80. Ikatan dan Kepercayaan



📚 Terjemah Kitab At-thariq Ilal Quluub (Perjalanan Ke Hati)




Sudah menjadi kebiasaan Imam Hasan Al-Banna rahimahullah, bila mengunjungi kami di Iskandaria, selalu ditemani beberapa orang ikhwah. Kami berbahagia dan bangga dapat bertemu mereka. Kami hidup ber-sama mereka beberapa saat dalam kedekatan dan kecintaan. Demikian juga ketika beliau meninggalkan Iskandaria, beberapa ikhwah dari Iskandaria pasti menemani beliau. Dengan begitu beliau mampu menjalin hubungan cinta kasih dan persaudaraan yang tulus ikhlas di antara berbagai daerah dan keluarga di penjuru Mesir, di saat persaudaraan ketika itu terasa hambar, bahkan nyaris punah. Dengan ikatan persaudaraan Islam inilah beliau mampu memantapkan pemikiran, menggerakkan perasaan, dan membangun kepercayaan serta ikatan di antara para anggota cabang-cabang Ikhwan di seluruh Mesir. Dari interaksi seperti ini sering berlanjut dengan kerja sama dalam perdagangan, bahkan hubungan keke-luargaan melalui pernikahan.
 
Penampilan Da'i
Para da'i harus tampil menarik, simpatik, dan ceria. Allah itu Mahaindah dan cinta pada keindahan Penampilan menarik dapat menanamkan pengaruh yang dalam pada jiwa seseorang, dapat membuat mereka respek, untuk kemudian rela berhimpun bersama di sekitarnya.
 
Semenjak dahulu, penghulu para da'i tatkala duduk di hadapan majelisnya senantiasa mengenakan baju terindah, menaburinya dengan aroma wewangian, dan mengenakan dandanan yang mampu mempesona. Di antara mereka itu adalah Abdullah bin Abbas, Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi'i. Para da'i seharusnya menghindari sikap ekstrem dan berlebih-lebihan dalam persoalan agama. Hendaknya mereka mengajak umat manusia dengan lemah lembut dan kasih sayang, sebab sikap berlebih-lebihan dalam agama menyebabkan orang lari dan menjauh dari jalan dakwah. Rasulullah saw. bersabda, "Celaka orang yang berlebih-lebihan. Celaka orang yang berlebih-lebihan. Celaka orang yang berlebihKiat lebihan. Agama ini amat kokoh, maka masukilah ia dengan kasih sayang."

Sebagian orang mengadukan Mu'adz bin Jabal bahwa ketika Mu'adz shalat bersama mereka, ia memanjangkan shalatnya. Lantas Rasulullah saw. berkata kepadanya, "Apakah engkau pembuat fitnah (masalah), wahai Mu'adz? Shalatlah bersama mereka seperti shalatnya orang yang terlemah di antara mereka, karena di antara mereka ada yang lemah, lanjut usia, atau punya keperluan yang harus segera ditunaikan." Para da'i harus mengaitkan kehidupannya dengan agama, tidak memisahkan antara keduanya.
 
Suatu ketika saya melaksanakan shalat Jum'at bersama sekelompok pemuda di masjid rumah sakit Ikhwan di Amman, Yordania. Seorang dokter yang masih muda dan tampan naik mimbar. Ia mengenakan jas putih yang disetrika rapi, bawahannya celana yang disetrika pula. Khotbahnya sangat berbobot dan menarik. Setelah khotbah usai, saya bertanya kepada para pemuda mengenai khotbah dan khatibnya. Ternyata mereka menyoroti masalah kekeliruan tata bahasa dan sebagian kesalahan dalam membaca ayat Al-Qur'an. Mereka tidak sedikit pun menyoroti sosok sang khatib, bagaimana penampilan dan performennya. Saya berpikir, agaknya indra dan perasaan perlu ditumbuhkan dan diaktifkan. Rupanya fokus perhatian masyarakat tentang da'i umumnya pada ceramah dan pembicaraannya. Mereka tidak peduli dengan aspek sosial yang menonjol dalam risalahnya yang menyeluruh.

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam