Bab 2. Cinta Allah Pada Hamba



📚 Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)



📚 Cinta Allah Pada Hamba 📚 Cinta Kasih Allah SWT 📚 Bagaimana Cara Menjadi Wali Allah? 📚 Bukti-bukti Cinta Allah pada Hamba 📚 Tanda-tanda Cinta Allah pada Hamba 📚 Orang yang Dicintai Allah

📚 Cinta Allah Pada Hamba


Hati laksana raja yang memiliki bala tentara. Siapa gerangan bala tentara hati? Mereka adalah mata, lisan, dan indera. Jika kita ingin mengetahui status hati, maka amatilah bala tentaranya. Bukankah ada pepatah: Jika raja baik rakyat pun ikut baik dan jika raja bobrok rakyat pun ikut bobrok. Lihatlah hati kita, niscaya akan kita ketahui kondisi anggota fisik kita, dan lihatlah laku fisik kita, niscaya akan kita ketahui kondisi hati kita. Karena itulah, Nabi SAW bersabda, "Camkanlah, sesungguhnya di dalam jasad ada segumpal daging yang jika ia baik maka baiklah seluruh jasad dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasad. Camkanlah, ia adalah hati!"

Allah SWT mengajarkan pada kita bahwa orang buta adalah bukan orang yang tidak bisa melihat, namun kata Allah, "Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada." (Qs. Al-Hajj (22):46). Yang buta adalah hati. Lihat, apakah hati kita melihat ataukah kebutaan telah menimpa kita?

Hati adalah obyek pandangan Allah SWT. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk rupa kalian maupun harta kalian, akan tetapi Dia hanya melihat hati dan amal perbuatan kalian." Jika obyek pandangan manusia adalah pakaian yang kita kenakan, mobil yang kita kendarai, dan warna mata kita, maka obyek pandangan Allah adalah hati dan kondisinya.

Janganlah fokus pandangan manusia pada kita hanya tertuju pada hal-hal yang kita perindah, dan fokus pandangan Allah pada kita –hati kita- justru tertuju pada hal-hal yang kotor, keji, dan nista, sehingga manusia hanya memandang yang indah-indah pada kita, sementara Allah malah memandang kita berlumur kotoran. Kita perindah segala yang dipandang manusia dan kita abaikan apa yang justru dipandang dan dilihat Allah. Lihat dan perindahlah hati kita, sebab obyek pandangan Allah pada kita adalah hati kita.

Karena itulah, penerbitan seri buku ini adalah untuk menjaga hati, karena yang disebut hati sangat labil, mudah berubah-ubah. Sampai-sampai Nabi SAW yang makshum pun dalam salah satu doanya yang populer selalu mengulang-ulanginya beberapa kali, "Ya Muqallib al-quluub, tsabbit qalbii 'alaa diinika" (Wahai sang pembolak-balik hati, kokohkanlah hatiku di atas agama-Mu).

Anjuran ini khususnya ditujukan pada orang-orang yang selama dua puluh tahun ini melalaikan hati mereka. Setiap hari mereka pandangi diri di depan cermin sambil berpikir bagaimana memperindah wajah, namun tak pernah sekalipun dalam hidup mereka memandangi hati mereka sambil berpikir bagaimana memperindahnya dan bagaimana hati ini bisa suci sesuci hati Nabi Ibrahim as. "(Ingatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci." (Qs. Ash-Shaaffaat (37): 84) Bersih dari segala noda, kosong dari segala kebusukan, steril dari dendam, jauh dari kedongkolan, suci dari kebencian, aman dari kedengkian, dan lepas dari hasrat syahwat yang menguasainya selama sepuluh atau lima belas tahun.

Karena begitu pentingnya masalah ini: memperbaiki hati, dan menjadikan serta mempertahankannya tetap suci, juga agar hati menjadi penarik perhatian sebelum wajah, rambut, perhiasan, dan segala penampilan luar, maka Abdullah bin Rawwahah ra pun meraih tangan Abu ad-Darda` dan mengajaknya, "Duduklah bersama kami, mari kita beriman sesaat, sebab hati lebih cepat berubah-ubah daripada takdir yang begitu rampung langsung mendidih lagi."

📚 Cinta Kasih Allah SWT


Hadits-hadits tentang cinta kasih Allah dalam sebagian besar kitab mengangkat pembicaraan tentang cinta manusia pada Allah. Bisa kita temukan ratusan kitab yang membicarakan cinta orang-orang kepada Allah. Namun hanya sedikit saja yang membicarakan cinta kasih Allah pada hamba-hamba-Nya. Oleh karena itu akan berguna sekali jika kita membicarakan masalah ini: Bagaimana Allah mencintai dan mengasihi hamba-Nya? Apa gerangan tanda-tanda cinta ini? Dan contoh-contoh manusia yang dicintai Allah.

Barangkali kita bertanya-tanya, apa tujuan pembicaraan masalah ini? Tujuannya adalah agar kita mengetahui betapa kita harus mencintai Allah. Kita akan terkejut dan terkaget-kaget dengan bobot hadits dan ayat-ayat yang menggambarkan betapa cintanya Allah kepada hamba- hamba-Nya, sekaligus meluruskan pemahaman sebagian besar orang dalam hubungan mereka dengan Allah SWT. Banyak sekali manusia yang pola hubungan mereka dengan Allah hanya sekedar hubungan ibadah formal tanpa memahami spirit yang terkandung di dalam ibadah tersebut. Mereka memandang ibadah sebagai perintah instruktif yang harus mereka jalankan, sehingga mereka pun lantas melaksanakannya hanya sebagai sebuah rutinitas belaka.

Terkadang, ada sebagian orang yang mempertanyakan: "Mengapa Kau perintah ini, wahai Tuhan? Saya pun terpaksa melaksanakan!" Pola pikir semacam ini lebih disebabkan karena orang ini tidak memahami esensi pembicaraan tentang cinta Allah pada hamba. Seluruh pembicaraan bab ini akan berkutat seputar cinta Allah pada hamba-hamba-Nya, sehingga kita bersama bisa beralih dari sosok hamba yang beribadah kepada Allah sebagai sebuah rutinitas dan gerakan-gerakan formal atau hal-hal yang melelahkan bagi hati menuju peribadatan yang dijalankan dengan penuh cinta.

Allah SWT berfirman, "Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya." (Qs. Al-Maa`idah (5):54). Bisa-bisa saja Allah memerintahkan kita untuk mencintai-Nya sekemampuan kita, namun dalam ayat ini Dia dahulukan cinta-Nya pada hamba-hamba-Nya atas cinta mereka kepadaNya. Seolah-olah Allah ingin mengajarkan pada kita bahwa di sana ada hubungan yang sangat indah sekali.

Masalahnya bukan masalah kita melaksanakan shalat lima waktu atau tidak, namun masalahnya adalah masalah cinta. Akan sangat indah sekali jika hubungan antara kita dan Allah dilandasi cinta. Allah mengawali inisiatif hubungan penuh cinta ini dari diri Allah SWT sendiri, meski Dia sendiri sesungguhnya tidak membutuhkannya, baru kemudian Dia singgung cinta kita kepada-Nya sebagai orang yang sangat membutuhkan-Nya. Lihat! "Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya." (Qs. Al-Maa`idah (5):54).

Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya ketika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan berseru pada Jibril, ’Hai Jibril, Aku mencintai si Fulan, maka cintailah ia!’ Jibril pun lantas mencintainya. Selanjutnya Jibril berseru pada segenap penghuni langit, ’Wahai penghuni langit, sesungguhnya Allah mencintai si Fulan, maka cintailah ia.’ Segenap penghuni langit pun mencintainya. Kemudian, diletakkanlah resepsi penerimaan untuknya di bumi."

Sudah seyogianya kita memperhatikan betapa sesungguhnya Allah menyayangi kita, mencintai hamba-hamba-Nya dan memuliakan mereka. Hati-hatilah, jangan sampai hubungan Anda dengan Allah adalah hubungan takut dan menyeramkan atau hubungan yang berapi-api, meski terkadang memang kita seyogianya juga merasakan makna hubungan seperti ini, namun apapun hubungan ini musti didasari cinta.

Lihat bagaimana secara terang-terangan Allah SWT mengumumkan cinta-Nya pada hamba. Tapi mengapa ada sebagian orang yang masih malu-malu menyatakan aku mencintai Allah di depan teman-temannya karena takut bakal diolok-olok dan dituding "puritan".

Allah SWT menyatakan secara terbuka di langit: "Hai Jibril, sesungguhnya Aku mencintai si Fulan, maka cintailah ia!" Begitu pun Jibril. Ia tidak menutup-nutupi cintanya, bahkan ia turut menyerukan di pelosok langit: "Wahai penghuni langit, sesungguhnya Allah mencintai si Fulan, maka cintailah ia." Dan, cinta ini pun tidak cukup sekedar berada di langit, namun ia serta-merta juga diturunkan ke bumi dan diajarkan pada manusia. Lalu bagaimana mereka bisa mengetahuinya, "Kemudian, diletakkanlah resepsi penerimaan untuknya di bumi".

Sesungguhnya, Allah mencintai beragam jenis manusia. Dia berfirman: "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (Qs. Al-Baqarah (2):222). Orang yang bertaubat adalah orang yang pernah bermaksiat namun karena ia bertobat, kembali, dan benar-benar tulus dengan pertobatannya, maka Allah pun lantas mencintainya.

Allah SWT berfirman lagi: "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (Qs. Al-Baqarah (2): 195).

Firman lain, "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa." (Qs. At-Taubah (9): 4).

Firman lain lagi, "Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang adil." (Qs. Al-Maa`idah (5): 42).

Cinta Allah tidak hanya bisa dinikmati secara ekslusif oleh kalangan terbatas, misalnya para Nabi saja. Namun jika kita takut dan datang kepada Allah dengan bertobat dari segala dosa yang dulu giat kita lakukan, maka kita akan memperoleh cinta Allah SWT.

Apa gerangan yang diperoleh jika Allah sudah mencintai seorang hamba? Allah SWT berfirman dalam sebuah hadits qudsi, "Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku maka Aku akan menabuh genderang perang dengannya."

Siapakah gerangan wali Allah yang mendapat proteksi Allah sedemikian besar ini? Apakah ia seorang kyai yang bersorban, atau sarjana agama, atau orang-orang yang menyatakan diri pada orang-orang sebagai wali Allah yang saleh? Apakah kewalian hanya terbatas pada kalangan mereka? Tidak! Kita pun bisa menjadi wali. Seorang wali bisa saja berujud seorang anak muda biasa di tengah-tengah komunitas manusia tanpa ada perbedaan penampilan sedikitpun dengan mereka, namun tidak ada seorang pun yang menyangka ia adalah wali.

Ayat berikut ini begitu lugas, "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati; (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa." (Qs. Yuunus (10): 62-63). Dengan sekedar beriman dan bertakwa kepada Allah, kita telah menjadi seorang wali. Dan yang dimaksud bertakwa kepada Allah adalah jika yang dominan dalam hidup kita adalah pencarian akan ketaatan kepada Allah dan penyisihan maksiat.

Jika kita sudah demikian, maka siapapun yang memusuhi kita berarti ia telah menabuh genderang perang dengan Allah dan Allah akan menyatakan perang dengannya. Perhatikan cinta Allah ini. Pernahkah kita membayangkan Allah menyatakan perang pada orang yang memusuhi Fulan atau Fulanah? Jikalau seorang wanita salehah yang bertakwa dan suci disakiti suaminya, maka dinyatakanlah perang Allah terhadap sang suami. Apakah kita sudah bisa membayangkan tingkatan cinta seperti ini?

📚 Bagaimana Cara Menjadi Wali Allah?


"Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka akan Kupukul genderang perang dengannya. Tidak mendekat seorang hamba kepada-Ku dengan sesuatu yang Aku sukai dari hal-hal yang telah Aku wajibkan kepadanya dan si hamba pun tidak senantiasa mendekati-Ku dengan hal-hal yang sunnah sampai Aku cintai ia. Dan jika Aku sudah mencintainya, maka Aku akan menjadi alat ia mendengar, alat ia melihat, alat ia memukul, dan alat ia berjalan. Pun jika ia meminta, pasti akan Kuberi dan jika ia meminta perlindungan, pasti akan Kulindungi."

Siapapun yang ingin menjadi wali yang mendapat keistimewaan begitu besar dari Allah, maka tidak ada hal lain yang harus dilakukannya kecuali musti bertaqarrub kepada-Nya dengan melaksanakan hal-hal yang diwajibkan kepadanya, seperti shalat lima waktu dan kewajiban- kewajiban lain. "Tidak mendekat seorang hamba kepadaKu dengan sesuatu yang Aku sukai dari hal-hal yang telah Aku wajibkan kepadanya." Jadi, sesungguhnya hal ini cukup mudah. Seorang gadis remaja yang berusia tak sampai enam belas tahun pun bisa-bisa saja menjadi wali Allah SWT asal ia konsisten menjaga kewajiban-kewajibannya: shalat lima waktunya, hijabnya, dan semua kewajiban agama yang dibebankan kepadanya.

"Tidak mendekat seorang hamba kepada-Ku dengan sesuatu yang Aku sukai dari hal-hal yang telah Aku wajibkan kepadanya dan si hamba pun tidak senantiasa mendekati-Ku dengan hal-hal yang sunnah sampai Aku cintai ia..." Setelah seluruh kewajiban telah kita laksanakan dengan sempurna, maka mulailah mengerjakan yang sunnah-sunnah. Ibu-ibu yang me– ngatakan, kami bertakwa kepada Allah, shalat, dan lain-lainnya, hanya saja saya belum berjilbab, mereka belum disebut melaksanakan kewajiban secara sempurna. Sebab hal pertama yang musti diperhatikan dan dilaksanakan adalah kewajiban, baru kemudian jika telah sempurna, kita bisa beralih mengerjakan yang sunnah-sunnah. Dengan kata lain, jika kita ingin mencapai tingkatan cinta sebagai wali Allah, maka kita musti menyempurnakan segala kewajiban dan melanjutkannya dengan mengerjakan hal- hal yang sunnah.

"Tidak mendekat seorang hamba kepada-Ku dengan sesuatu yang Aku sukai dari hal-hal yang telah Aku wajibkan kepadanya dan si hamba pun tidak senantiasa mendekati-Ku dengan hal-hal yang sunnah sampai Aku cintai ia. Dan jika Aku sudah mencintainya, maka Aku akan menjadi alat ia mendengar..." Ia praktis tidak mendengar kecuali hanya yang halal-halal dan indah saja, dan kalaupun mendengar hal yang haram, ini malah akan menjadi pelajaran tersendiri bagi kita di mana kita bisa mengetahui kesalahan-kesalahan orang- orang yang zalim dan lebih lanjut kita bisa menghindar dari keterpurukan yang sama. "Dan jika Aku sudah mencintainya, maka Aku akan menjadi alat ia mendengar, alat ia melihat..." Bayangkan, jika Allah menjadi mata yang kita gunakan untuk melihat. Ini benar-benar aktualisasi cinta yang sangat besar.

Wahai orang-orang yang menyia-nyiakan umur hanya untuk mencari cinta maya, kalian tidak akan pernah bisa menggapainya kecuali jika kalian berada di jalur yang halal, melalui sarana perkawinan. Wahai perawan-perawan tua, sudah dua puluh tahun kalian hambur-hamburkan usia hanya untuk mencari-cari cinta pemuda idaman yang melalaikan kalian dari cinta sejati laiknya cinta Allah. Sungguh kasihan orang-orang yang lalai mengetahui Allah dengan sebenar-benarnya. Padahal, "jika Aku sudah mencintainya, maka Aku akan menjadi alat ia mendengar, alat ia melihat, alat ia memukul, dan alat ia berjalan. Pun jika ia meminta, pasti akan Kuberi dan jika ia meminta perlindungan, pasti akan Kulindungi."

Sudahkah kita lihat sampai di mana derajat cinta ini? Sudahkah kita melihat bagaimana indahnya hubungan ini? Sudahkah kita melihatnya?

Para ulama memberikan satu ujaran yang sangat indah, "Bukanlah suatu yang menakjubkan jika seorang hamba memperlihatkan cintanya pada junjungannya, namun suatu yang aneh bin ajaib jika seorang raja memperlihat-lihatkan cintanya pada budak sahayanya."

Allah SWT menyatakan lagi dalam sebuah hadits qudsi, "Barangsiapa yang mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya selengan. Barangsiapa yang mendekat kepada-Ku selengan, maka Aku akan mendekat kepada-Nya sedepa. Dan barangsiapa yang mendekati-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendekati-Nya dengan berjalan tergesa."

Renungkan kata "berjalan tergesa-gesa". Pernahkah kita bayangkan jalan tergesa-gesa dilakukan oleh seorang yang lebih tinggi posisinya menuju orang lebih rendah tingkatannya? Memang, jalan cepat Allah di sini tentu saja jalan cepat yang sesuai dengan kebesaran-Nya. Nau'dzubillah jika kita menyama-nyamakan Allah dengan makhluk. Namun, amatilah inti permasalahan: Allah dengan segala kemahatinggian-Nya berkenan memperlihatkan cinta-Nya pada kita. Padahal siapakah sebenarnya kita jika dibandingkan dengan-Nya sampai-sampai Dia berusaha memperlihatkan cinta-Nya kepada kita dan mendekati kita dengan berjalan tergesa?! Nabi SAW bahkan bersabda, "Tiadalah tujuh langit beserta Kursi kecuali hanya seperti cincin yang tergeletak di tanah padang pasir, dan keutamaan 'Arsy atas Kursi sama seperti keutamaan padang pasir atas cincin."

Seberapa besar kapasitas kita sampai-sampai Allah SWT berusaha memperoleh kasih sayang dari kita, "Dan barangsiapa yang mendekati-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendekati-Nya dengan berjalan tergesa."

Renungkan betapa besar cinta Allah kepada kita. Nabi SAW bersabda, "Tuhan kita tabaaraka wa ta'aalaa turun –tentu saja dengan status turun yang sesuai dengan kebesaranNya- ke langit dunia saat sepertiga malam terakhir..." Dia turun pada waktu di mana kebanyakan manusia tertidur lelap atau pada waktu di mana muda-mudi sengaja bangun tidur menunggui wali-wali mereka [baca: syaitan] untuk memelototi siaran televise yang menyiarkan film-film porno atau berinternet ria tanpa dilihat siapapun, atau menonton siaran sepakbola liga Eropa di televisi. Memang, sepertiga malam terakhir merupakan waktu yang larut dengan tidur atau gaduh dengan maksiat. Namun, "Tuhan kita tabaaraka wa ta'aalaa turun ke langit dunia saat sepertiga malam terakhir seraya berseru: "Adakah orang yang meminta hingga Aku beri ia. Adakah orang yang meminta ampun hingga Aku ampuni ia. Adakah orang yang bertobat hingga Aku terima ia. Adakah orang yang berdoa hingga Aku kabulkan ia." Dan hal ini kata Nabi SAW terjadi "Setiap malam".

Ini berarti, walaupun seluruh umat manusia berhari- hari bahkan bertahun-tahun hingga seumur hidup sekalipun melalaikan Allah pada waktu sepertiga malam terakhir ini, tetap saja Allah SWT tidak akan berhenti turun setiap malam sambil menawarkan tobat, ampunan, pengabulan, dan pemenuhan segala kebutuhan. Subhaanallaah!

Sungguh sebuah hubungan yang sangat indah. Allah SWT ingin membangun hubungan yang berlandaskan cinta antara Dia dengan hamba-Nya yang fakir. Marilah kita ketahui betapa inginnya Allah membangun hubungan ini dan renungkanlah hadits qudsi berikut. Allah SWT berfirman, "Aku bagi shalat menjadi dua bagian antara Aku dan hamba-Ku.” –Apa yang dimaksud pembagian shalat, mengapa shalat dibagi antara kita dan Allah SWT? dan apa tujuannya?-- Ketika si hamba dalam shalatnya mengucapkan: "Alhamdulillaahi Rabb al-'aalamiin" (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam), Allah SWT berucap: "Hamba-Ku memuji-Ku." Ketika ia mengucapkan: "Ar-Rahmaan ar-Rahiim" (Maha Pemurah lagi Maha Penyayang), Allah SWT berucap: "Hamba-Ku menyanjung-Ku." Ketika ia mengucapkan: "Maaliki yaum ad-diin" (Yang menguasai hari pembalasan), Allah SWT berucap: "Hamba-Ku mengagungkanKu." Ketika ia mengucapkan: "Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin" (Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan), Allah SWT berucap: "Ini antara Aku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta." Dan ketika ia mengucapkan: "Ihdina ash-shiraath al-mustaqiim, shiraath al-ladziina an'amta 'alaihim ghair al-maghdhuubi 'alaihim wa la adh-dhaalliin" (Tunjukilah kami jalan yang lurus; (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat), Allah SWT berucap, "Ini untuk hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta." Karena itulah, salah seorang tabi'in mengatakan: "Saya suka membaca Fatihah dengan pelan-pelan agar membayangkan balasan (jawaban) Tuhanku."

Ketika Ali bin Abu Thalib ra memahami interaksi ini, ia pun langsung bisa menangkap bahwa di sana ada relasi cinta dan permasalahannya pun bukan masalah perintah shalat, zakat, atau lain-lain, melainkan ia lebih memahaminya sebagai masalah cinta. Ia mengatakan: "Jikalau ada yang bilang kepadaku bahwa pada hari kiamat kami akan menjadikan hisabmu untuk ayah dan ibumu, maka pasti akan saya tolak, sebab Allah lebih menyayangiku daripada ayah ibuku."

Ada hubungan cinta yang ingin dikemukakan Allah SWT kepada kita dalam berbagai ayat dan hadits. Barangkali kita bertanya-tanya: untuk apa semua cinta ini? Berikut, satu contoh agar mudah dipahami. Orang yang membuat suatu karya dengan tangannya sendiri, misalnya menulis buku cerita dan mendistribusikannya, tentu ia akan mencintai karya tersebut. Begitu juga dengan anak-anak kita. Mengapa kita begitu mencintai mereka? Karena mereka adalah bagian dari kita dan kita pun merasa memiliki mereka. Semua orang yang menghasilkan sesuatu, pasti ia akan mencintainya. Orang yang membangun perusahaan atau pabrik akan selalu terikat dengan apa yang dibangunnya, karena ia mencintainya.

Dan, agar kita lebih mengenal alasan segala macam cinta ini, maka renungkanlah firman Allah SWT yang ditujukan kepada Iblis saat ia menolak bersujud kepada Adam, "Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku." (Qs. Shaad (38): 75). Adam, nenek moyang kita diciptakan langsung dengan tangan Allah SWT sendiri. Allah SWT berfirman, "Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud." (Qs. Al-Hijr (15): 29). Sungguh hubungan yang sangat erat yang seyogianya kita pahami tingkatan-tingkatannya.

📚 Bukti-bukti Cinta Allah pada Hamba


Barangkali ada yang bilang, Ayat-ayat dan hadits-hadits terdahulu hanyalah sekedar menegaskan bahwa Allah mencintai kita, lalu apa gerangan bukti konkret cinta Allah pada hamba?

Ada seseorang yang bilang: hati saya sarat dengan cinta Allah, namun ketika ditanya, apakah Anda shalat, ia malah menjawab: tidak. Ia mengaku hatinya penuh dengan keimanan, namun ia tidak melaksanakan perintah apapun. Banyak sekali orang yang mengklaim cinta Allah namun hanya di bibir saja.

Berbeda dengan Allah SWT. Ketika Dia mengatakan cinta pada kita, maka pernyataan-Nya pasti dibarengi aksi nyata. Dan di antara bukti cinta Allah kepada kita adalah sebagai berikut:

Pertama, tidak tergesa-gesa menjatuhkan hukuman. Mengapa? Karena barangkali saja kita bertobat.

  • Para ulama mengatakan: Ketika kita berniat melakukan kejelekan, Malaikat Kiri (pencatat kejelekan) tidak akan langsung mencatatnya, melainkan akan menundanya sejam sambil menunggu barangkali saja kita bertobat. Namun, begitu kita berpikir saja melakukan kebaikan, Malaikat Kanan (pencatat kebaikan) akan langsung mencatatnya.
  • Tidak ada penyegeraan penimpaan hukuman, dan ini termasuk bukti konkret cinta Allah pada kita.
  • Allah SWT berfirman, "Dan Tuhanmulah Yang Maha Pengampun, lagi mempunyai rahmat." (Qs. Al-Kahf (18): 58).

Kedua, menerima tobat. "Yang mengampuni dosa dan menerima taubat." (Qs. Al-Mu`min (40):3). Di antara bukti cinta Allah pada kita adalah perkenan-Nya menerima taubat kita dan dengan sangat sederhana pula. Renungkan ayat: "Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah." (Qs. Aali 'Imraan (3): 135). Apakah kalian memiliki tuhan selain Allah yang bisa mengampuni kalian dan mengasihi kalian?

Ketiga, kebaikan dilipat-gandakan sepuluh kali lipat, sementara kejelekan tetap dihitung sama. Barangsiapa yang berniat melakukan kebaikan namun urung melakukannya, maka ia sudah dicatat melakukan satu kebaikan, sebab ia sudah meniatkannya. Sedangkan jika kita berniat melakukan kejelekan dan tidak jadi melakukannya, maka ia tidak akan dicatat, bahkan jika kita urung melakukannya karena Allah SWT, maka kita otomatis akan mendapat satu kebaikan.

Jika masalah ini dihitung dengan logika matematika, maka seharusnya yang baik dicatat sebagai satu kebaikan dan yang jelek dicatat sebagai satu kejelekan. Namun mengapa kebaikan malah dicatat sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat, bahkan hingga berlipat-lipat. Bukankah ini sudah menjadi bukti cinta Allah SWT pada kita?

Keempat, pemberian pahala besar atas sesuatu yang sangat sepele, misalnya puasa hari Arafah diganjar penghapusan dosa selama setahun silam dan setahun ke depan. Bukankah ini sudah menjadi bukti cinta? Lalu bagaimana bisa kita malah memperlakukan Tuhan yang telah mencintai dan memuliakan kita sedemikian rupa dengan balasan yang buruk?!

1. Kita hanya sebatas berbicara bahwa kita mencintai Allah, namun ketika melihat perilaku amalan kita, tidak kita temukan bukti apapun yang menegaskan cinta kita pada Allah. Berbeda dengan Allah. Ketika Dia katakan cinta pada kita, maka Dia tidak menuntut apapun dari kita yang melebihi puasa satu hari untuk menghapus dosa- dosa kita setahun silam dan setahun yang akan datang.

2. Puasa hari Asyura dapat menghapus dosa setahun silam. Mengapa? Mengapa Dia hapus seluruh dosa yang dilakukan oleh seseorang setahun silam hanya dengan sekedar puasa satu hari? Jawabnya, karena Dia mencintai kita dan ingin mengampuni kita. Dia tidak ingin memasukkan kita ke neraka. Tidakkah kita malu?

3. Begitu juga shalat lima waktu bisa menghapus dosa- dosa di sela-selanya, cukup dengan syarat kita menjauhi dosa-dosa besar. Ketika seorang shalat lima waktu dan ia menjauhi dosa-dosa besar, maka semua dosa yang ia lakukan di sela-sela waktu antara kelima shalat tersebut akan dihapuskan.

4. Ramadhan ke Ramadhan menghapus dosa antara keduanya, juga shalat Jum'at ke Jum'at berikutnya. Ada apa gerangan dengan segala rahmat ini? Ada apa dengan segala cinta seperti ini?. Umrah ke umrah pun menghapus dosa antara keduanya.

5. Jika kita ucapkan "Subhaanallah" dalam sehari sebanyak 100 kali, maka kita sudah memperoleh 1000 kebaikan. Ini adalah aktualisasi cinta, bukan sekedar hitungan bilangan. Ini adalah aktualisasi rahmat? Tapi bagaimana kita malah membalasnya dengan keburukan dan kelalaian?

6. Bagaimana bisa kaum wanita kita malah lebih sibuk dengan urusan mode, busana, sisiran rambut, dan teman-temannya, tapi malah melalaikan Dzat yang telah mencintai kita sedemikian rupa ini?

7. Barangsiapa yang mengucapkan: "Subhanallaah wa bihamdihi" 100 kali dalam sehari, maka dosa-dosanya akan diampuni, meski sudah sebanyak buih di lautan. Bacaan "Alhamdulillah" pun bisa memenuhi timbangan. Jika kita ucapkan "alhamdulillah", maka timbangan kebaikan kita akan dipenuhi.

8. Allah mengasihi seseorang yang bangun malam lalu membangunkan istrinya, kemudian keduanya melaksanakan shalat dua rakaat. Ada apa dengan segala pahala besar atas hal-hal remeh ini jika bukan bukti cinta Allah kepada hamba-Nya?

9. Barangsiapa yang rajin mengucapkan "Radhiitu billaahi rabban wa bi al-islaami diinan wa bi Muhammadin shallallahu 'alaihi wa sallam nabiyyan" (Aku ridha Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad SAW sebagai Nabiku) setiap hari, pagi, dan sore, maka sudah menjadi kewajiban Allah untuk meridhainya.

10. Barangsiapa yang mengucapkan: "Bismillaahi laa yadhurruhu ma'a ismihi syai`un fi al-ardh wa laa fi as-samaa` wa huwa as-Samii' al-'Aliim" (Dengan menyebut nama Allah yang tidak ada sesuatu pun yang bahaya jika bersama nama-Nya di bumi maupun di langit, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui) tiga kali pagi dan sore, maka ia tidak akan mendapatkan bahaya apapun dalam sehari tersebut.

11. Barangsiapa yang bermalam di suatu tempat, lalu ia mengucapkan: "A'uudzu bi kalimaatillaah at-taammati min syarri maa khalaqa" (Saya memohon perlindungan dengan kalimat-kalimat Allah dari segala keburukan ciptaanNya), maka ia tidak akan ditimpa bahaya apapun. Ia akan aman dari sengatan kalajengking, gigitan ular, dan segala hal yang menyakitkan.

12. Nabi SAW bersabda: "Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan memberinya shalawat kesejahteraan sepuluh lipat..."

13. Barangsiapa yang setiap hari, pagi dan sore, mengucapkan: "Allahumma anta Rabbi laa ilaaha illaa Anta khalaqtani wa anaa 'abduka, wa anaa 'alaa 'ahdika wa wa'dika ma istatha'tu, a'uudzu bika min syarri ma shana'tu, abuu`u laka bi ni'matika 'alayya, wa abuu`u bi dzanbi, faghfir lii fa innahu laa yaghfiru adz-dzunuuba illaa Anta" (Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku. Tiada Tuhan selain Engkau. Kau ciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang kuperbuat. Aku mengaku kepada-Mu dengan segala nikmatMu kepadaku, dan aku akui dosa-dosaku. Maka, ampunilah aku, sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa-dosa kecuali hanya Engkau), maka jika meninggal dunia pada hari itu atau malamnya, ia termasuk penghuni surga.

14. Bukankah semua ini sudah menjadi bukti kuat kecintaan Allah SWT kepada hamba-Nya?

Kelima, jumlah nama Allah dalam asma'ul husna yang menunjukkan rahmat-Nya melebihi nama-nama-Nya yang mengindikasikan ancaman dan pembalasan-Nya. Dia bernama Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih), Ar-Rahiim (Yang Maha Penyayang), Al-Ghafuur (Yang Maha Mengampuni), At-Tawwaab (Yang Maha Menerima Taubat), Al-'Afw (Yang Maha Pemaaf), Ar-Ra`uuf (Yang Maha Pengasih), Al-Waduud (Yang Maha Mencintai), Al-Haliim (Yang Maha Penyantun), Ash-Shabuur (Yang Maha Penyabar), Al-Kariim (Yang Maha Penyantun), dan Asy-Syakuur (Yang Maha Mensyukuri).

Keenam, bukti cinta Allah lainnya adalah Dia selalu menuntut dan menganjurkan kita untuk berdoa kepadaNya dan Dia berjanji akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan Anda. "Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-kabulkan untukmu..." (Qs. Al-Mu`min (40): 60).

1. Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa yang tidak mau meminta kepada Allah, maka Dia marah kepadanya." Allah SWT menginginkan kita untuk berdoa kepada-Nya. Berbeda dengan manusia yang jika kita mintai dan desak-desak maka mereka akan merasa jemu dan muak dengan kita, Allah justru malah semakin mencintai kita jikalau kita gigih memohon kepada-Nya.

2. Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang gigih dalam berdoa." Konon, Thawus, salah seorang Tabi'in, selalu berdoa, berdoa, dan terus-menerus berdoa. Ia mengatakan: Saya tidak gigih berdoa agar hajat saya dipenuhi, akan tetapi saya gigih berdoa karena Allah memang suka kegigihan.

3. Renungkan firman Allah SWT, "Atau siapakah yang memperkenankan (do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo'a kepada-Nya." (Qs. An-Naml (27): 62). Siapa gerangan selain Allah yang akan mengabulkan doa orang yang terjebak dalam kesempitan dan kesusahan?

4. Renungkan juga saat Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah Maha Hidup lagi Maha Mulia. Dia malu jika seorang hamba menengadahkan kedua tangannya kepadaNya, lalu Dia balikkan keduanya kosong (tanpa isi) dan kecewa."

Ketujuh, Dia selalu menentramkan hamba-hamba-Nya. Allah SWT berfirman, "Tuhanmu telah menetapkan atas diriNya kasih sayang." (Qs. Al-An'aam (6): 54). Disebutkan pula dalam sebuah hadits: "Tatkala Allah memutuskan untuk menciptakan, maka Dia tulislah di atas Arsy-Nya: Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului murka-Ku."

1. Renungkanlah ayat berikut: "Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (Qs. Al-Baqarah (2): 185).

2. Renungkan pula ayat berikut: "Dan Allah hendak menerima taubatmu." (Qs. An-Nisaa` (4): 27).

3. Renungkan ayat lainnya: "Allah hendak memberikan keringanan kepadamu..." (Qs. An-Nisaa` (4): 28).

4. Selepas Perang Uhud, ketika para Sahabat pulang dari medan pertempuran ini dengan korban syahid sebanyak tujuh orang, termasuk Sayyidini Hamzah ra, bahkan Nabi SAW pun terluka dan semua dicekam keletihan yang mendalam dan di bawah kondisi psikologis yang sulit, maka turunlah ayat berikut, menentramkan mereka: "Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman; Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)." (Qs. Aali 'Imraan (3): 140)

Kedelapan, di antara bukti lain rahmat dan kasih Allah kepada hamba-hamba-Nya adalah Dia sediakan sendiri surga bagi hamba-hamba-Nya yang saleh. Dia berfirman dalam sebuah hadits qudsi: "Telah Kusediakan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh apa yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan belum pernah terlintas dalam hati manusia."

📚 Sudahkah kita lihat cinta Allah SWT ?


Barangkali muncul pertanyaan dalam benak kita yang intinya: jika memang Allah SWT menyayangi kita sedemikian, lalu untuk apa segala musibah dan bala cobaan ini?

Ketahuilah, Allah kadang memberi kita cobaan agar kita sadar dari lubang kemaksiatan. Dan ini adalah bukti cinta Dia kepada kita. Terkadang pula Dia sengaja memberi kita cobaan untuk menaikkan derajat kita di surga kelak. Dan ini jelas dikarenakan cinta-Nya kepada kita.

Terkadang juga Dia beri kita cobaan demi menghapus dosa-dosa kita yang bisa menyeret kita ke neraka. Dan ini juga merupakan realisasi cinta-Nya kepada kita.

Terkadang lagi Dia coba kita dengan musibah untuk mengingatkan kita akan nikmat karunia-Nya pada kita. Kita pun menjadi sadar saat Dia mengambilnya lagi dari kita. Dengan begitu kita lantas akan mengingat-ingatNya dan bersyukur kepada-Nya. Dan ini merupakan aktualisasi cinta-Nya kepada kita.

Di lain waktu, Dia timpakan musibah pada kita agar kita belajar ridha menerima tindakan-tindakan dan kebijaksanaan-Nya. Dan ini pun termasuk ungkapan cinta-Nya kepada kita.

Kesempatan lain lagi, Dia coba kita untuk memasukkan kita ke dalam surga tanpa proses hisab. "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa hisab." (Qs. Az-Zumar (39): 10). Karena cintaNya pada kita, Dia tidak ingin kita kesusahan dan keletihan menjalani ”upacara” pada hari kiamat, dan mengizinkan kita langsung masuk ke dalam surga tanpa proses-proses pendahuluan.

Kadang Dia pun menguji kita dengan istri yang melelahkan dan menjengkelkan kita agar kita bisa bersabar dan mengasihinya, juga tetap mempertahankan dia dan tidak buru-buru menceraikannya. Skenario ini sengaja dibuat untuk memasukkan kita ke surga tanpa proses hisab. "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa hisab." (Qs. Az-Zumar (39): 10). Seolah-olah Dia menguji kita untuk membersihkan kita, karena Dia mencintai kita dan menginginkan kita masuk surga, dan Dia tidak rela jika kita sampai masuk neraka.

Demi Allah, sebagai bukti cinta-Nya pada hamba, Allah memang suka mengujinya sedikit untuk kemudian Dia balik cobaan tersebut menjadi kenikmatan.

Amatilah kondisi para Nabi. Nabi Nuh as diejek dan dipukuli hingga pingsan. Namun cobaan ini hanya berlangsung singkat dibandingkan dengan umur dunia. Ia pun selamat di kapal dan binasalah musuh-musuhnya. Nabi Ibrahim as dilemparkan ke dalam api, namun tak beberapa ia dimuliakan dan diangkat statusnya melebihi orang di seluruh semesta. Semua orang pun hormat dan mencintai Nabi Ibrahim as. Nabi Isma'il as dibaringkan layaknya domba yang pasrah disembelih demi kepatuhan pada Allah, Tuhan semesta alam. Maka, turunlah tebusan dari Allah sebagai penghormatan atas ketaatan dan kesabarannya.

Nabi Ya'qub as sempat kehilangan penglihatannya karena sedih berpisah dengan Yusuf. Namun dalam waktu sekejap Yusuf as yang dikasihinya kembali dan Allah pun memulihkan kembali penglihatan Ya'qub as. Nabi Musa as harus menggembala kambing selama sepuluh tahun. Namun akhirnya Allah pun mengangkatnya dan menjadikannya sebagai "Kaliimullah" (Kawan Berbincang Allah).

Nabi Isa as pun sempat menjadi bahan tudingan saat ibundanya yang perawan hamil dan mengandung dirinya. Namun tak beberapa lama ia dan ibundanya pun menjadi makhluk Allah yang paling dihormati di zamannya. Dan, Nabi kita Muhammad SAW pun sejak lahir dipanggil: anak yatim, dan dijauhi orang-orang karena keyatimannya. Ia tidak menemukan ibu penyusu yang mau menyusuinya, diusir dari negerinya dan diasingkan. Namun setelah itu ia dimi'rajkan ke langit menuju tempat tertinggi di sisi Allah dan beberapa tahun kemudian ia sudah kembali masuk ke Makkah sebagai pemenang seraya berkata pada orang- orang yang dulu mengusirnya: "Pergilah, kalian bebas ke manapun!"

Coba, Allah mencintai hamba-Nya atau tidak?

📚 Tanda-tanda Cinta Allah Pada Hamba


1. Terlindung dari dunia

Di antara sinyal-sinyal cinta Allah pada seorang hamba adalah ketika Dia melindunginya dari dunia. Dia tidak membiarkan dunia memangsa dan menguasai kita. Jika kita dapati diri kita selama 24 jam senantiasa mengingat Allah, maka inilah salah satu sinyal bahwa Allah mencintai Kita.

Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah melindungi hamba-Nya yang beriman dari dunia sebagaimana kalian jaga orang sakit kalian dari (konsumsi) makanan dan minuman yang kalian takutkan bakal memperparahnya."

Rasulullah bersabda lagi, "Jika kau lihat Allah memberi seorang hamba apa yang diinginkannya dari dunia meski dengan segala kemaksiatannya, maka sesungguhnya itu hanyalah umbaran (istidraaj) belaka." Selanjutnya Rasulullah SAW membaca ayat: "Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka gembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa." (Qs. Al-An'aam (6): 44).

2. Taat beragama

Sinyal lain yang menunjukkan cinta Allah SWT pada hamba-Nya adalah ketika Dia menjadikannya sebagai orang yang taat beragama. Jika kita temukan diri kita antusias dalam beragama, meski hanya baru pada tahap permulaan beragama, namun setiap hari kita selangkah lebih maju dalam beragama, maka inilah salah satu sinyal cinta Allah.

Hingga perempuan-perempuan yang belum memakai jilbab sekalipun, jikalau ia serius memulai langkah dalam beragama, maka ia telah berjalan di jalur cinta Allah SWT. Hal ini didukung dengan hadits Nabi SAW, "Sesungguhnya Allah 'azza wa jalla akan memberikan dunia kepada orang yang Dia cintai dan tidak Dia cintai. Namun Dia tidak akan memberikan agama kecuali pada orang yang Dia cintai. Dan barangsiapa yang dianugerahi agama oleh Allah, maka Dia telah mencintainya."

Jika kita temukan diri kita begitu antusias beragama, maka ketahuilah sesungguhnya ini adalah salah satu sinyal cinta Allah SWT pada kita.

3. Tafaqquh fiddiin (gairah mempelajari agama)

Sinyal lainnya adalah tafaqquh fiddiin (gairah mempelajari agama). Sama sebagaimana sikap beragama, ini adalah masalah yang berjenjang. Artinya, kita bisa menggapainya sedikit demi sedikit dan pada mulanya barangkali kita tidak tahu apa-apa. Kita mulai dari belajar tajwid, kemudian menghafal satu juz Alquran, hingga meningkat lebih jauh. Jika kita bergairah mempelajari semua ini, maka ini merupakan sinyal cinta Allah SWT pada kita.

4. Lembut

Sinyal lain cinta Allah SWT pada hamba-Nya adalah mengajarinya kelembutan sikap. Dia bentuk kita menjadi pribadi yang lembut (haliim). Nabi SAW bersabda, "Jika Allah SWT menghendaki kebaikan pada penghuni rumah, maka Dia akan memasukkan kelembutan ke (hati) mereka."

5. Dipermudah Melaksanakan Ketaatan

Sinyal lain adalah Dia akan memudahkannya melaksanakan laku-laku ketaatan, dengan membuka pintu selebar-lebarnya baginya untuk menjalankan ketaatan tersebut.

6. Dipersulit Melakukan Kemaksiatan

Sinyal lain lagi, jika Allah SWT mencintai seorang hamba, maka Dia akan mempersulit langkahnya untuk melakukan kemaksiatan, sehingga ia tidak bisa melakukan kemaksiatan. Dan jika ia terbiasa melakukan kemaksiatan ini, maka ia akan mendapati segala laku kemaksiatan ini menjadi sulit baginya, sehingga ia pun urung melakukannya.

7. Husnul khatimah

Jika Allah SWT mencintai seorang hamba, sebagai tandanya Dia akan menutup usianya dengan amal saleh. Hal ini sangat penting, sebab ada beberapa orang yang sepanjang umurnya taat, namun sayangnya saat meninggal dunia ia malah sedang melakukan maksiat kepada Allah SWT. Abu Bakar pun sempat mengatakan: "Jikalau salah satu kakiku berada di dalam surga dan yang lain di luarnya, maka aku tidak aman..."

Karena itu, saat kita melakukan kemaksiatan, takutlah mati dan hindarilah jangan sampai kita mati ketika sedang berbuat maksiat. Disebutkan dalam sebuah hadits: "Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan mempersulitnya." Ada yang bertanya, "Apa gerangan yang dipersulit, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Dia akan membantunya melaksanakan amal saleh ketika sedang menghadapi ajalnya hingga tetangga-tetangganya –atau orang-orang di sekelilingnya- pun ridha terhadapnya."

📚 Orang Yang Dicintai Allah


1. Rasulullah SAW

Ketika aliran wahyu pada Nabi SAW terputus selama enam bulan berturut-turut di Makkah, beliau merasa sangat tersiksa dan dicekam ketakutan. Dan ketika berita ini bocor ke telinga orang-orang Quraisy, mereka pun mulai berkoar-koar, "Tuhanmu telah meninggalkanmu, hai Muhammad."

Allah SWT pun lantas menurunkan surah Adh-Dhuha: "Demi waktu matahari sepenggalan naik; dan demi malam apabila telah sunyi; Tuhanmu tiada meninggikan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu; dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan; Dan kelak pasti Tuhanmu memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas; Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu." (Qs. Adh-Dhuhaa (93): 1-6).

Renungkan dengan apa surah ini dibuka. Ia dibuka dengan sumpah demi waktu Dhuha, untuk kemudian dilanjutkan dengan sumpah demi waktu malam. Lihat, ketika Allah SWT bersumpah, Dia memilih bersumpah atas nama waktu-waktu yang lembut (al-auqaat ar-raqiiqah). Malam yang sunyi adalah detik-detik malam ketika ia larut dalam nasiim 'aliil sehingga yang ada hanya keheningan yang lembut.

"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu; Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk; dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan." (Qs. Adh-Dhuhaa (93): 6-8).

Setelah surah Adh-Dhuhaa Allah SWT menurunkan surah Asy-Syarh: "Bukankah Kami telah melapangkan untuk-mu dadamu?; dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu; yang memberatkan punggungmu?; Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu." (Qs. Asy-Syarh (94): 1-4).

Dan terbukti, setelah seribu empat ratus tahun, para peziarah tidak henti-hentinya mengalir di depan pintu makam Rasulullah SAW. Jutaan orang datang dari berbagai negara untuk shalat di masjid Nabawi dan mengucapkan salam kepadanya. "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan; Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan." (Qs. Asy-Syarh (94): 5-6).

2. Sayyidah Khadijah

Saat ia meradang ajal, Malaikat Jibril turun dari langit dan berkata, "Hai Muhammad, sesungguhnya Allah menyampaikan salam untuk Khadijah dan berfirman kepadamu: Hai Muhammad, beritakan kepada Khadijah tentang istananya yang terbuat dari intan permata di surga yang tidak ada hiruk pikuk [shakhb] dan pilar penyangga di dalamnya."

Renungkanlah aktualisasi cinta Allah ini. Sebentar lagi ia akan meninggalkan dunia dan menyaksikan semua ini di surga. Mengapa Malaikat Jibril sampai harus turun dari langit untuk menyampaikan pesan ini? Jawabnya, agar kita tahu bahwa ketika Allah mencintai seorang hamba, maka Ia akan memuliakannya sedemikian rupa. Ujaran ini ditujukan untuk kita agar kita menyadari posisi Khadijah ra dan posisi orang-orang yang dicintai Allah SWT.

Ketika Allah mencintai hamba-Nya, maka Dia akan mencintai mereka habis-habisan. Siapakah yang ingin menggapai posisi ini dan mencari teladan-teladan ini?

3. Abdullah bin Haram

Abdullah bin Haram gugur syahid di medan Perang Uhud. Putranya, Jabir bin Abdullah bin Haram datang untuk melihat jasad ayahandanya yang telah dicincang oleh orang-orang kafir.

Jabir bercerita: Aku datang kepada para sahabat dan aku bilang pada mereka, Biarkan aku lihat ayahku. Namun mereka menghalang-halangi aku untuk melihatnya. Nabi SAW pun berkata pada mereka, "Biarkan dia melihat ayahnya." Aku pun lantas melihat jasad ayahku yang telah dicincang. Aku tak kuasa menahan tangis. Aku letakkan wajahku di lengan bajuku. Sampai-sampai bibiku, Fathimah terharu dan menangis. Nabi SAW berkata, "Kau mau menangis atau tidak menangis, Malaikat akan selalu memayunginya dengan sayapnya sampai kalian angkat dia."

Setelah peristiwa itu, Jabir bercerita lagi: Rasulullah menemuiku dan berkata kepadaku, "Mengapa kulihat engkau begitu terpukul, hai Jabir." Aku jawab, "Wahai Rasulullah, ayahku gugur syahid di medan Perang Uhud dengan meninggalkan anak-anak dan hutang." Beliau menukas, "Belumkah aku beritakan kepadamu tentang apa yang diberikan Allah kepada ayahmu?" Aku jawab, "Belum, wahai Rasulullah." Beliau menimpal, "Wahai Jabir, Allah belum pernah berbicara pada seorangpun dari balik hijab, namun Dia berbicara dengan ayahmu berhadap-hadapan tanpa hijab penghalang. Dia berkata kepadanya (ayahmu): Hai hamba-Ku, mohonlah kepada-Ku, niscaya Aku beri kau. Ayahmu menjawab: Tuhan, hidupkanlah hamba kembali. Hamba ingin berperang dan gugur lagi di jalanMu untuk yang kedua kali. Allah berfirman: Sesungguhnya telah Kutetapkan bahwa mereka yang telah ke sana tidak bisa kembali. Ayahmu menukas: Tuhan, sampaikanlah pada orang-orang yang aku tinggal." Serta-merta Allah SWT pun menurunkan ayat berikut sebagai penghormatan atas permintaan salah seorang hamba-Nya: "Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki; Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka. dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka. Bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." (Qs. Aali 'Imraan (3): 169-170).52 Sungguh teladan-teladan yang indah. Kita pun bisa memperoleh posisi ini. Tidak ada seorang pun dari kita yang berada di surga kecuali akan diajak bicara oleh Allah SWT.

Allah SWT berkata : "Hai Fulan, Aku ridha kepadamu, apakah kau ridha kepada-Ku?" Pertanyaan ini pernah dilontarkan pada Abu Bakar ra di dunia. Namun cukup dengan cinta, kasih, dan kedekatan, kita pun bakal disapa demikian oleh Allah secara langsung di surga. Atau Dia malah akan mengatakan pada kita: Hamba-Ku, mintalah sesukamu, sebagaimana yang Dia katakan pada Abdullah bin Haram. Atau Dia akan memanggil nama kita sebagaimana Dia memanggil Ubay bin Ka'ab. Atau, akan Dia katakan pada kita: Hamba-Ku, pergi dan masuklah surga!

Jikalau para Sahabat memperoleh kehormatan-kehormatan seperti ini di dunia, maka orang-orang yang menaati dan mencintai Allah meski dengan kadar minimum pun akan melihat ungkapan cinta ini di surga.

Amati cinta Allah kepada kita, sampai di mana ia mengalir. Yang pasti, cinta Allah yang terindah ini hanya bisa direguk oleh orang-orang yang duduk di majelis-majelis zikir dan mempelajari persoalan agama mereka di sana. Disebutkan dalam sebuah hadits: "Sesungguhnya Malaikat mengitari jalan-jalan sempit mencari halaqah-halaqah zikir. Jika mereka temukan sekumpulan orang yang sedang berzikir, mereka pun berseru, "Mari menuju hajat kalian." seraya menutupi mereka dengan sayap mereka yang membentang dari bumi ke langit..."

Hadits ini cukup panjang, intinya Allah di sana bertanya pada Malaikat, "Bagaimana kalian dapati hamba-hambaKu?" Mereka menjawab, "Kami dapati mereka sedang mengumandangkan pujian kepada-Mu, mensucikan-Mu, berzikir mengingat dan menyebut-Mu, dan mengagung- agungkan-Mu." Allah bertanya lagi, "Apakah mereka melihat-Ku?" Mereka jawab, "Tidak, Tuhan. Mereka tidak melihat-Mu." Allah menukas, "Bagaimana seandainya jika mereka melihat-Ku?" Mereka jawab, "Jikalau mereka melihat-Mu, maka mereka akan semakin giat beribadah kepada-Mu, semakin giat mengagungkan dan memuji-Mu, juga semakin banyak bertasbih mensucikan-Mu." Allah bertanya lagi, "Lalu apa yang mereka minta?" Mereka jawab, "Surga." Allah bertanya lagi, "Apakah mereka melihatnya?" Mereka jawab, "Belum pernah, Tuhan." Allah menukas, "Bagaimana jika mereka melihatnya?" Mereka jawab, "Jikalau mereka melihatnya, mereka semakin tambah semangat, semakin antusias mencari, semakin besar pula hasrat untuk mendapatkannya." Allah bertanya lebih lanjut, "Lalu, dari apa mereka memohon perlindungan?" Mereka jawab, "Dari neraka." Allah bertanya lagi, "Apakah mereka pernah melihatnya?" Mereka jawab, "Belum, Tuhan." Allah menukas, "Bagaimana seandainya jikalau mereka melihatnya?" Mereka menjawab, "Jikalau mereka menjawab, maka mereka pasti akan semakin ketakutan dan menjauhinya." Allah pun lantas berseru: "Aku bersaksi pada kalian, hai Malaikat-Ku, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka."

Apa lagi yang kita inginkan melebihi cinta Allah ini pada orang-orang fakir nan miskin seperti kita. Datanglah kepada Allah dan sebagaimana kata ulama: jangan pernah bosan dan jemu berdiri di depan pintu-Nya meski kita diusir-usir. Jikalau kita kembali berbuat maksiat, maka jangan sekali-kali kita bosan untuk berdiri di depan pintuNya dan jangan pula kita putus permohonan maaf kita meski ditolak sekalipun. Jikalau pintu itu dibuka untuk orang-orang yang diterima, maka masuklah laiknya orang yang kekanak- kanakan. Ulurkan tangan kita kepada-Nya dan katakanlah kepada-Nya: Hamba orang miskin, bersedekahlah pada hamba, wahai Dzat yang Maha pengasih di atas yang pengasih.

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam