8. Shalat



๐Ÿ“š Terjemah Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)



Wudhu
Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa berwudhu, membaguskan wudhunya, lalu shalat dua rakaat, tanpa terbersit suatu urusan keduniaan dalam pikirannya, dia keluar dari dosa-dosanya seperti ketika dilahirkan ibunya.”

Di tengah para sahabatnya, Nabi Saw bertanya, “Maukah aku beritahukan kepada kalian sesuatu yang karenanya Allah menghapuskan dosa-dosa dan meninggikan derajat? Yaitu membaguskan wudhu ketika malas mengerjakannya, melangkahkan kaki ke masjid, dan menanti waktu shalat setelah shalat. “Beliau berwudhu satu kali-satu kali, lalu bersabda, “Inilah wudhu yang dengannya Allah menerima shalat. “Beliau berwudhu dua kali-dua kali, lalu bersabda, “Barangsiapa yang berwudhu dua kali-dua kali, Allah memberikan pahalanya dua kali.” Kemudian beliau berwudhu tiga kali-tiga kali, lalu bersabda, “Inilah cara wudhuku, wudhu para nabi sebelumku, dan wudhu Khalil al-Rahman (Kekasih Allah), Ibrahim As.”

Beliau juga pernah bersabda bahwa apabila hamba Muslim berwudhu lalu berkumur, keluarlah dosa-dosa dari mulutnya. Apabila dia menghirupkan air ke hidung dan mengeluarkannya lagi, keluarlah dosa-dosa dari hidungnya. Apabila dia membasuh wajahnya, keluarlah dosa-dosa dari wajahnya hingga yang ada di bawah kelopak matanya. Apabila dia membasuh kedua tangannya, keluarlah dosa-dosa dari tangannya hingga yang ada di bawah kuku jari-jari tangannya. Apabila dia mengusap kepala, keluarlah dosa-dosa dari kepalanya hingga yang ada di bawah telinganya. Apabila dia membasuh kedua kakinya, keluarlah dosa-dosa dari kedua kakinya hingga yang ada di bawah kuku jari-jari kakinya. Kemudian, langkahnya menuju masjid dan shalatnya merupakan ibadah sunnah baginya.

Diriwayatkan bahwa ‘Umar bin al-Khaththab Ra mengutus salah seorang sahabat Rasulullah Saw ke Mesir untuk mengambil tirai Ka‘bah. Lalu, orang itu singgah di salah satu wilayah Syam, tempat berdiri pertapaan seorang rahib. Tidak ada rahib lain yang lebih alim dari dia. Utusan ‘Umar ini ingin menemuinya dan mengetahui ilmunya. Lalu, dia mendatanginya dan membuka pintu rumahnya. Akan tetapi, pintu itu tidak dapat terbuka lebar. Kemudian utusan itu menemui rahib, lalu bertanya untuk mendengarkan dan mengagumi ilmunya. Dia pun mengadukan kepadanya tentang dirinya yang tertahan di pintu rumah tersebut. Rahib itu menjawab, “Ketika kami melihatmu, ketika engkau datang kepada kami, kami takut seperti takutnya rakyat kepada penguasa. Kami takut kepadamu. Kami menahanmu di pintu semata-mata karena Allah Swt berfirman kepada Musa As, ‘Wahai Musa, apabila kamu takut kepada penguasa, berwudhulah, dan perintahkanlah keluargamu berwudhu. Sebab, barangsiapa yang berwudhu, dia berada dalam perlindungan-Ku perlindungan dari apa yang kamu takutkan. ‘Kami mengunci pintu itu bagimu hingga engkau berwudhu dan berwudhu pula semua orang yang ada di dalam rumah, serta kami melaksanakan shalat. Karenanya, kami merasa tenteram terhadapmu, kemudian membukakan pintu itu untukmu.”

Shalat Lima Waktu
“Perumpamaan shalat lima waktu adalah seperti sungai air tawar yang mengalir di depan rumah siapa saja di antara kalian. Dia mandi di situ setiap hari lima kali. Apakah menurutmu hal itu akan meninggalkan kotoran pada badannya?” Para sahabat menjawab, “Tidak sedikit pun.” Kemudian, beliau bersabda, “Shalat lima waktu itu dapat menghilangkan dosa sebagaimana air membersihkan kotoran.”

“Shalat-shalat itu adalah penebusan dosa yang dikerjakan pada waktu di antara shalat-shalat tersebut selama orang itu menjauhi dosa-dosa besar. Sebagaimana Allah Swt berfirman, Sesungguhnya kebaikan itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan buruk (QS Hud [11] 144).”

Maksudnya, dihapuskan dosa hingga tak tersisa sedikit pun, seolah-olah tak pernah ada. Al-Bukhari, Muslim, para pemilik sunan, dan lain-lain meriwayatkan hadis dari Ibn Mas’ud bahwa seorang laki-laki mencium seorang perempuan. Lalu, dia datang kepada Nabi Saw. Dan menyampaikan hal itu seakan-akan menanyakan kafarat (denda)-nya. Turunlah ayat: Dan tegakkanlah shalat di kedua tepi siang (QS Hud [11]: 114).

Orang itu berkata, “Wahai Rasulullah, hanya ini?” Beliau menjawab, “Ini untuk orang yang mengamalkannya dari umatku.”

Ahmad, Muslim, dan lain-lain meriwayat­kan hadis dari Abu Umamah bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi Saw. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, tegakkanlah hukuman Allah sekali atau dua kali.” Beliau berpaling darinya, kemudian ditegakkan shalat. Setelah selesai, beliau bertanya, “Di mana laki-laki tadi?” Orang itu menjawab, “Aku di sini,” Beliau bertanya, “Engkaukah yang telah menyampurnakan wudhu dan shalat bersama kami tadi?” Dia menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Dosa-dosamu telah dihapuskan seperti ketika engkau dilahirkan ibumu, maka janganlah mengulangi perbuatan-perbuatan dosa itu.”

Ketika itu, turunlah wahyu kepada Rasulullah Saw, Dan tegakkanlah shalat di kedua tepi siang (QS Hud [11] : 114).

Abu Hurayrah Ra berkata, “Barangsiapa berwudhu dan membaguskan wudhunya, lalu dia pergi ke mesjid untuk shalat berjamaah, selama dalam perjalanan itu, dia dianggap sedang shalat. Untuk satu langkahnya dituliskan sebagai satu kebaikan dan dengan langkah lainnya dihapuskan satu dosa. Apabila siapa pun dari kamu mendengar iqรขmah, janganlah menunda-nunda waktu. Yang paling besar pahalanya adalah yang paling jauh rumahnya.” Orang-orang bertanya, “Mengapa, wahai Abu Hurayrah?” Dia menjawab, “Karena banyaknya langkah.”

Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki memohon kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar menjadikan aku termasuk orang-orang yang mendapat syafaatmu dan menganugrahi aku kedekatan denganmu di surga.” Beliau menjawab, “Perbanyaklah sujud.”

Ada yang mengatakan bahwa keadaan hamba paling dekat kepada Allah Swt adalah ketika sujud. Inilah makna firman Allah Swt, dan bersujudlah dan mendekatlah… (QS al-‘Alaq [96]: 19).

Allah Swt berfirman, … tampak pada wajah mereka bekas-bekas sujud (QS al-Fath [48]: 29).

Ada yang mengatakan bahwa itu adalah wajah mereka yang menempel pada tanah ketika bersujud.

Ada juga yang berpendapat bahwa itu adalah cahaya kekhusyukan yang terpancar dari dalam batin yang keluar dari tubuh. Inilah pendapat yang paling kuat.

Sementara yang lain berpendapat bahwa itu adalah tanda putih bekas wudhu yang tampak pada wajah mereka pada hari kiamat.

Rasulullah Saw bersabda, “Jika anak Adam membaca ayat-ayat sajdah, lalu dia bersujud, setan lari darinya sambil menangis. Dia berkata, ‘Celakalah aku. Orang ini disuruh bersujud, lalu bersujud maka baginya surga. Sementara aku diperintahkan bersujud, tetapi aku menolak. Karenanya, aku masuk neraka.”’

Menyempurnakan Shalat dengan Rendah Hati dan Khusyu‘
Allah Swt berfirman, Sesungguhnya beruntung- lah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu‘ dalam shalat (QS al-Mu’minun [23]: 1-2).

Ketahuilah bahwa tentang kekhusyukan ini, di antara para ulama ada yang menjadikannya sebagai bagian dari pekerjaan-pekerjaan hati, seperti rasa takut. Sebagian yang lain menjadikannya sebagai bagian dari pekerjaan-pekerjaan anggota badan, seperti ketenangan, tidak berpaling, dan tidak bersendau-gurau. Mereka berbeda pendapat ihwal kekhusyukan, apakah termasuk fardhu shalat atau hanya keutamaan. Yang berpegang pada pendapat pertama (fardhu) berargumen dengan hadis, “Shalat bagi hamba hanyalah yang disadari” dan firman Allah Swt, Dan tegakkanlah shalat untuk mengingat-Ku (QS Tha Ha [20]: 14). Lalai berlawanan dengan dzikir. Oleh karena itu, Allah Swt berfirman, Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (QS al-A’raf [7]: 205).”

Al-Bayhaqi meriwayatkan hadis dari Muhammad bin Sirin. Katanya, “Aku diberitahu bahwa jika Rasulullah Saw menunaikan shalat, beliau mengangkat pandangannya ke langit. Turunlah ayat di atas—surah al-A‘raf ayat 205.”

Abdurrazzaq menambahkan, “Maka Allah memerintahkannya agar khusyu‘ dan menundukkan pandangan ke tempat sujud.”

Dalam hadis lain yang diriwayatkan al-Hakim dan al-Bayhaqi dari Abu Hurayrah: “Ketika menunaikan shalat, Rasulullah Saw mengangkat pandangannya ke langit. Lalu, turunlah ayat ini, lau beliau menundukkan kepala.”

Al-Hasan meriwayatkan bahwa Nabi Saw bersabda, “Perumpamaan shalat lima waktu adalah seperti sungai yang mengalir di depan pintu rumah seseorang dari kamu. Sungai itu mengalirkan air yang berlimpah. Dia mandi di situ lima kali sehari. Apakah akan tersisa kotoran darinya?”

Yakni, shalat lima waktu itu menyucikan dosa dan tidak menyisakannya sedikit pun selain dosa-dosa besar. Hal itu diperoleh apabila shalat tersebut dilakukan dengan kehadiran hati (penghayatan). Jika tidak, shalat itu tertolak.

Nabi Saw bersabda, “Difardhukannya shalat, diperintahkannya haji dan thawaf, dan disyiarkannya ibadah hanyalah untuk menegakkan dzikir kepada Allah Swt. Jika hal-hal tersebut tidak terdapat di dalam kalbumu, serta tidak mencari ke agungan dan ketakutan, dzikirmu tidak bernilai.”

Dalam hadis lain, Nabi Saw bersabda, “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah kekejian dan kemunkaran, dia tidak bertambah dekat kepada Allah, tetapi bertambah jauh.”

Bakar bin ‘Abdillah berkata, “Wahai anak Adam, apabila engkau mau masuk kepada Maulamu tanpa izin dan berkata kepada-Nya tanpa penerjemah, engkau bisa.” Salah seorang yang hadir bertanya, “Bagaimana caranya?” Dia menjawab, “Engkau membaguskan wudhumu dan masuk ke dalam mihrabmu. Itu berarti engkau telah datang kepada Maulamu dan berkata kepada-Nya tanpa penerjemah.”

Aisyah Ra berkata, “Rasulullah Saw berbicara kepada kami dan kami pun berbicara kepadanya. Akan tetapi, ketika tiba waktu shalat, seakan-akan beliau tidak mengenal kami dan kami pun tidak mengenalnya karena disibukan dengan mengagungkan Allah ‘Azza wa Jalla.”

Nabi Saw bersabda, “Allah Swt tidak memandang shalat orang yang tidak menghadirkan hati bersama badannya.”

Apabila Nabi Ibrahim al-Khalil As sedang menegakkan shalat, detak jantungnya terdengar hingga jarak dua mil. Apabila sedang menegakkan shalat, Sa’id al-Tanukhi tidak henti-henti air mata menetes dari pipi hingga membasahi janggutnya.

Rasulullah Saw pernah melihat seseorang memainkan janggutnya ketika shalat, maka beliau bersabda, “Kalau hati orang ini khusyu‘, khusyu‘ pula anggota-anggota badannya.”

Jika tiba waktu shalat, ‘Ali Kw menggigil dan pucat wajahnya. Lalu seseorang bertanya “Apa gerangan yang menimpamu, wahai Amirul Mukminin?” ‘Ali menjawab, “Telah datang waktu menunaikan amanat yang pernah Allah tawarkan kepada langit, bumi, dan gunung. Akan tetapi, semua menolak untuk memikulnya, maka aku memikulnya.”

Diriwayatkan bahwa kalau ‘Ali bin al-Hasan berwudhu, kulitnya menjadi pucat. Lalu keluar­­ganya bertanya, “Apa yang menimpamu ketika berwudhu?” ‘Ali bin al-Hasan menjawab, “Tahukah kamu, di hadapan siapa aku akan berdiri?”

Hatim al-‘Asham ditanya tentang shalatnya, dia menjawab, “Apabila tiba waktu shalat, aku membaguskan wudhu dan pergi menuju tempat shalat. Aku duduk di situ hingga anggota-anggota tubuhku menyatu. Lalu, aku berdiri untuk shalat. Aku jadikan Ka’bah di antara kedua alisku, ashshirath di bawah kakiku, surga di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, dan malaikat maut di hadapanku. Aku anggap itu sebagai shalatku yang terakhir. Kemudian, aku berdiri di antara harapan (raja) dan takut (khauf). Aku bertakbir dengan keteguhan, membaca al-Fatihah dan surah secara tartil, rukuk dengan kerendahan hati bersujud dengan khusyu‘, duduk di atas kaki sebelah kiri, menumpukkan kaki kanan di atas ibu jari kaki, dan menyertai semua itu dengan ikhlas. Selanjutnya, aku tidak tahu, apakah shalat itu diterima atau tidak.”

Ibn ‘Abbas Ra berkata, “Dua rakaat yang diikuti tafakkur adalah lebih baik daripada shalat malam dengan hati yang lalai.”

Nabi Saw Bersabda, “Pada akhir zaman, orang-orang dari umatku mendatangi masjid. Lalu, mereka duduk melingkar, sementara yang mereka ingat adalah dunia dan cinta kepadanya. Karena itu, janganlah berkumpul bersama mereka, karena Allah tak butuh mereka.”

Al-Hasan meriwayatkan bahwa Nabi Saw bertanya kepada para sahabatnya, “Maukah saya beritahukan kepadamu tentang pencuri yang paling jahat?” Para sahabat bertanya, “Siapakah dia, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang mencuri dari shalatnya. “Mereka bertanya lagi, “Bagaimana dia mencuri?” Beliau menjawab, “Dia tak menyempurnakan rukuk dan sujudnya.”

Rasulullah Saw bersabda, “Hal pertama yang dihisab dari hamba pada hari kiamat adalah shalat. Jika dia telah menyempurnakannya, dimudahkan penghisaban baginya. Akan tetapi, jika shalatnya tidak sempurna, Allah Swt berkata kepada para malaikat, ‘Apakah hamba-Ku ini mengerjakan shalat-shalat sunnah? Maka sempurnakanlah shalat fardhu itu dengannya.’”

Di tempat lain. Nabi Saw bersabda, “Tidak ada karunia kepada hamba yang lebih baik daripada diberitahu tentang shalat dua rakaat, lalu menegakkannya.”

Kalau ‘Umar bin al-Khaththab Ra hendak menegakkan shalat, badannya menggigil dan giginya berdetak. Lalu ada yang bertanya, “Apa yang menimpamu?” ‘Umar menjawab, “Telah tiba waktu menunaikan amanat dan menegakkan yang fardhu. Aku tidak tahu bagaimana menunaikannya.”

Khalaf bin Ayyub sedang menunaikan shalat, tiba-tiba kumbang besar menyengatnya hingga mengeluarkan darah. Akan tetapi, dia tidak merasakannya hingga Ibn Sa‘id datang dan memberitahukannya, lalu dia menyucikan pakaiannya. Kemudian dikatakan kepadanya, “Kumbang besar telah menyengatmu hingga keluar darah dari tubuhmu, tetapi engkau tidak merasakannya.” Khalaf berkata, “Apakah hal seperti ini akan dirasakan oleh seorang yang sedang berdiri di hadapan Raja Yang Mahaperkasa, serta malaikat maut ada di belakangnya, neraka di samping kirinya, dan al-shirath di bawah kakinya?”

Penyakit borok menggerogoti tangan ‘Amir bin Dzar yang dikenal sebagai orang zuhud dan ahli ibadah. Para dokter mengatakan, “Tanganmu harus diamputasi,” ‘Amr bin Dzar berkata, “Potonglah.”

Para dokter menolak, “Kami tidak akan memotongnya kecuali setelah mengikatmu dengan tali.” Namun ‘Umar bin Dzar berkata, “Tidak, tetapi jika aku telah memulai shalat, pada saat itu potonglah,” Ketika dia memulai shalat, dipotonglah tangannya. Dia pun tidak merasakannya.

Khusu‘ dalam Shalat
Dalam sebuah hadis dikisahkan bahwa pada suatu hari Jibril As datang kepada Nabi Saw. Dia bertanya, “Wahai Rasulullah, pernahkah Anda melihat malaikat di langit di atas dipan dengan dikelilingi 70.000 malaikat lain yang berbaris? Mereka setia melayaninya. Dari setiap nafas yang dihirup malaikat itu Allah menciptakan malaikat lain. Kini, aku lihat malaikat itu berada di atas gunung Qaif dan sayapnya patah. Ketika melihatku, dia meminta tolong kepadaku. Aku bertanya, ‘Apa kesalahanmu?’ Dia menjawab, ‘Pada malam mi‘raj, aku sedang berada di atas dipan. Lalu Nabi Saw berlalu di hadapanku, tetapi aku tidak berdiri untuk menghormatinya. Karena itu, Allah menghukumku dengan hukuman ini dan meletakkanku di tempat ini, sebagaimana engkau lihat. ‘Lalu, aku tunduk kepada Allah dan memohon syafaat-Nya. Allah Swt berfirman, ‘Wahai Jibril, katakan kepadanya agar dia bershalawat kepada Muhammad.’ Dia bershalawat kepadamu. Lalu, Allah pun mengampuninya dan menumbuhkan lagi sayapnya.”

Diriwayatkan bahwa amalan hamba yang pertama kali dilihat pada hari kiamat adalah shalat. Jika didapati sempurna, diterima darinya dan juga amalan-amalan yang lain. Akan tetapi, jika didapati cacat, dikembalikan shalat itu kepadanya dan juga amalan-amalan lainnya.

Rasulullah Saw bersabda, “Perumpamaan shalat fardhu adalah seperti timbangan. Bagi siapa yang menyempurnakan, sempurnalah ia.” Sementara itu, Yazid al-Riqasyi berkata, “Shalat Rasulullah Saw itu setimbang seakan-akan benda yang ditimbang.”

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Nabi Saw bersabda, “Dua orang dari umatku mendirikan shalat. Ruku‘ dan sujud mereka sama. Sesuatu di antara shalat mereka itu seperti yang ada di antara langit dan bumi.” Beliau menunjukkan kepada kekhusyukan.

Disebutkan dalam sebuah hadis, “Pada hari kiamat, Allah tidak memandang hamba yang tidak meluruskan tulang punggungnya dalam ruku‘ dan sujudnya.”

Diriwayatkan bahwa Nabi Saw bersabda, “Barangsiapa yang mendirikan shalat pada waktunya, membaguskan wudhunya, serta menyempurnakan ruku‘, sujud, dan kekhusyukannya, shalat itu naik ke langit dengan wajah putih bercahaya. Dia berkata, ‘Semoga Allah memeliharamu sebagaimana engkau telah memeliharaku.’ Akan tetapi, barangsiapa yang mendirikan shalat di luar waktunya, tidak membaguskan wudhunya, serta tidak menyempurnakan rukuk, sujud, dan kekhusyukannya, shalat itu naik ke langit dengan wajah hitam kelam. Dia berkata, ‘Semoga Allah menelantarkanmu sebagaimana engkau telah menelantarkanku.’ Dengan demikian, atas kehendak Allah, shalat itu dilipat sebagaimana pakaian manusia dilipat, lalu dipukulkan ke wajah orang itu.” Ibn Mas’รปd berkata, “Shalat adalah takaran. Barangsiapa menyempurnakannya, sempurnalah ia. Akan tetapi, barangsiapa yang menguranginya, hendaknya dia merenungkan firman Allah Swt. Celakalah orang-orang yang mengurangi timbangan (QS al-Muthaffifรฎn [83]: 1).

Seorang ulama mengatakan, “Perumpamaan orang yang shalat itu seperti pedagang yang tidak beroleh laba sebelum kembali modalnya. Demikian pula shalat, tidak diterima sunnahnya sebelum ditunaikan fardhunya.”

Abu bakar Ra berkata, “Jika tiba waktu shalat, berdirilah di hadapan api (murka) Tuhanmu yang kalian nyalakan. Lalu padamkanlah. “Rasulullah Saw bersabda, “Shalat itu ketenangan dan kerendahan hati.”

Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar, dia tidak bertambah dekat kepada Allah, tetapi bertambah jauh. Shalat orang yang lalai tidak dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Betapa banyak orang berdiri untuk shalat tetapi tidak memperoleh selain letih dan lelah, dan tidak menginginkannya selain orang yang lalai. Tiadalah hamba memperoleh sesuatu dari shalatnya selain yang dilakukannya dengan sadar.”

Ahli makrifat berkata, “Shalat itu adalah empat hal, yaitu dimulai dengan ilmu, berdiri dengan rasa malu, ditegakkan dengan keagungan, dan keluar darinya dengan rasa takut.” Sementara seseorang guru sufi berkata, “Barangsiapa yang hatinya tidak menyatukan dengan hakikat, rusaklah shalatnya.”

Rasulullah Saw bersabda, “Di surga ada sebuah sungai bernama al-Afyah. Di situ terdapat para bidadari yang Allah ciptakan dari za‘faran yang bermain dengan mutiara dan yakut. Mereka memuji Allah dengan 70.000 bahasa. Suara mereka lebih indah dari suara Nabi Dawud As. Mereka mengatakan, ‘Kami diperuntukkan bagi orang-orang yang mendirikan shalat dengan khusyu‘ dan konsentrasi.’ Allah Swt berfirman, ‘Pasti aku tempatkan dia di rumah-Ku dan menjadikannya berada di samping-Ku.”

Diriwayatkan bahwa Allah Swt mewahyukan kepada Nabi Saw, “Katakan kepada orang-orang durhaka di antara umatmu yang tidak mengingatKu, ‘Di mana saja engkau menghentikan anggota badanmu (dari maksiat), ketika berdzikir kepadaKu, jadilah orang yang khusyu‘ dan tenang. Apabila kamu berdzikir kepada-Ku, jadikanlah lidahmu di belakang kalbumu. Jika kamu berdiri di hadapan-Ku, berdirilah seperti berdirinya hamba yang hina serta bermunajat dengan hati yang takut dan lisan yang benar.”

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Allah Swt mewahyukan kepada Nabi Saw, “Katakan kepada orang-orang durhaka di antara umatmu yang tidak mengingat-Ku, ‘Aku telah bersumpah kepada diri-Ku bahwa siapa saja yang mengingat Ku, Aku akan mengingat-Nya. Akan tetapi, jika orang-orang durhaka itu mengingat-Ku, Aku akan mengingat mereka dengan laknat.” Ini tentang orang durhaka yang tidak lalai berdzikir kepada Allah. Bagaimana halnya jika berkumpul pada dirinya kemaksiatan dan kelalaian? Seseorang sahabat berkata, “Pada hari kiamat manusia dikumpulkan seperti keadaan mereka dalam shalat berupa ketenangan dan ketenteraman, serta rasa kenikmatan dan kelezatan dalam menunaikannya.”

Nabi Saw melihat seseorang yang mempermainkan janggutnya ketika sedang shalat. Beliau bersabda, “Kalau hati orang ini khusyu‘, niscaya khusyu‘ pula anggota tubuhnya.” Selanjutnya beliau bersabda, “Barangsiapa yang hatinya tidak khusyu‘, ditolaklah shalatnya.”

Ketahuilah bahwa Allah Swt memuji orang-orang yang khusyu‘ dalam shalat tidak hanya dalam satu ayat. Allah Swt berfirman, … orang-orang yang khusyu‘ dalam shalatnya (QS al- Mu’minun [23]: 2)

… dan mereka selalu memelihara shalatnya (QS al- An‘am [6]: 92)

…Mereka itu tetap mendirikan shalatnya (QS al-Ma‘arij [70]: 23)

Ada yang mengatakan bahwa orang yang mengerjakan shalat itu banyak, tetapi sedikit orang yang khusyu‘ dalam shalatnya. Orang yang berhaji itu banyak, tetapi sedikit yang mabrur. Burung itu banyak, tetapi burung bulbul hanya sedikit. Orang berilmu itu banyak, tetapi yang beramal sedikit jumlahnya. Shalat adalah tempat ketundukan hati, kepasrahan, dan kekhusyukan. Ini adalah tanda diterimanya amalan. Amalan sunnah itu ada syaratnya dan penerimaan pun ada syaratnya. Syarat amalan sunnah adalah ditunaikan fardhunya dan syarat diterima amalan adalah kekhusyukan—sebagaimana Allah Swt berfirman, Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang khusyu‘ dalam shalatnya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna (QS al-Mu’minรปn [23]: 1-3) (dan ketakwaan) seperti firman Allah Swt, sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa (QS al-Ma'idah [5]: 27). Tentang ini Rasulullah saw bersabda, “Orang yang mendirikan shalat dua rakaat dengan menghadapkan hatinya kepada Allah, dia keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari dilahirkan ibunya.”

Ketahuilah bahwa tidak ada yang membuat lalai dari shalat selain pikiran-pikiran yang sibuk. Hal itu harus dihilangkan. Kadang-kadang bisa dilakukan dengan shalat dalam kegelapan atau di tempat yang sunyi, jauh dari kebisingan, tidak menggunakan sajadah yang berwarna-warni, dan tidak mengenakan pakaian yang bercorak yang dapat menarik perhatiannya ketika sedang shalat. Sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi Saw mengenakan gamis bercorak yang diberikan Abรป Jaham, lalu beliau shalat. Setelah selesai shalat, beliau meninggalkannya dan berkata, “Bawalah gamis ini kepada Abรป Jaham. Pakaian ini telah melalaikanku dari shalatku.” Nabi Saw juga pernah memperbarui tali sandalnya. Kemudian, ketika sedang shalat, beliau selalu memandangnya. Setelah selesai shalat, beliau memerintahkan agar tali itu dilepas dan diganti dengan tali yang lama. Selain itu, Nabi Saw pernah mengenakan cincin emas pada jarinya sebelum hal itu diharamkan. Ketika duduk di atas mimbar, beliau melemparkannya dan berkata, “Ini telah menyibukanku dengan sekali-sekali memandangnya dan sekali-sekali memandang kalian.”

Seorang sahabat shalat di rumahnya dekat jendela, sementara pohon kurma di samping rumahnya sedang berbuah lebat. Sekali-sekali dia memandang buah kurma itu dan merasa kagum terhadapnya. Karena itu, dia lupa berapa rakaat yang telah dia kerjakan. Lalu, hal itu disampaikan kepada ‘Utsman Ra. ‘Utsman memerintahkan agar buah kurma itu disedekahkan di jalan Allah. Kemudian, orang itu menjualnya dengan harga lima puluh ribu. Sementara itu, seorang ulama salaf berkata, “Ada empat hal dalam shalat yang sia-sia, yaitu berpaling, mengusap wajah, meniup debu (pada tempat sujud), dan shalat di jalan tempat lalu-lalang orang lain.” Hal itu pun ditegaskan Rasulullah Saw, “Allah menghadap kepada orang yang shalat selama dia tidak berpaling.”

Karena itu, jika sedang shalat, Abu Bakar al-Shiddiq Ra berdiri tegak seperti tiang. Sementara, sahabat yang lain apabila sedang rukuk tampak tenang seperti benda mati sehingga tidak merasakan burung-burung yang hinggap di punggungnya. Semua itu merupakan sikap yang biasanya dituntut di hadapan orang besar dari penghuni dunia. Mengapa hal itu tidak dituntut di hadapan Raja diraja?

Dalam Taurat termaktub, “Wahai anak Adam, janganlah merasa lemah untuk berdiri di hadapan-Ku dalam keadaan shalat dan menangis. Aku adalah Allah yang dekat kepada kalbumu dan dalam gaib engkau melihat cahaya-Ku.”

Abu al-‘Aliyyah ditanya tentang firman Allah Swt, Orang-orang yang lalai dalam shalatnya (QS al-Ma’un [107]: 5). Dia menjawab, “Orang-orang yang lalai dalam shalatnya hingga tidak sadar apakah dia pada rakaat genap atau pada rakaat ganjil.”

Sementara itu, al-Hasan berkata, “Yaitu yang lalai terhadap waktu shalat sehingga berlalu.” Karena itu, Rasulullah Saw bersabda, “Allah Swt berfirman, ‘Hamba-Ku tidak selamat dari (murka)-Ku kecuali dengan menunaikan apa yang Aku wajibkan kepadanya.”

Hukuman bagi yang Meninggalkan Shalat
Ketika mengabarkan tentang para penghuni Neraka Jahim, Allah swt berfirman, Apakah yang membawa kalian masuk neraka? Mereka menjawab, “Kami tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. Dan kami tidak memberi makan orang miskin. Dan kami beromong kosong bersama-sama orang yang beromon gkosong (QS al-Muddaststir [74]: 42-45).

Ahmad meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “(Batas) antara seseorang dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.”

Ubadah bin al-Shamit Ra berkata, “Kekasihku (Muhammad Saw) berwasiat kepadaku akan tujuh hal, di antaranya, pertama, beliau bersabda, ‘Janganlah kalian menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun walaupun kalian dipenggal, dibakar, atau disalib.’ Kedua, beliau bersabda, ‘Janganlah kalian tinggalkan shalat dengan sengaja. Barangsiapa meninggalkannya dengan sengaja, dia telah keluar dari agama ini.’ Ketiga, beliau bersabda, ‘Janganlah kalian mengerjakan maksiat, karena hal itu menjadi sebab murka Allah.’ Keempat, beliau bersabda, ‘Janganlah kalian meminum khamar, karena ia merupakan induk segala perbuatan dosa.”

Al-Thabrani berkata, “Tidak ada keimanan bagi orang yang tidak amanah. Tidak ada shalat bagi orang yang tidak bersuci. Tidak ada agama bagi orang yang tidak shalat. Sesungguhnya posisi shalat dalam agama seperti posisi kepala terhadap tubuh.”

Ibn Majah dan al-Bayhaqi meriwayatkan hadis dari Abu al-Darda’ Ra. Dikatakan, “Kekasihku (Muhammad Saw) berwasiat kepadaku, ‘Janganlah menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun walaupun kamu dipenggal dan dibakar. Jangalnah kamu meninggalkan shalat wajib dengan sengaja. Barangsiapa yang meninggalkannya, dia telah melepaskan diri dari jaminan (Allah). Janganlah meminum khamar, karena ia pangkal dari segala kejahatan.”

Dalam al-Mutabi’at terdapat hadis yang diriwayatkan al-Thabrรขnรฎ yang berbunyi, “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw. Dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku satu amalan yang jika aku amalkan, aku masuk surga.’ Beliau bersabda, ‘Janganlah menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun walaupun kamu disiksa dan dibakar. Taatilah kedua orang tua walaupun mereka mengambil hartamu dan segala sesuatu milikmu. Janganlah meninggalkan shalat dengan sengaja, karena siapa yang meninggalkannya dengan sengaja, dia telah melepaskan diri dari jaminan Allah.’”

Dalam sebuah riwayat yang ber-sanad baik, tetapi ada periwayatan yang terputus, disebutkan, “Janganlah kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun walaupun kamu dibunuh dan dibakar. Janganlah kamu menyakiti kedua orang tuamu walaupun mereka menyuruhmu agar meninggalkan keluarga dan hartamu. Janganlah kamu meninggalkan shalat wajib dengan sengaja, karena siapa yang meninggalkannya dengan sengaja, dia telah keluar dari jaminan Allah. Janganlah meminum khamar, karena hal itu merupakan induk dari segala kejelekan. Hati hatilah kamu terhadap maksiat, karena maksiat menyebabkan murka Allah. Waspadalah kamu, jangan lari dari pasukan walaupun orang-orang telah gugur. Bersikap teguhlah dan berilah nafkah kepada keluargamu dari hasil usahamu. Janganlah meninggikan tongkatmu kepada mereka sebagai tanda kesopanan. Ingatkan mereka agar takut kepada Allah.”

Ayyub berkata, “Meninggalkan shalat berarti kekufuran. Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal itu. Allah Swt berfirman, Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan (QS Maryam [19]: 59).”

Tentang ayat di atas, Ibnu Mas’ud berkata, “Makna adha’uha bukan meninggalkannya secara keseluruhan, melainkan mengakhirkannya dari waktunya.” Adapun Sa’id bin Musayyab berkata, “Maksudnya adalah tidak shalat zhuhur hingga tiba waktu asar, tidak shalat ‘ashar hingga tiba waktu maghrib, tidak shalat maghrib hingga tiba waktu ‘isya’, tidak shalat ‘isya’ hingga tiba waktu shubuh, dan tidak shalat shubuh hingga terbit matahari. Barangsiapa yang mati sementara dia masih tetap melakukan hal itu dan tidak bertobat, Allah menjanjikan baginya baghy. Baghy adalah sebuah jurang terjal dan keras siksaannya di dalam Neraka Jahanam. Allah Swt berfirman, Hai orang-orang beriman, janganlah harta benda dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah (dzikrillah). Dan siapa yang berbuat begitu, itulah orang-orang yang menderita kerugian (QS al- Munafiqun [63]: 9).

Jamaah ahli tafsir mengatakan, “Yang dimaksud dengan dzikrillah (pada ayat tersebut) adalah shalat lima waktu. Barangsiapa yang dilalaikan oleh hartanya dari shalat pada waktunya, seperti perdagangan, pekerjaan, atau anak, dia termasuk orang-orang yang merugi. Oleh karena itu, Nabi Saw bersabda, “Yang pertama dihisab dari amalan hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, dia beruntung dan selamat. Akan tetapi, jika shalatnya kurang, dia merugi.”

Allah Swt berfirman, Celakalah orang-orang yang shalat; (Yaitu) mereka yang lalai dari shalatnya (QS al-Ma’un [107]: 4-5).

Tentang ayat di atas, Rasulullah Saw bersabda, “Yaitu orang-orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya.”

Ahmad, al-Thabrani, dan Ibn Hibban dalam Shahih-nya meriwayatkan bahwa pada suatu hari, Nabi Saw menyebut-nyebut shalat. Beliau bersabda, “Barangsiapa memeliharanya, baginya cahaya, burhรขn, dan keselamatan pada hari kiamat. Akan tetapi, barangsiapa tidak memeliharanya, dia tidak akan mendapat cahaya, burhรขn, dan keselamatan. Pada hari kiamat, dia tinggal bersama Qรขrรปn, Fir’aun, Haman, Ubay bin Khalaf.”

Abu Ya’la meriwayatkan hadis dengan sanad hasan dari Mush’ab bin Sa’ad. Katanya, “Aku berkata kepada bapakku, ‘Wahai ayah, pernahkah ayah membaca firman Allah Swt, (Yaitu) mereka yang lalai dari shalatnya. Siapa dari kita yang tidak pernah lalai? Siapa dari kita yang tidak pernah berkata dalam hati—ketika shalat?” Bapaknya menjawab, “Bukan begitu. Maksudnya adalah melewatkan waktunya.”

Al-Wayl adalah siksaan yang keras. Ada yang mengatakan, sebuah jurang di dalam Neraka Jahanam. Kalau gunung dunia diperjalankan di situ, niscaya meleleh karena amat panasnya. Itu adalah tempat tinggal orang-orang yang meremehkan shalat dan mengakhirkannya dari waktunya kecuali orang-orang yang bertobat kepada Allah Swt dan menyesali kelalaiannya.

Al-Bukhari meriwayatkan hadis dari Samrah bin Jundab Ra, bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw bersabda, “Tadi malam datang dua makluk kepadaku. Mereka membawaku. Mereka berkata kepadaku, ‘Marilah pergi.’ Aku pun pergi bersama mereka. Kami menemui seorang laki-laki yang sedang berbaring. Kemudian, sebuah batu dijatuhkan ke atas kepalanya sehingga berdarah. Hal itu dia lakukan terusmenerus. Aku bertanya kepada kedua makhluk itu, ‘Mahasuci Allah, apa ini?’ Namun, mereka hanya mengatakan kepadaku, ‘Marilah pergi.’ Aku pun pergi bersama mereka. Lalu kami menemui seorang laki-laki yang ditengkuknya ada pengait dari besi. Tiba-tiba datang seseorang yang berwajah jelek, lalu menyobek sudut mulut orang tadi hingga ke tengkuknya, menyobek hidung hingga ke tengkuknya, dan menyobek kedua mata hingga ke tengkuknya. Kemudian, dia pindah ke sisi yang lain dan melakukan seperti apa yang dilakukan pada orang pertama. Dia tidak menyelesaikan pekerjaan itu sebelum orang yang di sebelahnya sembuh seperti sediakala. Setelah itu, dia kembali lagi kepadanya dan melakukan pekerjaan yang sama. Aku bertanya, ‘Mahasuci Allah, apa ini?’ Namun, lagi-lagi mereka hanya mengatakan kepadaku, ‘Marilah kita pergi.’ Lalu, kami pergi dan menemui suatu tempat yang menyerupai tanur. Tiba-tiba terdengar suara gaduh. Kemudian, kami melihatnya, tampaklah di dalamnya sejumlah laki-laki dan perempuan yang bertelanjang. Lalu, api keluar dari bawah kaki mereka. Setiap kali api itu datang kepada mereka, mereka ribut ketakutan. Aku bertanya kepada kedua makhluk itu, ‘Mahasuci Allah, kenapa mereka?’ Namun, kedua makhluk itu berkata, ‘Marilah kita pergi.’ Kami pergi, lalu mendapati sebuah sungai yang dialiri air yang berwarna merah seperti darah. Di sungai itu ada seorang laki-laki yang sedang berenang. Ketika sampai di tepi sungai, dia mengumpulkan batu-batu banyak sekali. Lalu memasukkannya ke dalam mulutnya. Dia berenang lagi, kembali ke situ. Setiap kali dia kembali ke tepi sungai itu, dia membuka mulutnya dan memasukkan batu ke dalamnya. Aku bertanya kepada mereka, ‘Apa ini?’ Mereka berkata, ‘Marilah kita pergi.’ Lalu, kami pergi dan mendapati seseorang yang tampak sangat menjijikkan. Tiba-tiba di sekelilingnya muncul api. Aku bertanya lagi kepada mereka, ‘Apa ini?’ Mereka berkata, ‘Marilah kita pergi.’ Lalu, kami pergi menuju taman yang ditumbuhi pohon-pohon yang sangat tinggi. Di tengah taman itu berdiri seseorang yang berbadan amat tinggi, hampir-hampir aku tidak melihat kepalanya yang menjulang ke langit. Di sekeliling orang itu aku lihat banyak anak. Aku bertanya kepada kedua makhluk itu, ‘Apa ini?’ Mengapa mereka?’ Mereka berkata kepadaku, ‘Marilah kita pergi.’ Segera kami pergi, lalu aku mendapati sebuah pohon yang sangat besar yang sebelumnya tidak pernah aku lihat pohon sebesar dan seindah itu. Kedua makhluk itu berkata kepadaku, ‘Panjatlah.’ Kemudian, kami memanjatnya sehingga dapat melihat sebuah kota dengan limpahan cairan emas dan cairan perak. Kami mendatangi pintu kota itu dan membukanya. Pintu itu terbuka, lalu kami memasukinya. Di situ kami mendapati banyak laki-laki. Sebagian dari mereka sangat tampan, sedangkan sebagian lagi tampak jelek. Kedua makhluk itu berkata kepada sekelompok orang yang jelek, ‘Pergilah dan menceburlah ke dalam sungai.’ Sungai itu seluas samudera dan airnya putih jernih. Mereka pun pergi dan mencebur ke dalam sungai itu. Kemudian, mereka kembali kepada kami dan hilanglah kejelekan dari mereka. Mereka menjadi sebaik-baik rupa. Kedua makhluk itu berkata kepadaku, ‘Inilah surga ‘Adn, dan inilah tempat tinggalmu.’ Lalu, aku mengangkat pandanganku ke atas. Tiba-tiba aku lihat sebuah istana seperti awan putih. Kedua makhluk itu berkata kepadaku, ‘Inilah tempat tinggalmu.’ Lalu, aku katakan kepada mereka, ‘Semoga Allah memberkatimu, maka biarkanlah aku memasukinya.’ Namun, mereka berkata, ‘Kini beum saatnya engkau memasukinya.’ Aku katakan kepada mereka, ‘Pada malam ini aku melihat ketakjubkan. Apa arti semua yang kulihat ini?’ Mereka menjawab, ‘Aku akan mengabarkannya kepadamu. Laki-laki pertama yang engkau temui sedang melukai kepalanya dengan batu ialah orang yang mengambil al-Quran lalu menolaknya dan melalaikan shalat fardhu. Laki-laki yang engkau temui sedang menyobek sudut mulutnya hingga ke tengkuknya, bibirnya hingga ke tengkuknya, dan kedua matanya hingga ke tengkuknya ialah orang yang berangkat dari rumahnya, lalu membuat kebohongan di mana-mana. Laki-laki dan perempuan yang bertelanjang di suatu tempat yang menyerupai tanur ialah para pezina. Laki-laki yang engkau temui sedang berenang di sungai dan memasukkan batu ke mulutnya adalah pemakan riba. Laki-laki yang tampak jelek dan dikelilingi api adalah pemimpin yang zalim. Laki-laki yang berbadan tinggi yang ada di tengah taman adalah Ibrรขhรฎm As, adapun anak-anak yang mengelilinginya adalah setiap anak yang meninggal dunia dalam keadaan fitrah—belum akil baligh.”

Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, termasuk anak-anak orang musyrik?” Beliau menjawab, “Ya, termasuk anak-anak orang musryik.”

Kemudian beliau melanjutkan ceritanya, “Kaum yang sebagiannya berwajah tampan dan sebagian lain berwajah jelek adalah mereka yang mencampurkan amal saleh dan amal jelek. Namun, Allah telah mengampuni mereka.”

Adapun dalam hadis yang diriwayatkan al-Bazzar disebutkan: “… kemudian Nabi Saw. menemui suatu kaum yang terus-menerus memecahkan kepala mereka dengan batu dan tidak membuat mereka lemah. Aku bertanya kepada Jibril, ‘Wahai Jibril, siapakah mereka itu?’ Jibril menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang malas mendirikan shalat.’”

Ahmad, Abu Dawud, al-Nasa’i, Ibn Majah, dan al-Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Amalan hamba yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya sempurna, dituliskan baginya sempurna. Akan tetapi, jika shalatnya tidak sempurna, Allah berkata kepada para malaikat, ‘Lihatlah, apakah kalian menemukan pada hamba-Ku shalat sunnah, (jika ya), maka sempurnakanlah dengannya shalat-shalat wajibnya.’ Demikian pula zakat. Kemudian, seluruh amalan dihisab seperti itu.”

Selain Ibn Majah, mereka juga meriwayatkan, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Amalan manusia yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat. Lalu, Tuhan kita ‘Azza wa Jalla (walaupun Dia Maha Mengetahui) berkata kepada para malaikat, ‘Lihatlah shalat hamb-Ku, apakah sempurna atau cacat?” Jika shalat itu sempurna, dituliskan sempurna. “Akan tetapi, jika shalat itu sedikit cacat, Allah berkata kepada para malaikat, ‘Lihatlah, apakah hamba-Ku ada shalat sunnah? Jika ada, sempurnakanlah shalat-shalat wajibnya dengan shalat-shalat sunnahnya.’ Kemudian, amalan-amalan lain dihisab seperti itu.”

Al-Thayalis dan al-Thabrani, serta al-Dhiya’ dalam al-Mukhtarah, meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Jibrรฎl datang kepadaku dari sisi Allah Swt. Dia berkata, ‘Wahai Muhammad. Allah ‘Azza wa Jalla berkata, ‘Aku telah mewajibkan kepada umatmu shalat lima waktu. Barangsiapa yang menyempurnakannya dengan wudhu, waktu-waktunya, rukuk-rukuknya, dan sujud-sujudnya, Aku menjanjikan kepadanya surga. Akan tetapi, siapa yang menemui-Ku setelah dia tidak menyempurnakannya, tidak ada janjiKu baginya. Jika Aku mau, Aku menyiksanya atau memberinya rahmat.”’

Al-Daylami berkata, “Shalat itu menghitamkan wajah setan, sedekah meremukkan punggungnya, serta saling mencintai karena Allah dan mencintai ilmu menghancurkan bokongnya. Apabila kalian melakukan hal itu, setan menjauh darimu, seperti terbitnya matahari dari tempat terbenamnya.”

Al-Dzahabi meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Jika hamba menegakkan shalat pada waktunya, shalat itu naik ke langit dan memiliki cahaya hingga sampai ke ‘Arsy. Dia memohonkan ampunan untuk orang yang mengerjakannya hingga hari kiamat. Dia berkata kepadanya, ‘Semoga Allah memeliharamu se- bagaimana engkau telah memeliharaku.’ Akan tetapi, jika hamba mengerjakan shalat di luar waktunya, shalat itu naik ke langit dalam kegelapan. Ketika sampai di langit, ia dilipat sebagaimana dilipatnya pakaian, lalu dipukulkan ke wajah pelakunya.”

Diriwayatkan dalam sebuah hadis, “Barang­­­siapa memelihara shalat, Allah memuliakannya dengan lima hal, yaitu dihilangkan darinya kesempitan hidup dan siksa kubur, Allah mem­­­berikan kepadanya kitabnya melalui tangan kanan-Nya, diperjalankan di atas at-shirรขth seperti kilat, dan masuk surga tanpa dihisab. Akan tetapi, barangsiapa yang meremehkan shalat, Allah menyiksanya dengan lima belas macam siksaan; lima macam diberikan di dunia, tiga macam diberikan ketika mati, tiga macam diberikan ketika dikeluarkan dari kubur. Yang diberikan di dunia adalah dicabut berkah dari umurnya, dihapus tanda orang-orang saleh dari wajahnya, setiap perbuatan baiknya tidak diberi pahala oleh Allah, tidak diangkat doanya ke langit, dan tidak memperoleh bagian dari doa orang-orang saleh. Yang diberikan ketika mati adalah kematian dalam kehinaan, dalam kelaparan, dan dalam kehausan. Kalau air laut di dunia diminumkan kepadanya tidak akan hilang dahaganya. Yang diberikan di dalam kubur adalah disempitkan kuburannya hingga patah tulang-tulang rusuknya, dinyalakan api di dalam kuburnya sehingga dia berguling-guling di atas bara api itu siang dan malam, dan dikerubungi ular bernama al-syujรข’ al-aqra’ yang matanya dari api, kukunya dari besi, dan panjangnya sepanjang jarak perjalanan satu hari. Ular itu berkata kepada mayit, Akulah al-syujรข’ al-aqra’. ‘Suaranya seperti guntur yang menggelegar. Ia berkata. ‘Tuhanku telah menyuruhku untuk memukulmu karena disia-siakannya shalat shubuh hingga terbit matahari, akan memukulmu karena disia-siakannya shalat zhuhur hingga tiba waktu ‘ashar, aku memukulmu karena disia-siakannya shalat asar hingga tiba waktu maghrib, aku memukulmu karena disia-siakannya shalat magrib hinggga tiba waktu ‘isya’, dan aku memukulmu karena disia-siakannya shalat ‘isya’ hingga terbit fajar. Setiap kali ia memukul dengan satu pukulan, orang itu terbenam ke dalam bumi sedalam 70 hasta. Dia terus-menerus disiksa hingga hari kiamat. Adapun siksaan yang diberikan ketika dikeluarkan dari kubur adalah di tempat perhentian hari kiamat dengan kerasnya penghisaban, kemurkaan Tuhan, dan masuk neraka.”

Dalam riwayat lain disebut: Dia didatangi pada hari kiamat dengan tiga kalimat tertulis pada wajahnya. Kalimat pertama: “Wahai orang yang menyi-nyiakan hak Allah.” Kalimat ke-2: “Wahai orang yang dikhususkan dengan kemurkaan Allah”. Kalimat ke-3: “Engkau telah menyianyiakan hak Allah di dunia, pada hari ini engkau putus asa dari rahmat Allah.”

Perincian jumlah yang disebutkan dalam hadis di atas tidak berjumlah 15, karena hanya disebutkan 14. Barangkali perawi lupa menyebutkan yang ke-15.

Ibn ‘Abbas Ra berkata, “Ketika tiba hari kiamat, didatangkanlah seseorang. Dia berdiri di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla. Lalu, Allah memerintahkannya pergi ke neraka. Dia bertanya, ‘Ya Tuhanku, mengapa?’ Allah Swt menjawab, ‘Karena engkau telah mengerjakan shalat di luar waktunya dan bersumpah dusta dengan namaKu.”

Diriwayatkan bahwa pada suatu hari Nabi Saw berkata kepada para sahabat, ‘Ucapkanlah, ‘Ya Allah, janganlah Kaubiarkan kami menjadi syaqiy dan mahrรปm.” Kemudian beliau bertanya kepada mereka, “Apakah syaqiy dan mahrรปm itu?” Lalu beliau menjawab sendiri, “Yaitu orang yang meninggalkan shalat.”

Diriwayatkan pula bahwa seorang perempuan Bani Israil datang kepada Nabi Musa As, dia berkata, “Wahai Nabi Allah, aku telah mengerjakan perbuatan dosa besar dan aku telah bertobat kepada Allah Swt. Maka berdoalah kepada Allah agar Dia mengampuni dosaku dan memaafkanku.” Mรปsรข As bertanya, “Apa dosamu?” Perempuan itu menjawab, “Wahai Nabi Allah, aku telah berzina dan melahirkan seorang anak, lalu aku membunuhnya.” Kemudian, Musa As berkata, “Keluarlah engkau, hai pezina. Kalau turun api dari langit, pastilah ia membakar kita karena dosamu.”

Perempuan itu keluar dari rumah Nabi Musa As dengan hati yang hancur. Lalu Jibrรฎl As turun dan berkata, “Wahai Musa, Tuhan mengatakan kepadamu, ‘Mengapa engkau tolak orang yang bertobat, wahai Musa? Apakah engkau telah mendapati orang yang lebih jahat darinya?” Musa As bertanya, “Wahai Jibril, siapa yang lebih jahat darinya?” Jibril As menjawab, “Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja.”

Seorang ulama salaf meriwayatkan bahwa dia telah pindah menguburkan saudara perempuannya yang meninggal dunia. Lalu, ke dalam kuburan itu jatuh kantungnya yang berisi sejumlah uang tanpa dia sadari sehingga dia kembali dari kuburan itu. Kemudian, dia ingat akan kantung itu. Dia pun kembali ke kuburan itu. setelah orang-orang pulang, dia menggali kuburan itu. Dia mendapati kuburan itu menyala api. Segera dia mengurugnya kembali dengan tanah. Lalu, dia kembali kepada ibunya sambil menangis karena sedih. Dia berkata, “Wahai ibu, beritahukanlah kepadaku tentang saudara perempuanku. Apa yang pernah dia perbuat?” Ibunya bertanya, “Mengapa engkau menanyakannya?” Orang itu menjawab, “Wahai ibu, aku melihat kuburannya terbakar.” Ibunya menangis dan berkata, “Wahai anakku, saudara perempuanmu itu pernah meremehkan shalat dan menunda-nundanya.”

Demikianah keadaan orang yang mengakirkan shalat dari waktunya (menunda-nundanya). Apalagi orang yang tidak shalat.

Kita memohon kepada Allah Swt agar menolong kita untuk memelihara shalat dengan sempurna pada waktunya. Sesungguhnya Dia Mahapemurah, Mahamulia, Mahapengasih, dan Mahapenyayang.”

Bagikan ini :

Comments

  1. UST. AHMAD SYAMSUL BUNYANI23 July 2023 at 17:04

    BAB KE 9 TIDAK ADA , BAB 8 ADA DUA MOHON DIPERBAIKI SYUKRON

    ReplyDelete

Post a Comment

Silakan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan

Popular posts from this blog

Terjemahan Kitab Kifayatul Awam (Tauhid)

Terjemahan Kitab Qami' Ath-Thughyan (77 Cabang Iman)

Buku Islahul Qulub (Jernihkan Hati)

Terjemahan Kitab Mukasyafah Al-Qulub (Bening Hati Dengan Ilmu Tasawuf)

Terjemahan Kitab Nashoihul Ibad

Terjemahan Kitab Syarah Al-Hikam