Bab 4. Jalan Menuju Allah



📚 Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)



📚 Jalan Menuju Allah 📚 Tidak Ada Kebahagiaan yang Sempurna di Dunia 📚 Di Mana Kita Temukan Kebahagiaan? 📚 Mari Bersama-sama Kita Khayalkan Surga 📚 Saya Sangat Memimpikan Surga 📚 Apa Gerangan yang Kita Angankan? 📚 Kenikmatan Melihat Allah SWT di Surga 📚 Surga Hanya Bagi Orang-orang yang Bebas Maksiat 📚 Berapa Lamakah Tubuh Manusia Jatuh ke Dalam Neraka dari Atas Jembatan Shiraath? 📚 Bagaimana Manusia Melintasi Jembatan Shiraath? 📚 Tahap Pensucian 📚 Empat Tahap Pensucian di Dunia 📚 Tiga Tahap Pensucian di Kubur 📚 Empat Tahap Pensucian di Hari Kiamat

📚 Jalan Menuju Allah


Semua orang tentu menginginkan kebahagiaan. Artinya, semua tindakan yang diambil manusia selalu berorientasi untuk menggapai kebahagiaan dan tidak ada seorangpun yang melakukan apapun kecuali pasti memiliki tujuan atau target: bagaimana saya bisa bahagia di dunia. Bahkan, ketika kita membahagiakan orang lain pun, kita sesungguhnya tengah mencari kebahagiaan kita sendiri. Sebab, kita berpikir bahwa dengan membahagiakan mereka kita akan menemukan kebahagiaan bagi diri kita sendiri.

Orang yang mencintai juga memiliki tujuan. Dan bukan cinta itu sendiri yang menjadi tujuannya, melainkan lebih pada apa yang dihasilkan cinta, yaitu kebahagiaan hati.

Begitu pula dengan uang. Kebahagiaan tidak terletak pada uang itu sendiri, melainkan pada apa yang dihasilkan uang bagi hati berupa warna-warni kebahagiaan dan kegembiraan yang membuat hati membuncah-buncah kegirangan. Begitu juga rumah yang cantik, halaman yang luas, dan teman-teman. Simpul kata, apapun hal yang kita lakukan selalu kita tujukan untuk memperoleh kebahagiaan di balik itu.

Semua tindakan seseorang dalam hidupnya selalu bertujuan memperoleh kebahagiaan. Bahkan ketika ia datang meminta suaka pada manusia pun sesungguhnya ia melakukan hal itu karena ingin mencari kebahagiaan hatinya di dalam hal tersebut. Juga ketika bermaksiat, membeli, atau menikah. Inti kata, semua tindakan selalu bertumpu pada satu titik: keinginan menggapai kebahagiaan.

Sesungguhnya yang merasakan bahagia pada diri manusia adalah hati. Atau dengan kata lain, poros kebahagiaan manusia adalah hati. Jikalau hati senang, maka seluruh anggota badan akan merasa lega dan tentram. Dan ketika seluruh anggota badan merasakan ketentraman demikian, maka di situlah manusia merasakan kenyamanan hidup. Jadi, semua bertindak atas nama mencari kebahagiaan.

📚 Tidak Ada Kebahagiaan Yang Sempurna Di Dunia


Allah tidak menginginkan kesempurnaan kebahagiaan di dunia, sehingga kita pun tidak akan pernah menemukan kebahagiaan kecuali akan selalu dibayang-bayangi sesuatu yang menghalang-halangi terlaksananya apa yang kita kehendaki. Bukankah demikian yang terjadi? Pernahkah kita merasakan kelezatan yang sempurna di dunia?

Ketika kita menikmati makanan yang serba lezat, maka setelah itu kita pasti akan merasakan mulas dan lelah, sehingga selera makan kita pun hilang dan kita tidak bisa menemukan kebahagiaan yang sempurna pada hidangan tersebut.

Halaman yang indah yang menjadi impian kebahagian orang juga dibayang-bayangi kelelahan dan kepenatan, dilanjutkan tidur yang panjang dan kemalasan di seluruh tubuh. Tidak akan pernah bisa kita temukan kebahagiaan apapun di dunia yang sempurna dari dari awal hingga akhir tanpa bayang-bayang hal-hal yang menghalang-halangi keterlaksanaan apa yang kita inginkan.

Namun hal ini justru merupakan rahmat Allah tersen- diri, sebab jikalau ada kebahagiaan yang sempurna di dunia, maka tentu saja meninggalkannya merupakan sesuatu yang mustahil. Jangan sekali-kali kita terkecoh dengan kekuatan kita. Bagi setiap orang yang mencari kebahagiaan, jangan pikir dengan kemampuan kita, dapat kita capai kebahagiaan yang sempurna di dunia.

Sesungguhnya kita sudah mengetahui hal ini, namun perlu kita kokohkan di dalam diri kita sehingga kita bisa memahami kenyataan berikutnya bahwa tidak ada kebahagiaan yang hakiki di dunia dan tidak ada pula sesuatupun di dunia yang berlangsung terus-menerus. Allah telah menggariskan bahwa segala sesuatu yang meninggi di dunia akan menurun. Setiap kali cita rasa kelezatan melambung, secepat itu pula ia menurun. "Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari kadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) itu sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban.Dia menciptakan apa yang dikehendakiNya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa." (Qs. Ar-Ruum (30): 54).

Bukankah ini sudah menjadi mata rantai hidup kita. Karena itu, jangan bergembira dulu dengan perasaan kita hari ini, sebab setelah dua puluh atau tiga puluh tahun lagi kita tidak akan mampu bergerak leluasa dan anak-anak kita lah yang kelak akan mengarahkan kita setelah dulu kita mengarahkan mereka. Kita akan kembali lemah seperti saat kita bayi. Inilah dunia. Tidak ada sesuatupun yang sempurna di dalamnya dan tidak ada pula kebahagiaan yang sempurna di dalamnya.

Rasulullah SAW dulu memiliki seekor onta yang bernama "Al-'Adhbaa`" dan ia tidak tersalip oleh onta manapun. Namun beberapa tahun berikutnya, datang seorang Baduwi jelata menunggang onta miliknya dan menyalip onta Nabi SAW. Hal itu kontan membuat sedih pada sahabat. Namun, Nabi SAW malah bersabda, "Sudah menjadi hak Allah untuk tidak menaikkan sesuatu di dunia kecuali Dia akan menurunkannya."

Perhatikanlah raja-raja yang dulu membangun piramid- piramid. Bayangkan kebesaran, keagungan, dan kekuatan yang dulu mereka nikmati. Kemana gerangan mereka sekarang. Tidak ada. Perhatikan setiap orang yang melakukan ini dan itu. Kemana mereka sekarang?

Janganlah kita sekali-kali terkecoh dengan usia kita, bahwa kita akan selalu muda. Jangan pula terkecoh dengan kekuatan kita, jabatan kita, kedudukan kita, ataupun kekayaan kita. Akan tetapi, ketahuilah dan hendaknya ini diketahui semua manusia, bahwa tidak ada kebahagiaan yang sempurna di dunia ini, sebab Allah memang tidak menginginkan kesempurnaan kebahagiaan di dunia ini.

📚 Di Mana Kita Temukan Kebahagiaan?


Hai orang-orang yang selalu mengangan-angankan kebahagiaan, tidak ada kebahagiaan yang sempurna di dunia ini. Kekayaan tidak akan melegakan selamanya.

Cinta pun juga tidak akan selamanya menyenangkan. Namun jangan pahami pernyataan ini bahwa manusia sebaiknya berzuhud menjauhi dunia dan bahwasanya tidak ada sesuatupun yang bermanfaat di dunia. Akan tetapi, kita harus tahu dan sadar bahwa inilah kenyataannya, kenyataan dunia. Kekayaan akan berubah menjadi kelelahan, ditambah problematika dalam satu keluarga atau antar saudara, dan masih banyak lagi. Semua membuyarkan angan-angan dan asumsi kebahagiaan yang kita bangun. Lalu, di mana gerangan bisa kita temukan kebahagiaan yang hakiki?

Tidak ada kebahagiaan yang hakiki kecuali hanya di surga. Kebahagiaan yang integral, kenikmatan yang hakiki, dan kesenangan yang sempurna hanya ada di surga, tidak di dalam dunia. Hal ini perlu disampaikan agar hati kita menjadi kuat.

Jika kita mencari kebahagiaan, maka carilah kebahagiaan di surga. Sayangnya, realitas anak-anak muda sekarang tidak pernah memimpikan kebahagiaan hidup di surga sedikitpun, karena gemerlap kebahagiaan dunia sudah terpampang di hadapan mereka. Mereka sudah melihat adonan kue dunia dan mengetahui bagaimana memperolehnya. Mereka tahu bagaimana mencintai dunia dan bagaimana bekerja memperoleh harta. Mereka belajar tentang dunia dan akhirnya sibuk mengurusinya. Mereka tidak pernah memimpikan surga lagi sepanjang hidup mereka. Banyak orang, baik laki-laki maupun perempuan, yang melewatkan waktu berjam-jam, siang dan malam, sambil berpikir bagaimana jadinya istana yang dihuninya sepuluh tahun mendatang, juga mengangankan bagaimana kelak istrinya, anak-anaknya, dan villa barunya. Namun siapa yang memimpikan dan mengangankan surga? Siapa gerangan yang pernah membayangkan dan berkata, "Saya ingin di surga ini dan ini...!"

📚 Mari Bersama-sama Kita Khayalkan Surga


Jika kita semua mencari kebahagiaan dan sebagaimana telah kita ketahui bersama tidak ada kebahagiaan yang integral dan sempurna di dunia, melainkan hanya ada di surga, maka marilah kita sama-sama khayalkan surga.

Mari kita baca penuturan Nabi SAW tentang surga. Jangan baca sekedar dengan mulut kita, namun mari kita baca ia dengan akal dan imaginasi kita, kemudian setelah itu mari kita khayalkan apakah kita akan berada di sana dan berapa waktu yang dibutuhkan untuk mencapainya.

Di dunia ini kita hanya akan hidup dalam hitungan tahun saja, kemudian mati, setelah itu kita akan dihisab, lalu bersenang-senang di surga. Jika kita bisa berpikir dengan pola pendekatan seperti ini, maka kita akan mudah melakukan ketaatan dan sulit melakukan kemaksiatan.

Orang yang membaca penuturan tentang surga ini dan ia sedang dirundung kesulitan dan permasalahan, entah itu dikejar-kejar hutang, kehilangan sesuatu, atau tidak mampu meninggalkan kemaksiatan, maka wacana surga akan membuat jiwanya melambung dan berpikir, "Dunia apa ini yang sedang aku cari dan ingini. Bukankah kita diciptakan agar mencari surga yang kekal. Kita adalah pencari surga, bukan pencari dunia!" Ia lantas akan mulai bermimpi dan sejurus kemudian ia akan berkata pada dirinya sendiri, "Apakah kau mau meninggalkan segala keindahan ini hanya demi enam puluh atau tujuh puluh tahun yang kau habiskan di dunia? Sebandingkah enam puluh atau tujuh puluh tahun di dunia dengan ketiada-terbatasan usia di surga?

Nabi SAW bersabda dalam sebuah hadits qudsi, "Allah berfirman: Telah Aku siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh apa yang belum pernah terlihat mata, belum pernah terdengar telinga, dan belum pernah terlintas di hati manusia."

Bayangkan berbagai macam kenikmatan dan keindahan yang belum pernah kita lihat. Orang-orang rela membayar uang dalam jumlah besar agar pada musim liburan bisa pergi tempat yang berpemandangan alami nan indah.

"Telah Aku siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh apa yang belum pernah terlihat mata, belum pernah terdengar telinga, dan belum pernah terlintas di hati manusia!" Apa gerangan yang kita dengar dari ujaran indah ini? Apa yang kita dengar dari berbagai warna-warni musik dan lagu ini? Apa yang kita dengar dari deretan kalimat terindah dan ternikmat ini? Bagaimana perasaan kita jika Nabi SAW membisikkan ke telinga kita dan kita menyimak ujaran Allah kepada Kita, "Telah Aku persiapkan untuk hamba- hamba-Ku yang saleh apa yang belum pernah terlihat mata, belum pernah terdengar telinga, dan belum pernah terlintas di hati manusia".

Sekarang, bayangkanlah surga dan lepaskanlah imaginasi kita bergerak ke mana ia suka, sebab bagaimanapun kita khayalkan, surga tetap lebih indah berkali-kali lipat dari imaginasi kita. Jika kita bayangkan berbagai macam kelezatan dan kenikmatan yang belum pernah kita bayangkan keindahan dan keelokannya, maka saya hanya ingin mengatakan pada kita, "...belum pernah terlintas di hati manusia". Apapun alasannya, surga tetap lebih indah.

Simaklah baik-baik hadits di atas. Allah menggunakan pola past tense (maadhi) untuk mengungkapkan penyiapan surga: "A'dadtu" (Telah Aku siapkan), seolah-olah surga telah disiapkan sejak dulu, jauh sebelum rentang seribu empat ratus tahun jarak waktu kita sekarang dengan pelontaran hadits ini. Lalu apa gerangan rahasia di balik penggunaan pola past tense (maadhi) ini, dan bukan present tense atau future tense?

Gara-gara hadits seperti ini, muncullah beberapa sekte yang menyimpang dari Islam. Mereka mengatakan: Penyiapan surga jauh sebelum hari H (kiamat) adalah sesuatu yang sia-sia dan Allah tidak pernah melakukan hal yang sia-sia, sehingga tidak mungkin surga telah diciptakan sejak dulu. Dengan pendapat demikian mereka berarti telah keluar dari mainstream agama.

Sejatinya, surga memang telah benar-benar disiapkan sejak dulu dan ini bukan kesia-siaan atau sejenisnya. Hal ini justru mirip dengan realitas kehidupan kita. Jikalau ada tamu agung yang hendak berkunjung ke rumah kita dan kita senang sekali dengan kedatangannya, maka kita pasti akan memulai segala persiapan penyambutannya seminggu sebelum hari H. Bahkan jika anak kita datang dari jauh setelah merantau misalnya selama tiga belas tahun, maka kita pasti akan mempersiapkan segala sesuatunya dua atau tiga bulan sebelumnya. Renungkanlah sambutan Allah SWT pada kita ketika Dia katakan: Telah Aku persiapkan! Dia tidak mengatakan: Telah Aku perintahkan Malaikat untuk menyiapkan, melainkan Dia katakan, "Telah Aku persiapkan!" Apakah kita tidak sedikit melambung dengan pernyataan ini?! Saya yakin, kita pasti merasa sedikit tersanjung.

Renungkan pula sabda Nabi SAW, "Juru panggil –di surga- berseru: Sesungguhnya kalian akan sehat selalu dan tidak akan pernah sakit selamanya. Sesungguhnya kalian akan hidup selalu dan tidak akan pernah mati selamanya. Sesungguhnya kalian akan muda selalu dan tidak akan pernah tua selamanya. Sesungguhnya kalian akan selalu merasakan kenikmatan dan tidak akan pernah menderita selamanya..."

Semua penghuni surga berumur tiga puluh tiga tahun, mengapa? Sebab ini adalah usia yang paling matang atau usia yang paling mapan bagi manusia untuk merasakan segala entitas di sekitarnya beserta makna-maknanya.

Bayangkan, jika kita masuk surga, maka kita mendapat jaminan empat hal yang selama ini menjadi problem besar manusia di dunia yang kita takutkan. Bayangkan jika problem-problem yang menyebabkan kerisauan dan kegalau- an kita di dunia ini dihilangkan begitu kita memasuki pintu surga. Apa gerangan keempat hal ini?

1. Jaminan kesehatan abadi tanpa pernah sakit lagi.
2. Jaminan kehidupan abadi tanpa pernah mati lagi.
3. Jaminan awet muda tanpa pernah bisa tua lagi, sehingga Kita tetap berusia muda untuk waktu yang tak terbatas.
4. Jaminan kebahagiaan abadi tanpa kerikil penderitaan lagi.

Alkisah, Musa pernah bertanya pada Tuhannya, "Tuhan, tunjukkan kepadaku siapakah penghuni surga yang paling rendah tempatnya!" Allah menjawab, "Hai Musa, itu adalah orang terakhir yang keluar dari neraka dengan merangkak.

Dan begitu keluar dari neraka, ia langsung memandanginya (neraka) sambil berujar: Segala puji bagi Allah yang menyelamatkanku darimu (neraka)!" Allah pun berkata kepadanya, "Pergi dan masuklah surga." Ia bergegas pergi dan memandangi surga. Terlihat olehnya seolah-olah surga sudah penuh. Ia lantas balik kanan dan berkata, "Tuhan, saya lihat surga sudah penuh." Allah pun berkata kepadanya, "Apakah kau bisa menerima dengan puas hati jika kau memiliki kerajaan seorang raja yang paling agung di antara raja-raja dunia." Ia menukas, "Apakah Engkau mengolok- olok saya padahal Engkaulah Tuhan semesta alam?" Allah berkata lagi, "Bagimu bagian surga seperti kerajaan raja yang paling agung di antara raja-raja dunia ditambah sejenisnya. Pada kali kelima si hamba berkata, "Saya ridha menerimanya, Tuhan. Saya ridha menerimanya, Tuhan!" Allah pun bertitah, "Bagimu bagian surga seperti kerajaan raja yang paling agung di antara raja-raja dunia ditambah sepuluh kali sejenisnya. Kau berhak menikmati apa yang disukai nafsumu dan dipandang enak matamu, dan kau kekal di dalamnya."

Mendengar hal itu, Musa berseru, (setengah tidak percaya) "Tuhan, itukah penghuni surga yang paling rendah tempatnya?" Allah menjawab, "Benar, Musa." Musa lantas bertanya, "Tuhan, lalu siapa gerangan penghuni surga yang paling tinggi tempatnya?" Allah menjawab, "Hai Musa, mereka adalah orang-orang yang Aku kehendaki. Telah Kutanamkan kemuliaan mereka dengan tangan-Ku sendiri."

Tahukah kita makna "Telah Kutanamkan kemuliaan mereka dengan tangan-Ku sendiri"? Itu artinya kebahagiaan dan kemuliaan kita berada di tangan Allah SWT. Nabi SAW bersabda lagi menggambarkan perilaku penghuni surga: "Mereka diilhami tasbih dan tahmid sebagaimana kalian diilhami bernafas.". Mereka bertasbih dan bertahmid seperti bernafas.

Barangkali ada yang bertanya, bukankah penghuni surga tidak dibebani lagi dengan ibadah apapun? Benar, penghuni surga memang tidak dibebani lagi dengan ibadah apapun. Lalu untuk apa mereka bertasbih dan bertahmid segala? Itu bukan tasbih ibadah, akan tetapi lebih merupakan tasbih kegembiraan, tasbih komunikasi dengan Allah SWT, sebagaimana sewaktu kita melihat pemandangan alam yang sangat indah, bukankah kita bahkan tanpa sadar akan mengucapkan: Subhanallah Bayangkan, jika sepanjang jalan di surga kita melihat hal-hal yang tak pernah kita bayangkan keelokannya sepanjang usia kita, tentu sepanjang jalan itu kKita akan berucap: "La ilaaha illallaah... subhaanalaah...alhamdulillah...Allaahu akbar.” Itulah mengapa Nabi SAW mengatakan "mereka diilhami bertasbih dan tahlil sebagaimana kita diilhami bernafas."

Di kesempatan lain, para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, ceritakan pada kami mengenai bangunan surga." Rasulullah menjelaskan: "Beberapa batu bata emas dan satu batu bata perak disatukan dengan adonan semen dari minyak kesturi yang harum mewangi..." Bayangkan, adonan yang menggabungkan tatanan batu bata emas dan perak yang menjadi bahan bangunan istana-istana di surga adalah minyak kesturi. Minyak kesturi adalah jenis parfum yang paling murni dan haram yang barangkali hanya bisa kita bayangkan saja dalam kehidupannya. Terlebih lagi minyak kesturi ini adalah minyak kesturi made in surga yang tentu saja tidak ada tandingannya dengan parfum- parfum mewah buatan negara manapun di dunia. Dan minyak kesturi made in surga inilah yang akan menjadi adonan semen surga. Maka bisa kita bayangkan betapa wangi dan harumnya istana kita kelak di surga. Kelanjutan hadits ini: "Beberapa batu bata emas dan satu batu bata perak disatukan dengan adonan semen dari minyak kesturi yang harum mewangi, sementara kerikilnya adalah intan permata."

Dalam hadits lain tentang surga, Rasulullah bersabda, "Jika kalian meminta pada Allah, maka mintalah kepadaNya surga Firdaus, sesungguhnya ia adalah tengah-tengah surga dan bagian tertingginya yang di atasnya adalah 'Arsy Sang Maha Pengasih..." Bayangkan jika kita melihat ke atap rumah kita dan atap itu adalah 'Arsy Sang Maha Pengasih. Apalagi yang kita inginkan lebih dari itu? Masihkah kita bersikeras menginginkan dunia? Masihkah dunia memenuhi bola mata kita hingga tak mampu kita lagi melihat yang lain dan kita tak mampu pula bertaubat, menundukkan pandangan, berhijab, dan tidak sempat lagi shalat di masjid?

Konon, di surga kelak ada sebuah pohon yang sangat rindang hingga untuk berjalan di bawah kerindangannya saja kita membutuhkan waktu seratus tahun lebih. Bayangkan berapa luas surga. Bayangkan jika kita ingin berwisata mengelilingi surga, berapa ribu tahun kita bisa menempuhnya? Bayangkan juga pemandangan-pemandangan alamnya, lalu halaman luas yang membentang di depan surga. Jika satu pohon saja memakan waktu tempuh seratus tahun padahal kita menempuhnya dengan menunggang kendaraaan yang sangat cepat, bagaimana jika kita berwisata mengelilingi surga? Berapa juta tahun akan kita habiskan untuk mengelilinginya saja.

Wahai orang-orang yang mencari kebahagiaan, tidak ada kebahagiaan yang hakiki di dunia! Tidak ada kebahagiaan yang integral dan sempurna di dunia! Berpikir cerdaslah dan renungkanlah baik-baik!

Rasulullah bersabda lagi, "Tidak ada pohon di surga kecuali batangnya berupa emas." Bayangkan jika semua pepohonan di surga berbatang emas murni, bagaimana gemerlap cahaya dan warna-warninya. Tidak ada malam dan siang di surga, juga matahari dan bulan, dan sumber-sumber cahaya lain yang biasa kita temui di dunia, akan tetapi surga langsung diterangi dengan cahaya Allah.

Nabi SAW pun bersabda, "Tidakkah kau singsingkan lengan baju untuk surga. Sesungguhnya surga tak pernah terbayangkan. Demi Tuhan Pemilik Ka'bah, ia adalah cahaya yang berkilauan, wangi yang semerbak, istana yang kokoh, sungai yang sambung-menyambung, buah yang matang meranum, istri yang cantik jelita, tempat-tempat yang bertebaran di segala posisi dalam kegembiraan dan kesuka-citaan pada taraf yang tinggi, bagus, dan indah." Para sahabat berseru, "Kami telah menyingsingkan lengan baju, wahai Rasulullah!" Beliau menukas, "Katakanlah insya Allah."

Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka)." (Qs. Yaasiin (36): 55). Sebagian orang yang berpikiran tidak waras mengatakan, apakah kita tidak akan merasakan kebosanan di surga terus-menerus? Orang yang mengatakan demikian berarti tidak paham apa-apa. Bagaimana mungkin mau bosan jika Allah sendiri yang menyanggah pertanyaan tersebut seraya menyatakan: "Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka)." Mereka disibukkan dengan berbagai macam kenikmatan.

Ingat, di surga kelak Allah SWT menciptakan kelezatan baru yang belum pernah kita ketahui selama di dunia. Jika kenikmatan-kenikmatan di dunia yang populer hanya makan-makanan lezat, busana mereka, hubungan seks pria-wanita, maka di surga akan ada kelezatan baru yang belum pernah kita ketahui dan cicipi. Jangan tanya padanannya, sebab kita belum mengetahuinya. Kita belum mengetahui bentuk maupun sosoknya, sehingga kita tidak mengetahui apa saja kelezatan baru yang menjadi pelengkap segala kenikmatan di surga. Yang pasti kita akan berpindah-pindah dari satu kenikmatan ke kenikmatan lain tanpa henti.

Jutaan lebih kenikmatan baru yang belum pernah kita ketahui sebelumnya kelak akan kita menjadi hidangan kita di surga. Dan dari sekian kenikmatan baru tersebut, hanya ada satu yang bisa kita ketahui, yaitu kenikmatan melihat Allah SWT. Inipun juga belum kita ketahui hakikat pastinya, sebab kita memang belum pernah melihat Allah SWT. Mengenai kenikmatan ini, Nabi SAW bersabda, "Tidak ada sesuatu yang diberikan pada mereka (penghuni surga) yang lebih mereka sukai daripada memandang Tuhan mereka." Dan masih banyak lagi ragam kenikmatan baru yang bakal kita cicipi di surga.

Dengan segala pemaparan ini, apa lagi yang mempertahankan kita untuk tetap mengejar-kejar dunia dan apa lagi yang menyibukkan kita di dunia? Apakah kita tetap mau menyibukkan diri mengejar-kejar gadis dambaan kita, mendatanginya dan keluar bersama tanpa mampu meninggalkannya? Apa lagi problem kita di dunia ini? Mengapa kita putuskan shalat kita, apakah kita lupa bahwa ia adalah tiket surga?

Jika kita bilang, saya tidak mampu bertaubat, bukankah kita telah mendengarkan ceramah-ceramah tentang taubat, lalu mengapa kita tidak kunjung bertaubat? Jika kita jawab, saya belum bisa bertawakal kepada Allah, maka apakah segala iming-iming kenikmatan surga ini tidak mendorong kita untuk bertaubat dan berserah diri pada Allah? Apakah kerinduan akan surga belum mampu mendorong kita untuk berbakti kepada kedua orangtua? Apakah kerinduan pada surga belum mampu mendorong kita untuk bersilaturrahim, bertakwa, berjilbab, shalat berjamaah di masjid, mencari harta yang halal, dan lain-lain sebagainya? Di mana gerangan kerinduan kita pada surga? Tidakkah kita mau menyingsingkan lengan baju untuk meraih surga?

Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya jarak antara kedua daun pintu satu surga di antara sekian banyak surga adalah empat puluh tahun waktu tempuh dan sungguh-sungguh akan datang suatu hari di mana ia penuh sesak (dengan orang-orang yang berjubel ingin memasukinya)." Jangan pikir orang yang masuk surga itu sedikit. Jika ada orang yang mengatakan, kita semua akan masuk neraka, maka ini salah. Insya Allah ada jutaan orang yang akan masuk surga dan kita berharap kepada Allah SWT semoga kita menjadi salah satu dari mereka yang ditetapkan sebagai penghuni surga tanpa melalui siksaan terlebih dahulu maupun interogasi hisab, dan "yang demikian itu sekali-kali tidak sukar bagi Allah".

📚 Saya Sangat Memimpikan Surga


Termasuk hal-hal yang bisa menguatkan hati adalah banyak-banyak memimpikan surga. Jika kita merasa tidak mampu melawan dorongan kemaksiatan, maka impikanlah surga sedikit saja. Katakan pada diri kita, "Apakah kau mau menyia-nyiakan surga yang seluas langit dan bumi hanya demi setengah jam yang kau buat maksiat kepada Allah? Rasulullah bersabda, "Sungguh ruang selengan salah seorang kalian ataupun setelapak kaki dari surga lebih baik daripada dunia seisinya." Jikalau kita tidak memiliki surga selain seruang kecil ini, maka ia tetap lebih baik daripada dunia seisinya.

Para syuhada` (orang-orang yang gugur di jalan Allah) di surga konon juga akan mengenakan mahkota yang bernama Taaj al-Wiqaar (Mahkota Kehormatan) dan satu permata yang menempel pada mahkota ini lebih baik daripada dunia seisinya. Kelak di hari kiamat dunia akan datang memohon kepada Allah SWT, "Tuhan, jadikanlah aku untuk kekasih-kekasih-Mu yang paling minim bagiannya." Namun dijawab oleh Allah SWT, "Diam kau. Dulu di dunia saja Aku tidak meridhaimu untuk mereka, apakah sekarang di akhirat Aku akan meridhaimu untuk mereka?"

Nabi SAW bersabda, "Di hari kiamat kelak didatanglah (ke hadapan Allah) penghuni dunia yang paling banyak mencicipi kenikmatan dan ia (sekarang) menjadi penghuni neraka. Ia lantas ditenggelamkan ke dalam neraka sekali tenggelaman, lantas ditanya, "Apakah kau melihat kenikmatan meski satu saja?" Ia menjawab, "Demi Allah, tidak, Tuhan. Hamba tidak melihat kenikmatan apapun." Selanjutnya didatangkanlah penghuni dunia yang paling menderita dan ia kini menjadi penguni surga. Ia lantas dibenamkan ke dalam surga sekali benaman, kemudian ditanya, "Apakah kau melihat penderitaan satupun?" Ia menjawab, "Demi Allah, tidak. Hamba tidak melihat penderitaan apapun."

Jadi mengapa tidak kita impikan surga? Mengapa impian-impian pokok kita bukan impian-impian tentang surga? Kita tentu akan memimpikan ketika anak-anak gadis kita kawin dan bahagia, tapi apa gerangan impian pokok kita? Jikalau kita tanya kebanyakan orang sebelum membaca larik demi larik kalimat berikut: apa gerangan impian pokok kita, maka berapa banyak di antara mereka yang akan menjawab: saya mengimpikan ridha Allah pada saya dan Dia berkenan memasukkan saya ke surga-Nya.

Jikalau kita turun ke jalan dan kita lemparkan pertanyaan berikut pada satu per satu manusia secara acak: "apa gerangan impian yang paling kau harapkan terpenuhi?", coba hitunglah siapa yang menjawab: "Saya sangat mengimpikan surga dan ingin sekali masuk surga. Inilah impian hidup saya dan saya hidup demi mendapatkan impian ini dan masuk surga."

Impikanlah selalu surga. Saat hendak tidur di malam hari misalnya, sempatkanlah sejenak membayangkan apa gerangan yang bisa kita impikan dan angankan di surga? Bukankah Allah ta'aalaa telah berfirman, "Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami adalah tambahannya." (Qs. Qaaf (50): 35). Apa saja yang mereka kehendaki berarti semua impian kita akan bisa terwujudkan.

Lalu apa gerangan yang kita angankan di surga? Bisa- bisa saja kita katakan: "Saya mengimpikan istana saya penuh dengan kolam renang dan lapangan sepakbola. Saya akan bersantai bersama teman-teman, turun ke air, dan bermain sepakbola."

Lebih baik kita mengimpikan surga dari pada mengimpikan dan mengangankan hal-hal yang haram. Kita bisa mengimpikan berjumpa dengan Nabi SAW dan duduk di hadapan beliau, lalu beliau memeluk kita dengan penuh keceriaan seraya menggandeng tangan kita menuju surga. Kita juga bisa mengimpikan mengundang Rasulullah SAW, lalu beliau berkenan datang dan duduk bersama-sama kita dan teman-teman kita, menikmati cerah malam di tepian sungai, di atas kapal pesiar kita yang terparkir di depan surga dan istana kita.

📚 Apa Gerangan yang Kita Angankan?


Saya mengangankan cinta! Saya ingin mencintai dan dicintai. (Jika demikian impian Kita) maka bayangkanlah tatkala kita memperoleh dan merasakan detik-detik terindah cinta. Demi Allah, detik-detik ini tidak akan bisa diperoleh di dunia, sebab segala sesuatu di dunia tidak akan kekal selamanya. Orang yang mencari kebahagiaan hakiki dan cinta yang indah tidak akan pernah bisa menemukannya di dunia, akan tetapi ia akan bisa menemukannya kelak di surga. Jangan hiraukan kisah-kisah romantis dan ilusi-ilusi percintaan. Ia tidak akan pernah ada di dunia, namun kita hanya bisa menemukannya di surga.

Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dengan langsung; dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan; penuh cinta lagi sebaya umurnya." (Qs. Al-Waaqi'ah (56): 35-37). Siapakah mereka? Bidadari ataukah wanita-wanita dunia? Mereka adalah wanita-wanita dunia yang masuk surga, bukan bidadari. Meskipun sebagaimana yang digambarkan oleh Nabi SAW para bidadari ini sangat cantik dan molek, namun satu hal yang pasti menurut semua ulama, wanita-wanita dunia yang masuk surga lebih cantik lagi daripada bidadari-bidadari.

Wanita-wanita dunia yang masuk surga ini dijadikan oleh Allah sebagai perawan-perawan yang usia enam belas tahunan yang menguasai seni bercinta dan kata-kata indah yang mampu mengambil hati suami. Sampai-sampai Ibnu al-Qayyim pun mengatakan: Ketika wanita dunia penghuni surga ini memasuki istananya, maka ia akan menerangi segala sesuatu di sekitarnya. Dan jika ia berbicara dengan suaminya, maka sang suami pun akan terbuai hingga melupakan surga seisinya dan akan tergila-gila dengannya.

Wahai manusia-manusia yang mencari cinta, wahai manusia-manusia yang berbuat ribuan kemaksiatan atas nama cinta di dunia, wahai manusia-manusia yang menelantarkan iman dan hati mereka yang telah terputus dengan Allah hanya demi memenuhi gairah cinta sesaat atau demi kemaksiatan sesaat. Camkanlah, kita hanya akan menemukan cinta yang sebenar-benarnya di surga.

Apa lagi yang kita angankan di surga? Kita bisa berangan: Saya ingin berkumpul dengan teman-teman siang dan malam. Nabi SAW bersabda, "Ketika seorang saudara merindukan saudaranya di surga, maka Allah akan mendekatkan ranjangnya dengan ranjang saudaranya."

Hal senada juga diceritakan oleh Nabi SAW. Beliau bersabda, "Hati mereka menyatu seperti hati seorang laki-laki. Tidak ada perselisihan maupun kebencian di antara mereka."

Tahukah kita apa arti satu hati? Artinya, jika kita saling mencintai demi Allah selama di dunia, maka di hari kiamat Allah akan menempatkan kita di surga yang berdampingan. Lalu jika kita ingin melakukan sesuatu, maka Allah akan melemparkan kelezatan yang sama ke dalam hati saudara-saudara kita yang lain. "Hati mereka menyatu seperti hati seorang laki-laki. Tidak ada perselisihan maupun kebencian di antara mereka."

📚 Kenikmatan Melihat Allah SWT di Surga


Hal yang terindah dan teragung di dalam surga adalah kenikmatan menatap Wajah Allah SWT. Nabi SAW bersabda, "Ketika para penghuni surga memasuki surga, mereka sesungguhnya menempatinya berkat amalan-amalan mereka. Kemudian pada hari Jum'at semisal hari-hari di dunia ada seruan (untuk mengunjungi Allah). Maka mereka pun berbondong-bondong mengunjungi Tuhan mereka. Di sana Dia perlihatkan Arsy-Nya pada mereka dan Dia pun berkenan menampakkan diri di hadapan mereka di sebuah taman surga. Disediakanlah untuk mereka mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya, juga mimbar-mimbar dari mutiara, mimbar-mimbar dari permata, mimbar-mimbar dari zamrud, mimbar-mimbar dari emas, dan mimbar-mimbar dari perak. Sementara yang paling rendah di antara mereka –dan tidak ada yang rendah di antara mereka- duduk di atas bukit-bukit kesturi dan kapur barus, namun mereka tidak memandang bahwa yang duduk di kursi lebih utama tempat duduknya daripada mereka."

Abu Hurairah ra bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah (setiap) kami akan melihat Tuhan kita?" Beliau menjawab, "Ya. Apakah kalian berebut melihat matahari dan bulan purnama?". Kami jawab, "Tidak." Beliau menukas, "Sama. Kalian pun tidak akan berebut dalam melihat Tuhan kalian. Tidak tersisa seorangpun dalam majelis tersebut kecuali akan disapa oleh Allah dengan sekali sapaan, hingga Dia katakan pada masing-masing orang, "Hai Fulan bin Fulan, ingatkah kau pada hari ini kau mengatakan begini-begini" Allah lantas mengingatkannya akan beberapa alasan- alasannya di dunia. Serta-merta orang tadi akan berseru, "Wahai Tuhan, apakah Engkau belum mengampuni hamba?" Allah jawab, "Sudahlah. Berkat kelapangan ampunan-Kulah kau sekarang menempati posisimu ini."

Selama berlangsung majelis ini, awan memayung di atas mereka, lalu turunlah hujan wangi-wangian yang belum pernah mereka cicipi bandingan aromanya sedikitpun. Allah SWT kemudian bertitah, "Bangkitlah kalian menuju kehormatan yang telah Aku sediakan untuk kalian.

Ambillah apa yang kalian sukai." Kita pun akan berbondong-bondong mendatangi pasar yang dipenuhi Malaikat dan di dalamnya terpampang apa saja yang belum pernah terlihat tandingannya oleh mata, belum pernah terdengar bandingannya oleh telinga, dan belum pernah terlintas dalam hati. Dibawakanlah untuk kita apa yang kita sukai tanpa ada transaksi jual beli di dalamnya. Di pasar itu para penghuni surga bertemu satu sama lain. Penghuni yang menempati posisi tinggi bertemu dengan orang yang posisinya berada di bawahnya tanpa ada seorang pun yang rendah di antara mereka. Orang yang posisinya lebih rendah itu terpesona melihat busana yang dikenakan orang yang berposisi tinggi.

Di akhir hadits, dituturkan bahwa begitu Nabi SAW pulang menemui istri-istrinya, mereka langsung berseru, "Selamat datang, Anda telah datang. Sesungguhnya Anda memiliki ketampanan yang lebih baik daripada saat Anda berpamitan dengan kami." Beliau menjawab, "Hari ini kami bersanding bersama Tuhan kami Yang Maha Perkasa dan kami berhak berubah sebagaimana perubahan (yang kalian lihat pada) kami."

Diriwayatkan dari Shuhaib ra, ia bertutur: Nabi SAW membaca ayat "Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya." (Qs. Yuunus (10): 26), lalu bersabda: Ketika penghuni surga memasuki surga dan penghuni neraka memasuki neraka, seorang juru panggil berseru: "Wahai penghuni surga, sesungguhnya kalian memiliki (piutang) janji pada Allah yang ingin Dia penuhi pada kalian." Para penghuni surga pun bertanya, "Apa itu?

Bukankah Dia telah memberatkan beban timbangan kami, memutihkan wajah kami, memasukkan kami ke surga, dan menjauhkan kami dari neraka?" Serta-merta disingkaplah hijab yang selama ini menutupi (wajah Allah) sehingga mereka pun bisa memandang-Nya. (Rasulullah) mengatakan: Demi Allah, Dia belum pernah memberikan sesuatu pada mereka yang lebih mereka sukai dan lebih menyejukkan mata mereka daripada (kenikmatan) memandang-Nya."

Karena itulah, Nabi SAW sering berdoa, "Allaahumma inni as`aluka ladzdzah an-nazhr ilaa wajhika wa asy-syauq ilaa liqaa`ika" (Ya Allah, hamba memohon kepada-Mu kelezatan memandang wajah-Mu dan kerinduan bertemu dengan-Mu).

Perhatikan apa yang dituturkan Nabi SAW pada hadits di atas: "Tidak tersisa seorangpun dalam majelis tersebut kecuali akan disapa oleh Allah dengan sekali sapaan." Satu per satu penghuni surga ini disapa dan diajak bicara Allah dengan segala keridhaan. Bayangkan apa gerangan yang Dia katakan pada Kita? Allah SWT akan berkata pada Kita, "Hai Fulan bin Fulan, apakah kau ingat hari saat kau mengatakan ini? Apakah kau ingat dosa itu? "Kita, sebagaimana hamba, lantas berseru, "Wahai Tuhan, apakah Engkau belum mengampuni hamba?" Allah SWT menjawab, "Tentu saja sudah, wahai hamba-Ku. Karena ampunan-Kulah kau sekarang bisa berada di tempatmu saat ini."

Inilah surga dan jika kita ingin mencari kebahagiaan, maka ketahuilah bahwa kebahagiaan yang sempurna tidak akan pernah kita dapatkan di dunia, sebab dunia bersifat fana. Kebahagiaan yang hakiki hanya ada di dalam surga.

📚 Surga Hanya Bagi Orang-orang yang Bebas Maksiat


Harus kita ketahui, surga sesungguhnya sengaja dirancang untuk orang-orang yang benar-benar murni yang tidak menyisakan sedikitpun di dalam hati mereka rasa dendam maupun rasa dengki terhadap orang lain, juga kebiasaan menggunjing orang dan memperlakukan orang dengan kasar. Setiap orang yang masuk surga harus benar-benar murni dari segala noda kemaksiatan, sebab surga hanya diperuntukan bagi orang-orang yang benar-benar murni.

Dalil yang melandasi ucapan di atas adalah firman Allah SWT, "Semoga kesejahteraan (terlimpah) padamu, sucilah kamu lalu masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya." (Qs. Az-Zumar (39): 73). Sucilah kami berarti murnikanlah diri kalian dari segala kemaksiatan dan dosa. Artinya, jikalau kalian belum benar-benar bersih dan suci, maka kalian belum bisa memasukinya.

Hal yang sama ditegaskan dalam ayat lain, "(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): ’Salaamun'alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan’." (Qs. An-Nahl (16): 32). Bahwa syarat masuk surga adalah kita harus bersih dan benar-benar suci dari segala dosa tanpa sisa-sisa sebiji sawi kemaksiatan pun di dalamnya.

Bagaimana ini sementara setiap diri kita berlumuran dosa dan kemaksiatan? Apakah ini berarti tidak ada seorangpun yang bakal bisa masuk surga? Tidak, bukan ini yang kami maksud, akan tetapi ada jutaan orang yang bakal masuk surga tanpa melewati tahapan siksaan.

Mengingat surga hanya bisa dimasuki oleh orang yang benar-benar bersih (dari dosa), sementara manusia telanjur berlumur dengan dosa, maka sebagai aktualisasi rahmatNya Allah pun membuat sebelas tahap pensucian dosa untuk kita. Kesebelas tahap ini menjadi sarana kita untuk mensucikan diri agar bisa masuk surga. Empat di antaranya Dia letakkan di dunia, tiga di kubur, dan empat pada hari kiamat.

Jikalau kesebelas tahap pensucian dosa ini mampu membersihkan kita dari segala dosa yang menempel di diri kita, maka atas izin Allah, kita diperkenankan masuk surga. Namun jika masih ada yang tersisa, meski hanya sebiji sawi kemaksiatan sekalipun, maka kita tidak akan memiliki akses ke surga dan akan dimasukkan ke dalam neraka. Inilah parameter masuk surga dan neraka.

Tahapan ini berakhir di depan jembatan Shiraath. Artinya, saat melintas di atas jembatan Shiraath, kita hanya memiliki dua kemungkinan: Kita telah benar-benar suci sehingga kita bisa melewatinya dengan aman lantas masuk surga, atau kita belum benar-benar suci sehingga harus terjatuh ke dalam neraka. Dan jembatan Shiraath, sebagaimana disinggung dalam sebuah hadits, konon "lebih tipis daripada sehelai rambut namun lebih tajam daripada sebilah pedang" Ia membentang melintasi neraka Jahannam dan berujung di pintu surga.

Orang yang berdiri di bibir jembatan berarti telah menyelesaikan tahapan demi tahapan pensucian. Barangsiapa yang mampu melintasinya, ia akan langsung berhadapan dengan pintu surga. Di sana Nabi SAW siap menyambut dan memapahnya menuju istana. Namun barangsiapa belum suci-suci juga dalam proses pensucian bertahap tersebut, maka ia akan jatuh dari atas jembatan Shiraath.

📚 Berapa Lamakah Tubuh Manusia Jatuh ke Dalam Neraka dari Atas Jembatan Shiraath?


Suatu hari Nabi SAW sedang duduk-duduk bercengkrama bersama sahabat ketika tiba-tiba mereka dengar suara gaduh (seperti benda terjatuh). Nabi SAW berseru, "Tahukah kalian apa itu?" Mereka menjawab, "Tidak, wahai Rasulullah!" Beliau menjelaskan, "Itu adalah batu yang jatuh di dasar neraka Jahannam. Batu itu terjatuh sejak tujuh puluh tahun yang lalu dan baru sampai ke dasarnya sekarang."

Taruhlah seseorang jatuh dari atas Menara Eifel di Prancis atau menara tertinggi di dunia, ia tetap tidak akan memakan waktu berjam-jam, bahkan barangkali hanya lima sampai enam detik. Jadi bayangkan jika seseorang harus jatuh ke dasar neraka Jahannam selama tujuh puluh tahun yang berarti memakan seluruh usianya di dunia.

📚 Bagaimana Manusia Melintasi Jembatan Shiraath?


Tentang tingkah laku orang yang melintasi jembatan Shirath ini, Nabi SAW bersabda, "Di antara mereka ada yang melintas sekejap mata, ada yang melintas sekelibatan petir, ada yang melintas seperti angin, ada yang melintas sambil mengesot, ada yang melintas sambil merangkak, ada yang bergantungan di jembatan lalu ditarik Malaikat ke atas shiraath, ada lagi yang jatuh dan ada juga yang disambar anjing-anjing." Anjing-anjing ini bertubuh besi metal laiknya tank yang siap memangsa musuh. Mereka menyambar dan memangsa para pemaksiat, lalu menyeret mereka ke neraka.

Apapun, jangan takut menyeberang jembatan Shirath. Sebab barangsiapa yang benar-benar suci setelah melewati tahapan-tahapan pensucian dosa, maka ia akan melintas sekejap mata, namun jika belum suci juga maka ia akan terjatuh dimangsa anjing-anjing dan api neraka.

📚 Tahap Pensucian


Jika kita sudah mengetahui apa saja tahap pensucian ini, pasti kita akan mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang masuk neraka karena banyaknya kasih Allah, begitu mudah dan sederhananya masuk surga.

📚 Empat Tahap Pensucian Di Dunia


1. Taubat

Tahap pensucian yang pertama dan yang terbesar adalah taubat. Daripada kelak harus merangkak atau mengesot saat melintasi jembatan shiraath, maka bertaubatlah kepada Allah SWT sekarang juga.

2. Istighfar

Yakni memohon ampunan atas dosa-dosa yang tidak Kita ingat. Rasulullah SAW sendiri yang ma'shuum dari dosa dan kesalahan pun sampai menyempatkan diri beristighfar lebih dari seratus kali dalam sehari, lalu apa gerangan kendala kita untuk sekedar beristighfar sebanyak itu dalam sehari. Padahal tidak membutuhkan waktu sampai setengah jam.

3. Amal kebajikan

Kebajikan bisa menghapus keburukan. Dengan kata lain, jika kita berbuat satu keburukan, lalu setelah itu kita berbuat kebaikan, maka keburukan yang kita perbuat akan terhapus dan tertutupi oleh kebaikan yang kita lakukan. Jadi, wahai orang-orang yang takut jembatan shiraath dan tidak mau jatuh ke dalam neraka, jika memang kalian memiliki banyak dosa, jangan katakan lagi saya tidak mampu bertaubat, akan tetapi iringilah perbuatan dosa kita dengan perbuatan bajik sebab ia akan langsung menghapus dosa yang pernah kita perbuat.

Konon, seorang laki-laki datang menghadap Nabi SAW dan berkata, "Saya khilaf mencium seorang wanita (yang bukan apa-apa saya)." Nabi SAW kontan memasamkan wajah mendengar pengakuan laki-laki itu. Serta-merta turunlah firman Allah SWT, "Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk." (Qs. Huud (11): 114). Laki-laki pun berseru, "Apakah ini juga berlaku bagi saya?" Beliau menjawab, "Bagi siapa saja di antara umatku yang mengamalkannya."

Bersemangatlah lakukan kebajikan demi kebajikan dan jangan sekali-kali meremehkannya. Jangan sungkan-sungkan untuk mengatakan pada seseorang, "Assalaamu 'alaikum!" daripada mengatakan "Hai!" atau "Bye! Bye!". Ucapkan "Assalaamu'alaikum!" dan ambil kebaikannya sebab ia bisa menjadi investasi penghapus dosa dan keburukan yang pernah kita lakukan. Obsesikanlah sebanyak mungkin kebaikan, sebab ia merupakan sarana pensucian yang paling besar. Upayakanlah untuk bersedekah dan berzikir tiap hari.

Nabi SAW sendiri, yang telah dijamin masuk surga dan diputihkan segala dosanya jika memang ada, bahkan tetap bersemangat mengumpulkan sebanyak mungkin kebaikan. Pada hari sebelum hijrah, Abu Bakar berkata pada Nabi SAW, "Sengaja saya siapkan onta ini untuk kendaraan Kita berhijrah." Namun beliau menolak, padahal beliau diperkenankan menerima hadiah. Beliau berkata, "Saya mau menerimanya asal dengan sistem pembayaran." Mengapa Nabi SAW melakukan demikian? Beliau melakukan demikian agar pahala hijrahnya tidak sia-sia ataupun berkurang.

4. Musibah-musibah penghapus dosa

Jika kita berbuat banyak kejelekan dan Allah ingin memasukkan kita ke suatu posisi di surga, maka salah satu mekanismenya adalah Dia akan memutihkan dosa-dosa kita lewat musibah.

Kita selama ini memperlakukan musibah sebagai bala`, padahal ia sesungguhnya tengah mensucikan kita. "Dia tidak memberimu bala` kecuali karena ingin membersihkanmu". Allah menimpakan musibah kepada kita, bukan karena ingin menyiksa kita, akan tetapi Dia justru ingin mensucikan kita dan mengeluarkan dosa-dosa kita.

Demikianlah keempat tahap pensucian yang disediakan Allah di dunia.

📚 Tiga Tahap Pensucian di Kubur


Jika kita belum sempat bertaubat dan belum beristighfar meminta ampun, lalu saldo kebaikan kita sangat sedikit dan kita pun belum pernah diuji musibah oleh Allah, maka kita belum suci di dunia. Akan tetapi Allah memang benar-benar tetap Maha Pengasih. Dia masih menyempatkan kita yang belum sempat mensucikan diri di dunia untuk mensucikan diri di kubur melalui tiga tahap pensucian yang disediakan-Nya.

1. Shalat jenazah

Karena itu, jika ada seseorang yang kita kenal meninggal dunia, maka segeralah kumpulkan kaum mukminin untuk menshalatinya. Yang terpenting bukan jumlah orang yang menyalati, namun orang-orang mukmin yang ikut menyalatinya. Segeralah kumpulkan orang-orang yang benar-benar taat dan saleh untuk menshalatinya. Shalat jenazah dan doa pelayat untuknya bisa menjadi syafaat tersendiri bagi si mayat selama di kuburnya. Ada orang yang mati dalam keadaan telah suci, namun banyak juga yang mati dengan masih membawa sedikit keburukan yang kadang rentan menyeretnya dari atas Shiraath, maka datanglah ke shalat jenazah untuk mensucikannya.

2. Fitnah kubur

Interogasi Malaikat Munkar dan Nakir, kegelapan kubur, kesempitan ruang kubur, dan kesendirian di kubur, semua ini merupakan hal-hal sulit yang musti dialami dikubur dan menjadi tahapan pensucian mayat dari segala dosa yang masih menempel padanya.

Kita diberdirikan di depan Malaikat Munkar dan Nakir sambil memegang palu algojo yang siap terayunkan jika sampai jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan yang mereka inginkan. Mereka akan menanyai kita mengenai: Siapa Tuhan kita? Apa agama kita? Apa kata Nabi yang telah diutus di tengah-tengah kalian? Momen ini sungguh mengerikan dan menakutkan.

Begitu pintu kubur ditutup, kita pun akan merasa kesepian dalam kesendirian dan kegelapan yang serba sunyi. Dan semua ini menjadi tahapan yang bisa mensucikan kita. Namun, jika kita telah benar-benar suci di dunia, maka kita pun tidak akan mengalami fitnah kubur seperti ini.

Nabi SAW bersabda, "Kubur itu jika bukan salah satu taman surga, maka ia adalah salah satu jurang neraka."

Karena itu, hai orang-orang yang takut kubur, siapa bilang kubur itu musti gelap, penuh dengan ular, ketakutan, dan kengerian? Kubur terkadang menjelma menjadi taman surga, untuk siapa? Untuk orang yang telah disucikan di dunia. Sedangkan orang yang belum suci, dengan rahmat Allah masih diberi kesempatan pensucian diri lewat segala kengerian fitnah kubur ini dari pada masuk neraka Jahannam.

3. Kiriman pahala dari orang-orang yang masih hidup

Jika kita meninggal dunia, maka keluarga kita yang masih hidup bisa mengirimkan beberapa hadiah pahala untuk kita, sehingga berkat hadiah tersebut kita bisa tersucikan selama di kubur.

Para ulama bersepakat bahwa ada empat hal yang pahalanya diyakini bisa sampai ke tangan mayit, yaitu: haji, umrah, shadaqah, dan doa.

Sudahkah kita lihat kebesaran agama ini? Meskipun telah mati, kebaikan demi kebaikan masih bisa berturut-turut kita raih. Setiap kita mungkin hafal hadits "Jika seorang anak turun Adam meninggal, maka terputuslah seluruh amalnya kecuali dari tiga hal: ilmu yang bermanfaat, shadaqah jariyah, dan anak saleh yang mendoakannya".

Bayangkan jika seseorang mati lalu ada orang lain yang menghadiahinya pahala umrah, maka hadiah pahala ini bisa menjadi faktor yang mempromosikannya menjadi penghuni surga. Jika kita mencintai seseorang namun ia keburu meninggal dunia, maka alih-alih menangisnya berlarut-larut, segeralah kita hadiahi ia umrah atau keluarkan shadaqah dari dompet pribadi kita. Semakin tinggi manfaat shadaqah itu bagi masyarakat, maka semakin tinggi pula pahala yang akan diterima si mayat dan kita pun tetap memperoleh pahala shadaqah tersebut tanpa berkurang sedikitpun.

Demikianlah, jika ketiga tahap ini masih belum cukup juga untuk mensucikan dosa, apakah ini masuk akal. Bagaimana mungkin empat tahap pensucian di dunia ditambah tiga tahap di kubur belum bisa mensucikannya? Kemungkinan seperti ini bisa-bisa saja terjadi. Ia misalnya barangkali tidak dishalati oleh seorangpun. Karena kemaksiatannya itulah, Allah pun tidak berkenan menggiring orang-orang untuk menshalatinya.

Fenomena seperti ini pernah terjadi pada seseorang sewaktu musim haji. Kala itu Masjidil Haram tengah sesak kerumunan jamaah. Jenazah biasanya tidak diperbolehkan masuk Masjidil Haram kecuali pada waktu azan. Dan begitu azan berkumandang, beberapa orang memasukkan dua jenazah. Orang-orang pun lantas melaksanakan shalat jenazah. Shalat jenazah ini ditujukan khusus untuk keduanya dan untuk selain keduanya. Akan tetapi setelah shalat jenazah, lalu orang-orang membubarkan diri dan kembali memulai thawaf. Namun apa yang terjadi? Salah satu di antara dua jenazah yang tadi dibawa masuk bersama-sama ternyata belum dishalati. Maka, jenazah yang seharusnya dishalati tiga juta orang, hanya dishalati oleh lima belas orang saja. Sungguh sangat aneh dan tidak bisa ditafsirkan!

Lebih lanjut, setelah jenazahnya tidak dishalati, tidak ada seorang pun dari keluarga dan orang-orang yang dikasihinya yang teringat kepadanya setelah ia mati. Bahkan alih-alih berdoa kepada Allah, mereka justru menangis. Sehingga si mayit pun praktis tidak mendapat suplai pahala. Fitnah kubur pun tidak cukup efektif baginya karena sudah saking banyaknya dosa dan kesalahannya. Namun, rahmat Allah SWT masih menyisakan harapan baginya untuk bisa disucikan di hari kiamat melalui empat tahap pensucian.

📚 Empat Tahap Pensucian di Hari Kiamat


1. Bencana hari kiamat

Tragedi bencana yang mengawali kadang cukup menjadi penghapus dosa. Asumsinya, jika kita melihat matahari digulung, bintang-bintang rontok berjatuhan, lautan meledak, dan bumi berguncang, maka semua kengerian ini akan menghapus dan mensucikannya dari segala keburukan Kita.

2. Berdiri di Hadapan Allah SWT

Sekedar berdiri di hadapan Allah sudah cukup untuk memurnikan dosa-dosa Kita. Bayangkan saja jika kita harus berdiri di hadapan Allah sambil diinterogasi, "HambaKu, bukankah telah Kuberi kau kenikmatan? Bukankah telah Kuanugerahi kau kekayaan? Bukankah Aku selalu mengawasi kedua matamu saat kau melihat yang haram-haram? Bukankah Aku selalu mengawasi bibirmu saat kau menggunjing orang-orang? Bukankah Aku mengawasi kedua kakimu saat kau langkah keduanya menuju yang haram-haram? Hambaku, kaupun remehkan perjumpaan dengan-Ku, apakah Aku sebegitu remeh bagimu? Apakah kau bercantik-cantik ria di orang-orang, lalu datang kepada-Ku dengan berburuk-buruk ria? Apakah yang telah memperdaya kamu terhadap-Ku, hai hamba-Ku?” Pemberdirian dan interogasi ini bisa mensucikan kita dan meng– hapus kesalahan-kesalahan kita.

3. Syafa'at Rasulullah

Nabi SAW kelak akan memberi syafaat (pertolongan) pada orang-orang mukmin. Nabi SAW bersabda, "Setiap nabi memiliki doa yang terkabulkan. Setiap nabi telah menyegerakan doanya, sementara aku menyimpan permohonan doaku sebagai syafaat bagi umatku kelak di hari kiamat, dan semua dosa umatku insya Allah akan terserabut selama ia tidak syirik, menyekutukan Allah dengan apapun." Masuk akalkah jika dosa-dosa Kita masih tetap tersisa setelah syafaat Nabi SAW ini?!

4. Ampunan Allah SWT

Nabi SAW bersabda, "Allah SWT menyatakan: Para malaikat memberi syafaat, juga para nabi dan orang-orang mukmin, dan tidak ada lagi yang tersisa kecuali Dzat yang paling pengasih di antara yang paling pengasih..."

Akankah masih ada sisa-sisa dosa setelah ini? Logiskah dengan sebelas tahap pensucian ini masih ada saja dosa yang menempel? Setelah mendengar pemaparan ini, tentu siapapun akan mengatakan: Tidak diragukan lagi, kita semua pasti masuk surga, sebab rahmat Allah sudah begitu luas. Namun tetap saja akan ada sebagian manusia yang bakal terjatuh ke neraka dan mereka memang layak demikian. Bayangkanlah, wahai saudara-saudara sekalian, apa gerangan yang mereka lakukan sampai-sampai mereka layak masuk ke jurang neraka?

Allah telah menyediakan empat kesempatan di dunia bagi kita untuk mensucikan diri dari berlumur dosa: taubat, istighfar, amal kebajikan, dan musibah. Lalu tiga kesempatan lagi Dia berikan di kubur, yaitu shalat jenazah, fitnah kubur, dan orang-orang yang menghadiahi kita pahala amal-amal saleh. Bahkan masih Dia berikan pula empat kesempatan di hari kiamat, yaitu tragedi kiamat, berdiri di hadapan Allah SWT, syafaat Nabi SAW, dan ampunan Allah SWT.

Jika ia masih juga tidak bisa disucikan juga dengan kesebelas tahap pensucian ini, maka ia memang sudah sepantasnya jatuh ke dalam neraka untuk menebus kemaksiatan dan kekejian yang masih menempel padanya. Seolah-olah hanya nerakalah yang mampu membersihkannya dari noda-noda tersebut. Sehingga, begitu sudah suci dan benar-benar bersih, ia akan segera dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Persis sebagaimana emas. Emas 18 karat tentu saja berbeda dengan emas 24 karat. Untuk mendapatkan tingkat kemurnian emas yang lebih tinggi, kita musti meletakkannya di dalam api yang lebih besar lagi. Sungguh sama persis.

Agar kita bisa masuk surga, maka tidak boleh ada dalam diri kita sebiji sawi kebusukanpun. Jika masih ada saja noda kebusukan yang menempel pada diri kita setelah melewati kesebelas tahap pensucian, maka sebagai bentuk rahmat Allah kita akan masuk neraka Jahannam sampai kita benar-benar suci dan layak masuk surga. Dalam hal ini keberadaan kita di neraka disesuaikan dengan tingkat kebusukan kita. Begitu kita telah suci dan hati kita pun kembali bening bak kristal, bersih dari segala noda kebusukan, maka Malaikat akan berkata pada kita, "Berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya." (Qs. Az-Zumar (39): 73).

Semua orang pasti mencari kebahagiaan dan kebahagiaan yang hakiki tidak bisa didapatkan di dunia. Kebahagiaan yang sempurna dan hakiki hanya ada di surga. Setiap orang pun pasti mengimpikan masuk surga dan duduk berdampingan dengan Allah, bertemu dengan Nabi SAW, berbincang-bincang dengan Allah dan menatap wajah Allah SWT. Tapi sayang, Allah tidak akan memasukkan seorangpun ke dalam surga-Nya kecuali jika ia benar-benar baik dan suci dari segala dosa.

Lalu apa yang harus kita perbuat jika kita terlanjur berlumuran dengan dosa? Allah telah membuatkan untuk kita sebelas tahap pensucian, dan jika masih belum suci juga, kita akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam hingga seluruh dosa kita benar-benar rontok dan kita menjadi orang suci tanpa dosa, barulah kemudian Allah akan memasukkan kita ke dalam surga yang kita impikan.

Selanjutnya apa gerangan yang kita miliki dari kesebelas tahap ini? Dari kesebelas tahap ini kita hanya memiliki tiga, sebab musibah tidak berada di tangan kita, melainkan Allah. Jika berkehendak Dia akan menguji kita dan jika tidak Dia pun tidak akan menguji kita, sehingga kesempatan ini tidak bisa diharapkan seratus persen. Apa yang bisa kita pegang dan lakukan tanpa menunggu kuasa lain di luar diri kita hanyalah taubat, istighfar, dan berbuat amal-amal kebajikan yang bisa menghapus dosa-dosa kejelekan.

Jika kita begitu merindukan surga dan takut pada neraka, maka inilah jalan yang bisa kita tempuh. Jangan menyo- dorkan diri kita pada tragedi kengerian kiamat, sebab kita tidak akan pernah mengalaminya jika kita menjadi seorang mukmin yang taat. Kita pun tidak akan mengalami fitnah kubur jika kita seorang mukmin yang taat. Jadi, di hadapan kita hanya ada tiga jalan yang sangat mudah:

1. Taubat, 2. Istighfar, dan 3. Berbuat sebanyak mungkin kebajikan menurut kemampuan maksimal kita, meskipun jikalau kita tetap berbuat kemaksiatan.

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam