Istiqamah Seteguh Karang



πŸ“š Buku Allah Dekat Dan Bersamamu



“Orang yang tidak memiliki prinsip hidup ibarat buih di lautan. Ia akan terombang-ambing oleh gelombang laut dan terbawa embusan angin. Ke arah mana saja angin bertiup, buih akan mengikutinya.”

Di sebuah pesantren, seorang santri menunduk menatap bayangan tubuhnya di bawah sinar rembulan yang redup. Dari guratan wajahnya tampaknya ia sedang berputus asa. Maklumlah, telah bertahun-tahun menuntut ilmu di pesantren, tapi dia tidak naik-naik kelas. Teman-teman menganggapnya sebagai santri bodoh.

Terbersit di hatinya untuk minggat dari pesantren. Ia merasa tidak kuat lagi berada di pesantren. Baginya, taman surga itu telah berubah menjadi neraka. Ia mengemasi barang-barangnya. Ia memutuskan untuk pulang ke kampungnya. Tepat setelah shalat Subuh, ia minggat dari pesantren tanpa pamit kepada gurunya. Kakinya terus melangkah meninggalkan pesantren. Di tengah perjalanan, hujan turun rintik-rintik. Santri itu berteduh di sebuah gubuk. Secara tak sengaja matanya memandang ke sebuah batu besar yang berlubang karena terus-menerus tertetesi air hujan.

Santri itu mengamati batu itu dengan saksama. Ia seperti mendapat pelajaran berharga. “Batu yang demikian keras saja bisa berlubang karena terkena tetesan air hujan terus-menerus. Jika demikian, kebodohanku ini juga akan mencair jika terus-menerus terkena tetesan ilmu. Aku tidak boleh menyerah,” gumam santri itu dalam hati.

Santri itu tak jadi pulang kampung. Ia memutuskan kembali ke pesantren. Ia istiqamah untuk terus belajar dan belajar. Waktunya digunakan secara optimal untuk belajar. Di kemudian hari, ternyata santri itu menjadi ulama besar, ahli hadis terkemuka, pengarang kitab Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari yang dipelajari oleh umat Islam di dunia sampai sekarang.

Santri itu tak lain adalah Ibnu Hajar Al-Asqalani. Nama aslinya hanya Al-Asqalani, tapi orang-orang memberikan julukan “Ibnu Hajar” (putra batu) karena ia mengambil pelajaran dari falsafah batu. Jadilah namanya Ibnu Hajar Al-Asqalani.

*****

Sebagai makhluk sosial kita tentu tidak akan terlepas dari pergaulan dengan sesama, baik itu di kantor, di kelompok-kelompok organisasi, maupun di masyarakat. Ketika kita bergaul di tengah komunitas tersebut, sangat mungkin kita akan menemukan hal-hal yang positif, tapi tidak jarang kita juga akan mendapatkan hal-hal yang negatif. Nah, di sinilah pen tingnya sikap istiqamah memegang teguh prinsip-prinsip hidup yang berlandaskan agama (Islam).

Suatu hari seorang teman berkunjung ke rumah. Ia bercerita bahwa ia sangat bersyukur karena telah lulus tes masuk PNS di sebuah instansi (departemen) pemerintah. Dia menceritakan perjuangannya dari awal sampai terakhir mengurus berkas-berkas yang sangat berbelit-belit setelah lulus tes. Tak lupa dia juga bercerita tentang praktik korupsi yang masih terjadi di berbagai instansi pemerintah. Salah seorang saudaranya yang telah bekerja lebih dulu di sebuah instansi pemerintah pun beberapa kali bercerita kepadanya tentang praktik korupsi yang masih terjadi di tempatnya bekerja.

Ada hal yang menarik dari obrolan kami. Teman saya mengatakan kepada saya, “Doakan aku, ya, semoga aku tidak ikut-ikutan korupsi.”

Waktu itu saya menjawab, “Jadilah seperti ikan. Daging ikan tetap tawar meskipun seumur hidup tinggal di air asin (laut). Ikan tidak terpengaruh oleh lingkungannya. Ikan tetap memegang teguh prinsipnya bahwa ia diciptakan untuk kemaslahatan umat manusia. Karena itu ikan tetap menjaga agar dagingnya tetap tawar sehingga manusia bisa menikmati lezatnya daging ikan.”

Nah, orang-orang yang bisa belajar dari ikan adalah orang-orang yang istiqamah memegang teguh prinsip. Ia tidak terpengaruh, apalagi terbawa, oleh lingkungan pergaulan yang tidak baik. Ia akan mampu memfilter segala hal yang bersentuhan dengan dirinya. Ia akan mengambil yang baik dan membuang yang buruk.

Di era globalisasi dan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, juga dinamika kehidupan masyarakat yang semakin kompleks, setiap hari kita disuguhi informasi tentang pemikiran, gaya hidup, dan budaya yang beraneka ragam.

Tidak sedikit orang yang terpengaruh oleh pemikiran, gaya hidup, dan budaya yang bertentangan dengan fitrah manusia yang cenderung kepada kebaikan.

Sejarah telah mencatat banyaknya manusia yang terpengaruh oleh pemikiran, gaya hidup, dan budaya yang salah. Akibatnya bukan main-main, yaitu hancurnya tatanan peradaban manusia yang tamadun. Di Jepang ada budaya hara-kiri. Tatkala seseorang merasa bersalah atau putus asa, ia akan menusukkan pedang katana dan merobek lambungnya. Jembatan Golden Gate di San Fransisco adalah tempat bunuh diri yang sangat populer di Amerika Serikat. Rakyat Uni Soviet begitu terpengaruh oleh paham sosialis Lenin, tapi akhirnya Uni Soviet runtuh.

Paham Peter Drucker dalam buku Management by Objective ternyata hanya menghasilkan budak-budak materialis di bidang ekonomi dan teknologi, tetapi kering spiritualitas. Ada pula aliran Taoisme yang mengagungkan ketenteraman dan keseimbangan batin, namun menghasilkan manusia-manusia yang lari dari tanggung jawab sosial. Pemikiran Dale Carnagie yang sangat mementingkan arti penghargaan begitu memengaruhi jutaan orang di dunia dalam berperilaku, namun ternyata hanya menghasilkan orang-orang yang mendewakan penghargaan.

Rakyat Jerman dan terutama tentara Nazi begitu terpengaruh oleh paham Über Alles (ras tertinggi) dan prinsip biefl istbiefl (perintah adalah perintah) yang dicetuskan oleh Hitler. Keteguhan rakyat Jerman dan tentara Nazi memegang paham dan prinsip tersebut memang berhasil membuat Jerman begitu perkasa saat itu. Sebagian daratan Eropa dikuasai dalam waktu yang relatif singkat dengan dimulainya pertempuran Polandia pada tahun 1936. Namun, akhirnya sejarah mencatat Nazi Jerman runtuh dan Hitler bunuh diri.

Cerita klasik Romeo dan Juliet yang mati bunuh diri bersama hanya karena cinta juga banyak ditiru oleh remaja di dunia. Belum cukup sampai di sini, baru-baru ini juga muncul prinsip “tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada adalah kepentingan yang abadi.” Prinsip ini juga telah memengaruhi banyak orang dalam setiap sendi kehidupan. Yang paling jelas bisa kita lihat di kancah politik. Kita berkali-kali menyaksikan aksi saling jegal di antara para politisi negeri ini, terlebih jika mendekati pemilihan umum. Tak terelakkan lagi, kita semakin sering disuguhi adegan-adegan seperti itu dalam drama perpolitikan negeri ini.

Kalangan generasi muda negeri ini juga tampaknya telah terpengaruh oleh prinsip “yang penting penampilan”. Prinsip ini telah berhasil membelokkan karakter generasi muda bangsa ini menjadi orang-orang yang konsumtif dan mengagungkan penampilan luar. Generasi muda bangsa ini begitu bangga dengan pakaian, sepatu, dan aksesori yang bermerek, mahal, dan ternama. Lebih parah lagi, mereka sering kali menilai orang lain dari merek pakaian yang dikenakan.

Prinsip-prinsip tersebut terbukti hanya membawa manusia kepada kegagalan, bahkan kesengsaraan dan kehancuran. Orang-orang yang terpengaruh oleh prinsip-prinsip tersebut terbukti pada akhirnya hanya bisa menyesali diri karena tidak punya pendirian sehingga terbawa arus pemikiran, gaya hidup, dan budaya yang salah. Orang yang tidak memiliki prinsip hidup ibarat buih di lautan. Ia akan terombang-ambing oleh gelombang laut dan terbawa embusan angin. Ke arah mana saja angin bertiup, buih akan mengikutinya.

Sebagai muslim kita harus memiliki sifat seperti ikan, yaitu teguh memegang prinsip hidup yang berlandaskan agama. Kitalah yang bertanggung jawab terhadap diri kita sendiri, bukan orangtua, saudara, teman, apalagi orang lain. Salah melangkah dalam kehidupan, berarti kita telah merencanakan sesuatu yang buruk untuk masa depan kita.

Teguh memegang prinsip bukan berarti membuat kita harus kaku dalam bergaul. Prinsip-prinsip hidup merupakan semacam acuan bagi kita dalam menentukan sikap. Dengan memegang teguh prinsip hidup yang berlandaskan Islam, diharapkan kita mampu mewarnai lingkungan kita, bukan terwarnai oleh lingkungan. Kita bisa mengarahkan arus, bukan terbawa arus.

Dengan demikian, semestinya kita mampu memegang teguh prinsip hidup yang berlandaskan pada Al-Qur’an dan Sunah. Dengan memegang teguh prinsip-prinsip itulah kita akan meraih kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu kamu menjadi orang-orang yang bersaudara karena nikmat Allah; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu darinya. Demikianlah Allah menerang kan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 103)

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam