Bab III Beberapa Hukum Terkait Masalah Thariqah



📚 Buku Sabilus Salikin (Jalan Para Salik)


📚 Hukum Mengamalkan Dua Thariqah

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa thariqah itu bermacam-macam. Dengan beragamnya thariqah, hal tersebut memungkinkan bagi seseorang untuk berthariqah lebih dari satu.

Namun, pertanyaan yang muncul adalah bolehkah bagi seorang salik mengikuti thariqah lebih dari satu? Misalnya thariqah Naqsyabandiyah dengan thariqah Syadziliyah, atau Sathariyah, dan lain sebagainya?

Hukum seseorang yang mengamalkan dua thariqah atau lebih adalah boleh, dengan tujuan bahwa dia mengikuti thariqah-thariqah tersebut untuk melaksanakannya secara bersamaan.

Syekh ad-Dahlawi memperbolehkan dengan syarat adanya petunjuk guru, dan menjadikan pimpinan yang sempurna dalam lima thariqah: Naqsabandiyah, Qadiriyah, Suhrawardiyah, Kubrawiyah, Khashqiyah. (al-Bahjah as-Saniyah, hlm. 82)

📚 Hukum Berpindah Dari Satu Thariqah Ke Thariqah Yang Lain

Bolehkah bagi seorang salik yang telah mengikuti satu thariqah, lalu berpindah ke thariqah lain?

Hukum berpindah dari satu thariqah ke thariqah lain adalah tidak boleh. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam kitab al-Fatawi al-Haditsah, hlm. 50:

Barangsiapa telah menemukan seorang guru seperti kriteria yang pertama atau yang kedua, maka tidak diperbolehkan baginya untuk meninggalkan-nya dan pindah kepada guru yang lain. (al-Fatawi al- Haditsiyah, hlm. 50)

📚 Hukum Mursyid Melarang Muridnya Untuk Berbaiat Ke Mursyid Lain

Diantara wewenang mursyid terhadap seorang murid (salik) adalah memberikan petunjuk dan pengarahan kepada muridnya terkait apa yang menjadi kebaikannya di masa depan, baik di dunia maupun di akhirat. Termasuk kewenangan seorang mursyid adalah melarang muridnya untuk berbaiat thariqah kepada mursyid lain, apabila dengan berbaiat thariqah kepada mursyid lain sang murid tidak bisa sampai kepada Allah, atau masa depannya suram dan lain sebagainya.

Yang keduabelas, seorang mursyid harus menunjukkan kepada muridnya terhadap hal-hal yang menjadikan kebaikan keadaan muridnya. (Tanwir al-Qulub, hlm. 526)

📚 Hukum Mengajarkan Thariqah Bagi Orang Yang Sanadnya Tidak Bersambung Sampai Rasulullah Saw.

Di antara syarat syarat seorang mursyid adalah sanad thariqahnya bersambung sampai Rasulullah saw., dan diberi izin oleh gurunya untuk mengajarkan (mentalqin) thariqah. Karena jika seorang mursyid mengajarkan thariqah, sementara sanadnya terputus, dikhawatirkan murid tidak akan bisa wushul (sampai kepada Allah).

Dengan demikian, jika seorang mursyid terputus sanadnya, maka tidak diperkenankan baginya untuk mentalqin, dan atau diminta mentalqin para murid.

Barangsiapa yang silsilahnya tidak bersambung kepada Rosulullah, maka seseorang itu adalah orang yang terputus sanadnya dan dia tidak dikategorikan penerus Rasulullah, maka dia tidak boleh membaiat dan mengijazahkannya. (Khazinah al-Asrar, hlm. 188)

📚 Hukum Perempuan Menjadi Mursyid/Kholifah Dalam Thariqah

Dalam dunia thariqah, yang menjadi mursyid atau khalifah semuanya adalah dari kalangan pria. Hal ini disebabkan karena syarat seorang mursyid adalah laki-laki. Oleh karena itu, jika ada seorang perempuan menjadi mursyid atau khalifah, maka hal ini tidak sesuai dengan apa yang telah diputuskan oleh ulama ahli kasyaf bahwa syarat mursyid atau khalifah adalah seorang laki-laki.

Menurut kesepakatan ahli kasyaf (orang-orang yang terbuka hatinya), syarat menjadi kholifah harus seorang laki-laki, dan belum pernah sama sekali ditemukan dari perempuan salaf dan sholih yang mendidik murid- muridnya selamanya, karena kurangnya seorang perempuan dalam segi derajad, walaupun ditemukan kesem-purnaan terhadap perempuan seperti Maryam anaknya Imron, Asiyah istri Fir'aun. Kesempurnaan itu dinisbatkan terhadap taqwa dan agama, bukan dinisbatkan terhadap memberikan hukum diatara manusia dan mengusai di dalam tempat- tempat kekuasaan, dan puncak dari seorang perempuan adalah ahli ibadah dan zuhud saja, seperti Robiah al Adawiyah. Secara umumnya tidak ada perempuan yang ahli ijtihad dari semua ummahatul mu‟minin dan tidak ada kesempurnaan yang dimiliki oleh seorang laki-laki. (al- Mizan al-Kubra, juz 2, hlm. 189)

📚 Hukum Baiat Dzikir Melalui Mimpi

Diantara syarat wajib untuk talqin atau baiat thariqah bagi seorang salik adalah talqin yang dilakukan oleh seorang mursyid thariqah mu'tabarah yang sanad atau silsilahnya bersambung kepada Rasulullah saw., serta mursyid tersebut diberi izin untuk mengajarkan thariqah tersebut kepada para murid.

Dengan demikian, jika ada seorang yang menyatakan telah dibaiat atau ditalqin sebuah dzikir thariqah dalam mimpi, maka hal ini tidak sesuai dengan syarat talqin tersebut. Sebagaimana hal ini dikuatkan oleh para ulama yang telah menetapkan bahwa syarat wajib talqin yaitu murid harus ditalqin sendiri oleh seorang mursyid thariqah mu'tabarah yang bersambung sanadnya kepada Rasulullah dan memiliki wewenang untuk mentalqin murid thariqah.

Ketika kebersamaan itu merupakan suatu keharusan dan syarat dan intisab kepada seorang guru, yang hanya bias dicapai dengan cara talqin dan pembelajaran dari guru yang diberi izin memberikan ijazah yang diperbolehkan mensanadkan kepada guru yang memiliki thariqah yaitu Nabi, maka dzikir itu tidak memberikan manfaat yang sempurna kecuali dengan cara mentalqin dan izin, bahkan ini dijadikan syarat pada umumnya. (Jami al-Ushul fi al-Auliya, hlm. 31)

📚 Hukum Perempuan Menjadi Wakil Baiat Murid Thariqah

Lantas, jika perempuan tidak diperbolehkan untuk menjadi mursyid atau khalifah. Bagaimanakah hukum mewakilkan baiat thariqah kepada seorang perempuan?

Tentang hal ini, sama dengan apa yang menjadi syarat seorang mursyid atau khalifah, yaitu tidak boleh seorang mewakili seorang murid untuk berbaiat thariqah.

Syarat wakil adalah kebolehannya melakukan sesuatu sebagaimana diperbolehkannya terhadap sesuatu yang diwakili seperti orang yang mewakilkan karena apabila wakil itu tidak mampu melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri maka untuk orang lain lebih tidak boleh. (I'anah at- Thalibin, juz 3, hlm. 100)

📚 Hukum Orang Yang Berhakikat, Tapi Tidak Bersyari'at

Bagaimanakah pandangan para ulama tentang seseorang yang berhakikat tapi tidak bersyari'at?

Dalam kitab Kifayah al-Atqiya', hlm. 12 disebutkan bahwa seorang mukmin yang tinggi maqamnya, hingga mencapai derajat kewalian sekalipun, dia masih memiliki kewajiban untuk menjalankan syari'at yang telah ditetapkan dalam al-Qur'an dan hadits. Bahkan, jika seseorang mengaku telah mencapai derajat kewalian dan telah memahami hakikat, dia beranggapan bahwa taklif syari'at telah gugur dari dirinya, maka orang tersebut adalah telah menyimpang dari ajaran agama.

Nabi sekalipun yang memiliki derajat yang lebih mulia dibandingkan para auliya', mereka masih terkena taklif ibadah. Sebagaimana diketahui bahwa Rasulullah saw. melaksanakan shalat hingga telapak kakinya bengkak. Padahal Allah swt. telah mengampuni seluruh dosanya. Semua itu dilakukan oleh beliau semata-mata merupakan bentuk syukur seorang hamba kepada Allah swt. (Kifayah al-Atqiya', hlm. 12)

📚 Hukum Sholat Raghaib (Shalat Nishfu Sya'ban, „asyura)

Dalam praktek thariqah, banyak sekali sholat yang dilaksanakan yang tujuan utamanya semata-mata untuk bertaqarrub kepada Allah. Di antara sholat-sholat tersebut adalah sholat nishfu Sya'ban, sholat „Asyura, dan sholat Raghaib. Namun, bagaimanakah hukum sholat-sholat tersebut?

Hukum sholat-sholat tersebut adalah boleh, bahkan menurut imam al-Ghazali sholat tersebut hukumnya sunnah.

Hal ini (shalat raghaib) juga diriwayatkan dalam jumlah shalat, bahwasanya ulama salaf melakukan shalat nisfu sya'ban dan menamainya shalat kebaikan, dan para ulama berkumpul untuk melaksanakan di dalam shalat ini dan terkadang melaksanakan secara berjama'ah. Diriwayatkan dari Hasan, bahwasanya tiga puluh dari sahabat Nabi berkata: barangsiapa mengerjakan shalat ini (nisfu sya'ban), maka Allah akan memandang kepadanya dengan tujuh puluh kali pandangan dan setiap pandangan adalah tujuh puluh kali kebutuhan, yang paling rendahnya adalah ampunan. (Ihya' „Ulum ad-Din, juz 1, hlm. 203)

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam