62. Perdebatan
📚 Terjemah Kitab At-thariq Ilal Quluub (Perjalanan Ke Hati)
Sarana untuk mengajak manusia kepada Allah sangat banyak dan beragam.
Yang paling umum digu-nakan adalah komunikasi verbal, untuk menyampaikan
pesan kepada akal, perasaan, dan hati, baik dengan ungkapan maupun
tulisan. Suatu pembicaraan sering berlanjut dengan diskusi dan
perdebatan, padahal tidak semua da'I menguasai berbagai persoalan agama,
baik penafsiran maupun aplikasinya. Perdebatan sering men-jadi demikian
seru dan memanas, masing-masing pihak ingin memenangkan pendapatnya atas
pendapat pihak lain. Kondisi seperti ini mengharuskan adanya pihak yang
kalah dan pihak yang menang {win-loss solution).
"...Dan diatas
tiap-tiap orangyang berpengetahuan itu ada lagi YangMaha Mengetahui." (Yusuf:
76)
ebenaran hakiki ada pada ayat-ayat Qur'an yang qath'iy, keteladanan yang
diperagakan dalam perjalanan hidup Rasulullah saw., dan realita hidup
orang-orang yang berpegang teguh pada keduanya, yang tidak dapat
dibantah oleh siapa pun yang berakal.
Pada dasarnya, penyampaian nilai-nilai dakwah tidak memberi peluang bagi
munculnya debat kusir, kerana debat semacam ini tidak membuahkan suatu
kebaikan sedikit pun. Al-Qur'an mengisyaratkan hal tersebut pada ayat
berikut, "Dan
sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al-Qur'an
ini bermacam-macamperumpa-maan. Dan manusia adalah makhluk yang paling
banyak membantah" (Al-Kahfi: 54)
"Mereka berkata, cHai
Nub, sesungguhnya kamu telah berbantahan dengan kami, dan kamu telah
memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami
adzabyang kamu ancamkan kepada kami,jika kamu termasuk orangorang yang
benar." (Huud: 32)
"Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang telah mati
dapat mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang tuli dapat
mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang.
Dan kamu sekali-kali
tidak dapat memimpin (mema-lingkan) orang-orang buta dari kesesatan
mereka. Kamu tidak dapat menjadikan (seorangpun) mendengar, kecuali
orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, lalu mereka berserah
diri." (An- Naml: 80-81)
Berdebat dengan orang-orang seperti ini tidak ada manfaatnya, ia hanya
akan menemui jalan buntu. Kerana itulah Allah swt. menyuruh Rasul saw.
agar berdak-wah dengan hikmah (bijaksana) dan memberi mauizhah hasanah (pelajaran
yang baik), juga mewajibkan pada orang-orang yang beriman agar mendebat
orang lain dengan cara yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan kesu-cian
dan kebenaran yang terkandung dalam dakwah itu, yang dikukuhkan dengan
tanggung jawab seorang muslim terhadap keyakinannya.
"Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan
bantahlah mereka dengan cara yang (lebih) baik. Sesungguhnya Tuhanmu,
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya,
dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orangyang mendapat petunjuk."
(An-Nahl: 125)
Sebagian pemuda cenderung menyukai perdebatan dan berlarut-larut dalam
diskusi, hanya kerana ingm dikagumi dan ingin mengalahkan pihak lam,
atau kerana sesuatuyang lain. Menghadapi orang seperti ini, seorang da'i
harus dapat menyimpulkan pembicaraan bila telah tampak jelas mana "benang
putih" dan mana pula "benang hitam"nya. Sebab, perdebatan yang tidak
menghasilkan kesepakatan dan tanpa kata akhir justeru dapat menumbuhkan
kebencian dalam jiwa, mengotori dan menutupinya, serta merusak rasa
cinta kasih. Selain itu ia hanya akan menguras potensi tanpa faedah,
bahkan tidak menyumbangkan kebaikan apa pun bagi dakwah itu sendiri.
Perlu dipahami juga bahwa sasaran dakwah tidak hanya pada akal, sebab di
tengah umat ini terdapat jutaan orang beriman yang awam namun mudah
tersentuh hatinya. Kerana itu, melayani orang yang suka berdebat tanpa
batas adalah kesia-siaan belaka dan membuang-buang waktu, padahal waktu
adalah kehidupan itu sendiri.
Harus disadari juga bahwa kita tidak berada pada suatu masa yang akal
pikiran dianggap segala-galanya hingga menuntut curahan perhatian pada
perdebatan dan diskusi sengit yang tak banyak berarti. Lain halnya bila
Anda bertemu seseorang lalu terjadi perdebatan panjang dengannya, namun
Anda menemu-kan dengan jelas "benang putih" dan "benang hitam-nya"
sejelas sinar matahari di siang bolong, sedangkan ia masih antusias
untuk terus melakukan perbmcangan. Dalam kondisi seperti ini, biarkanlah
ia, sembari menjaga etika debat yang baik. Jangan sampai ia lari kerana
sikapmu, sehingga membuat orang-orang yang berpengetahuan sepertinya
juga lari darimu. Insya Allah, etika baik, kesabaran, dan ketelatenanmu
akan memperbanyak pendukung untuk membantumu dalam mengha-dapinya, lalu
kebenaran dan keadilan yang engkau ingin-kan pun dapat tercapai,
meskipun tentu memperlukan waktu. Nanti, ia akan datang kepadamu dengan
ketulusan hati dan kelapangan dada.
Imam Hasan Al-Banna menyatakan dalam salah satu dari sepuluh wasiatnya:
"Jangan memperbanyak debat dalam soal apa pun dan bagaimana pun, sebab
perdebatan tidak membuahkan kebaikan."
Bagikan ini :
Comments
Post a Comment
Silakan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan