Risalah 71-75



📚 Terjemah Kitab Futuuhul Ghaib



Mutiara karya Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani



Risalah 71
Kau tentu berada dalam salah satu dari kedua hal ini: pengupaya atau yang diupayakan. Bila kau seorang pengupaya, maka kau terbebani dan penanggung beban yang memikul segala yang sulit dan berat. Hal ini dikeranakan kau adalah seorang pengupaya. Seorang pengupaya mesti bekerja keras dan disalahkan, hingga ia memperolehi yang dikehendakinya. Tak patut bagimu mengelak dari kesulitan-kesulitan yang merundungmu sampai deritamu sirna. Maka kau akan diselamatkan dari segala macam suara, noda, kekejian, kehinaan, rasa sakit, derita dan kertergantungan kepada orang. Maka kau akan dimasukkan ke dalam kelompok orang yang dicintai Allah.

Namun, bila kau adalah yang diupayakan, maka jangan salahkan Allah jika Dia menimpakan musibah atasmu. Juga, jangan kau ragukan kedudukanmu di hadapan-Nya, sebab Dia telah mengujimu agar kau meraih kedudukan tinggi. Dia hendak meningkatkan kedudukanmu ke tingkat wali dan badal. Sukakah kau bila kedudukanmu berada di bawah kedudukan mereka, atau bila pakaian kemuliaan, nur dan rahmatmu tak seperti pakaian kemuliaan, nur dan rahmat mereka? Meski kau puas dengan kedudukan rendahmu, tapi Allah SWT tak menyukainya. Dalam hal ini Dia berfirman: "Dan Allah mengetahui, sedang kamu tak mengetahui." (QS.2:232)

Dia telah memilihkan untukmu sesuatu yang lebih tinggi, lebih cerah, lebih baik dan lebih mulia, sedang kau menampiknya,

Jika kau berkata: bagaimana benar pengabdi sempurna mesti diuji, sedang kau berkata bahawa ujian dimaksudkan bagi sang pencinta, padahal pilihan Allah adalah orang yang dicintai-Nya? Pertama kami sebutkan aturannya, kemudian pengecualian yang mungkin. Tiada dua pendapat bahawa Nabi saw. adalah yang paling dicintai dan yang paling banyak diuji. Nabi saw. bersabda: "Aku telah demikian takut kerana Allah, tiada seorang pun yang terancam sepertiku dan aku telah demikian menderita kerana Allah, tiada seorang pun yang menderita sepertiku. Telah datang padaku tiga puluh hari dan malam yang di dalamnya kami tak punya makanan sebanyak yang diapit di bawah ketiak Bilal."

"Sesungguhnya kami, para nabi, adalah yang paling banyak diuji; kemudian mereka yang kedudukannya lebih rendah dan seterusnya."

"Aku adalah yang paling tahu tentang Allah dan yang paling takut kepada-Nya di antara kamu semua."

Nah, bagaimana bisa sang tercinta diuji dan takut, padahal ia adalah orang pilihan dan pengabdi sempurna? Hal ini dikeranakan Dia hendak membuat mereka meraih, sebagaimana telah kami tunjukkan, kedudukan-kedudukan kehidupan syurgawi takkan meningkat kecuali melalui amal-amal saleh di kehidupan duniawi ini. Kehidupan duniawi merupakan tanah garapan kehidupan ukhrawi, dan amal-amal saleh para Nabi dan wali, setelah menunaikan perintah-perintah dan menghindari larangan-larangan, berada dalam kesabaran dan keredhaan di tengah-tengah cubaan. Kemudian cubaan dijauhkan dari mereka dan mereka dianugerahi rahmat-rahmat Allah, kurnia-Nya dan kasih-sayang-Nya sampai mereka menghadap Tuhan mereka di akhirat yang abadi.


Risalah 72
Ada beberapa macam orang agama yang pergi ke pasar-pasar. Ada yang terkesima, ketika melihat aneka barang di sana, dan hal ini menyebabkan kehancuran dan pencampakan mereka akan agama mereka, dan membuat mereka mengikuti hawa nafsu mereka jika Allah tak memelihara mereka dengan kasih sayang, perlindungan dan penganugerahan kesabaran oleh-Nya untuk melawan godaan-godaan ini; dengan inilah mereka tetap selamat.

Ada yang, ketika melihat hal-hal ini dan hampir terhancurkan, kembali kepada nalar agama mereka, mengendalikan diri dengan sekuat daya dan menelan pahitnya mencampakkan hal-hal itu. Mereka ini seperti perajurit-perajurit gagah berani di jalan agama yang ditolong oleh Allah untuk mengendalikan diri. Allah menganugerahi mereka kelimpahan pahala dan kehidupan ukhrawi.

Nabi saw. bersabda: "Tujuh puluh tindak kebajikan dicatat untuk seorang mukmin yang mencampakkan dorong hawa nafsunya ketika ia dikuasai olehnya atau ia menguasainya"

"Dan ada di antara mereka yang mendapatkan kenikmatan-kenimatan ini dan kurnia serta rahmat Allah dalam bentuk kelimpahan kekayaan duniawi dan bersyukur kepada Allah Swt atas hal-hal itu"

Namun mereka tetap tak memerhatikan kenikmatan-kenikmatan ini: mereka buta terhadap segala suatu selain Allah Swt; maka mereka tak melihat sesuatu pun selain-Nya dan tuli terhadap sesuatu pun selain-Nya. Bila kau lihat orang-orang semacam ini memasuki pasar, mereka akan berkata: "Kami tak melihat sesuatu pun". Ya mereka melihat hal-hal dengan mata mereka, bukan dengan mata hati. Mereka melihat semua itu, tapi bukan dengan mata nafsu. Pandangan itu adalah pandangan wujud, bukan pandangan hakikat. Itu adalah pandangan lahiriah, bukan pandangan ruhaniah. Mereka melihat secara lahiriah apa yang ada di pasar, tapi hati mereka melihat Tuhan --kadang keagungan-Nya dan kadang Kemurahan-Nya.

Ada yang, ketika mereka memasuki pasar, hati mereka penuh dengan kasih sayang kepada orang di dalamnya kerana Allah Swt. Rasa kasih sayang ini membuat mereka bertafakkur dalam melihat hal-hal milik orang-orang ini dan yang di hadapan mereka. Orang-orang semacam ini senantiasa, sejak masuk hingga keluar dari pasar, berdoa dan memohon perlindungan dari Allah serta menjadi perantara bagi orang-orang di pasar dengan sikap penuh kasih sayang. Hati-hati mereka berupaya menguntungkan mereka dan mencegah kerugian mereka. Lidah-lidah mereka diberikan senantiasa memuji Allah atas semua yang telah mereka berikan kepada mereka dari rahmat dan kurnia-Nya. Orang-orang semacam ini disebut pengawal-pengawal kota dan abdi-abdi Allah. Bila kau mahu kau dapat menyebut mereka orang berilmu, badal, penyayang dan penahan yang tersembunyi dan yang tampak, yang dicintai-Nya dan khalifah-Nya di bumi bagi hamba-hamba-Nya, duta-Nya dan pelaksana kebajikan-Nya. Orang-orang semacam ini, dapat dikatakan, sebagai batu filosof. Redha dan rahmat Allah ada pada orang-orang semacam ini dan pada orang yang telah menghadapkan wajahnya kepada Allah dan yang mencapai puncak singkapan ruhani.


Risalah 73
Kadang Allah memberitahu para wali-Nya, tentang kesalahan-kesalahan dan kepalsuan orang, dan pernyataan-pernyataan palsunya tentang tindakan, kata, fikiran dan tujuannya. Para waliullah dibuat amat cemburu akan Tuhannya, Nabi-Nya dan agama-Nya. Kemarahan batiniah dan kemarahan lahiriah terpacu oleh fikirannya. Bagaimana bisa senang, bila mempunyai penyakit dalam dan luar. Bagaimana bisa beriman akan keEsaan Tuhan, bila berkencederungan kesyirikan manusia dari-Nya dan bila masih berpihak kepada musuh, si setan yang terkutuk, dan si munafik yang kelak dicampakkan ke dasar neraka dan tinggal untuk selamanya? Menyebut kesalahan-kesalahan seperti itu, tindakan-tindakan kejinya dan pengakuannya sebagai shiddiq, keberasingannya dengan mereka yang telah meluruhkan diri ke dalam takdir, terluncur dari lidah sang wali.

Kadang dikeranakan kecemburuan akan keagungan Tuhan Yang Maha kuasa lagi Maha agung. Kadang kerana menolak orang palsu seperti itu, dan sebagai teguran baginya; kadang kerana Kemaha kuasaan kehendak dan kemurkaannya terhadap orang palsu yang mendustakan para wali. Para wali mengutuk pengumpatan terhadap orang semacam itu, dan "bolehkah para wali mengumpat seseorang? Bisakah mereka memerhatikan seseorang, tak hadir atau hadir, dan hal-hal yang asing bagi orang-orang yang berkedudukan?" Pengutukan semacam itu, dari mereka, tak melebihi firman Allah: "Dosa keduanya lebih besar daripada manfaat keduanya" (QS. 2:219)

Wajib baginya berdiam diri dalam keadaan-keadaan semacam itu, tunduk dan berupaya mendapatkan keabsahan-Nya, tak berkeberatan terhadap kehendak-Nya dan wali-Nya yang mencerca pernyataan-pernyataan si palsu. Jika ia bersikap demikian, maka ia mampu mencabut akar-akar kekejian dari dirinya dan dipandang sebagai kembalinya dari kejahilian dan kebiadabannya. Hal itu bagai serangan atas nama sang wali, dan juga menguntungkan si pongah yang berada di tepi jurang kehancuran, kerana kepongahan dan ketakpatuhannya. Dan Allah menunjuki yang dikehendaki-Nya kepada jalan kebenaran.


Risalah 74
Masalah yang pertama yang patut diperhatikan oleh orang yang berakal ialah keadaan dan suasana dirinya sendiri, setelah itu barulah ia melihat atau memerhatikan seluruh makhluk dan ciptaan. Dari semua itu , dapatlah difahami dari mana sumber semua itu dan siapa yang menciptakan semua itu. Sebab, makhluk itu tanda Al-khaliq (yang mencipta), tanda yang menunjukkan kekuasaan Yang Maha Gagah dan menunjukkan bahawa yang menciptakan itu tentu Maha Bijaksana. Adanya makhluk menunjukkan adanya Al-Khalik, kerana keberadaan semua makhluk itu lantaran ada yang menciptakannya. Inilah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a. dalam ulasannya tentang firman Allah : "Dan Dia jadikan untukmu segala yang di langit dan yang di bumi".

Diriwayatkan bahawa ulasan ayat tersebut adalah sebagai berikut :

Dalam setiap sesuatu itu tersirat satu sifat di antara sifat-sifat Allah dan dalam setiap nama itu tersirat satu tanda untuk salah satu di antara nama-namaNya. Dengan demikian, pasti kamu ada dalam salah satu di antara nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. Batin-Nya nampak melalui kuasa-Nya dan zahir-Nya nampak melalui kebijaksanan-Nya. Dia nampak di dalam sifat-sifat-Nya dan sifat-sifat-Nya terpelihara di dalam perbuatan-perbuatan-Nya . Dia menampakkan ilmu-Nya melalui iradat-Nya dan Dia menyatakan iradat-Nya didalam gerak-Nya. Dia menyembunyikan kemahiran dan kebijaksanaan-Nya, dan menyatakan kemahiran dan kebijaksanaan-Nya melalui iradat-Nya. Maka, Dia tersembunyi di dalam ghaib-Nya dan tampak di dalam kebijaksanaan dan kekuasaanNya.

Firman Allah : Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS, 42:11)

Sesungguhnya banyak rahsia-rahsia ilmu kerohanian di dalam kenyataan ini yang tidak diketahui oleh orang-orang yang tidak memiliki sinar kerohanian di dalam hatinya. Ibnu Abbas mendapatkan ilmu itu dikeranakan doa Nabi Muhammad saw, untuknya. Nabi mendoakannya, " Ya Allah, berilah ia pengetahuan tentang agama dan ajarlah ia pengertian tentang Al-Quran".

Semoga kita mendapatkan limpahan kurniaNya dan dimasukkan ke dalam orang-orang yang mendapatkan rahmatNya di hari kebangkitan kelak.


Risalah 75
Bertakwalah kepada Allah, taatilah Dia, milikilah kesucian hati, kendali diri, kebiasaan memberikan hal-hal bermanfaat. Jauhkanlah penderitaan dan kemiskinan, jagalah kesucian ruhaniwan, bergaullah dengan sesamamu, nasihatilah kaum muda dengan kebaikan, jauhilah permusuhan dengan sahabat, jauhilah pula mereka yang salik, dan bertolong-tolonganlah dalam hal-hal agamis dan duniawi. Hakikat kemiskinan agamis berupa ketakbolehan menyampaikan kebutuhan-kebutuhan kepada sesamanya. Hakikat kekayaan agamis berupa ketakbutuhan akan ciptaan, semisal diri. Tasawuf dicapai lewat kelaparan dan pematangan diri dari hal-hal yang disukai dan dihalalkan. Jangan berpintar-diri di hadapan seorang darwis, sebab unjuk pengetahuan membuatnya tak senang. Bersikap lembutlah terhadapnya, sebab kelembutan membuatnya senang. Tasawuf didasarkan pada delapan hal:

1. Kemurahan Nabi Ibrahim;
2. Kepasrahan Nabi Ishak;
3. Kesabaran Nabi Ya'kub;
4. Doa Nabi Zakaria;
5. Kemiskinan Nabi Yahya;
6. Berpakaian Wool seperti Nabi Musa;
7. Berlanglang Buana seperti Nabi Isa;
8. Kesahajaan Nabi Muhammad saw.

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam