlelap. Ketika bangun, tiba-tiba dia mendapati tunggangannya telah berada disampingnnya dengan memikul beban berisi makanan dan minuman. Kebahagiaan Allah terhadap pertobatan melebihi orang ini yang mendapatkan kembali binatang tunggangannya.”

Diriwayatkan dari al-Hadan bahwa dia berkata, “Ketika Allah mengampui Adam As, para malaikat mengucapkan selamat kepadanya. Lalu, Malaikat Jibril dan Mika’il As mendatanginya. Mereka berkata, “Wahai Adam, senanglah hatimu terhadap ampunan Allah kepadamu.” ร‚dam betanya, “Wahai Jibril, jika setelah pertobatan ini ada permintaan, di manakah kedudukanku?” Allah mewahyukan kepadanya, “Wahai Adam, engkau mewariskan keletihan dan kelelahan dan engkau pun mewariskan pertobatan. Barangsiapa dia antara kalian yang memohon kepada-Ku, Aku akan menyambutnya. Wahai Adam, Aku mengumpulkan orang-orang yang bertobat di dalam kubur mereka sebagai orang-orang yang senang dan gembira. Selain itu, doa mereka dikabulkan.”

Rasulullah Saw bersabda, bahwa Allah Swt mengulurkan tangan-Nya dengan ampunan kepada orang yang berbuat jahat pada malam hari sampai siang dan orang yang berbuat jahat pada siang hari sampai malam hingga ketika matahari terbit dari arah terbenamnya. Uluran tangan merupakan kiasan(kinayah) dari permohonan tobat, dan yang memohon itu berada di belakang yang menerima. Oleh karena itu, betapa banyak penerima yang bukan pemohon, dan tiada pemohon selain penerima.

Dalam beberapa hadis lain Rasulullah Saw bersabda, “Kalau kalian tahu semua kesalahan mencapai langit, kemudian kalian menyesalinya, niscaya Allah mengampuni kalian.”

“Ada seorang hamba yang berbuat dosa, tapi dimasukkan ke dalam surga.” Seorang sahabat bertanya, “Bagaimana bisa demikian, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Di hadapan Tuhan, dia bertobat sehingga masuk surga.” “Penerbusan dosa adalah penyesalan.” “Orang yang bertobat dari perbuatan dosa adalah seperti tidak berdosa.”

Diriwayatkan bahwa seorang negro dari Habasyah berkata, “Wahai Rasulullah, aku pernah mengerjakan perbuatan-perbuatan keji. Bisakan aku bertobat?” Rasullullah Saw menjawab, “Bisa.” Orang Habasyah itu berpaling tetapi kembali lagi dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Allah melihatku ketika aku mengerjakan perbuatan-perbuatan keji itu?” Beliau menjawab, “Ya.” Lalu, orang negro itu menjerit sekeras-kerasnya hingga ruhnya keluar dari tubuhnya.

Dalam hadis lain diriwayatkan bahwa ketika Allah ’Azza wa Jalla melaknat iblis, ia meminta tangguh. Allah memberinya tangguh hingga hari kiamat. Iblis berkata, “Demi keagunganMu, pasti aku keluarkan sesuatu dari hati anak Adam selama ada ruh di dalamnya.” Allah Swt befirman, “Demi keagungan dan kemuliaan-Ku, Aku menghalanginya dengan tobat selama ada ruh di dalamnya.”

Rasulullah Saw bersabada, “Kebaikan itu menghapuskan kejelekan seperti air menghilangkan kotoran.”

Dari Sa‘id bin al-Musayyab, diriwayatkan bahwa telah turun firman Allah Swt, Maka sesungguhnya Dia Mahapengampun kepada orang-orang yang bertobat (QS al-Isra’ [17]: 25). Ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki-laki yang berbuat dosa, lalu bertobat. Setelah itu, dia mengerjakan lagi perbuatan dosa, dan kemudian bertobat.

Al-Fudhayl berkata bahwaAllah Swt berfirman, “Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berdosa bahwa jika mereka bertobat, Aku akan menerima tobat mereka. Dan ingatkanlah orang-orang yang yakin (shรฎddiqรปn) bahwa jika Aku melaksanakan keadilan-Ku kepada mereka, niscaya Aku mengadzab mereka.”

Abdullah bin ‘Umar berkata, “Barang siapa mengingat kesalahan yang menyusahkan lalu hatinya merasakan takut karenanya, dihapuskanlah kesalahan-kesalahan itu.”

Diriwayatkan bahwa seorang nabi di antara para nabi melakukan perbuatan dosa. Karena itu, Allah mewahyukan kepadanya, “Demi keagungan-Ku, kalau engkau mengulanginya, niscaya Aku mengadzabmu.” Dia berkata, “Tuhanku, Engkau adalah Engkau (Tuhan) dan aku adalah aku (manusia). Demi keagungan-Mu, jika Engkau tidak memelihara diriku, niscaya aku mengulanginya,” maka Allah Swt memelihara dirinya.

Ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibn Mas‘ud tentang dosa yang menyusahkannya, apakah dia bisa bertobat darinya? Ibn Ma‘ud berpaling darinya. Namun setelah itu, dia menoleh lagi kepadanya. Ibnu Ma‘ud melihat orang itu meneteskan air mata. Dia berkata, “Surga memiliki delapan pintu yang semuanya bisa terbuka dan menutup kecuali pintu tobat, karena di situ ada malaikat yang menjaganya agar tidak tertutup. Karena itu, beramallah dan jangan putus asa.”

Di tengah Bani Israil terdapat seorang anak muda hamba Allah yang berusia dua puluh tahun. Kemudian, dia berbuat maksiat selama 20 tahun. Pada suatu hari, dia bercermin, tampaklah uban pada janggutnya. Karenanya dia bersedih. Kemudian dia berkata, “Wahai Tuhanku, aku taat kepada-Mu selama 20 tahun, lalu bermaksiat selama 20 tahun juga. Jika aku kembali kepadaMu, akankah Engkau menerimaku?” Tiba-tiba seseorang yang tidak menampakkan diri berkata, “Jika Engkau mencintai Kami, Kami pun akan mencintaimu. Jika engkau meninggalkan Kami, Kami pun akan meninggalkanmu. Jika engkau maksiat kepada Kami, Kami pun menangguhkanmu. Namun, jika engkau kembali kepada kami, Kami akan menerimamu.”

Ibnu ‘Abbas Ra meriwayatkan, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Apabila hamba bertobat, Allah akan mengampuni. Dia akan mening­­­galkan penjagaan selama mereka tertulis sebagai orang-orang yang mengerjakan kejelekan. Dia akan melupakan anggota-anggota tubuhnya se­lama digunakan untuk berbuat kejahatan. Dia akan melupakan tempatnya di bumi dan kedudukannya di langit sehingga datang pada hari kiamat tanpa ada satu makhluk pun peduli.”

Diriwayatkan dari Ali Kw, bahwa Nabi Saw bersabda, “Tertulis di sekitar ‘Arsy pada empat ribut tahun sebelum penciptaan makhluk: ‘Sungguh Aku Maha pengampun kepada orang-orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh kemudian mendapat petunjuk.’

Ketahuilah bahwa tobat dari dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil secara langsung adalah fardhu ‘ain (kewajiban personal yang tak dapat diwakilkan). Jika dosa-dosa kecil dilakukan terus-menerus, ia akan menjadi dosa besar. Allah Swt berfirman, Ialah orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau mengainaya diri sendiri, mereka ingat Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka (QS Ali ‘Imran [3]: 135).

Tobat nashuha adalah hamba bertobat secara lahir dan batin serta menyesali perbuatannya dan berniat tidak akan mengulanginya lagi. Perumpamaan orang yang bertobat secara lahir saja adalah seperti sampah yang dibungkus kain sutra sehingga manusia memandang dan takjub kepadanya. Namun, ketika tutupnya disingkapkan, mereka pun berpaling darinya. Demikian pula manusia yang memandang orang yang taat secara lahir saja. Ketika pada hari kiamat disingkap segala rahasianya, para malaikat pun berpaling darinya. Oleh karena itu, Nabi Saw bersabda bahwa Allah tidak memandang rupamu, tetapi Dia memandang hatimu.

Dari Ibn ‘Abbas, diriwayatkan, “Betapa banyak orang yang bertobat datang pada hari kiamat. Mereka mengira telah bertobat, padahal mereka tidak bertobat.” Karena mereka tak memenuhi syarat-syarat tobat seperti, penyesalan dan niat untuk tak mengulanginya. Seorang penyair berseru:

Hai para pendosa yang menghitung kejahatan Jangan kau lupakan dosamu yang telah berlaku Bertobatlah pada Allah sebelum mati dan terhalang Hai pendurhaka, akuilah jika aku mengetahuinya.

Al-Faqi Abu al-Layts meriwayatkan bahwa ‘Umar Ra datang menemui Rasulullah Saw sambil menangis. Rasulullah Saw bertanya, “Apa yang engkau tangisi, wahai ‘Umar?” ‘Umar menjawab, “Wahai Rasulullah, di pintu ada seorang pemuda yang telah menggetarkan hatiku. Dia menangis.” Rasulullah pun bertanya kepada pemuda itu, “Mengapa engkau menangis, wahai anak muda?” Anak muda itu menjawab, “Aku menangisi banyaknya dosa, dan aku takut terhadap murka Tuhan kepadaku.”

“Apa engkau menyekutukan Allah?” “Tidak.” “Atau engkau membunuh seseorang?” “Tidak.” “Allah mengampunimu walaupun dosamu sebesar 7 langit, 7 bumi, dan 7 gunung.” “Ya Rasulullah, dosaku lebih besar dari itu.” “Manakah yang lebih besar, dosamu atau al-Kursi (Kerajaan Allah)?”

“Dosaku lebih besar, wahai Rasulullah.” “Lebih besar mana, dosamu atau ‘Arsy?” “Dosaku lebih besar, wahai Rasulullah.” “Lebih besar mana, dosamu atau Tuhan-Mu yakin ampunan Allah?” “Ya, Allah Mahabesar dan Maha Agung.” “Tidak ada yang mengampuni dosamu yang besar kecuali Tuhan Yang Mahabesar.” Kemudian, Nabi Saw berkata kepadanya, “Beritahukan kepadaku, apa dosamu itu?” “Aku malu kepada Anda, wahai Rasulullah.” “Katakanlah saja, apa dosamu?” “Wahai Rasulullah, aku biasa menggali kuburan sejak berumur tujuh tahun. Dan terakhir, ada seorang budak perempuan dari kaum Anshar meninggal dunia. Lalu, aku menggali kuburannya dan mengambil kain kafannya. Baru saja aku beranjak beberapa langkah dari tempat itu, setan menggodaku. Aku kembali dan menyetubuhi mayat itu. Namun, belum lagi jauh aku berjalan dari tempat itu, tiba-tiba budak perempuan itu berdiri dan berkata, ‘Celakalah engkau, wahai anak muda. Tidakkah engkau malu kepada al-Hakim (Allah) yang mengambil tebusan untuk orang yang teraniaya dari orang zalim? Engkau tinggalkan aku dalam keadaan telanjang di tengah kumpulan orang-orang mati dan engkau menghadirkan aku di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla dalam keadaan junub?’”

Rasulullah Saw terkejut mendengar pengakuan anak muda itu, lalu berpaling darinya. Beliau berkata, “Wahai anak fasik, engkau pantas masuk neraka!”

Anak muda itu meninggalkan Rasulullah Saw dan bertobat kepada Allah Swt selama 40 malam. Setelah berlalu 40 malam, dia mengangkat kepalanya ke langit, dan berkata, “Wahai Tuhannya Muhammad, Adam, dan Ibrahim, jika Engkau mengampuniku, beritahukanlah kepada Muhammad Saw dan para sahabatnya. Jika tidak, kirimkanlah kepadaku api dari langit, lalu bakarlah aku dengannya. Namun, selamatkanlah aku dari siksa akhirat.”

Lalu, Jibril As datang kepada Nabi Saw dan berkata, “Wahai Muhammad, Tuhanmu menyampaikan salam kepadamu dan mengatakan kepadamu, ‘Engkau telah menciptakan manusia.’”

Nabi Saw menjawab, “Tidak. Dia (Allah)lah yang telah menciptakanku dan menciptakan mereka serta memberikan rezeki kepadaku dan kepada mereka.”

Jibril As berkata, “Allah Swt menyampaikan kepadamu, bahwa Allah telah mengampuni anak muda itu.”

Kemudian, Nabi Saw memanggil anak muda itu dan menyampaikan kabar gembira bahwa Allah Swt telah mengampuninya.

Dikisahkan bahwa pada zaman Nabi Musa As ada seorang laki-laki yang tidak bisa bertobat dengan baik. Setiap kali bertobat setelah itu ia berbuat kejahatan lagi. Hal itu berlangsung selama dua puluh tahun. Allah Swt mewahyukan kepada Musa As, “Katakan kepada hamba-Ku si Fulan bahwa Aku murka kepadanya.

Lalu Musa As menyampaikan risalah itu kepada orang tersebut. Orang itu bersedih dan pergi ke tengah gurun sahara sambil berkata, “Wahai Tuhanku, telah habiskah rahmat-Mu? Ataukah kemaksiatanku telah merugikan-Mu atau Engkau kikir kepada hamba-hamba-Mu? Adakah dosa yang besarnya melebihi ampunan-Mu? Padahal kemurahan adalah termasuk sifat-sifat-Mu yang qadim. Adapun ketercelaan adalah temasuk sifat-sifatku yang lahir kemudian. Apakah sifatku telah mengalahkan sifat-Mu? Jika Engkau tutupkan tirai rahmat-Mu dari hamba-hamba-Mu, kepada siapa lagi mereka berharap? Jika Engkau usir mereka, kepada siapa lagi mereka datang? Wahai Tuhanku, jika telah habis rahmat-Mu, pastilah aku mendapatkan siksaan. Sampaikanlah kepada semua hamba-hamba-Mu bahwa aku telah menebus mereka dengan diriku.”

Allah Swt berfirman, “Wahai Musa, pergilah kepadanya dan katakan, ‘Kalaupun dosa-dosamu banyaknya sepenuh bumi, niscaya Aku mengam­puninya setelah engkau mengenal akan kesem­purnaan kekuasaan, ampunan dan rahmat-Ku.”

Nabi Saw bersabda, “Tidak ada suara yang lebih Allah sukai daripada suara hamba yang berdosa lalu bertobat dengan mengucapkan, ‘Wahai Tuhanku.’ Kemudian Allah berfirman, ‘Aku menyambutmu, wahai hamba-Ku. Mintalah apa yang engkau inginkan. Engkau adalah hambaKu seperti para malaikat-Ku. Aku berada di samping kananmu, di samping kirimu, di atasmu dan dekat pada batin kalbumu. Persaksikanlah, wahai malaikat-Ku, bahwa Aku telah mengam- puninya.’

Dzun Nun al-Mishri Ra berkata bahwa Allah memiliki hamba-hamba yang menanamkan po­hon-pohon dosa dan menyiramnya dengan air tobat. Lalu, pohon-pohon itu berbuah penyesalan dan kesedihan. Mereka menjadi gila tetapi tanpa kesadaran dan tidak bisu. Mereka itu adalah para ahli balaghah [retorika] dan orang-orang fasih yang mengenal Allah dan Rasul-Nya. Kemudian, mereka meminum secawan air jernih. Mereka mewariskan kesabaran atas panjangnya ujian. Lalu, hati mereka sangat sedih di alam malakut. Pikiran mereka melayang di antara bintang-bintang seroja yang menutup alam jabarut (kekuatan/ power). Mereka bernaung di bawah awan penyesalan. Mereka membaca lembaran-lembaran kesalahan, lalu mewariskan rasa takut pada diri mereka. Dengan demikian, mereka sampai ke puncak zuhud dengan tangga wara’. Mereka menempa diri dengan pahitnya meninggalkan keduniaan dan menganggap lunak kekasaran tempat tidur sehingga mereka mencapai puncak gunung selamat dan meraih mutiara sejahtera. Ruh mereka merumput di padang rumput hijau sehingga mereka mendiami taman kenikmatan. Mereka terjun ke lautan kehidupan, mengalir di parit-parit ketakutan, dan melewati jembatan-jembatan hawa nafsu sehingga tiba di kefanaan ilmu. Mereka mengambil minum dari telaga hikmah, menumpang bahtera kecerdasan, dan terhembus angin di samudera keselamatan sehingga sampai di taman ketenangan, mutiara keagungan dan kemuliaan.

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam