Resep Hidup Bahagia



📚 Buku Allah Dekat Dan Bersamamu



“Rahasia kebahagiaan terletak pada rasa syukur.”

Suatu ketika ada tiga orang pemuda melakukan perjalanan melewati hutan belantara dengan berkuda dan membawa perbekalan yang lengkap. Setelah beberapa jam berkuda, mereka memutuskan beristirahat sejenak. Karena kelelahan, ketiga pemuda itu tertidur. Saat ketiga pemuda itu tertidur, kuda-kuda mereka lari dan perbekalan mereka ikut terbawa.

Perihal kaburnya kuda-kuda ketiga pemuda itu diketahui oleh seorang raja yang bijaksana. Raja itu memerintahkan prajuritnya agar mengirimkan tiga kuda pilihan lengkap dengan perbekalannya untuk ketiga pemuda tersebut.

Ketika terbangun dari tidur, ketiga pemuda itu terperanjat karena kuda-kuda mereka berganti dengan kuda-kuda yang lebih kuat dan perbekalan mereka pun lebih lengkap dan banyak. Respons ketiga pemuda itu ternyata berbeda-beda.

Pemuda pertama merasa sangat senang karena kuda barunya lebih kuat, tegap, dan gagah. Perbekalannya pun jauh lebih lengkap dan banyak. Saking senangnya, ia sampai lupa kuda itu milik siapa dan untuk siapa.

Lain lagi dengan pemuda kedua. Ia juga merasa senang dengan kuda barunya. Namun, ia bertanya-tanya siapa pemilik kuda itu dan diberikan untuk siapa kuda tersebut. Akhirnya, ia mengetahui bahwa kuda itu milik seorang raja yang bijaksana dan kuda itu diberikan untuknya. Ia pun mengucapkan terima kasih kepada raja.

Pemuda ketiga lain lagi. Sejujurnya, ia merasa senang. Namun, ia menahan rasa senangnya karena kuda itu bukan milik nya. Ia pun mencari tahu hal ihwal kuda itu. Akhirnya, ia mengetahui bahwa kuda itu milik seorang raja yang bijaksana dan kuda itu diberikan untuk dirinya. Ia pun merasa senang dan berterima kasih kepada raja. Selain itu, ia juga menyadari bahwa kuda itu adalah sarana baginya untuk berkenalan dan menjalin hubungan baik dengan raja.

*****

Sahabat, dari cerita tersebut, sikap manakah yang terbaik? Tentu saja sikap pemuda ketiga. Ia bukan hanya mampu berterima kasih atas sebuah pemberian, tetapi juga bisa memahami bahwa pemberian itu adalah sarana untuk mendekat kepada pemberinya.

Demikianlah hakikat syukur. Kita mampu berterima kasih kepada Allah atas segala nikmat yang kita peroleh, baik berupa harta, kedudukan, istri, anak, maupun nikmat-nikmat lainnya. Selain itu, kita juga bisa memahami bahwa nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah kepada kita merupakan sarana bagi kita untuk lebih dekat kepada-Nya. Oleh karena itu, orang yang bersyukur adalah orang yang kualitas ketaatannya kepada Allah terus meningkat sehingga ia semakin dekat kepada Allah.

Kita juga harus memahami bahwa semua nikmat yang kita peroleh merupakan karunia dari Allah dan hanya merupakan titipan. Allah-lah pemilik sejati dari semua nikmat itu. Karena statusnya cuma titipan, sudah semestinya kita mempergunakannya sesuai kemauan yang menitipkannya kepada kita. Kita sama sekali tidak punya hak untuk menggunakan barang titipan itu sesuai kemauan kita.

Syukur merupakan kualitas hati yang harus diraih dan dimiliki oleh setiap muslim. Dengan bersyukur, kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tenteram, dan bahagia. Sebaliknya, kufur nikmat akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tidak bahagia.

Ada dua hal yang sering membuat kita tak bersyukur.

Pertama, kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki. Katakanlah, kita telah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan hidup, tapi kita masih merasa kurang.

Pikiran kita dipenuhi berbagai target dan keinginan. Kita begitu terobsesi ingin memiliki rumah yang lebih besar dan indah, mobil mewah, dan pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang. Kita ingin ini dan itu. Kita terus memikirkan untuk mendapatkannya.

Akhirnya, pikiran, waktu, dan energi kita terkuras untuk memperturutkan keinginan diri yang tak pernah puas. Setelah mendapatkannya, kita ingin yang lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya harta yang kita miliki, kita tidak pernah menjadi “kaya” dalam arti sebenarnya.

Rasulullah saw., telah bersabda, “Bukanlah kekayaan itu karena banyak harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Manusia memang memiliki naluri tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah dimiliki. Ia selalu bernafsu mendapatkan segala yang diinginkannya. Akan tetapi, bukan berarti naluri itu tidak bisa dikendalikan. Naluri tidak pernah puas adalah salah satu bagian dari hawa nafsu yang selalu mengajak kepada keburukan. Jika hawa nafsu saja bisa dikendalikan, sudah tentu rasa tidak pernah puas juga bisa dikendalikan. Caranya adalah dengan bersyukur.

Perhatikanlah hadis Rasulullah saw., berikut ini, “Abdullah bin Amr ra., berkata, ‘Rasulullah saw., bersabda, ‘Sungguh, beruntung orang yang berserah diri, dikaruniai rezeki yang cukup, dan merasa cukup dengan pemberian Allah kepadanya.’” (HR. Muslim)

Kedua, kecenderungan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemana pun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pintar, lebih tampan, lebih cantik, dan lebih kaya daripada kita.

Ada rumus sederhana tapi jitu agar kita menjadi manusia yang bersyukur, yaitu melihat ke bawah untuk hal-hal yang bersifat fisik dan materi duniawi. Jika kita tergolong orang miskin, lihatlah ke bawah, ternyata masih ada orang yang lebih miskin daripada kita.

Jika saat ini kita sedang sakit, lihatlah ke bawah, ternyata di luar sana masih banyak orang yang lebih sakit daripada kita. Jika kita tidak memiliki wajah rupawan, lihatlah ke bawah, ternyata wajah kita masih lebih baik dibandingkan ke banyakan orang.

Hal ini akan menimbulkan rasa syukur pada diri kita, ternyata kita masih lebih beruntung dibandingkan orang lain.

Dalam konteks ini, Rasulullah saw., bersabda, “Lihatlah orang yang di bawah kalian dan janganlah melihat orang yang di atas kalian, karena yang demikian itu lebih patut bagi kalian untuk tidak memandang rendah nikmat Allah yang dilimpahkan kepada kalian.” (HR. Muslim dan Tirmidzi)

Sebaliknya, lihatlah ke atas dalam perkara-perkara ibadah dan ukhrawi. Jika merasa ibadah kita sudah cukup baik, lihatlah ke atas, ternyata sangat banyak orang yang kuantitas dan kualitas ibadahnya lebih baik daripada kita. Jika kita merasa telah memiliki ilmu yang cukup, lihatlah ke atas, ternyata di luar sana sangat banyak orang yang lebih berilmu daripada kita. Hal ini akan mendorong dan memotivasi kita untuk lebih meningkatkan kualitas diri dan ibadah kita.

Oleh karena itu, sepatutnya kita senantiasa bersyukur kepada Allah dan mempergunakan segala nikmat yang Allah karuniakan kepada kita sesuai dengan kehendak Allah. Dengan demikian, nikmat-nikmat itu akan mengantarkan kita menjadi lebih dekat kepada Allah. Sebagai balasannya Allah akan menambah nikmat-Nya bagi kita di dunia dan akhirat. Aamiin.

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim [14]: 7)

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam