Tangga-Tangga Batin (Pendahuluan)



๐Ÿ“š Buku Mendaki Tanjakan Ilmu Dan Tobat


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam. Tercengang batin sanubari manusia di pintu keagunganNya, dan silaulah penglihatan serta terpukaulah pandangan mata oleh fajar pancaran nur-Nya yang terang benderang. Dialah Allah yang menampak nyata kepada segala sukma sanubari insani. Dia mengetahui segala gerak-gerik, getaran, dan kata hati. Dalam mengatur qudrat-kekuasaanNya dan melaksanakan iradat-kehendak-Nya, Dia tidak membutuhkan kuorum musyawarah dan pendukung. Dia mengampuni segala dosa, menutupi segala cela dan aib manusia. Dialah Allah yang kuasa membolak-balik kemudi hati. Dia juga yang melepaskan segala kesempitan dan kesulitan.

Shalawat serta salam semoga dilimpahkan atas sekalian Rasul-Nya, pemegang kemurnian dan kesucian agama Islam, pembasmi setiap penentang dan penghancur segala penghalang. Semoga shalawat serta salam tadi dicurahkan pula kepada semua keluarganya, orang-orang baik yang selalu diliputi kesucian lahir dan kemurnian batin, kekuatan iman, dan keteguhan.

Amma ba‘du.

Dalam sejarah Islam, ilmu tasawuflah yang sering menghadapi serangan hebat bertubi-tubi, terutama terhadap cara, sistem didik, dan suluknya. Akan tetapi justru antara lain, dari “pertarungan” inilah Dunia Islam dikaruniai Allah Swt. suatu pusaka yang tak ternilai keindahan dan faedahnya: Perpustakaan yang kaya tentang tasawuf dan sufi. Kitab Minhรขj Al-‘ร‚bidรฎn adalah satu di antara pusaka dimaksud, yang dikarang oleh dan merupakan karya terakhir Imam Al- Ghazali.

Ada pendapat yang menyatakan, tasawuf adalah sesuatu yang asing—atau bid‘ah—yang ditambahkan orang ke dalam agama Islam. Hanya saja, betulkah pendapat demikian? Apakah sebenarnya tasawuf itu? Dari manakah asalnya? Ke manakah tujuannya? Pertanyaan-pertanyaan serupa sebenarnya sudah sejak lama dijawab oleh para ulama tasawuf kita rahimahumullah.

Dalam mukadimahnya, Ibnu Khaldun menulis tentang ilmu tasawuf sebagai berikut, “Ilmu ini adalah salah satu dari ilmu-ilmu syariat dalam agama …. Pokoknya tekun ibadah, bulat hati kepada Allah Swt., berpaling dari godaan dunia, zuhud (tidak cenderung pada kemewahan harta dan pengaruh duniawi), dan menyendiri ke tempat suci untuk ibadah. Hal demikian itu sudah umum di kalangan para sahabat dan salaf (leluhur) yang baik. Setelah kecenderungan pada duniawi merajalela di abad ke-2 Hijriah dan abad-abad berikutnya, saat itulah orang-orang yang tekun ibadah itu dikenal dengan nama golongan tasawuf.” Demikian kata Ibnu Khaldun, ahli sejarah dan filsafat sejarah itu.

Adalah kekeliruan besar sekali pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf itu sesuatu yang asing atau bid‘ah yang dimasukkan orang ke dalam Islam, lalu ditempelkan padanya. Sebab, pada hakikatnya, tasawuf adalah bagian esensial dari risalah Nabi Muhammad Saw. Suatu jalan asli dalam Islam yang diridhai Allah Swt. Kalau kita benar-benar mempelajari kitab seperti Minhรขj Al-‘ร‚bidรฎn, yakinlah kita jika ilmu ini langsung mengambil pokok dasar dari sumber-sumber yang jernih, yaitu Al-Quran dan Sunnah. Tasawuf Islam adalah kesempurnaan dalam Islam. Kesempurnaan dalam ihsan. Kesempurnaan dalam amal. Kesempurnaan dalam segala sesuatu dalam kehidupan. Semua itu akan kita yakini setelah kita mengenal tasawuf.

Sederhananya, tasawuf adalah isi agama. Hakikat iman. Buah yakin. Dengan kata lain, tasawuf adalah tahap tertinggi dari semangat, ide, dan cita-cita keislaman. Segi gemilang yang paling sempurna dari adab-adab dan contoh-contoh Islam yang termulia.

Tasawuf adalah pusaka yang diwariskan oleh para sahabat dari Rasulullah Saw. Pusaka ini diterima dan diamalkan oleh para tabiin secara turun-temurun. Mereka itulah pemimpin-pemimpin Islam sebelum ada nama sufiah (ahli-ahli tasawuf), meski kemudian ada golongan dari mereka yang dikenal dengan nama ‘ubbad (ahli ibadah) atau zuhhad (ahli zuhud). Jadi, nama sufiah dan tasawuf itu dipergunakan orang, hanya saja kemudian cocok dengan apa yang dikatakan Ibnu Khaldun tadi.

Mari kita tengok sejarah. Ketika Dunia Islam dilanda falsafah-falsafah asing dari Yunani, Hindu, dan sebagainya, besar sekali jasa tasawuf Islam sejati dalam menyelamatkan iman dan akidah murni. Bahkan memenangkannya. Kebatinan asing yang dibawa orang-orang Yunani, Hindu, dan sebagainya, tak dapat mendobrak benteng Islam dan tasawufnya yang murni. Islam mengenal ilmu kebatinan asing dengan nama batiniyah munharifah (kebatinan yang menyimpang) atau tasawuf dakhรฎl (gadungan). Tasawuf sejati tidak dapat dipalsu, sebab dasar-dasarnya jelas; dari Quran dan Sunnah.

Di masa lampau, tasawuf Islam menyebarkan dakwah tanpa senjata. Kenyataan sejarah tak dapat kita ingkari, bahwa para sufiah itulah pembawa cahaya Islam dan hidayahnya ke Afrika dan segala penjurunya, yang belum pernah didatangi tentara Islam. Ulama tasawuf pulalah yang punya jasa terbesar menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam di Afganistan, Iran, India, Filipina, Cina, dan negeri-negeri lainnya yang jauh-jauh itu.

Ulama tasawuf berdakwah dengan memberi suri teladan yang baik dan akhlak Islam yang murni. Banyak pula di antara mereka itu dengan sukarela murah batoh (tinggal lama) di perbatasan-perbatasan untuk mempertahankan kedaulatan Islam dengan senjata kalau terpaksa, atau berdakwah.

Tasawuflah yang berdiri tegak menghadapi arus-arus ilhad (ateisme) dan serangan kemerosotan akhlak. Tasawuf merupakan benteng yang kukuh mempertahankan Islam dari paganisme Tartar, fanatisme tentara Perang Salib, dan angkara murka kaum imperialis.

Penulis Tarikh, Al-Baghdadi, mencatat bahwa Al-Mutawakkil, salah satu Khalifah Bani Abbas yang pernah berkuasa di Baghdad, berseru kepada para ahli futuwwah sufiah (pahlawan tasawuf) ketika negara Islam dilanda peperangan. Maka, berdatanganlah mereka dengan cepat dari setiap pelosok. Merekalah tentara yang unggul tak terkalahkan. Merekalah yang menyelamatkan wilayah- wilayah Islam dan menjaga perbatasan.

Lihatlah guru tasawuf terbesar Syaikh Akbar Muhyiddin ibn ‘Arabi r.a., yang dengan berani sekali menulis surat kepada Malik Kamil, seorang raja Muslim, ketika raja itu tidak tampil menolak serangan kaum Salib. Kata beliau, “Engkau pengecut! Ayo bangkit ke medan perang! Atau kami memerangi engkau seperti memerangi mereka!”

Juga, Syaikh ‘Izuddin ibn ‘Abdissalam, seorang ulama besar ahli tasawuf yang agung, memfatwakan wajibnya menangkap raja-raja Mamalik karena mereka berkhianat kepada kaum Muslimin rakyat mereka.

Al-Jabarti, penulis sejarah Mesir yang terkenal pada masa kampanye Napoleon Bonaparte ke Timur Tengah,

tegas mengatakan bahwa kalahnya tentara Prancis di Mesir tiada lain karena perlawanan rakyat dari putra-putra tasawuf beserta guru-gurunya. Putra-putra tasawuf pula yang berjasa besar dalam peristiwa kalahnya tentara Tartar, musuh Islam yang ganas itu, di ‘Ain Jalut. Juga dalam pertempuran yang menghancurkan Tentara Salib di Hittin. Dan juga dalam peristiwa penawanan pemimpin-pemimpin musuh Islam, seperti Louis IX, di dalam gedung Ibn Luqman di Mesir.

Ketika situasi di Andalusia membahayakan kaum Muslimin, Imam Ghazali, imam tasawuf yang amat masyhur itu menulis surat kepada raja Muslim dari Maghribi, Yusuf ibn Tasfin. Isinya: “Pilihlah satu di antara dua. Memanggul senjata untuk menyelamatkan saudara-saudaramu di Andalusia, atau engkau turun tahta untuk diserahkan kepada orang lain yang sanggup memenuhi kewajiban tersebut!”

Sebenarnya, masih banyak lagi contoh-contoh yang dapat dikemukakan untuk menunjukkan betapa besar peranan dan pengaruh positif dari tasawuf beserta para sufiah dalam sejarah perjuangan Islam.

Imam Ghazali berujar dalam kitabnya, Al-Munqid Min Al-Dholal (Pembebas dari Kesesatan): “Perhatianku berpusat pada jalan sufiah. Nyata sekali jalan ini tak akan dapat ditempuh melainkan dengan ilmu dan amal. Pokoknya harus menempuh tanjakan-tanjakan batin dan membersihkan diri. Hal ini perlu untuk mengosongkan batin, kemudian mengisinya dengan zikir kepada Allah Taala. Bagiku, ilmu lebih mudah daripada amal. Maka, segeralah mulai mempelajari ilmu mereka. Di antaranya, kitab Qut Al-Qulub karangan Abu Thalib Al-Maqi dan kitab-kitab karangan Al-Haris Al-Muhasibi, serta ucapan-ucapan Al-Junaid As-Syibli, Abu Yazid Al-Bustami, dan lain-lain. Dengan itu, dapatlah aku memahami tujuan mereka. Penjelasan lebih jauh aku dengar sendiri dari mulut mereka. Yang lebih dalam lagi hanya dapat dicapai dengan dzauq (rasa batin), pengalaman, dan perkembangan batin. Jauh nian perbedaan antara mengetahui arti sehat atau kenyang dengan mengalami sendiri rasa sehat atau kenyang itu. Mengalami mabuk lebih jelas daripada hanya mendengar keterangan tentangnya, meski yang mengalaminya mungkin belum pernah mendengar sesuatu keterangan tentangnya. Tabib yang sedang sakit tahu banyak tentang sehat, kendati dia sedang tidak sehat. Tahu arti dan syarat-syarat zuhud tidaklah sama dengan bersifat zuhud. Yang penting adalah pengalaman, bukan perkataan. Apa yang dapat dicapai dengan ilmu telah kucapai. Selanjutnya harus dengan dzauq dan suluk (menempuh perjalanan batin).” Pahamlah kita sekarang bahwa pada dasarnya tasawuf Islam sejati adalah karena mahabbah kepada Allah Swt. dan Rasulullah Saw. Hal ini fardhu (wajib) bagi setiap Muslim. Berkata Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, Al-Mahabbah (salah satu dari kitab-kitab Ihyรข ‘Ulรปm Al-Dรฎn karangan beliau r.a.) sebagai berikut, “Tiap-tiap yang indah itu dicinta. Tetapi, yang indah mutlak hanyalah satu: Maha Esa. Bahagialah orang yang telah sempurna mahabbah-nya akan Dia. Kesempurnaan mahabbah-nya itu adalah karena dia menginsafi tanasub (persesuaian) batin antara dirinya dan Dia.”

Orang yang paling bahagia di akhirat adalah yang paling kuat mahabbah-nya kepada Allah Swt. Selanjutnya, nikmat si muhibb (pencinta) adalah jika—setelah lama rindu—dia berjumpa dengan mahbub-nya (yang dicintainya). Semakin kuat mahabbah-nya, semakin besarlah nikmatnya. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa akhirat itu berarti kunjungan kepada-Nya Swt., begitulah kata beliau.

Lezat datang setelah ada mahabbah. Mahabbah timbul dari makrifat. Makrifat timbul setelah hati bersih. Dari renungan pikir yang murni. Ingat terus-menerus. Memikirkan Allah Swt., sifat-sifat-Nya, kerajaan besar-Nya, dan seluruh makhluk-Nya. Orang yang kuat memulai dengan makrifat kepada Allah. Dari makrifat ini dia mengenal yang lain daripada-Nya, yakni perbuatan-Nya dan makhluk-Nya. Atau sebaliknya, dari itu dia sampai pada makrifat akan Dia Swt. Jalan kedua ini lebih gampang.

Ketahuilah, nikmat terbesar itu, tiada lain, adalah nikmat melihat keindahan Ilahi Rabbi. Lidah akan terikat, pena akan patah, ketika menggambarkan dengan lisan dan tulisan, sampai di mana nikmat, lezat, dan bahagianya orang yang telah sampai pada makrifat terhadap Allah Swt. Bukan ingin surga atau takut neraka yang mendorongnya pada taat dan memperhambakan diri kepada-Nya, tetapi hanya karena cinta dan rindu kepada-Nya.

Rabiah Al-Adawiyah, wanita pencinta Allah, berkata dalam syairnya:

Cinta kepada-Mu dua: Cinta asmara dan cinta hak Hatiku penuh dengan asmara Hijab terbuka melihat Dikau Itu semua aku tak berjasa Engkaulah sendiri yang terpuji

Nikmat melihat keindahan Ilahi itu ialah sebagaimana dinyatakan Rasulullah Saw. dengan sabdanya, “Allah berkata, ‘Bagi hamba-hamba-Ku yang saleh, telah Kusediakan apa yang tak pernah dilihat mata. Tak pernah didengar telinga. Bahkan tak pernah terlintas di hati insan’.” Demikian firman-Nya. Adapun nikmat ini akan lebih sempurna kelak di akhirat.

Setelah saya coba terangkan secara ringkas hal ihwal tasawuf dan sufiah, tibalah saatnya saya sajikan ke hadapan pembaca, kaum Muslimin Indonesia, suatu kitab tasawuf yang gemilang, yaitu Minhรขj Al-‘ร‚bidรฎn, yang saya sadur dan saya beri penjelasan dalam bahasa nasional kita, bahasa Indonesia, sehingga dapat dibaca oleh mereka yang tidak paham bahasa Arab. Untuk dipelajari, dipahami, kemudian tangga demi tangga menuju hakikat ilmu tasawuf coba didaki, sekaligus menjadi sufi sejati.

Hanya kepada Allah Swt. kita memohon berkah melalui pengarang kitab Minhรขj Al-‘ร‚bidรฎn, Al-Imam Al-Ghazali. Wabillรขhi taufiq wal hidรขyah.

K.H. R. Abdullah bin Nuh

Bagikan ini :

Comments

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam