Jalan Meloloskan Diri dari Dosa



๐Ÿ“š Buku Mendaki Tanjakan Ilmu Dan Tobat


Untuk mengetahui jalan meloloskan diri dari dosa, terlebih dahulu perlu diketahui bahwa dosa itu terbagi menjadi tiga:

Pertama: Dosa karena meninggalkan pekerjaan yang diwajibkan Allah kepadamu. Misalnya, meninggalkan shalat atau mengerjakannya dengan memakai pakaian yang kena najis. Atau, shalat dengan niat yang tidak betul. Atau, meninggalkan puasa dan zakat. Jalan keluarnya ialah dengan membayar semua yang kamu tinggalkan itu secara berangsur-angsur, sekuat mungkin, dan sebanyak mungkin.

Kedua: Dosa antara kamu dan Allah. Contohnya, minum-minuman keras, bermain tabuhan yang membuatmu lupa pada Allah, makan riba, dan sebagainya. Jalan keluarnya ialah, setelah mengerjakannya, kamu menyesal dan bertekad kuat tidak akan mengulanginya lagi selama-lamanya. Kemudian, kamu mengerjakan kebaikan yang setimpal dengan banyaknya dosa-dosamu itu. Seperti sabda Rasulullah Saw.:

“Bertakwalah kamu dalam keadaan bagaimanapun dan iringilah kejahatan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu menghapuskannya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.”

Firman Allah dalam Surah Hรปd ayat 114:

Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.

Maka, hapuslah dosa minum arak dengan menyedekahkan minuman yang halal. Seperti minuman lezat disuguhkan kepada orang-orang.

Dan, tebuslah dosa mendengar musik yang melupakanmu dari Allah dengan sering mendengarkan bacaan Al-Quran. Atau, mendengar rupa-rupa ilmu di majelis zikir dan majelis ilmu.

Jika kamu pernah duduk dalam masjid padahal kamu sedang junub, tebuslah dengan iktikaf sambil memperbanyak ibadah. Jika kamu pernah makan riba, hapuslah itu dengan memperbanyak sedekah berupa makanan yang halal. Demikian seterusnya.

Walaupun menghitung dosa itu tidak akan pernah tepat, tetapi ini adalah satu cara untuk mengimbanginya. Seperti mengobati penyakit panas dengan obat yang dapat menjadikannya dingin, agar keseimbangan yang diperlukan terwujud.

Bila kelamnya hati telah memuncak karena dosa, tidak akan ada yang dapat menghapuskannya selain cahaya yang memancar dari ketaatan. Di samping itu semua, harapan (raja') dan penyandaran diri sepenuhnya kepada Allah sangat penting juga. Demikianlah kedudukan dosa antara seseorang dengan Allah.

Ketiga: Dosa antara kamu dan orang lain. Inilah yang paling sulit dan paling berat karena dosa ini timbul dari lima perkara:

1. Urusan harta.
2. Urusan diri.
3. Urusan perasaan.
4. Urusan kehormatan.
5. Urusan agama.

Dosa yang timbul dari urusan harta, misalnya, meminjam tanpa izin (ghasab) atau khianat, memalsu atau mengurangi takaran dan timbangan, memeras buruh, dan sebagainya.

Untuk membersihkan dosa-dosa tersebut, kamu wajib mengembalikan hak-hak itu pada masing-masing orang yang telah dirugikan. Kalau tidak bisa mengembalikannya karena kamu fakir, wajib bagimu untuk minta dihalalkan kepada orang-orang bersangkutan. Kalau hal ini pun tidak dapat dikerjakan, karena yang bersangkutan sudah tidak ada lagi atau meninggal dunia, hendaklah kamu memperbanyak bersedekah untuk orang itu. Jika tidak dapat juga, perbanyaklah melakukan amal baik, sehingga di masa perhitungan di akhirat nanti, memadailah kebaikanmu untuk mengganti hak-hak orang yang bersangkutan. Inilah jalan yang harus ditempuh oleh tiap orang yang bertobat dalam mengembalikan hak-hak orang yang dia zalimi.

Kemudian kamu mohon dengan segala kerendahan hati, lahir dan batin, agar Allah menjadikan yang bersangkutan meridhaimu di Hari Kiamat.

Adapun dosa yang timbul karena penzaliman terhadap diri orang lain, seperti membunuh atau memfitnah, hendaknya kamu memberi kesempatan pada orang yang kau zalimi itu, atau kepada walinya, untuk membalas atau memaafkan kamu. Jika itu tidak dapat dilakukan, kembalilah kepada Allah, bermohon dengan sangat dan ikhlas, agar menjadikan yang bersangkutan meridhaimu di Hari Kiamat.

Adapun kezaliman menyakiti perasaan orang lain, seperti mengumpat, menggunjing, menuduh, atau memakinya, dalam hal ini ada tafshil-nya (perincian). Apabila kamu mengumpat, atau menuduh, atau memaki-maki orang, hendaklah kamu memberi tahu pada orang yang mendengarnya bahwa kamu sebetulnya telah berkata bohong. Lalu, kamu meminta maaf kepada orang yang telah kamu umpat. Tapi, jika ini tidak mungkin kau lakukan karena khawatir orang itu bertambah marah, atau bisa menimbulkan fitnah, tidak ada jalan lain bagimu kecuali memohon kepada Allah agar menjadikan yang bersangkutan sudi meridhaimu, dan agar memberimu kebaikan yang lebih banyak sebagai pengganti perasaannya yang kau sakiti. Dan, kamu perlu memperbanyak istigfar untuk yang bersangkutan.

Adapun kezaliman melanggar kehormatan orang lain, seperti mengkhianati kehormatannya, atau kehormatan anak istrinya, atau kerabatnya, dan sebagainya, sedangkan tidak ada jalan untuk minta maaf atau menceritakan kepada yang bersangkutan karena justru menimbulkan fitnah dan kemarahan maka satu-satunya jalan ialah memohon kepada Allah agar menjadikan yang bersangkutan meridhaimu dan memberikan kebaikan yang setimpal pada orang yang kau rugikan. Tapi, jika sekiranya aman dari fitnah, minta maaf dari yang bersangkutan itu lebih utama.

Adapun kezaliman dalam hal agama, seperti mengkufurkan seseorang atau membid’ahkannya, atau menggolong kannya sesat padahal dia tidak demikian, hal ini sulit penyelesaiannya. Karenanya, kamu harus mengakui telah berbohong dalam perkataanmu. Selanjutnya mintalah dimaafkan, jika sekiranya hal ini dapat dikerjakan. Tapi, jika tidak dapat dilakukan, kamu harus bermohon dengan ikhlas dan sangat, dengan perasaan menyesal, agar Allah menjadikan yang bersangkutan meridhaimu.

Kesimpulan dari apa yang dibicarakan ialah, apabila kamu bisa meminta ridha dari yang bersangkutan, kerjakanlah. Namun, bilamana tidak dapat, kembalilah kepada Allah dengan tadharru’ (merendahkan diri) dan mohon dengan sangat, sambil memperbanyak sedekah kepada fuqara (orang-orang fakir) dengan harta yang halal. Hal itu perlu kamu lakukan, agar Allah menjadikan yang bersangkutan ridha kepadamu.

Keadaan yang demikian itu bergantung pada masyi’atillah (kehendak Allah) di Hari Kiamat nanti. Mengharaplah karunia Allah Yang Agung dan ihsan-Nya yang merata. Mudah-mudahan akan diketahui kebenaran hati hambaNya, agar Allah membuat yang bersangkutan ridha dengan perbendaharaan karunia-Nya.

---------- Penjelasan : K.H. R. Abdullah bin Nuh

Seperti yang diriwayatkan oleh Sayidina Anas r.a., bahwa pada satu waktu kami melihat Rasulullah Saw. duduk, kemudian beliau tertawa gembira sekali.

Sayyidina Umar r.a. bertanya, “Mengapa Engkau tertawa?”

Sabda Rasulullah Saw., “Ada dua orang umatku memperhitungkan tentang haknya. Yang seorang berkata, ‘Ya Allah berikanlah padaku hakku yang dizalimi oleh saudara ini.’ Maka Allah Swt. berfirman, ‘Berikanlah haknya yang telah kamu ambil itu’. Kata yang dituntut, ‘Ya Rabbi, kebaikanku telah habis semua. Tidak ada lagi untuk membayar pada saudara ini.’ ‘Kalau demikian, dia harus menanggung dosa-dosaku sebagai gantinya,’ ujar yang menuntut.”

Di kala itu, Rasulullah terlihat meneteskan air mata.

Lalu, beliau meneruskan sabdanya, “Kemudian Allah berfirman, ‘Angkatlah kepalamu, dan lihatlah surga.’ Setelah si penuntut itu melihat surga, dia pun berkata, ‘Ya Rabbi, aku melihat kota-kota berlantaikan perak. Gedung-gedung yang indah terbuat dari emas, bertatahkan ratna mutu manikam yang elok-elok. Apakah untuk nabi, ataukah untuk yang syahid?’ Firman Allah, ‘Itu untuk siapa saja yang sanggup membelinya.’ Kata orang itu, ‘Ya Rabbi, siapakah yang mampu membeli karunia sehebat itu?’ Firman Allah, ‘Engkau pun dapat membayarnya, yaitu dengan mengampuni saudaramu yang telah menzalimi kamu.’ Kata si penuntut itu, ‘Jika demikian, sekarang juga saya memaafkannya, Ya Rabbi.’ Firman Allah, ‘Tuntunlah tangannya, dan masuklah kalian berdua ke dalam surga’.”

Kemudian Rasulullah bersabda, “Bertakwalah kamu dan berbuatlah ketulusan di antara kamu, karena Allah menyukai ketulusan dan kerukunan di antara kaum Mukminin.”

Kata Imam Al-Ghazali, “Ini satu peringatan jika ke bahagiaan itu hanya bisa didapat oleh orang yang berakhlak, yaitu akhlak yang diridhai Allah. Di antaranya, gemar terhadap kerukunan di antara sesamanya, dengan memaafkan antara satu dengan lainnya. Karena itu, ke tahuilah dan perhatikanlah pembicaraan-pembicaraan ini, dan penuhilah haknya. Mudah-mudahan kamu mendapat petunjuk dari Allah”.

----------

Selanjutnya, jika kamu telah dapat mengamalkan apa-apa yang telah kami sebutkan, dan hatimu bersih dari keinginan untuk mengerjakan dosa lagi di waktu yang akan datang, berarti kamu telah bersih dari semua dosa-dosa itu.

Jika semua hal ini telah kamu laksanakan, tetapi kamu belum dapat menunaikan kewajiban yang telah kamu tinggalkan, seperti shalat, puasa, dan sebagainya, dan belum dapat mengembalikan hak-hak orang yang kamu zalimi maka hak-hak itu tetap menjadi tanggunganmu dan kamu harus membayarnya. Adapun dosa-dosa selain dari itu, Allah telah mengampunimu dengan tobatmu itu.

Keterangan mengenai tobat ini sangat panjang. Tidak cukup untuk dimuat dalam kitab Minhรขj Al-‘ร‚bidรฎn yang ringkas ini. Jika kamu menghendaki uraian secukupnya, bacalah bab Tobat yang kami jelaskan. Pertama, dalam kitab Ihyรข ‘Ulรปm Al-Dรฎn. Kedua, dalam kitab Al-Qurbah. Ketiga, dalam kitab Al-Ghoyat Al-Quswa. Pasti kamu akan menemui faedah yang lebih besar dan keterangan-keterangan yang cukup mengenai hal ini.

---------- Penjelasan : K.H. R. Abdullah bin Nuh

Sayang, kitab-kitab ini dicari di mana-mana tidak ada. Kitab-kitab karangan Imam Al-Ghazali banyak, lebih dari 300 buku. Namun, yang ada sekarang hanya sedikit, kira-kira 20 buah.

----------

Yang dimuat dalam kitab ini hanyalah pokoknya, yang tidak boleh tidak harus diketahui. Kepada Allah jua kita mohon pertolongan.

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam