Menolong Itu Investasi



📚 Buku Allah Dekat Dan Bersamamu



“Menolong layaknya sebuah investasi yang sangat menguntungkan. Kita akan memanennya di saat yang tepat.”

Alkisah, seorang ibu tua terlihat bingung di tepi sebuah jalan yang masih sepi. Mobilnya mogok. Ia tidak tahu harus berbuat apa karena tidak mengerti mesin mobil. Saat itu, seorang lelaki muda melintas dengan mengendarai sepeda motor. Ia berhenti tepat di sebelah si ibu. Lelaki muda itu menawarkan bantuan untuk mengecek mobil. Si ibu mempersilakan dengan senang hati.

Lelaki muda itu membuka kap mobil dan mengotak-atik kabel-kabel di dalamnya. Ia juga tak sungkan untuk masuk ke kolong mobil. Mungkin ada bagian yang harus dibetulkan. Kurang lebih 30 menit lelaki muda itu mencoba membetulkan mobil si ibu.

“Sudah selesai. Silakan coba nyalakan mesinnya,” ujar si lelaki muda.

Si ibu menyalakan stater, dan terdengar suara mesin mobil menyala. Alhamdulillah, mobil itu sudah bisa berjalan kembali.

Si ibu gembira. Ia membuka dompetnya dan mengambil beberapa lembar rupiah. Si ibu menyerahkannya kepada lelaki muda itu sambil berucap terima kasih.

“Maaf, Ibu, saya tidak bisa menerimanya,” tegas lelaki itu. “Mengapa? Anda sudah menolong saya. Ini ungkapan terima kasih saya kepada Anda,” terang si ibu.

“Maaf, Ibu, bagi saya menolong bukanlah suatu pekerjaan. Karena itu, saya tidak berhak menerima imbalan. Kalau Ibu ingin berterima kasih kepada saya, silakan Ibu tolong orang lain yang membutuhkan pertolongan,” terang si lelaki muda. “Baiklah kalau begitu. Tapi siapa namamu?”

“Namaku Ihsan.” Si ibu berpamitan sambil mengucapkan terima kasih. Mobil bergerak meninggalkan lelaki muda itu.

Di tengah perjalanan, si ibu singgah di sebuah kedai. Ia memesan makanan dan minuman. Seorang perempuan yang tengah hamil dengan sigap menyiapkan pesanan si ibu. Melihat perempuan muda yang tengah hamil itu, si ibu teringat dengan kata-kata Ihsan, “Kalau Ibu ingin berterima kasih kepada saya, silakan Ibu tolong orang lain yang membutuhkan pertolongan.”

Usai makan dan minum, si ibu meminta bon. Ketika perempuan muda itu sedang membuatkan bon, si ibu diam-diam pergi. Pelayan yang sedang hamil itu menghampiri meja si ibu. Ia bingung karena tidak mendapati si ibu di mejanya. Namun, di mejanya tergeletak secarik kertas dan uang yang cukup banyak.

Di surat itu tertulis, “Di perjalanan, mobilku mogok. Ada seorang lelaki muda bernama Ihsan yang berbaik hati membetulkan mobilku. Akan tetapi, ia tidak mau menerima imbalan dariku. Ia memintaku untuk menolong orang lain sebagai imbalannya. Aku melihat kau sedang hamil. Aku ingin membantu biaya persalinan anakmu nanti. Aku tinggalkan uang ini sebagai pembayaran makanan dan minumanku. Sisanya ambillah untuk biaya persalinan anakmu. Semoga kau berbahagia dengan suami dan anakmu.”

Perempuan muda itu berkaca-kaca membaca surat si ibu. Sore hari, perempuan itu pulang ke rumahnya, bertemu suami yang dicintainya. Malam harinya, saat si suami tertidur pulas karena lelah bekerja, si perempuan itu mengusap kepala suaminya sambil berbisik, “Mas Ihsan, kau tidak usah merisaukan biaya persalinan untuk anak kita. Keikhlasanmu menolong orang lain telah berbuah kebaikan untuk kita.”

*****

Betapa indahnya hidup ini jika kita saling menolong. Menolong atas dasar keikhlasan, bukan karena ada tujuan di baliknya. Meski orang yang kita tolong tidak atau belum bisa mem balas kebaikan kita, yakinlah Allah pasti menggerakkan tangan-tangan lain untuk menolong saat kita membutuhkan pertolongan.

Satu kebaikan kecil bisa berarti besar bagi orang yang membutuhkan. Saya teringat kisah yang diceritakan teman saya. Ia bercerita tentang seorang sopir angkot yang masih muda. Di saat jam kerja, para sopir angkot berlomba-lomba mencari penumpang untuk mengejar setoran.

Ketika itu, ada seorang ibu dengan tiga anaknya berdiri di tepian jalan. Setiap angkot yang lewat disetopnya. Angkot angkot itu berhenti sejenak, lalu jalan kembali. Tibalah angkot yang disopiri oleh pemuda ini yang disetop oleh si ibu.

“Mas, angkot ini sampe terminal bus, ya?” tanya si ibu.

“Iya, Bu,” jawab sopir angkot.

“Tapi saya tidak punya uang untuk bayar ongkosnya,” ujar si ibu jujur.

“Nggak apa-apa, Bu. Ayo, naiklah,” sahut pemuda sopir angkot.

Si ibu dan tiga anaknya pun naik. Di saat sopir angkot lain berebut penumpang untuk mengejar setoran, pemuda sopir angkot ini malah merelakan empat kursi untuk ibu dan tiga anaknya.

Saat sampai terminal, para penumpang turun. Begitu juga si ibu dan tiga anaknya. Ibu ini berucap terima kasih pada si pemuda sopir angkot itu. Seorang bapak yang juga turun menyerahkan uang dua puluh ribu rupiah. Pemuda sopir angkot itu memberikan kembalian enam belas ribu rupiah, namun bapak itu menolaknya.

“Ambil saja kembaliannya. Itu untuk ongkos ibu dan tiga anaknya tadi. Dik, terus berbuat baik, ya,” pesan si bapak itu pada pemuda sopir angkot.

Lihatlah, betapa indah hidup saling menolong. Andaikan separuh saja penduduk bumi ini berpikir untuk menolong orang lain, akan damailah dunia ini. Oleh karena itu, mari kita saling membantu dan menolong. Kita adalah saudara. Saudara itu laksana satu tubuh. Jika satu bagian tubuh merasakan sakit, bagian lain ikut merasakannya, kemudian sama-sama memulihkan bagian tubuh yang sakit itu.

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh. Apabila satu anggota badan merintih kesakitan, sekujur badan akan merasakan panas dan demam.” (HR. Muslim).

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam