Jemput Rezeki dengan Optimistis



📚 Buku Allah Dekat Dan Bersamamu



“Orang yang optimistis selalu bergairah menjemput rezekinya dengan cara terbaik.”

Seorang karyawan pabrik elektronik, sebut saja Arif, dipecat karena suatu kesalahan yang diperbuatnya. Namun, Arif tidak menggerutu, marah-marah, kecewa, apalagi berputus asa atas nasib yang diterimanya. Ia menyadari kesalahannya. Ia bertekad memperbaiki kesalahannya dengan melakukan sesuatu yang lebih baik.

Dengan berbekal uang pesangon, Arif membuka usaha bengkel kecil-kecilan. Singkat cerita, usaha bengkelnya berjalan lancar dan semakin berkembang. Seiring dengan semakin banyaknya pelanggan, Arif membuka cabang bengkelnya yang dikelola oleh anak sulungnya. Penghasilan Arif dari usaha bengkel berlipat-lipat lebih besar daripada gajinya sebagai karyawan pabrik dulu.

*****

Optimistislah dalam menjemput rezeki. Jangan takut tidak kebagian rezeki karena karunia rezeki dari Allah itu begitu berlimpah. Allah adalah Al-Wahhaab dan Ar-Razzaaq. Allah Al-Wahhaab berarti Allah Maha Pemberi Karunia kepada semua makhluk-Nya tanpa diminta. Bukankah kita menerima nikmat yang begitu banyak dari Allah tanpa kita memintanya?

Allah Ar-Razzaaq berarti Allah Maha Pemberi Rezeki kepada seluruh makhluk-Nya. Allah telah menjamin rezeki setiap makhluk-Nya. Bahkan, binatang melata pun telah dijamin rezeki nya oleh Allah.

Allah tak pernah berhenti memberikan rezeki kepada makhluk-Nya. Dia telah menciptakan jalan-jalan atau sebab-sebab bagi makhluk-Nya untuk memperoleh rezekinya. Oleh karena itu, manusia harus berikhtiar menjemputnya. Allah telah memberikan segenap potensi kepada manusia agar mampu menjemput rezekinya. Jangankan manusia, binatang saja diberikan potensi (kemampuan) oleh Allah untuk menjemput rezekinya.

Ayam, misalnya. Setiap pagi ia keluar kandang, mengorek-ngorek tanah dengan cakarnya untuk menjemput rezeki. Sore hari ia pulang dalam keadaan perut kenyang. Jika ayam yang tidak punya akal saja bisa menjemput rezekinya dengan baik, semestinya manusia bisa menjemput rezekinya dengan lebih baik lagi.

Oleh karena itu, jemputlah rezeki dengan penuh optimisme. Orang yang optimistis selalu bergairah untuk menjemput rezekinya dengan cara terbaik. Ia mampu melihat peluang di balik tantangan karena ia meyakini jaminan rezeki dari Allah. Di mana saja berpijak, di sana ada rezeki dan karunia Allah.

Bukankah di tengah gurun pasir sekalipun masih ada oase? Artinya, di mana saja kita berada dan bagaimanapun kondisi kita, pasti ada peluang untuk memperoleh rezeki. Tinggal bagaimana kita memandang situasi tersebut dan meresponsnya dengan baik.

“It’s not the situation, but wheather we react (negative) or respond (positive) to the situation that’s important,” kata Zig Ziglar. Ya, bukan persoalan situasinya yang tidak tepat, tetapi yang terpenting adalah bagaimana kita mereaksi atau merespons situasi tersebut.

Ilustrasinya begini. Sebuah perusahaan sepatu menugaskan dua orang sales-nya untuk melakukan survei di sebuah desa terpencil dan meneliti kemungkinan memasarkan sepatu di sana. Setelah dua sales itu terjun ke lokasi, mereka mengetahui bahwa warga di desa tersebut tidak ada yang bersepatu. Mereka bahkan tidak pernah mengenal yang namanya sepatu.

Sales yang pertama berpandangan tidak ada harapan untuk melakukan ekspansi pasar di desa itu karena warganya tidak pernah mengenal sepatu (mindset negatif; pesimistis). Sementara itu, sales kedua berpandangan bahwa inilah pasar potensial yang baru. Belum ada warga yang mengenal dan memiliki sepatu. Ini berarti ada pasar yang besar sekali. Tinggal bagaimana mengenalkan produk sepatu kepada mereka dengan cara yang unik dan menarik (mindset positif; optimistis).

Kesimpulannya, cara pandang (mindset) menentukan sikap seseorang. Cara pandang yang berbeda menimbulkan tindakan yang berbeda pula. Sales pertama ber-mindset negatif (pesimistis) sehingga ia memilih tidak memasarkan sepatu di desa tersebut. Sales kedua ber-mindset positif (optimistis) sehingga ia memilih untuk mengenalkan sepatu dan memasarkannya di desa tersebut.

Demikianlah pentingnya optimisme dalam menjemput rezeki. Dengan optimisme yang kuat, stamina kita akan tetap tangguh dan semangat kita akan tetap membara untuk berikhtiar menjemput rezeki dengan optimal.

Tidak ada rasa khawatir dan sedih dalam kamus hidup orang yang optimistis. Sikap optimistis ia terjemahkan dengan bekerja keras dan cerdas untuk menghasilkan sesuatu yang terbaik.

Suatu penelitian ilmiah menyebutkan bahwa orang-orang yang optimistis cenderung lebih sukses dalam bidangnya. Hal ini karena saat mereka berada pada situasi sulit, mereka mempunyai keyakinan yang positif bahwa situasi tersebut akan segera membaik berdasarkan penilaian objektif tentang kemampuan diri dan besarnya masalah yang mereka hadapi.

Ada tiga ciri orang optimistis :

Pertama, orang yang optimistis memandang kesulitan hidup layaknya sebuah garis datar dalam sebuah grafik. Masa sulit itu tidak akan berlangsung selamanya. Situasi pasti akan berbalik menjadi baik. Mendung pasti berlalu dan berganti awan putih yang cerah. Mereka melihat kesulitan sebagai ujian menuju kesuksesan, bukan sebagai penderitaan.

Kedua, mereka memandang kesulitan sebagai masalah yang situasional dan spesifik, bukan sebagai musibah yang tidak bisa dihindari dan akan berlangsung selamanya. Dengan pemahaman seperti ini, mereka dapat menghadapi peristiwa yang dianggap sangat buruk sekalipun dengan baik dan mencari hikmah di balik peristiwa itu.

Ketiga, ketika menemui kesulitan, orang yang optimistis akan melakukan evaluasi secara internal dan eksternal. Mereka akan memperbaiki apa saja yang tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan untuk memperoleh hasil yang lebih baik pada masa berikutnya.

Dengan demikian, optimistislah dalam menjemput rezeki. Dalam situasi yang paling sulit sekalipun, pasti ada jatah rezeki kita karena Allah tidak pernah berhenti menganugerahkan rezeki kepada makhluk-Nya. Tinggal bagaimana kita memacu diri menjadi lebih kreatif dan terampil dalam menjemput rezeki. Dengan demikian, urusan menjemput rezeki menjadi hal yang mudah dan menyenangkan.

“Boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216).

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam