Menikmati Proses



📚 Buku Allah Dekat Dan Bersamamu



“Tempuhlah perjalanan jauh langkah demi langkah sampai ke tujuan.”

Di pagi hari buta, seorang pemuda dengan buntelan kain berisi bekal di punggungnya, berjalan dengan tujuan mendaki puncak gunung yang terkenal. Pemuda itu sangat ingin menikmati pemandangan yang teramat indah di puncak gunung itu. Sesampai di lereng gunung, pemuda itu singgah di sebuah rumah kecil yang dihuni oleh seorang kakek tua.

Setelah menyapa pemilik rumah, pemuda itu mengutarakan maksudnya, “Kek, saya ingin mendaki gunung ini. Tolong, Kek, tunjukkan jalan yang paling mudah untuk mencapai ke puncak gunung.”

Si kakek mengangkat tangannya dengan enggan dan menunjukkan tiga jari ke hadapan pemuda. “Ada tiga jalan menuju puncak. Kamu bisa memilih sebelah kiri, tengah, atau sebelah kanan,” kata si kakek.

“Saya memilih sebelah kiri.”

“Sebelah kiri melewati terjalnya bebatuan.”

Setelah berpamitan dan mengucapkan terima kasih, si pemuda bergegas melanjutkan perjalanannya. Beberapa jam kemudian, dengan peluh bercucuran, si pemuda kembali ke rumah si kakek.

“Kek, saya tidak sanggup melewati terjalnya batu-batuan. Tunjukkan jalan yang lebih mudah, Kek,” katanya terengah-engah.

Si kakek tersenyum. Ia mengangkat lagi tiga jari tangannya dan berkata, “Pilihlah sendiri, kiri, tengah, atau sebelah kanan?”

“Aku memilih jalan sebelah kanan.”

“Sebelah kanan banyak semak berduri.”

Setelah beristirahat sejenak, si pemuda kembali berangkat mendaki. Namun, selang beberapa jam kemudian, dia kembali lagi ke rumah si kakek.

Dengan kelelahan si pemuda berkata, “Kek, saya juga tidak sanggup menembus semak berduri yang lebat dan tajam. Saya sungguh-sungguh ingin mencapai puncak gunung. Tolong, Kek, tunjukkan jalan lain yang rata dan lebih mudah agar saya berhasil mendaki hingga ke puncak gunung.”

Si kakek serius mendengarkan keluhan si pemuda. Sambil menatap tajam, dia berkata tegas, “Anak Muda, jika kamu ingin sampai ke puncak gunung, tidak ada jalan yang rata dan mudah! Rintangan berupa bebatuan dan semak berduri harus kamu lewati, bahkan kadang jalan buntu pun harus kamu hadapi. Selama keinginanmu untuk mencapai puncak itu tidak goyah dan tetap membara, hadapilah semua rintangan itu. Lewati semua tantangan yang ada. Jalani langkahmu setapak demi setapak, kamu pasti akan berhasil mencapai puncak gunung itu seperti yang kamu inginkan. Dan, nikmatilah pemandangan yang luar biasa! Apakah kamu mengerti?”

Si pemuda mendengarkan semua ucapan kakek itu dengan takjub. Sambil tersenyum gembira dia menjawab, “Saya mengerti, Kek. Saya mengerti! Terima kasih, Kek. Saya siap menghadapi setiap rintangan dan tantangan yang ada. Saya akan terus dan tetap melangkah setapak demi setapak meski telapak kaki penuh darah dan nanah. Tekad saya semakin mantap untuk mendaki lagi hingga mencapai puncak gunung itu.”

Dengan senyum puas si kakek berkata, “Anak Muda, aku percaya kamu pasti bisa mencapai puncak gunung itu. Selamat berjuang!”

*****

Sama seperti analogi mendaki gunung tersebut, untuk meraih sukses seperti yang kita inginkan pun tidak ada jalan yang rata. Tidak ada jalan pintas. Kita harus siap melalui prosesnya. Rintangan, kesulitan, dan kegagalan selalu datang menghadang sewaktu-waktu. Kalau mental kita lemah, takut tantangan, dan mudah menyerah, apa yang kita inginkan pasti akan kandas di tengah jalan. Hanya dengan mental dan tekad yang kuat, mempunyai komitmen dan semangat untuk tetap berjuang, pantang menyerah dan tak kenal putus asa, barulah kita bisa menapak di puncak kesuksesan.

Saya ingin mengajak Anda belajar dari berang-berang. Tahukah Anda binatang yang bernama berang-berang? Berang-berang adalah binatang yang sangat bersemangat dan telaten dalam pekerjaannya. Ia memiliki kemampuan yang sangat mengagumkan, yaitu mampu membuat bendungan atau waduk. Apakah Anda tahu bagaimana cara berang-berang membuat bendungan?

Berang-berang selalu membuat sarangnya dengan membendung air sungai karena mereka perlu air yang tenang untuk membuat sarang. Mereka membendung sungai dengan mengumpulkan ranting-ranting pohon dengan mulutnya dan menumpuknya di atas potongan-potongan batang pohon.

Mula-mula berang-berang berjalan menuju satu batang pohon di tepi sungai, kemudian memanjat pohon itu dan mulailah ia memotong daun dan rantingnya. Setelah itu, ia turun lagi dan menggerogoti pangkal batang pohon tersebut dengan giginya. Berang-berang mengerogoti batang pohon dengan berputar mengelilingi batang pohon tersebut. Hasil potongannya tampak sama dari setiap sisi hingga pangkal batang pohon itu menjadi lancip seperti ujung pensil.

Demikianlah, berang-berang menggerogoti pohon demi pohon dan menjatuhkannya ke sungai untuk membuat bendungan. Yang menakjubkan adalah semua pohon yang roboh ke air seolah-olah arah jatuhnya telah diperhitungkan oleh berang-berang tersebut.

Setelah pohon-pohon dan ranting-ranting yang dibutuhkan mencukupi, berang-berang menyusunnya dengan telaten hingga menjadi sebuah bendungan.

Apa pelajaran berharga yang bisa dipetik dari sifat berang-berang? Ya, tentang sebuah proses dalam meraih kesuksesan.

Berang-berang secara bertahap memotong ranting demi ranting, pohon demi pohon, menjatuhkannya ke sungai, menyusunnya, hingga akhirnya menghasilkan sebuah bendungan.

Untuk meraih sukses seperti yang kita inginkan, tidak ada jalan pintas karena tidak ada kesuksesan yang diraih dengan instan. Kita harus siap melalui prosesnya. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui. Ada jalanan terjal, berliku, dan mendaki yang harus ditempuh. Ada onak dan duri yang siap merintangi langkah kaki. Ada batu ujian yang akan menerjang dan menghadang.

Jadi, proses adalah suatu keniscayaan dan merupakan sunatullah. Bukankah Allah menciptakan alam semesta dalam enam masa? Bukan berarti Allah tidak kuasa untuk menciptakannya seketika. Sungguh, Allah Mahakuasa menciptakan alam semesta dalam seketika. Yang demikian itu teramat mudah bagi-Nya.

Akan tetapi, mengapa alam semesta diciptakan dalam enam masa? Ini merupakan pembelajaran bagi kita sebagai hambaNya. Allah telah menciptakan hukum-hukum di alam ini yang kita kenal dengan sunatullah. Salah satu sunatullah itu adalah sebuah proses.

Bukankah kita terlahir ke dunia ini melalui sebuah proses? Diawali dari konsepsi sel sperma ayah dan sel telur ibu, kemudian terjadi pembuahan, tumbuh berkembang menjadi zigot, embrio, fetus, janin, sampai akhirnya kita terlahir ke dunia setelah selama sembilan bulan berada di dalam kandungan Ibu.

Sayangnya, banyak orang yang tidak memahami hal ini. Mereka ingin menggapai kesuksesan, namun tidak mau menjalani prosesnya. Kehidupan modern yang serbainstan terkadang membuat kita lupa bahwa segala sesuatu membutuhkan proses. Mana mungkin kita dapat menikmati buah durian yang lezat hanya sehari setelah kita menanam bijinya? Bukankah kita harus memupuk, menyiram, dan merawatnya dengan baik, sehingga biji tersebut dapat tumbuh menjadi pohon dan berbuah lebat?

Pepatah bijak mengatakan bahwa sukses adalah sebuah perjalanan (success is a journey). Ibarat orang yang selalu bersemangat menaiki satu per satu anak tangga yang ada, kita harus bersedia melalui tahapan-tahapan tersebut dengan sabar sampai menapak di puncak kesuksesan.

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.” (QS. Al-Insyirah [94]: 5–8).

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam