Mukadimah Tobat



📚 Buku Mendaki Tanjakan Ilmu Dan Tobat


Tobat yang begitu saja dilakukan tanpa adanya pendahuluan (mukadimah) akan terasa berat. Karena itu, dalam bertobat, harus ada pendahuluannya.

Adapun mukadimah tobat itu ada tiga:

1. Kita ingat dan sadar bahwa dosa itu sangat buruk.
2. Ingat kerasnya hukuman Allah dan murka-Nya. Kita tidak akan kuat menghadapi hukuman dan murka Allah karena sangat berat.
3. Ingat kelemahan kita sendiri dan kurangnya tenaga kita untuk menahan segala hal itu.

Orang yang tidak kuat menahan teriknya matahari, tidak kuat sakitnya ditempeleng polisi, bahkan tidak kuat digigit semut, bagaimana dia bisa kuat menahan panasnya api neraka? Panas matahari saja tidak kuat. Belum lagi pukulan-pukulan Malaikat Zabaniyah, gigitan ular-ular neraka sebesar leher unta, dan gigitan kalajengking sebesar kuda binal. Semuanya itu dibuat Allah dari api, di tempat di mana Allah murka. Di tempat manusia-manusia celaka. Naudzubillah. Naudzubillah. Mana mungkin kita akan kuat?!

Dengan mengingat semua itu, kita akan mudah untuk bertobat. Kalau seseorang tidak ingat, apalagi tidak percaya adanya neraka maka dia tidak mungkin mau bertobat. Malah, dia akan mengejek orang-orang yang bertobat.

Hal ini disebabkan lemahnya iman. Padahal, dalam Al-Quran banyak sekali diceritakan tentang pedihnya azab api neraka. Dan, Al-Quran itu haq. Jadi, jelas, adanya neraka bukan sekadar omong kosong.

Apabila kamu terus mengingat mukadimah (tobat) itu, diulang-ulang siang maupun malam, kamu akan terdorong untuk melakukan tobat nasuha. Tobat sebenar-benarnya tobat.

*****

Apabila ada yang bertanya, “Bukankah Nabi (hanya) bersabda: ‘Menyesal itu adalah tobat’, dan beliau tidak (pernah) menyebutkan syarat-syarat tobat seperti yang telah engkau tandaskan?”

Maka jawabnya, “Ketahuilah, bahwa menyesal itu tidak bisa dibuat-buat. Sepintas lalu penyesalan itu sangatlah mudah. Namun, tanpa mukadimah, akhirnya penyesalan itu hanyalah di bibir.”

Dikiranya cukup hanya dengan mengucapkan “aku menyesal”. Padahal, tidaklah demikian. Karena, penyesalan yang tidak keluar dari hati sanubari adalah penyesalan palsu semata.

Jadi jelas, bertobat itu harus didasari dengan mukadimah yang telah disebutkan di atas. Sebagaimana telah diterangkan bahwa menyesal itu tidak bisa dibuat-buat. Tidak bisa sengaja dilakukan dan dikendalikan oleh kehendak kita. Misalnya, kadang-kadang kita tidak mau menyesal tetapi tiba-tiba menyesal. Kadang-kadang ingin menyesal, tetapi sesal itu tidak mau datang juga. Contoh, kita memberikan sedekah sejuta rupiah, lantas menyesal, padahal awalnya kita tidak mau menyesal.

Sebaliknya, tobat itu merupakan perbuatan yang bisa sengaja dilakukan (oleh seseorang) dan memang diperintahkan syariat untuk dilakukan. Kita juga tahu, tidak semua penyesalan berarti tobat. Buktinya, seandainya seseorang menyesali satu perbuatan dosa karena perbuatan dosanya itu telah menjatuhkan kedudukannya atau menyebabkan hartanya hilang, tentu penyesalannya itu bukanlah tobat.

Oleh karena itu, arti yang terkandung dalam perkataan “menyesal” pada hadis Nabi itu tidak bisa kamu pahami hanya dari zahirnya hadis. Karena, makna yang dimaksud ialah menyesal karena takzim (mengagungkan) Allah Swt. dan takut akan siksa-Nya, sehingga mendorongnya untuk bertobat yang sebenar-benarnya tobat. (Bukan menyesal karena jatuh kedudukan atau kehilangan harta).

Demikianlah sifat dan kelakuan seorang ahli tobat, yang apabila ingat tiga hal dalam mukadimah itu, pasti dia menyesal. Penyesalan itu mendorongnya untuk meninggalkan pekerjaan dosa selamanya. Perasaan itu juga mendorongnya bermohon dengan perasaan rendah diri dan hina, dengan sangat mengagungkan Tuhannya.

Penyesalan yang demikian itulah yang dimaksudkan dalam hadis Nabi tadi. Pahamilah dan amalkan, insya Allah kamu mendapat taufik-Nya.

Jika kamu bertanya, “Bagaimana bisa seseorang menjaga dirinya (sedemikian rupa), sehingga dia tidak berdosa sama sekali?” Jawabnya: Ketahuilah, bahwa hal itu mungkin saja. Tidak mustahil. Sebab, mudah saja bagi Allah menentukan pada siapa rahmat-Nya diberikan, orang yang Dia kehendaki.

Selanjutnya, setengah dari syarat tobat itu ialah jangan sengaja mengerjakan dosa. Andaikata masih melakukannya dengan tidak disengaja karena lupa atau kelalaian, itu masih dapat diampuni dengan karunia Allah. Dan, bagi orang yang diberi taufik oleh Allah, mudah saja dapat bersih dari perasaan lupa dan kesalahan.

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam