71. Keagungan Da'i
📚 Terjemah Kitab At-thariq Ilal Quluub (Perjalanan Ke Hati)
Ada empat orang akh mengunjungiku di kantor Jamaah. Sebagaimana biasanya,
hal itu kita manfaatkan untuk menanyakan berbagai hal seputar kegiatan
mereka. Empat akh tadi dipimpin oleh Al-Akh Syaikh Abdud Daim Dhoif,
salah seorang penduduk 'Azbatul Bir Al-Qabali di Iskandaria.
Saya bertanya kepadanya, "Bagaimana Anda menge-nal Jamaah Ikhwanul
Muslimin, wahai Syaikh Abdud Daim?"
la menjawab, "Ketika itu saya tmggal di kota Thanta. Saya penganut
Thariqat Ahmadiyah, yang dinisbatkan kepada As-Sayyid Al-Badawi, tokoh
ternama dan mempunyai kedudukan terhormat di kota Thanta. Thariqat
aliran ini sangat terkenal.
Saat itu tahun 1940.
Pada suatu hari seorang teman dari anggota thariqat bercerita bahwa
telah datang seseorang ke Thanta menyampaikan berbagai kajian dan
ceramah pada orang-orang di masjid. Orang itu bernama Hasan Al-Banna.
Menurut teman tadi, Hasan Al-Banna menuduh bahwa thariqat-thariqat sufi
ditegakkan dengan berbagai kegiatan ritual dan amalan-amalan yang
bertolak belakang dengan semangat Islam.
Hal ltu membuat saya dan teman sethariqat tersinggung. Kami bertekad
untuk mendebatnya bila ia datang lagi ke Thanta. Kami lalu
menunggu-nunggu kehadirannya dengan penuh penasaran. Datanglah hari itu.
Jamaah Ikhwanul Muslimin cabang Thanta mengumumkan akan mengadakan
tablig akbar di lapangan. Yang akan memberikan ceramah adalah Syaikh
Hasan Al-Banna. Kami bertekad untuk menghadiri acara tersebut. Dengan
memakai seragam Thariqat Ahmadiyah, kami berangkat lebih awal dan duduk
di deretan terdepan menunggu kehadiran Syaikh. Ketika ia datang,
terdengarlah aplaus,
'Allahu Akbar wa
lillahilhamd'
(Allah Mahabesar dan Bagi-Nya Segala Puji). Ketika beliau lewat di
hadapan kami, kami sengaja tidak menyambutnya, atau berdiri memberi
hormat padanya. Namun justru beliau yang menyambut kami dengan hangat
dan beseri-seri. Beliau mengulum senyum dan mengucapkan selamat datang
kepada kami. Sedangkan kami tetap saja duduk dengan dingin meskipun
beliau telah menunjukkan sikap hangatnya kepada kami. Ketika tiba saat
beliau berbicara, beliau menuju mimbar dengan iringan aplaus lslami yang
hangat dari para hadirin. Ia berdiri di mimbar dengan semangat yang
menyala-nyala dan wajah yang bersinar. Beliau berbicara kepada kami
dengan kata-kata yang demikian memikat tentang hakikat dakwah Islam yang
dapat menggelora-kan harapan dan menghidupkan hati. Dengan ucapan-nya
yang
memukau beliau berkata:
'Ikhwan sekalian yang mulia, banyak orang mengira bahwa thariqat di
Mesir didirikan secara sporadis, tanpa prinsip, tujuan, dan cita-cita
besar untuk membangkitkan kaum muslimin dalam rangka mewujudkan kejayaan
Islam dan membangun negara yang menerapkan Al-Qur'an. Banyak orang tidak
mengetahui bahwa thariqat sufi mempunyai akar sejarah yang kuat di semua
negeri Islam, baik Arab maupun non-Arab. Kalian melihat bagaimana mereka
memiliki pakaian seragam resmi yang menjadi ciri khas masing-masing
aliran thariqat. Mereka berjalan di jalan-jalan besar dalam barisan yang
tertata rapi dengan dikawal oleh tokoh-tokoh merekayang terkenal. Semua
ini menjadi bukti akan rapinya organisasi mereka, dalam koordinasi
pasukan jihad di jalan Allah. Mereka adalah aset besar bagi perjuangan
Islam, di belahan bumi barat maupun timur.'
Selanjutnya Syaikh Abdud Daim berkata, "Sungguh, kami merasa begitu
gembira dan bangga. Seolan-olah kami mendengar kata-kata ini untuk yang
pertama kali dalam hidup kami. Karena itu, ketika Syaikh turun dan
mimbar, kami menyambut beliau dengan memberi salam penghormatan. Kami
berusaha untuk mencium tangannya, namun tidak berhasil. Demikianlah,
kami datang sebagai musuh yang siap melawan, namun kini kami pulang
sudah sebagai Ikhwan yang siap memperjuangkan."
la menambahkan, "Atas kehendak Allah, saya pindah dari Thanta ke
Iskandaria tahun 1948 untuk berga-bung dengan cabang Ikhwan di Mahram
Bik. Pemahaman saya tentang dakwah Ikhwanul Muslimin semakin luas,
sampai ketika ada seruan jihad ke Palestina, April 1948, saya menjadi
pasukan sukarelawan Ikhwan bersama akh yang lain. Kami turut serta dalam
peperangan Islam melawan pasukan Yahudi. (la memperlihatkan sebagian
foto kenang-kenangannya. Di foto itu ia memakai seragam militer dan
berdiri di belakang meriam. Bersamanya dalam perang itu tiga akh yang
lain, yakni: Al-Akh Muhammad Ar-Ris, Al-Akh Abdul Mun'im, dan Al-Akh Haj
'Isya Syahatah. Tiga orang itu yang dahulu ikut pertemuan dengan saya)."
Orang yang membaca kisah ini mempunyai kesan sekilas bahwa Imam Hasan
Al-Banna seperti berbasa-basi untuk menarik hati pengikut thariqah yang
hadir. Tentu prasangka itu jauh dari kenyataan yang sebenarnya, bahkan
merupakan prasangka dan pemahaman yang keliru.
Sesungguhnya Hasan Al-Banna adalah da'i seluruh umat manusia, dengan
berbagai tingkatan dan kefahaman mereka terhadap Islam. Seorang da'i
harus berbicara dengan hati nurani yang bersih dan pemahaman yang utuh
tentang tujuan dakwah yang mengatakan, "Kami adalah kaum yang menghimpun
bukan memecah belah, membangun bukan merobohkan." Hasan Al-Banna ingin
menghimpun tingkatan berbagai umat ini dalam satu pemahaman Islam yang
benar.
"Sesungguhnya (agama
tauhid) ini adalah agama kalian; agama yang satu, dan Aku adalah Tuhan
kalian, maka sembahlah Aku."
(Al-Anbiya': 92) Karenanya seorang da'i harus senantiasa mendekati
masyarakat dan menjalin kasih sayang dengan mereka. Inilah pemahaman
yang benar sebagai seorang da'i dan inilah misi, manhaj, dan fitrah yang
telah melebur dengannya.
Seluruh manusia pada hakikatnya adalah objek dakwah, kecuali yang
terlepas dari kita karena kelalaian atau keteledoran. Sungguh, perhatian
Hasan Al-Banna yang dalam dan ketulusannya dapat mengubah mereka dari
sikap pasif menjadi dinamis di medan jihad Palestina. Kepedulian dan
perhatian seorang da'i kepada sesama akan melahirkan simpati.
Demikianlah seharusnya seorang da'i, ia terpatri dengan citacita:
membuka pintu hati dengan getaran-getaran yang lembut, pembicaraan yang
indah, atau sikap yang dapat menggerakkan hati dan perasaan.
"Allah memberi hidayah
kepada seseorang karena dakwahmu, itu lebih baik daripada apa yang
matahari terbit dan terbenam di atasnya." (Al-Hadits)
Ketika Hasan Al-Banna memasuki forum ceramah dan menjumpai beberapa
pengikut thariqat yang datang untuk menentangnya, ia tunjukkan wajah
yang berseriseri dan lapang dada karena mengmginkan mereka. Ini adalah
kesempatan yang tidak mungkin terulang. Ia yakin akan firman Allah swt.,
"...sedangkan
kalian mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan."
(An- Nisaa': 104)
Begitulah, misi seorang da'i jauh lebih luas dan lebih agung daripada
kepentingan pribadi, ego, atau kaumnya.
"Sesungguhnya orang-orang
mukmin itu bersaudara."
(Al-Hujurat: 10)
Bagikan ini :
Comments
Post a Comment
Silakan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan