75. Peristiwa di Masjid 'Ashrul Islam Iskandaria
📚 Terjemah Kitab At-thariq Ilal Quluub (Perjalanan Ke Hati)
Adzan maghrib dikumandangkan di Masjid ' Ashrul Islam di kampung Sidi
Jabir Iskandaria. Beberapa akh menyuruh saya menjadi imam shalat, lalu
saya maju memasuki mihrab dan menghadap makmum seraya berkata,
"Shawwu
shufufakumfainna tashfiyyata shufufi min iqamatis shalat!"
(luruskanlah shaf kalian, karena lurusnya shaf itu bagian dari tegaknya
shalat). Saat itu saya melihat di antara para makmum ada seorang syaikh
yang mulia dari kampus Al-Azhar Asy-Syarif.
Segera saya mendekati beliau dan memohonnya agar menjadi imam. Beliau
pun bersedia setelah saya memohon berulang-ulang. Selesai shalat,
beliau menghadap makmum lalu memberikan ceramah ringkas. Dalam
ceramahnya beliau memuji sikap saya, dan mendoakan kebaikan untuk semua.
Setelah beliau meninggalkan masjid, bersama beberapa akh kami
berbincang-bincang. Saya katakan, "Apa jadinya seandainya setelah saya
melihat ada seorang syaikh terhormat tadi di tengah shaf, tetapi saya
tetap menjadi imam?" Boleh jadi akan memberikan pengaruh negatif pada
diri syaikh tersebut, bahkan boleh jadi akan terbangun satu persepsi
yang dapat merugikan dakwah dan tarbiyah kita, dan mempengaruhi ulama
lain dengan persepsinya.
Memang demikianlah cara dakwah kita. Apa yang kita perbuat hari ini,
akan menanamkan pengaruh positif yang dapat menghapus berbagai kesan
negatif yang mungkin dituduhkan orang selama ini.
Suatu hari, yang mulia Syaikh Najib Al-Muthi'i, seorang ulama ahli
hadits yang wafat di Madinah Al-Munawwarah dan dikuburkan di Al-Baqi’
bercerita kepadaku, "Suatu ketika Imam Hasan Ai-Banna mengunjungi
Iskandaria. la pergi ke Masjid Audah Basya yang terletak di sebuah gang
di jalan Faransa untuk menunaikan shalat 'ashar. Orang-orang yang berada
di sana meminta beliau menjadi imam. Beliau pun berkata, 'Di mana imam
masjid ini?' Mereka menjawab, 'Imamnya seorang pemuda yang masih menjadi
siswa di Ma'had Tsanawiyah (setingkat Aliyah di sini,
edt.).'
Beliau berkata, 'Tapi ia imam resmi shalat rawatib.' Maka pemuda itu pun
maju untuk menjadi imam. Setelah shalat usai, para jamaah langsung
mengucapkan salam dan mengerumuni beliau dengan begitu mesra. Pemuda
imam itu keheranan, ‘Siapa syaikh ini?’ Mereka menjawab, ‘la adalah
Syaikh Hasan Al-Banna.’ Spontan ia pun menghampiri dan meminta maaf
karena tidak mengenal beliau. Peristiwa ini memiliki pengaruh yang
demikian dalam pada diri pemuda itu, sehingga setelah tamat dari Al-Azhar
ia pun bergabung dengan Ikhwanul Muslimin, ikut terpenjara bersama
mereka, menjalani masa-masa cobaan bersama mereka, dan menjadi salah
satu da'inya. Semoga Allah swt. memberinya rahmat yang luas dan
pengampunan serta mengumpulkan kita bersamanya di syurga."
Bagikan ini :
Comments
Post a Comment
Silakan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan