Kunci Pembuka Tabir Rahasia



📚 Buku Sejarah Ilmu Laduni (Mencari Jati Diri)



Firman Allah SWT :

"Sebagai rahmat dari Tuhanmu dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri". (QS. 18/82) Artinya, bahwa ketiga perbuatan yang telah dilakukan nabi Khidhir as. tersebut ternyata merupakan ´rahmat dari Tuhanmu untuk ketiga golongan yang disebutkan dalam ayat tersebut. Pertama orang-orang miskin pemilik perahu, kedua orang tua anak kecil dan ketiga dua orang anak yatim yang kedua orang tuanya orang yang sholeh. Dalam kaitan urusan ini nabi Khidir as. berkata; (yang demikian itu) tidak aku perbuat dengan dasar kehendak nafsuku.

Ayat ini merupakan jawaban dari segala misteri dan keajaiban yang ditampilkan ayat-ayat sebelumnya. Mengapa nabi Khidhir dapat mengetahui apa-apa yang tidak diketahui nabi Musa sehingga Beliau mampu berbuat di luar batas nalar manusia. Ketika nabi Khidhir as. berkata: "Dan tidaklah semua itu aku lakukan menuruti kemauanku sendiri", berarti ada kemauan lain yang mendorong kemaunnya itu: ´Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS.al-Insan/30). Itulah kehendak ketuhanan yang telah mampu dileburkan di dalam kehendak basyariyah manusia, sehingga rahmat hadits yang terbit dari hati manusia menjadi rahmat qodim yang azaliah.

Itu merupakan tingkat penyatuan dua kehendak secara sempurna. Ketika hati seorang hamba telah fana di hadapan Tuhannya maka kehendaknya juga menjadi fana di dalam kehendak tuhan-Nya, dengan itu maka dua kehendak yang semestinya berbeda menyatu dan memancarkan dua rahmat secara bersamaan. Dua rahmat yang semestinya berbeda, yang satu rahmat hadits yang satunya rahmat qodim, namun oleh karena disampaiakan oleh sumber yang sama, maka yang berbeda itu menjadi sama: ´Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. (QS.al-A·raaf/156). Seperti air yang mengalir di anak sungai, ketika air itu telah mencapai muara dan bersatu dengan air samudera, maka air sungai itu menjadi air samudera.

Itulah “rahmat ilahiyat”, ketika dipancarkan dari hati seorang hamba—yang telah dipenuhi rahmat, maka sinarnya akan mampu menembus segala dinding pembatas. Seperti itulah hati para kekasih Allah Ta’ala dari para Nabi, ash-Shiddiq, asy- Syuhada, ash-Sholihin, sehingga keberadaan mereka di mana-mana selalu menjadi ´rahmatan lil alamin. Rasulullah saw. menyatakan di dalam sebuah haditsnya:

Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid ra berkata: “Kami sedang berada di sisi Rasulullah saw. ketika salah seorang puteri baginda menyuruh seseorang untuk memanggil baginda dan memberitahu bahwa anak lelaki puteri (cucu) baginda berada dalam keadaan nazak. Lalu Rasulullah saw. bersabda kepada orang suruhan tersebut: “Kembalilah kepadanya dan katakan bahwa yang diambil oleh Allah adalah milikNya dan apa yang diberi oleh Allah juga milikNya. Segala sesuatu di sisiNya akan berakhir, mintalah supaya dia bersabar dan berserah kepada Allah”.

Orang suruhan itu kemudian kembali lagi menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Dia berjanji akan melaksanakan pesanan tersebut”. Kemudian Nabi saw. berdiri diikuti oleh Saad bin Ubadah dan Muaz bin Jabal r.a. Akupun (Usamah bin Zaid) turut berangkat bersama-sama di dalam rombongan itu. Lalu, anak (dari puteri baginda) yang nafasnya masih bergerak-gerak (tersendat-sendat), seolah-olah berada di dalam satu “qirbah” (kubangan air) keruh, diangkat dan diserahkan kepada Rasulullah saw. Kedua mata Rasulullah saw. mulai berlinang. Saad bertanya: “Apa artinya ini wahai Rasulullah?”, Rasulullah saw. menjawab:

"lni adalah rahmat yang diletakkan oleh Allah di hati hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya Allah mengasihi hamba-hamba-Nya yang mempunyai rasa belas- kasihan (507) - HR. Bukhori. Muslim. Nasa·i. Abu Dawud. Ibnu Majah. Ahmad Ibnu Hambal.

Walhasil, oleh karena yang penting dari setiap kejadian adalah hasil akhirnya, maka datangnya ´rahmat ilahiyat itu sering kali tidak diawali dalam bentuk kesenangan nafsu syahwat: ´Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. (QS.Yusuf/53). melainkan kadang-kadang datang dalam bentuk kesakitan-kesakitan bagi orang yang berbuat kesalahan. Mereka dicaci, difitnah, dihina, didenda, dihukum di dunia, bahkan dengan musibah-musibah yang menimpa dirinya.

Semua itu sejatinya merupakan pelaksanaan kafarot dan tazkiyah (peleburan dosa dan persucian) baginya, dengan itu supaya mendorong orang tersebut untuk menyesali perbuatannya dan mau bertaubat dengan taubatan nasuha sehingga perjalanan hidupnya nanti di akhirat terbebas dari siksa neraka untuk selama-lamanya. Rasulullah saw. menyatakan yang demikian (dalam bentuk do’a yang dipanjatkan) dalam haditsnya:

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: "Ya Allah, sesungguhnya aku hanyalah manusia. Setiap orang muslim yang aku caci maki atau aku kutuk atau aku pukul, maka jadikanlah itu sebagai pensucian dan rahmat baginya. (1526) Riwayat Bukhori di dalam Kitab Do’a Hadits No 5884 Riwayat Muslim di dalam kebaikan Hadits No 4706.

Dalam kaitan ´ilmu laduni, kesabaran murid dalam menghadapi rahmat awal yang didatangkan seorang guru mursyid kepada dirinya—yang seringkali datang dalam bentuk jebakan dan ujian— adalah hal yang sangat penting, sedangkan untuk mencapai kesabaran itu, kunci utamanya adalah ´husnudh-dhon, atau menyangka baik kepada segala perilaku gurunya, baik yang ditujukan kepada dirinya maupun orang lain.

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam