4. Takut Berbuat Dosa



📚 Terjemah Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)



Ketahuilah, perasaan yang paling agung adalah ketakutan kepada Allah Swt serta takut akan siksaan dan kekuasaan-Nya. Waspadalah terhadap adzab, murka, dan siksa-Nya. Allah Swt berfirman, Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain. Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kalian dengan berlindung [kepada kawannya]. Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih (QS al-Nur [24]: 63).

Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw mene­mui seorang anak muda yang sedang menjelang ajalnya. Beliau bertanya, “Bagaimana kamu mendapati dirimu?” Anak muda itu menjawab, “Aku berharap kepada Allah, wahai Rasulullah, dan cemas akan dosa-dosaku.” Maka beliau bersabda, “Keduanya (harap dan cemas) tidak berkumpul pada hati seorang hamba di tempat ini kecuali Allah memberinya apa yang dia harapkan dan menenteramkan dari apa yang dia takutkan.”

Wahab bin al-Ward berkata, bahwa ‘Isa As pernah mengatakan, “Cinta pada Firdaus dan takut terhadap Jahanam mewariskan kesabaran dalam musibah dan menjauhkan hamba dari kelezatan dunia serta syahwat dan maksiat.”

Rasulullah Saw berkata kepada para sahabatnya, “Apakah kalian mendengar apa yang aku dengar? Langit bersuara, dan haknya untuk bersuara. Demi Dzat yang diriku dalam kekuasaan-Nya, tidak ada di situ satu tempat selebar empat jari pun melainkan malaikat bersujud kepada Allah Swt, berdiri, dan rukuk. Kalau kalian tahu apa yang aku ketahui, niscaya kalian sedikit tertawa dan banyak menangis. Niscaya kalian keluar atau naik ke atas gunung-gunung. Kalian berlari menuju Allah Swt. Karena takut terhadap siksa dan kerasnya hukuman-Nya.

Dalam Shahihayn (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim) dinukil hadis yang berbunyi: Rasulullah Saw bangkit ketika turun kepadanya ayat, ... dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat (QS al-Syu‘ara’ [26]: 214).

Lalu beliau bersabda, “Wahai orang-orang Quraisy, tebuslah diri kalian dari Allah, cukuplah bagiku, aku tidak berhajat kepada kalian sedikit pun. Wahai Bani ‘Abdi Manaf, cukuplah bagiku Allah, aku tidak berhajat kepada kalian sedikit pun. Wahai ‘Abbas, paman Rasulullah, cukuplah bagiku Allah, aku tidak berhajat sedikit pun. Wahai Shafiyah, bibi Rasullah, cukuplah bagiku Allah, aku tidak berhajat kepadamu sedikit pun. Wahai Fatimah putri Muhammad, mintalah kepadaku dari harta yang engkau mau, cukuplah bagiku Allah, aku tidak berhajat kepadamu sedikit pun.”

Aisyah Ra pernah bertanya kepada Nabi Saw, “Wahai Rasulullah, demi orang-orang yang diberikan kepada mereka apa yang semestinya diberikan dan hati mereka takut, mereka telah kembali kepada Tuhan mereka. Wahai Rasulullah, dia orang yang berzina, mencuri, dan minum khamar, tetapi dia takut kepada Allah.” Beliau menjawab, “Wahai putri Abu Bakar al-Shiddiq, tetapi dia juga berpuasa, sedekah, dan takut tidak diterima amalannya” (HR Ahmad).

Seseorang bertanya kepada al-Hasan al- Bashri, “Wahai Abu Sa‘id, bagaimana kami memperlakukan majelis suatu kaum yang berbicara kepada kami tentang harapan (raja’) sehingga hampir-hampir kami terbang.” Dia men­jawab, “Demi Allah, engkau menyertai kaum yang mempertakutkanmu sehingga engkau tahu ketenteram lebih baik bagimu daripada menyertai kaum-kaum yang membuatmu tenteram sehingga kemudian engkau ditimpa rasa takut.”

Ketika ‘Umar bin al-Khaththab Ra ditikam, pada saat menjelang kematiannya dia berkata kepada putrinya, “Celakalah kamu, letakkan pipiku di atas tanah, bukan pada ibumu. Dan celakalah aku, jika dia tidak menyayangiku.”

Apabila Zaynul Abidin bin ‘Ali bin Husayn Ra berwudhu dan selesai dari wudhunya, badannya menggigil. Ketika ditanya mengapa, dia menjawab, “Bagaimana kamu ini, tidakkah kamu tahu siapa yang akan aku hadapi? Kepada siapakah aku hendak bermunajat?”

Dalam al-Shahihayn dinukil hadis yang menyebutkan bahwa Nabi Saw menyebutkan tujuh orang yang akan mendapat naungan pada hari ketika tidak ada naungan selain naunganNya. Di antara mereka adalah seseorang yang mengingat Allah yakni mengingat ancaman dan hukum-Nya yakni karena takut terhadap perbuatan dosa yang telah dilakukannya dan mengakui penyelewengan dan dosa-dosanya.

Ibn ‘Abbas meriwayatkan hadis dari Nabi Saw bahwa beliau pernah bersabda, “Ada dua mata yang tidak disentuh api neraka, yaitu mata yang menangis di tengah malam karena takut kepada Allah dan mata yang melek karena terjaga dalam berjihad di jalan Allah.”

Sufyan al-Tsauri meriwayatkan, “Pada suatu hari aku menemui Ja‘far al-Shadiq. Aku memohon kepadanya, ‘Wahai cucu Rasulullah, berilah aku nasihat.’ Lalu, Ja‘far al-Shadiq berpesan, ‘Wahai Sufyan, tidak ada harga diri bagi pendusta, tidak ada ketenangan bagi orang yang hasud, tidak ada persaudaraan bagi orang yang gelisah, dan tidak ada ketinggian bagi orang yang berakhlak busuk.’ Sufyan berkata lagi, ‘Wahai cucu Rasulullah, tambahlah.’ Ja‘far al-Shadiq berkata, ‘Wahai Sufyan, jagalah dirimu dari segala yang diharamkan Allah. Jadilah engkau seorang ahli ibadah. Ridhailah apa yang Allah karuniakan kepadamu, maka jadilah engkau seorang Muslim. Bergaullah dengan orang lain menurut apa yang engkau suka kalau mereka bergaul denganmu. Jadilah engkau seorang Mukmin. Janganlah bersahabat dengan pendurhaka, karena dia akan mengajarimu kedurhakaan. Seseorang dilihat dari sikapnya terhadap utang kekasihnya. Pandanglah siapa saja bersahabat dan diajak bermusyawarah dalam urusanmu yang takut kepada Allah.”

Kemudian Sufyan bekata lagi, ‘Wahai cucu Rasulullah, tambahlah.’ Ja‘far al-Shadiq berkata, ‘Wahai Sufyan, siapa yang menghendaki kemuliaan tanpa kekerabatan dan ketakutan tanpa kekuasaan, hendaklah dia keluar dari maksiat menuju Allah untuk taat kepada-Nya.’

Selanjutnya, Sufyan berkata lagi, ‘Wahai cucu Rasulullah, tambahlah.’ Ja‘far al-Shadiq berkata, ‘Wahai Sufyan, kakekku (yakni Nabi Saw) mendidikku dengan tiga hal. Beliau berkata kepadaku, ‘Siapa yang bersahabat dengan pelaku kejahatan, dia tidak akan selamat. Siapa yang masuk ke tempat kejahatan dia akan dituduh (melakukan kejahatan). Siapa yang tidak menjaga lidahnya, dia akan menyesal.’”

Imam Abu al-Fajar bin al-Jauzi bekata, “Ketakutan itu adalah api yang membakar keinginan-rendah. Keutamaannya adalah menurut kadar keinginan-rendah itu dan kadar jauhnya dari maksiat, dan mendorong pada ketaatan. Bagaimana ketakutan tidak menjadi keutamaan? Bukankah dengannya (akan diperoleh) kesucian diri, kewaraan, ketakwaan, kesungguhan, amalan-amalan utama yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt, sebagaimana yang diketahui dari ayat-ayat dan hadis-hadis. Firman Allah Swt, Yaitu orang-orang yang menghalangi jalan Allah dan mengusahakan supaya jalan itu menjadi bengkok. Mereka tidak mempercayai hari kemudian (QS al-A‘raf [7]: 145).

Pembalasan untuk mereka (yang takut pada Allah) di sisi Tuhannya ialah taman abadi (Surga ‘Adn) yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal di situ untuk selama-lamanya. Allah merasa ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Itu untuk siapa saja yang takut kepada Tuhannya (QS al-Bayyinah [98]: 8).

Itu hanya setan yang mempertakuti kawan-kawannya. Sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku kalau kamu benar-benar orang yang beriman (QS Ali ‘Imran [3]: 175).

Dan siapa yang takut terhadap waktu beridiri di hadapan Tuhanya, dia memperoleh dua taman (surga) (QS al-Rahman [5]: 46).

Nanti peringatan itu akan diterima oleh orang yang takut (kepada Tuhan) (QS al-A‘la [87]: 10) Hanyalah yang takut kepada Allah ialah orang- orang yang berilmu di antara hamba-hamba-Nya (QS Fathir [35]: 28).

Hadis-hadis yang menunjukkan ilmu juga menunjukkan keutamaan takut. Sebab ketakutan merupakan buah dari ilmu. Abu al-Darda’ meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Apabila tubuh hamba menggigil karena takut pada Allah ‘Azza wa Jalla, karena bergugurannya daun-daun dari pohon yang kering.”

Rasulullah Saw bersabda bahwa Allah Swt berfirman, “Demi keagungan-Ku, Aku tidak menggabungkan pada diri hamba-Ku dua ketakutan, dan Aku menggabungkan pada dirinya dua ketentraman. Jika dia merasa tentram kepada-Ku di dunia, Aku akan membuatnya takut pada hari kiamat. Jika dia takut kepada-Ku di dunia, Aku akan menentramkannya pada hari kiamat.”

Abu Sulayman al-Darani berkata, “Setiap hati yang tidak diisi dengan takut kepada Allah berarti telah rusak.” Allah Swt berfirman, “Apakah mereka merasa aman dari reka daya (adzab) Allah? Tak ada yang merasa aman dari rekadaya Allah melainkan kaum yang mendapat kerugiaan (QS al-A’raf [7]: 99).

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam